"Tetapi malam ini aku harus menginap di mana?" Mengingat dia sering kena marah orang tuanya jika bermalam di sana, apalagi dengan situasi seperti ini.
Yulianna teringat sesuatu. Dia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi seseorang yang bisa dimintai tolong. Semua orang termasuk temannya dihubungi agar dia bisa menginap malam ini di salah satu tempat temannya. Akan tetapi, semua temannya tidak ada yang bisa membantu. Alasan demi alasan ada saja dari ucapan teman-teman yang dihubungi Yulianna. "Maaf, Yulianna, kau tahu sendiri rumahku tidak memiliki kamar kosong untuk kamu tempati," ucap teman Yulianna di telepon. "Ayolah, Rika, kan, aku bisa tidur di kamar berdua denganmu." Yulianna merengek kepada temannya yang bernama Lesti."Apa kau sudah gila! Suami dan Anakku mau bagaimana? Apalagi Hendra, anakku masih bayi dan harus diawasi. Tidak, tidak, kau cari penginapan saja!" Lesti menutup percakapan secara tiba-tiba. "Dasar! Semuanya sama saja, susah sekali dimintai tolong. Apa salahnya Suami dan Anaknya tidur di ruangan tamu untuk semalam?" Di sepanjang jalan, Yulianna mengumpat dengan ekspresi wajah kesal. Yulianna tidak kehabisan akal, dia menelepon Rita. Wanita paruh baya yang akan membeli anaknya. "Nyonya, apa aku bisa meminta sisa uangnya malam ini? Dan, aku ingin bertemu denganmu juga. Tolong kamu persiapkan hotel untukku menginap malam ini, kalau tidak perjanjian kita batal!" ancam Yulianna kepada Rita melalui telepon. "Kau sekarang di mana? Apa kau bersama anak itu?" tanya Rita. "Aku tunggu kamu di minimarket di jalan Yos Sudarso, kita bicarakan ini nanti," jawab Yulianna. "Baiklah, kau tunggu di sana," balas Rita dan percakapan pun berakhir. Yulianna tersenyum dan bergumam, "Kira-kira berapa uang yang akan diberikan Nyonya itu kepadaku nanti?" Sambil mengusap kedua telapak tangannya, membayangkan uang yang begitu banyak akan dia dapat. Di sebuah apartemen, Rita yang sedang duduk bersandar di sofa, sejurus kemudian langsung beranjak berdiri setelah mendapat telepon dari Yulianna. "Siapkan mobil!" perintah Rita kepada para pengawal setianya. Pengawal-pengawal itu patuh lalu membungkukkan badan. Berbalik badan, melaksanakan perintah tuannya. "Tunggu!" Tiba-tiba Rita bersuara, menghentikan langkah mereka. "Mengapa, Nyonya?" tanya salah satu pengawal. "Sepertinya kalian butuh sedikit hiburan, bagaimana jika kutawarkan hal yang menyenangkan untukmu." Rita tersenyum miring saat menyampaikan hal tersebut."Maaf, Nyonya, saya tidak mengerti maksud Anda," ucap pengawal tersebut. "Bersenang-senanglah nanti di hotel dan setelah itu, Kau tau maksudku, bukan?" Rita menjelaskan sambil menunjukkan foto Yulianna. "Baik, Nyonya." Para pengawal itu sudah paham dengan maksud Rita. "Dan, seperti biasa, jangan meninggalkan jejak." Rita mengingatkan. Rita berencana melenyapkan Yulianna karena merasa terhina oleh sikap Yulianna yang dianggap mengancamnya tadi. Berani sekali Yulianna mengatakan itu kepadanya. Di sisi lain, tepatnya di tempat Yulianna berada. Dia merasa jengkel sebab Rita tak kunjung datang. Dirinya sudah kedinginan. "Lama sekali j*lang itu." Yulianna merasa sedikit bosan telah lama menunggu Rita selama empat puluh tujuh menit. Pada akhirnya, dia merasa lega karena sudah melihat Rita telah tiba di seberang jalan. Rita yang membuka kaca mobil, mengisyaratkan Yulianna agar menghampirinya. "Masuk!" perintah Rita ketika Yulianna sudah di dekatnya. Yulianna pun dengan senang hati memasuki mobil mewah itu. "Bagaimana, apakah kau sudah membawa ceknya?" tanya Yulianna girang. "Ini cek sisa pembayaran." Rita dengan santai memberikan melalui antara sela dua jarinya. "Mana anak itu?" tanya Rita. Sebab dia kira, Yulianna akan datang bersama anaknya. "Kau bisa membawanya ... dia ada di rumah," jawab Yulianna dengan senyum lebar melihat cek itu tertulis satu miliar rupiah, membuat Yulianna kalut dan tidak sadar bahwa sebenarnya telah ditipu oleh Rita. "Jalan!" perintah Rita kepada sopir pribadi sekaligus pengawalnya. Sampailah mereka di hotel berbintang lima yang megah dan sangat terkenal di kota itu. Rita yang tersenyum lalu berkata, "Ini kunci hotel dan kau bisa langsung masuk." Jelasnya kepada Yulianna sekaligus memberikan KeyCard. Tanpa kecurigaan, Yulianna turun dari mobil. Dia bergegas masuk ke dalam hotel dan segera ingin melihat dan mencari kamar hotel yang telah disewa untuknya. Dia sangat bahagia karena selama ini dirinya tidak pernah merasakan menginap di hotel, apalagi berbintang lima. Yulianna sangat takjub dengan apa yang dilihatnya. Sungguh sebuah bangunan yang mewah. Melihat bangunan yang megah dan kokoh tersebut membuat dirinya berdesir kagum. Rita tersenyum kecut memperhatikan Yulianna yang sangat norak dan dia segera meninggalkan wanita itu. "Kalian berdua silakan menikmati hidangannya, jangan sampai membuat kecerobohan!" bisik Rita dengan tegas di hadapan kedua pengawalnya. Dengan persiapan yang matang, Rita berencana akan naik taksi untuk menjemput David, sedangkan pengawalnya harus memarkirkan mobil mereka tanpa tertangkap kamera CCTV di sekitar. "Manajer, Gin! Satu jam lagi CCTV hotel harus kau matikan! Khusus untuk koridor kamar nomor 2077, jangan kau hidupkan jika anak buahku melewatinya. Untuk arahan selanjutnya, kau tunggu anak buahku yang menghubungimu nanti." Rita berbicara di telepon kepada orang suruhannya dan kemudian mematikannya. Jelas saja Rita ingin melenyapkan Yulianna tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Sebuah mobil lain yang akan dinaiki Rita pun telah tiba di basement hotel. Mobil yang dikendarai oleh pengawal Rita yang lain pun segera pergi meninggalkan lokasi hotel. "Turunkan aku di sini! Dan, kau, Hon berhentikan satu taksi untukku!" Rita berbicara kepada pengawalnya tersebut. Hon adalah nama samara."Nyonya tidak masalah bepergian ke rumah wanita itu sendirian?" tanya Hon."Tidak masalah, biar aku urus untuk urusan begini. Kalian nanti akan aku hubungi setelah aku membereskan anak itu," jawab Rita. Sehabis dari hotel, tujuannya adalah ke ruma Yulianna. "Anak itu sedang di rumah sendirian, tidaklah sulit membujuk dan membawanya. Dan, segera pesan tiket pesawat untuk mengantarkan anak itu ... klien sudah menyewa orang untuk membawa anak tersebut nanti.” Rita melanjutkan pembicaraannya lalu keluar dari dalam mobil.Dalam kamar mandi hotel, memperlihatkan Yulianna sedang berendam dalam bathtub. Dia sangat merasakan ketenangan akan manjaan pelayanan yang diberikan oleh benda itu karena baru saat ini dia bisa menikmati hidup mewah seumur hidupnya. Yulianna sempat berpikir betapa malunya dia saat petugas memandu sampai ke depan kamar hotel. “Ah, sudahlah. Tak perlu aku pikirkan. Untuk saat ini, aku bisa menikmati menjadi orang kaya,” ucapnya penuh kegembiraan. Ketika sedang asyik berendam, dirinya seperti melihat bayangan melintas dari balik pintu kamar mandi. “Hei, siapa di sana?” tanya Yulianna. Tersentak Yulianna segera keluar dari dalam bathtub membilas dirinya dan memakai handuk untuk segera memeriksa keadaan dikamarnya. Merasa heran dan tidak mungkin ada orang lain yang bisa masuk ke dalam kamar tersebut selain dirinya.Pandangan Yulianna menyapu sesisi ruangan kamar hotel yang sangat luas itu, sangat luas karena semua perabotan yang lengkap di kamar Exclusive VVIP. Namun, lagi-lagi, ada sosok bayangan yang Yulianna lihat. “Jangan main-main! Siapa di sana?” tanya Yulianna setengah memekik. Sementara itu, Harry merasa terpuruk atas kepergian istrinya. Termenung di dalam kamarnya. Merasa suntuk, dia pun keluar dan berniat menemui David. "Sampai kapan kamu terus begini?" lirih Harry merasa sedih mengingat Yulianna. Harry berjalan sembari mengeringkan rambutnya dengan sehelai handuk kecil. Dia melihat meja makan hanya bersisa tempe dengan potongan kecil. Dirinya hanya dapat menghela napas atas tingkah laku istrinya. Rasa heran selalu muncul acap kali melihat putranya harus makan dengan lauk yang tak layak dengan uang seratus ribu yang setiap hari dia berikan. Seorang ayah yang memandangi anaknya selalu tidak pernah mengeluh, walaupun terkadang sedikit cengeng. Harry hanya bisa tersenyum kecil ketika m
"Apa kamu David?" tanya Rita meletakkan jari telunjuk di bawah bibirnya. "Umm ... iya, Tante," jawab David. Dengan tangan masih bergelantungan di gagang pintu. "Ikut tante, yuk! Mama kamu menyuruh tante untuk menjemputmu,” ajak Rita. David merasa kebingungan saat ada wanita yang tak dikenal, mengajaknya. "Ayah bagaimana? Tadi Ayah keluar katanya mau membelikan aku makanan, Tante,” tanya David.“Mungkinkah pria yang dia temui sebelumnya adalah yah dari anak ini?” pikir Rita dalam batin bertanya."Oh, gitu. Ayah juga ada bersama Ibu kamu, kebetulan tadi Ayahmu ketika di jalan bertemu sama tante dan Ibumu, dan Tante disuruh menjemputmu karena mereka lagi membicarakan sesuatu dan tidak bisa diganggu." Rita berbicara dengan tenang agar ucapan bohongnya tidak ketahuan. Perlahan dia memegang lembut tangan David. "Gitu, ya." David mengetuk bibirnya dengan jari telunjuk. "Mau ikut, nggak? Nanti makanannya habis, loh," rayu Rita kepada David. "Iiih, nggak mau. Tunggu David sebentar, Tant
Senyum kecut tampak dari kedua pria itu, salah satu dari mereka mengangkat tubuh Yulianna dan melemparkannya ke atas ranjang. "Diam! Kami akan mengajakmu bersenang-senang dan kemudian membuatmu tertidur untuk selamanya," ujarnya tertawa dengan nada yang menakutkan. Benar dugaan Yulianna, mereka mempunyai niat yang buruk. Yulianna mendengar perkataan itu pun langsung mendapati dirinya ketakutan yang sangat getir. Bibirnya gemetar dan kini dia di antara penyesalan telah berhubungan dengan Rita. Dia tahu, mereka adalah orang suruhan Rita sebab pernah melihatnya."Kumohon jangan bunuh aku! Apa pun silakan kalian lakukan, tapi jangan bunuh aku," lirih Yulianna dengan suara hampir yang tak bisa terdengar.Hon mengabaikan permohonan itu. Dirinya yang sudah tidak sabar langsung melepas bathrobe dari tubuh Yulianna dan membuangnya ke lantai. Kini yang terlihat hanya tubuh polos Yulianna di hadapan Hon dan rekannya, membuat mereka dipenuhi hawa nafsu yang meningkat.Yulianna tak sempat membero
Dengan sigap, Hon menekan kedua tangan Yulianna. "Ternyata kau sudah sadar kembali,” ucap Hon.Wanita itu yang mengingat dirinya telah dilecehkan, hanya bisa pasrah dan kenapa dirinya masih hidup dan mendapatkan pelecehan sampai saat ini. Yulianna menyadari bahwa tempat kali ini juga berbeda dan bukan di kamar hotel. Melawan pun dirinya tak ada guna karena kalah tenaga.Yulianna hanya bisa menahan tangis. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Guncangan hebat wanita itu rasakan. Saat menoleh ke arah kiri, tanpa sengaja Yulianna melihat sebuah pisau cutter dan beberapa alat tulis di atas meja. Perlahan, tangan terjulur untuk mengambil benda itu tanpa diketahui oleh Hon. Yulianna meraih sebuah cutter.Tentu saja lelaki itu tak sadar karena dia terlena akan kenikmatan dunia. Merasakan sudah waktu yang tepat, dengan gerakan cepat, Yulianna menancapkan pisau itu ke arah Hon.“Matilah kau!” Yulianna menekan kuat dan dalam benda berujung runcing itu. “Argghhh.” Hon berteriak menahan kesakita
Merasa khawatir dengan keadaan Yulianna, dirinya menghampiri sang istri dan bertanya di mana diri David berada. "Apa yang telah terjadi? Kenapa dirimu kotor begini dan pakaianmu robek, ceritakan! Dan di mana David berada?" Harry bertanya secara terus-menerus kepada diri Yulianna. "Maafkan aku yang kotor dan hina ini, Suamiku .…" Hanya tangisan yang terdengar dari mulut Yulianna, dia secara terus menerus mengumpat diri sendiri dan meminta maaf karena selama ini dirinya sangat kejam kepada Harry dan David. “Dasar anak kurang ajar, beraninya kamu pulang setelah apa yang kamu perbuat?” Yansen membentak Yulianna, seketika amarahnya meledak.“Ayah, cukup. Lebih baik kita tanyakan kepadanya langsung di mana posisi David berada,” cegah Harry.Yansen hanya berpaling, wajahnya tidak sanggup melihat anak kandungnya sendiri yang sudah sangat keterlaluan baginya.Harry memeluk tubuh istrinya dan menutupi tubuh Yulianna dengan jaket miliknya, bertujuan agar dapat menenangkan hati dan perasaan sed
David bergeming dari tempatnya.“Pergi kau dari sini!” Nada bicara Imannuel mulai naik satu oktaf. “Kau yakin tak akan menyesal?” tanya David. Mencoba mengingatkan kembali. “Menyesal? Ada keluarga Luchio yang melindungiku. Aku bahkan tak takut untuk berperang,” jawabnya. Berhenti menyantap makanan dan minum lalu mengelap mulut memakai serbet.“Penyesalan adalah neraka terjahanam saat masih hidup,” sinis lelaki berambut klimis itu kepada David. “Immanuel, aku ke sini untuk memberi kesempatan bertobat, bukan berperang!” tukas David. “Ya. Terserah.” Roman muka berang tampak dari Immanuel karena kehadiran David sangat mengusik acara santap makan siangnya.“Thank you!. Dasar orang asing sialan!” Immanuel mencibir, marahnya memuncak lantas membalikkan meja, berdiri bersiap menghajar David.“Hei, Immanuel! Kau akan mendapatkan balasan karena menghina orang asing. Dasar makhluk tak berakal!” Seringai senyuman terlihat dari wajah David.“Hei, Bocah! Kau mengataiku? Kau bicara apa tadi?” Ge
“Aku tidak membunuhmu lebih cepat karena empat orang suruhanmu menghalangiku sebelumnya dan ini akan menjadi yang terakhir. Aku akan meninggalkan Italia, dan tak akan pernah kembali. Jangan mencariku,” ujar David. “Karena kau tidak akan bisa lakukan itu, dirimu akan meledak. Selagi kau masih di dalam sana. Hei, Alex! Kau memang tak pantas menjadi bos,” seru David. Alex tercenung mendengar ucapan David. Seketika semua balai milik Alex hancur karena ledakan bom. Semuanya luluh-lantak menjadi tanah. Termasuk Alex yang sudah hancur berkeping-keping karena tak sempat menyelamatkan diri. David yang ternyata menelepon sudah di dalam pesawat exclusive, menghancurkan sim card yang dia keluarkan dari smartphone-nya agar tidak bisa dilacak.Lelaki itu membuka topeng silikon. Ternyata selama misi berlangsung, David selalu mengenakannya. Terlihat wajah asli yang tampan dan masih terlihat muda Dalam perjalanan David memejamkan mata untuk beristirahat dari misi yang melelahkan.David dijuluki Cod
"Ya?” tanya David, menoleh. "Ini hadiah untukmu, Kau bisa bersekolah. Pokoknya kau tahunya beres dan bisa punya kehidupan baru sebagai remaja pada umumnya," jawab Mayor Sean sambil menyerahkan semua berkas data identitas kepemilikan David secara khusus untuknya."Apa ini?" tanya David yang kebingungan. Menatap berkas-berkas tersebut. "Kau ini, ya! Walaupun bertanya seperti itu, wajahmu pun tak berekspresi, kau bisa pulang,” jawab Mayor Sean.David mengangkat kepalanya. Mengerjap mata berkali-kali. "Pulang?" David tidak percaya."Ya, ke Indonesia, kamu bisa menginap di rumahku di sana,” ucap Mayor. "Kau mempunyai rumah di Indonesia, Mayor?" tanya David."Ada, nanti kau tinggal bersama Kakek dan Adik perempuanku," jawab Mayor Sean. "Wah ... Mayor punya saudara perempuan, ya?" Kapten Jimmy memotong ucapan Sean."Ada," jawab Sean singkat."Kau jangan mencoba-coba berniat jadi adik ipar, ya, David." Jimmy mencekik ringan leher David menggunakan lengan ."Eh, tidak," ucap David mengulas