Di dalam sebuah rumah kecil, terlihat dua orang wanita yang tengah duduk saling berhadapan satu sama lain.
Satu orang wanita muda yang menggunakan pakaian lusuh dan satu orang lagi seorang wanita paruh baya dengan pakaian modis yang tergolong mahal. "Saya datang ke sini ingin memberitahukan bahwa paspor anak itu sudah selesai seminggu yang lalu," jelas Rita.Seorang wanita modis berumur empat puluh tiga tahun kepada seorang ibu muda berumur dua puluh dua tahun dengan pakaian lusuh. Wanita paruh baya dengan angkuh duduk di sebuah kursi usang, tengah melipat kedua tangan di depan dada. Dia berprofesi sebagai penghubung untuk Human Trafficking."Berkat berkas-berkas pendukung yang kau berikan kepadaku beberapa waktu lalu, mempermudah proses pembuatan paspornya," sambung Rita. "Dan, sekali lagi, untuk yang terakhir kalinya aku bertanya kepadamu, apakah kamu telah mempertimbangkan sekali lagi tawaran yang telah aku berikan?" tanyanya. "Saya yakin, Sist….” lirih Ibu muda dengan mata berbinar. Senyum menyeringai di wajah menandakan kepuasan di dalam hatinya. Dia berpikir akan mendapatkan banyak uang dengan cara instan. Ibu muda itu bertemu Rita karena dikenalkan oleh seorang tunawisma misterius. Singkatnya, ketika Yulianna bepergian ke salah satu minimarket untuk berbelanja bersama David. Tunawisma tersebut memberikan sebuah nomor ponsel dan mengatakan sesuatu kepada Yulianna jika ingin mendapatkan uang banyak tanpa susah payah. Yulianna yang tergoda dan tergiur akan dengan namanya uang, tentu saja mau menerimanya. Sesampainya di rumah, segera dia menghubungi nomor yang telah didapatnya dengan cuma-cuma. Apa salah mencoba bertanya terlebih dahulu, pikirnya. Setelah menghubungi Rita, Yulianna sempat terkejut bahwa dia harus menjual anaknya sendiri, ternyata dia selama ini memang sudah diincar. Rita sangat tertarik dengan anaknya Yulianna, yang bernama David. Banyak kaki tangan Rita atau human trafficking lainnya yang berhamburan di segala penjuru. Ada yang menyamar sebagai tunawisma salah satunya. Memfoto dan memberikan hasil pengamatan kepada Rita. Jika dia setuju, dia akan memberikan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Mereka bermain bersih untuk mendapatkan incaran, tanpa paksaan ataupun melakukan kekerasan karena berdampak kecil jika dilaporkan ke pihak berwajib. "Harapan selama ini akhirnya akan terkabul. Aku ingin cepat kaya, untung saja aku bertemu dengan tunawisma waktu itu dan dapat mengenal wanita ini." Yulianna bergumam dalam hati merasa kegirangan."Setidaknya anak itu harus berbakti kepada aku, ibunya ini," sambung Yulianna dalam batin. "Besok saya akan jemput anak itu dan ini sebagai uang muka untukmu." Wanita paruh baya itu meletakkan sebuah amplop kecil berwarna cokelat di atas meja. Kemudian, dia bangkit sambil tersenyum melihat ibu muda yang telah dia bayar dengan sebuah cek seharga seratus juta rupiah sebagai uang jaminan. Wanita kaya itu sudah tidak tahan dengan rumah kumuh yang sedang dia kunjungi, sekarang rasanya dia ingin cepat-cepat keluar dari rumah itu. Tepat di depan pintu, berdiri dua penjaga memakai jas berwarna hitam telah menunggunya. Wanita tersebut berhenti di depan pintu, memandang lurus ke depan sambil mengeluarkan kacamata hitam di balik mantel lalu memakainya. Menjentikkan jari sebagai isyarat agar pengawal mengikuti dirinya untuk segera meninggalkan lokasi dan memasuki mobil mewah Maybach Exelero yang terparkir di halaman rumah kumuh itu. Yulianna, ibu muda itu menatap amplop coklat di atas meja dengan ekspresi girangnya. Dengan cepat dia mengambil dan membuka amplop. Benar saja, isi cek di dalam benda tersebut membuatnya makin senang. Dia melihat nominal yang tertulis senilai seratus juta rupiah. "Selama ini aku sudah muak hidup dalam kemiskinan dan sekarang waktunya aku menikmati uang yang banyak, seperti teman-temanku yang lainnya," ucap Yulianna penuh bahagia. Matanya memancarkan binar yang sangat indah saat melihat lagi cek di dalam amplop cokelat itu. Kemiskinan membuat Yulianna menjadi buta. Dia melupakan makna dari kehidupan sebenarnya dan membuatnya haus akan harta. Ambisinya untuk memiliki uang yang banyak, mendorongnya melakukan hal keji terhadap anak kandungnya sendiri dengan menjualnya kepada sindikat perdagangan manusia. Perasaan bahagia karena menerima sebuah cek membuatnya tidak menyadari ada seorang anak manis yang menarik ujung pakaiannya sambil mengusap mata. "Ibu … aku lapar," lirih terucap dari bibir mungil seorang anak laki-laki. Yulianna lalu mengubah pandangannya. Dia melihat ke bawah, ada seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun dengan paras yang tampan, manis, dan juga penurut. Seharusnya sebagai seorang ibu, dia memiliki rasa tidak tega dalam hati. Namun, sebaliknya, tidak untuk dirinya. Kemiskinan dan keserakahan membuatnya buta akan putranya sendiri. "Kamu sudah bangun, David? Makanan ada di atas meja dapur, buka tudungnya, ambil sendiri dan makan sendiri. Piringnya jangan lupa dicuci, sisakan untuk Ayahmu," tutur Yulianna lalu meninggalkan anaknya memasuki sebuah kamar. "Ya, Ibu," lirihnya sambil memperhatikan sang ibu yang terlihat girang tanpa sebab yang David ketahui. Anak itu berjalan ke dapur, membuka tudung penutup makanan di atas meja. Dia melihat hanya ada kuah sop dan sisa lauk tempe satu potong besar saja. Seperti perintah ibunya, dia membagi tempe menjadi dua bagian. David menyisihkan sebagian tempe untuk ayahnya. Bocah lelaki itu makan dengan lahapnya walau hanya dengan lauk seadanya.Bocah itu tersenyum saat menyantap makanannya. Akan tetapi, suara tawa ibunya di ruang tengah, membuat David menoleh. “Ibu kenapa, ya?” tanyanya. Masih terlalu kecil, dia belum mengerti. Beberapa saat berlalu.Keadaan langit yang mulai gelap, Harry Callister seorang pria berusia tiga puluh satu tahun memasuki kediamannya. Dia baru saja pulang bekerja. Dilihat anaknya yang sedang belajar dengan buku berhamburan di lantai. Rasa lelahnya terobati dengan melihat putra kesayangannya. "David, ayah pulang,” ucap Harry sambil tersenyum melihat putra semata wayangnya. "Ayah!" panggil David riang. Berlari menghampiri dan memeluk ayahnya yang telah pulang dari bekerja. "Pakaian ayah kotor, Nak," ucap Harry, melepas pelukan anaknya. Dia berdiri, mensejajarkan dirinya dengan David. Mengelus kepala anak kesayangannya sambil tersenyum. "Lanjutkan belajarmu! Ayah bersihkan badan dahulu," bisik Harry dengan lembut. Harry menghirup aroma rambut putranya yang tidak terlalu harum, bahkan terbubuhi bau matahari. Namun, dia sangat menyukainya. "Baik, Ayah." David berlari dengan riang, tetapi tanpa sengaja menabrak sesuatu. "Kalau jalan pakai mata! Dasar anak bandel," bentak Yulianna kepada anak yang telah menabrak dirinya. "Maaf, Bu. Aku tidak sengaja," ucap David menyesal. Menunduk, tak kuat mendapat pelototan dari ibunya. "Ah, malas meladeni kamu! Tidak penting," sungut Yulianna. Berucap ketus kepada David. "Sudah, jangan memarahi David lagi," pinta Harry menenangkan Yulianna. Dia tidak tega anak semata wayangnya selalu dimarahi oleh ibu kandungnya sendiri. "Kamu juga! Ayah dan anak sama saja tidak berguna,” hina Yulianna kepada Harry. “Mana uang untuk belanja besok? Awas! Jangan sampai kurang dan harus lebih! Besok aku mau pergi jalan-jalan bersama temanku," sergah Yulianna kepada suaminya. Tangannya sudah menengadah, meminta uang kepada Harry.Komentar atau kritik dan saran anda (Pembaca) merupakan sebuah wujud terima kasih saya sebagai author agar bisa membuat cerita yang berharga untuk kalian pembaca. Have a nice day everytime and GOD always gave blessing for us
Harry seorang suami yang sangat sabar menghadapi kelakuan istrinya, berinisiatif agar David tidak mendengar dan melihat pertengkaran yang dimulai Yulianna. Dia tidak mau melihat mental anaknya rusak karena istrinya yang suka memulai pertengkaran. Sang ayah lalu berbicara kepada David terlebih dahulu. "David masuk kamar. Nanti ayah panggil lagi," titah Harry sambil tersenyum tipis yang tampak dari wajahnya. David mengangguk. Berjalan ke kamar di antara rasa takut dan patuh kepada orang tuanya. Di dalam kamar, David masih bisa mendengar perkelahian orang tuanya dan dia merasa sangat terpukul. Ibunya selalu memaki sang ayah dengan segala hinaan dan makian tiada henti, seakan tidak menghormati ayahnya sama sekali. "Apa ini! Cuma seratus ribu rupiah?" tanya Yulianna tidak percaya dengan nominal uang yang Harry berikan. "Aku hanya punya segitu, Yulianna,” ucap Harry pasrah. “Bohong!” suara Yulianna meninggi. Dia memeriksa seluruh saku di pakaian Harry dan tasnya. Dia tidak percaya d
"Tetapi malam ini aku harus menginap di mana?" Mengingat dia sering kena marah orang tuanya jika bermalam di sana, apalagi dengan situasi seperti ini.Yulianna teringat sesuatu. Dia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi seseorang yang bisa dimintai tolong. Semua orang termasuk temannya dihubungi agar dia bisa menginap malam ini di salah satu tempat temannya. Akan tetapi, semua temannya tidak ada yang bisa membantu. Alasan demi alasan ada saja dari ucapan teman-teman yang dihubungi Yulianna. "Maaf, Yulianna, kau tahu sendiri rumahku tidak memiliki kamar kosong untuk kamu tempati," ucap teman Yulianna di telepon. "Ayolah, Rika, kan, aku bisa tidur di kamar berdua denganmu." Yulianna merengek kepada temannya yang bernama Lesti."Apa kau sudah gila! Suami dan Anakku mau bagaimana? Apalagi Hendra, anakku masih bayi dan harus diawasi. Tidak, tidak, kau cari penginapan saja!" Lesti menutup percakapan secara tiba-tiba. "Dasar! Semuanya sama saja, susah sekali dimintai tolong. Apa salahnya
Pandangan Yulianna menyapu sesisi ruangan kamar hotel yang sangat luas itu, sangat luas karena semua perabotan yang lengkap di kamar Exclusive VVIP. Namun, lagi-lagi, ada sosok bayangan yang Yulianna lihat. “Jangan main-main! Siapa di sana?” tanya Yulianna setengah memekik. Sementara itu, Harry merasa terpuruk atas kepergian istrinya. Termenung di dalam kamarnya. Merasa suntuk, dia pun keluar dan berniat menemui David. "Sampai kapan kamu terus begini?" lirih Harry merasa sedih mengingat Yulianna. Harry berjalan sembari mengeringkan rambutnya dengan sehelai handuk kecil. Dia melihat meja makan hanya bersisa tempe dengan potongan kecil. Dirinya hanya dapat menghela napas atas tingkah laku istrinya. Rasa heran selalu muncul acap kali melihat putranya harus makan dengan lauk yang tak layak dengan uang seratus ribu yang setiap hari dia berikan. Seorang ayah yang memandangi anaknya selalu tidak pernah mengeluh, walaupun terkadang sedikit cengeng. Harry hanya bisa tersenyum kecil ketika m
"Apa kamu David?" tanya Rita meletakkan jari telunjuk di bawah bibirnya. "Umm ... iya, Tante," jawab David. Dengan tangan masih bergelantungan di gagang pintu. "Ikut tante, yuk! Mama kamu menyuruh tante untuk menjemputmu,” ajak Rita. David merasa kebingungan saat ada wanita yang tak dikenal, mengajaknya. "Ayah bagaimana? Tadi Ayah keluar katanya mau membelikan aku makanan, Tante,” tanya David.“Mungkinkah pria yang dia temui sebelumnya adalah yah dari anak ini?” pikir Rita dalam batin bertanya."Oh, gitu. Ayah juga ada bersama Ibu kamu, kebetulan tadi Ayahmu ketika di jalan bertemu sama tante dan Ibumu, dan Tante disuruh menjemputmu karena mereka lagi membicarakan sesuatu dan tidak bisa diganggu." Rita berbicara dengan tenang agar ucapan bohongnya tidak ketahuan. Perlahan dia memegang lembut tangan David. "Gitu, ya." David mengetuk bibirnya dengan jari telunjuk. "Mau ikut, nggak? Nanti makanannya habis, loh," rayu Rita kepada David. "Iiih, nggak mau. Tunggu David sebentar, Tant
Senyum kecut tampak dari kedua pria itu, salah satu dari mereka mengangkat tubuh Yulianna dan melemparkannya ke atas ranjang. "Diam! Kami akan mengajakmu bersenang-senang dan kemudian membuatmu tertidur untuk selamanya," ujarnya tertawa dengan nada yang menakutkan. Benar dugaan Yulianna, mereka mempunyai niat yang buruk. Yulianna mendengar perkataan itu pun langsung mendapati dirinya ketakutan yang sangat getir. Bibirnya gemetar dan kini dia di antara penyesalan telah berhubungan dengan Rita. Dia tahu, mereka adalah orang suruhan Rita sebab pernah melihatnya."Kumohon jangan bunuh aku! Apa pun silakan kalian lakukan, tapi jangan bunuh aku," lirih Yulianna dengan suara hampir yang tak bisa terdengar.Hon mengabaikan permohonan itu. Dirinya yang sudah tidak sabar langsung melepas bathrobe dari tubuh Yulianna dan membuangnya ke lantai. Kini yang terlihat hanya tubuh polos Yulianna di hadapan Hon dan rekannya, membuat mereka dipenuhi hawa nafsu yang meningkat.Yulianna tak sempat membero
Dengan sigap, Hon menekan kedua tangan Yulianna. "Ternyata kau sudah sadar kembali,” ucap Hon.Wanita itu yang mengingat dirinya telah dilecehkan, hanya bisa pasrah dan kenapa dirinya masih hidup dan mendapatkan pelecehan sampai saat ini. Yulianna menyadari bahwa tempat kali ini juga berbeda dan bukan di kamar hotel. Melawan pun dirinya tak ada guna karena kalah tenaga.Yulianna hanya bisa menahan tangis. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Guncangan hebat wanita itu rasakan. Saat menoleh ke arah kiri, tanpa sengaja Yulianna melihat sebuah pisau cutter dan beberapa alat tulis di atas meja. Perlahan, tangan terjulur untuk mengambil benda itu tanpa diketahui oleh Hon. Yulianna meraih sebuah cutter.Tentu saja lelaki itu tak sadar karena dia terlena akan kenikmatan dunia. Merasakan sudah waktu yang tepat, dengan gerakan cepat, Yulianna menancapkan pisau itu ke arah Hon.“Matilah kau!” Yulianna menekan kuat dan dalam benda berujung runcing itu. “Argghhh.” Hon berteriak menahan kesakita
Merasa khawatir dengan keadaan Yulianna, dirinya menghampiri sang istri dan bertanya di mana diri David berada. "Apa yang telah terjadi? Kenapa dirimu kotor begini dan pakaianmu robek, ceritakan! Dan di mana David berada?" Harry bertanya secara terus-menerus kepada diri Yulianna. "Maafkan aku yang kotor dan hina ini, Suamiku .…" Hanya tangisan yang terdengar dari mulut Yulianna, dia secara terus menerus mengumpat diri sendiri dan meminta maaf karena selama ini dirinya sangat kejam kepada Harry dan David. “Dasar anak kurang ajar, beraninya kamu pulang setelah apa yang kamu perbuat?” Yansen membentak Yulianna, seketika amarahnya meledak.“Ayah, cukup. Lebih baik kita tanyakan kepadanya langsung di mana posisi David berada,” cegah Harry.Yansen hanya berpaling, wajahnya tidak sanggup melihat anak kandungnya sendiri yang sudah sangat keterlaluan baginya.Harry memeluk tubuh istrinya dan menutupi tubuh Yulianna dengan jaket miliknya, bertujuan agar dapat menenangkan hati dan perasaan sed
David bergeming dari tempatnya.“Pergi kau dari sini!” Nada bicara Imannuel mulai naik satu oktaf. “Kau yakin tak akan menyesal?” tanya David. Mencoba mengingatkan kembali. “Menyesal? Ada keluarga Luchio yang melindungiku. Aku bahkan tak takut untuk berperang,” jawabnya. Berhenti menyantap makanan dan minum lalu mengelap mulut memakai serbet.“Penyesalan adalah neraka terjahanam saat masih hidup,” sinis lelaki berambut klimis itu kepada David. “Immanuel, aku ke sini untuk memberi kesempatan bertobat, bukan berperang!” tukas David. “Ya. Terserah.” Roman muka berang tampak dari Immanuel karena kehadiran David sangat mengusik acara santap makan siangnya.“Thank you!. Dasar orang asing sialan!” Immanuel mencibir, marahnya memuncak lantas membalikkan meja, berdiri bersiap menghajar David.“Hei, Immanuel! Kau akan mendapatkan balasan karena menghina orang asing. Dasar makhluk tak berakal!” Seringai senyuman terlihat dari wajah David.“Hei, Bocah! Kau mengataiku? Kau bicara apa tadi?” Ge