Share

Bab 3

Penulis: Suwandi
Hasan tidak akan membiarkan Fabian tinggal di desa apa pun yang terjadi. Dia adalah orang yang memiliki harga diri tinggi. Dia tidak mungkin mengabaikan gosip para penduduk desa.

Hal yang terpenting adalah, Desa Damai terlalu terpencil dan miskin hingga tidak ada yang bisa dikembangkan. Orang yang tinggal di desa ini tidak akan memiliki masa depan.

Begitu mendengar diskusi ini, keluarga Fabian yang lain juga keluar dan membujuknya untuk kembali ke Kota Dohar secepatnya.

“Kalau Kakek sudah sembuh ....”

Sebelum Fabian menyelesaikan kata-katanya, Hasan sudah memelototinya dan berkata, “Aku sudah sembuh. Kamu nggak usah khawatirkan aku. Kembalilah ke kota secepatnya!”

“Bian, ginseng liar itu bisa buat kakekmu sembuh. Itu sudah cukup. Kamu nggak perlu tinggal di sini lagi,” ujar Lenka.

Suhendra menimpali, “Bian, kakak sepupumu yang jadi sopir orang juga punya gaji sekitar lima juta. Anak kedua Najwan lebih beruntung lagi. Gajinya sebulan bahkan mencapai sepuluh juta, padahal dia cuma tamatan SD.”

“Biarkan saja dia tinggal beberapa hari lagi di rumah.” Siska masih enggan untuk berpisah dengan cucunya.

“Ibu ....” Lenka menjelaskan, “Kamu tahu apa kata-kata orang tentang Bian belakangan ini? Mereka bilang, sia-sia saja Bian kuliah. Bahkan orang tamatan SD juga bisa hasilkan banyak uang di luar sana, sedangkan Bian yang lulusan sarjana malah cuma tinggal di desa. Kan nggak enak dengarnya.”

Suhendra menambahkan, “Benar. Bian, nggak ada orang di desa ini yang punya pendidikan lebih tinggi dari kamu. Yang lulusan sarjana juga nggak kuliah di universitas sebagus kamu dan juga kerja di luar. Hidup di desa ini nggak akan bisa maju. Bakatmu akan terbuang sia-sia.”

“Kamu juga ngomong dong!” Lenka menarik lengan Suwandi.

Suwandi hanya berkata, “Bian punya keputusannya sendiri.”

“Kamu!”

Hasan pun mengangkat tangannya dan hendak memukul Suwandi. Untungnya, Suhendra sudah terlebih dahulu menahannya.

“Kakek, Paman, Ibu, aku memang bisa hasilkan uang di luar sana. Tapi, aku juga bisa hasilkan uang di desa dan bahkan hasilkan uang yang lebih banyak lagi,” ujar Fabian.

“Gimana kamu bisa hasilkan uang di desa?” Hasan sangat marah dan menunjuk jalan desa dengan jari gemetar sambil berkata, “Coba lihat baik-baik. Bahkan keadaan jalannya juga seburuk ini. Gimana kamu bisa hasilkan uang?”

“Apa si Bahri yang menghasutmu? Dia sudah jadi kepala desa puluhan tahun, tapi tetap nggak bisa buat desa ini maju. Dia mau membuatmu terjerumus juga? Aku akan pergi cari dia sekarang juga! Huh!”

Seusai berbicara, Hasan langsung menaruh tangannya di punggung dan berjalan pergi.

“Bian, lihat saja. Kakekmu bahkan punya tenaga untuk berjalan. Dia benar-benar sudah pulih. Kamu kembali saja ke kota dengan tenang.”

Suhendra menepuk-nepuk bahu Fabian dan berkata, “Aku pulang dulu biar bisa telepon kakakmu dan menyuruhnya untuk nggak usah pulang lagi. Meski cuma libur sehari, gajinya yang dipotong akan sangat banyak.”

“Bian ....”

Baru saja Lenka hendak berbicara, Fabian sudah terlebih dahulu bertanya, “Ibu, kamu lihat Milo nggak?”

“Milo?” Lenka menjawab, “Kita nggak masak di rumah siang ini. Kalau begitu, Milo biasanya pasti akan datang ke rumah kakekmu. Tapi, Milo nggak datang hari ini.”

“Apa terjadi sesuatu padanya?” Suwandi mengernyit dan lanjut berkata, “Dua hari yang lalu, anjingnya Najwan diracuni orang dan diculik.”

“Aku pergi cari dulu.” Seusai berbicara, Fabian langsung berlari ke arah gunung.

“Bian, aku akan kemas barangmu. Kembalilah ke kota besok!” seru Lenka. Kemudian, dia menarik lengan Suwandi dan berseru, “Kamu itu ayahnya. Apa kamu benar-benar berharap putramu tinggal di desa selamanya?”

“Bian punya pemikirannya sendiri. Sejak kecil, dia sudah begitu. Kamu nggak usah khawatir,” jawab Suwandi dengan tidak berdaya.

“Menurutku, kamu benar-benar nggak bertanggung jawab!” Makin bicara, Lenka makin marah. “Ibu, nasihati Suwandi dong!”

Melihat Siska yang tidak berbicara, Lenka hanya menghela napas, lalu menarik Suwandi untuk pergi. Dia berjalan sambil mengomel, “Untuk apa Bian kuliah? Bukannya biar hidupnya lebih baik? Memangnya dia harus tinggal di desa seumur hidup sepertimu?”

...

Setelah naik ke gunung, Fabian pun menghela napas panjang. Ini sudah bukan yang pertama kalinya ibunya mendesaknya kembali ke kota.

“Sepertinya, aku harus buktikan aku bisa hasilkan uang di desa. Tapi, apa yang bisa kulakukan di sini ....”

Sebenarnya, Fabian sudah pernah memikirkan hal ini dan memiliki beberapa ide. Hanya saja, semua itu tidak penting. Hal yang terpenting sekarang adalah pergi ke kebun spiritual!

Setelah melewati puncak gunung, Fabian tiba-tiba berhenti karena mendengar erangan kesakitan seseorang.

“Kak Sabrina?”

Fabian sepertinya melihat sosok Sabrina. Sabrina sedang duduk di tengah rerumputan dan terlihat pucat. Butiran keringat besar menetes dari dahinya dan keningnya juga berkerut. Sesekali, dia akan mengerang kesakitan.

Ketika mendengar suara Fabian, Sabrina sama sekali tidak merespons. Fabian pun berjongkok dan melihat ada memar hitam yang besar di paha kanan Sabrina. Dia menggulung celana Sabrina dan menemukan lukanya. Sabrina sudah digigit ular.

Memang ada ular di gunung Desa Damai. Ada yang berbisa dan ada yang tidak berbisa. Sangat jelas bahwa ular yang menggigit Sabrina adalah ular yang sangat berbisa. Ini bukanlah lelucon.

Ketika masih muda, penduduk Desa Damai bernama Satria pernah digigit ular berbisa di sekitar pergelangan kakinya. Demi menyelamatkan nyawanya, Satria menggunakan kapak untuk memotong kakinya sendiri.

Saat ini, kaki kanan Sabrina sudah mati rasa. Memar hitam itu juga tidak berhenti menyebar. Dia masih muda dan baru berusia 20-an tahun. Ini merupakan usia terbaik seorang wanita. Dia yang ketakutan pun tidak berhenti menangis.

“Kak Sabrina, nggak apa-apa. Ada aku di sini.”

Kemudian, Fabian menarik napas dalam-dalam dan tidak peduli lagi pada perbedaan gender mereka. Dia menutupi luka di paha kanan Sabrina dengan tangan kanannya, lalu mencengkeram paha Sabrina dengan tangan kirinya supaya bisa menghentikan penyebaran bisanya.

Patung monyet di telapak tangan Fabian berkedip sejenak, lalu mengisap bisa dari kaki Sabrina seperti saat menyerap zat beracun dari tubuh kakeknya. Tidak lama kemudian, warna paha Sabrina pun kembali putih dan mulus seperti semula. Hal yang terpenting adalah, dia mulai bisa merasakan kembali kakinya.

Tangan kiri Fabian masih mencengkeram paha Sabrina. Cengkeramannya juga sangat erat hingga kulit Sabrina memerah. Tangan kanan Fabian juga masih menutupi lukanya.

Rasa sakit Sabrina sudah sepenuhnya hilang. Setelah tertegun sejenak, wajah dan kedua telinganya langsung memerah.

“Kak Sabrina, kamu sudah merasa baikan?” tanya Fabian dengan ekspresi serius.

“Emm ....”

Ini bukanlah jawaban, melainkan ....

Reaksi Sabrina sangatlah aneh. Setelah bisa merasakan kembali kakinya, setiap gerakan Fabian membuatnya merasa seperti tersetrum. Tubuhnya terasa lemas hingga dia bahkan tidak bisa duduk.

“Masih sakit? Tunggu bentar, ya.”

Fabian juga tidak tahu bagaimana cara patung monyet di telapak tangannya menyerap bisa ular itu. Dia hanya bisa menempelkan tangannya lebih erat lagi ke paha Sabrina.

Sabrina terlihat gelisah dan tidak nyaman. Fabian pun mengira itu disebabkan oleh bisa ular. Dia merasa sangat gelisah dan menjadi makin serius.

Melihat tampang fokus Fabian, Sabrina seketika agak terpesona. Fabian pada dasarnya cukup tampan. Tampangnya ketika serius pun langsung menarik perhatian Sabrina.

“Seharusnya sudah oke.”

Fabian tidak tahu bagaimana cara patung monyet di telapak tangannya menyerap zat-zat berbahaya di tubuh orang. Namun, dengan keadaan kakeknya yang begitu parah, kakeknya juga langsung menunjukkan reaksi positif hanya dalam waktu singkat, apalagi Sabrina?

Fabian pun mendongak dan bertemu pandang dengan Sabrina.

“Umm ... Bian ... aku ....”

Sabrina pun tersadar dan wajahnya langsung terlihat semerah tomat. Melihat tampang tersipu Sabrina, hati Fabian juga berdegup kencang.

“Kak Sabrina ....”

Fabian mengangkat tangannya tanpa sadar. Wajah Sabrina yang begitu merah membuatnya sangat ingin menyentuhnya sebentar. Di bawah cahaya matahari, wajahnya yang cantik itu terlihat bersinar dan menawan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 4

    Sabrina hanya lebih tua tiga bulan dari Fabian. Gadis desa yang seumuran dengan Sabrina biasanya sudah menikah dari dulu.Selain itu, jangankan di desa, bahkan di Kota Dohar sekali pun, Sabrina juga termasuk wanita yang sangat cantik. Namun, kenapa Sabrina masih belum menikah sampai sekarang?Ketika masih sekolah dulu, prestasi Sabrina tidaklah kalah dari Fabian. Namun, dia malah berhenti sekolah sebelum tamat SMA. Saat kaum muda desa pergi ke kota untuk bekerja, Sabrina juga tidak boleh pergi ke kota. Semua ini karena Hesti, ibunya Sabrina.Hesti merasa tidak ada gunanya anak perempuan bersekolah. Jadi, dia langsung menyuruh Sabrina berhenti sekolah. Pada waktu itu, bahkan wali kelas dan kepala sekolah juga datang ke desa untuk membujuk Hesti, tetapi gagal membuat Hesti berubah pikiran.Ayahnya Sabrina menghilang 20 tahun yang lalu. Jadi, Hesti yang membesarkan Sabrina seorang diri. Setelah membesarkan Sabrina dengan susah payah, Hesti tentu saja tidak akan membiarkan Sabrina bekerja

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 5

    Pria itu bernama Raihan. Dia tidak memiliki orang tua sejak kecil dan tumbuh besar dengan bantuan penduduk desa. Dia sudah berusia 30 tahun, tetapi masih melajang. Dia juga melupakan kebaikan penduduk desa terhadapnya dan malah melakukan hal-hal tercela di desa ini.Di Desa Damai, tidak ada orang yang menyukai Raihan.Fabian melirik Raihan, lalu berbalik dan berjalan pergi.“Apa?” Raihan memelototi Fabian. “Kamu bahkan nggak menyapaku? Fabian, sudah hebat kamu?”Ketika berbicara, Raihan juga langsung mengulurkan tangannya untuk mencengkeram Fabian. Gerakannya sangat cepat, tetapi Fabian berhasil menghindarinya. Raihan pun tertegun. Sejak kapan anak ini menjadi begitu hebat?“Mentang-mentang sudah hebat dikit, kamu nggak takut lagi sama aku?” Meskipun batang hidung Fabian sudah tidak terlihat lagi, Raihan masih lanjut mengomel, “Tunggu saja! Aku akan memberimu pelajaran. Nanti, kamu akan tahu seberapa hebat aku!”Begitu tiba di rumah, Fabian langsung melihat Milo yang berbaring di kand

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 6

    Setelah Hesti pergi, para penduduk desa yang berkumpul untuk menonton keramaian juga bubar. Namun, mereka masih membicarakan hal mengenai Fabian dan Sabrina.Setelah melihat tampang muram ibunya, Fabian buru-buru mencari alasan untuk keluar.“Bian ....” Lenka mengejar sampai pintu, tetapi sosok Fabian sudah hilang. Dia pun merasa sangat marah.Suwandi berjalan menghampirinya dan berkata dengan santai, “Buat apa kamu berpikir kejauhan. Bian ....”Sebelum Suwandi menyelesaikan kata-katanya, Lenka sudah berseru, “Ada apa ini sebenarnya! Kalau Bian benar-benar bersama Sabrina, dari mana kita bisa kumpulkan 580 juta? Kalau nggak bisa kasih Hesti 580 juta itu, si gila itu akan gantung diri di depan pintu rumah kita! Gimana kita bisa lanjut hidup?”“Kamu itu ayahnya! Memangnya kamu nggak bisa ambil keputusan? Apa gunanya kamu!”“Aku bawa Milo pergi berobat dulu.” Suwandi menaruh Milo ke becaknya, lalu langsung pergi tanpa peduli pada Lenka yang masih gelisah.“Kamu!” Lenka merasa sangat marah

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 7

    Fabian tiba di rumah pada tengah malam dan orang tuanya telah tidur. Setelah mandi, dia pun berbaring di tempat tidur sambil menatap telapak tangannya. Entah sejak kapan, gambar patung monyet itu sudah hilang.Fabian mencoba untuk berlatih Mantra Keabadian dan masih bisa melakukannya. Pewaris kebun spiritual ....‘Apa itu berarti Ayah Angkat pemilik kebun spiritual, makanya aku itu pewarisnya?’ pikir Fabian.Hal ini benar-benar ajaib dan sulit untuk dipercaya. Fabian adalah lulusan universitas terkemuka yang menerima pendidikan tinggi. Jika ada orang yang memberitahunya mengenai hal seperti ini dulu, dia tidak mungkin percaya dan pasti memaki orang itu sudah gila. Pewaris kebun spiritual? Itu hanya mimpi! Namun ....Fabian sangat yakin ini semua bukan mimpi. Pir di kebun pir merupakan buktinya. Selain itu, bagaimana seseorang bisa menjelaskan tentang kakeknya yang sudah pulih total dan sangat sehati sekarang? Perubahan dirinya sendiri juga sudah cukup untuk membuktikannya.Dunia ini p

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 8

    “Dik, 16 ribu per kilo sudah nggak murah, lho!” Pria berjanggut itu melebarkan mata sipitnya, lalu menepuk-nepuk keranjang pirnya sambil berkata, “Aku bahkan cuma jual pirku 14 ribu per kilo, tapi aku mau beli pirmu dengan harga 16 ribu per kilo. Kamu masih keberatan?”Fabian malas meladeninya. Dia hendak menjual pirnya 80 ribu per kilogram, tetapi pria berjanggut itu malah ingin membelinya dengan harga 16 ribu per kilogram. Apa yang dipikirkannya?Namun, pria berjanggut itu masih tidak menyerah. Bagaimanapun juga, ini adalah bisnis yang sangat menguntungkan. Dia sangat yakin pirnya Fabian pasti akan laku keras apabila dijual dengan harga 20 ribu per kilogram.Sekarang masih bukan musim pir. Jadi, pir yang begitu bagus dan terlihat sangat enak itu pasti gampang dijual. Pria berjanggut itu berkata lagi, “Umm .... Tadi, aku yang salah. Aku minta maaf. Maafkan aku, ya? Lihat, aku sudah minta maaf. Sekarang, kamu sudah bisa jual pirmu padaku, ‘kan?”Melihat Fabian yang masih tidak menangga

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 9

    Restoran Imperial terletak di tepi pantai. Uang yang diinvestasi untuk restoran ini sangat besar, sedangkan harga makanannya juga mahal. Orang biasa tidak akan mampu makan di restoran ini.Kiara duduk di kantornya yang luas. Begitu berbalik, dia bisa langsung menikmati laut biru yang indah. Bekerja di kantor seperti ini pasti menyenangkan, baik secara fisik maupun mental. Namun, Kiara tidak berhenti memijat dahinya. Ekspresinya terlihat cemas. Dia sedang menunggu.Akhir-akhir ini, Restoran Imperial sedang mengalami sedikit masalah. Restoran Sun, saingan terbesar mereka itu telah mempekerjakan seorang koki dari restoran tiga bintang Michelin di luar negeri. Hal ini langsung menyebabkan kemerosotan bisnis Restoran Imperial.Sebenarnya, keterampilan memasak koki Restoran Imperial tidak lebih buruk dari Restoran Sun. Leluhur Kiara adalah koki istana, dan keterampilan memasak mereka diwariskan dari generasi ke generasi. Paman keduanya adalah koki terkemuka yang dikenal di seluruh negeri.

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 10

    Guk! Guk!Di gerbang Desa Damai.Seekor anjing berwarna hitam berjalan berjejer seperti sedang berpatroli. Ketika melihat sepeda motor yang melaju mendekat, beberapa ekor anjing pun menggonggong.Ketika menemukan Milo yang berjongkok di pijakan sepeda motor, anjing hitam yang besar itu menggonggong sekali. Dalam sekejap, belasan ekor anjing langsung menerjang ke arah Milo. Sebelum Fabian sempat menghentikan sepeda motor, Milo sudah melompat turun dan menggigit anjing hitam besar itu.Awoo ....Biasanya, anjing hitam besar ini sangat garang dan selalu menindas semua anjing di desa ini. Setiap hari, ia akan membawa sekelompok bawahannya dan berkeliling di desa. Setiap melihatnya, Milo juga langsung bersembunyi. Kali ini, Milo malah langsung menerjang ke arahnya.Mungkin karena aura Milo sudah terpancar, beberapa ekor anjing yang sedang menggonggong pun menghindar. Mereka hanya menggonggong sesekali, lalu berkumpul di samping untuk menonton perkelahian Milo dengan anjing hitam besar itu.

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 11

    Seusai makan malam, Fabian pergi ke kebun di belakang gunung. Dia berjalan ke bawah sebuah pohon pir besar yang terlihat subur dan sudah tumbuh banyak buah. Jika dia mempercepat kematangan buahnya, pir yang bisa dihasilkannya mungkin mencapai sekitar 250 atau 300 kilogram.Fabian berdiri di bawah pohon dan menyesuaikan keadaannya. Sementara itu, Milo tidak berhenti berlarian dan terlihat sangat energik. Namun, Fabian tidak peduli padanya. Dia memejamkan mata, lalu kedua tangannya yang terkulai mulai bergerak membentuk gerakan aneh.“Teknik Hujan Spiritual!” gumam Fabian.Fabian adalah pewaris kebun spiritual, juga sudah mendapatkan informasi dalam jumlah besar. Teknik utamanya adalah Mantra Keabadian, tetapi Teknik Hujan Spiritual juga merupakan salah satunya. Teknik Hujan Spiritual memiliki manfaat yang lebih bagus dalam mempercepat pertumbuhan tanaman daripada berlatih Mantra Keabadian di bawah pohon.Setelah melakukan gerakan dan membaca mantranya, energi spiritual di sekitar pun be

Bab terbaru

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 50

    "Pak ... Raka ...," panggil Mila. Raka jarang datang ke showroom. Mila yang baru bekerja 1 bulan hanya pernah melihat Raka sekali, tetapi Mila bisa mengenali Raka. Tubuh Mila gemetaran saat dipanggil Raka."Jangan takut, sini," bujuk Raka. Dia membawa Mila masuk ke showroom. Leo merasa ada yang tidak beres.Ternyata Raka memerintah manajer, "Urus prosedur masuk kerja untuk dia."Manajer langsung menyahut tanpa ragu, "Oke, Pak Raka."Raka melirik Leo sekilas, lalu berucap, "Mengenai dia, kamu urus saja sendiri.""Aku paham," sahut manajer seraya mengangguk. Kemudian, dia menggeleng kepada Leo.Leo tampak terkejut. Dia hendak bicara, tetapi dia mengurungkan niatnya begitu melihat manajer mengernyit.Raka berkata kepada Mila sambil tersenyum, "Ayo, selesaikan penjualanmu.""Aku ...," ujar Mila. Dia menangis lagi.Manajer tertawa, lalu mengomentari, "Dasar cengeng."Raka tidak menanggapi ucapan manajer lagi. Dia menarik Priska, lalu menanyakan beberapa hal. Setelah tahu ayahnya makan jagun

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 49

    Leo mengerjap. Dia memandangi Fabian dengan ekspresi bingung, lalu melihat Priska. Sementara itu, Priska mendengus dan memalingkan wajahnya.Leo kebingungan, dia merasa sepertinya dirinya menyinggung klien. Leo mengulangi ucapannya lagi, "Pak, tolong tunjukkan KTP dan SIM-mu. Aku ...."Fabian mengernyit, sedangkan Priska menyela ucapan Leo dengan ekspresi gusar, "Kamu berisik sekali."Ekspresi Leo berubah drastis. Apa yang terjadi? Priska mencebik. Dia menarik Fabian ke meja lain sembari berujar, "Bian, kita duduk di sana saja."Leo merasa canggung. Jika dia mengikuti mereka, kemungkinan klien akan pindah ke tempat lain. Jika tidak mengikuti mereka, takutnya dia akan kehilangan penjualan mobil Ford Raptor.Saat Leo sedang ragu-ragu untuk mengikuti Fabian dan Priska, terdengar suara tangisan. Mila yang membawa barangnya berjalan sambil menunduk dan menangis. Dia dipecat.Manajer juga berjalan keluar. Dia tidak memedulikan Mila yang menangis. Manajer melihat ke arah Fabian, apa yang terj

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 48

    Mila baru tamat kuliah. Dia bekerja di showroom ini selama 1 bulan. Sebagai karyawan magang, staf penjualan lain tidak memberi Mila kesempatan untuk melayani klien. Hari ini, akhirnya Mila mendapatkan kesempatan bagus dan klien langsung mengatakan ingin membeli mobil.Mila hendak menyiapkan dokumen, tetapi rekan kerjanya malah berniat mengusirnya. Mila adalah karyawan baru, jadi dia tidak berani menentang. Mila hanya bisa diam-diam menyeka air matanya sambil membantu rekan kerjanya memfotokopi dokumen.Leo yang sudah mengambil dokumen menghampiri Fabian, lalu duduk di samping dan berbicara sembari tersenyum, "Halo, ini dokumennya. Coba kalian lihat dulu, nanti aku jelaskan pada kalian."Fabian tertegun sejenak, kenapa orang yang melayaninya tiba-tiba diganti? Leo melihat hanya ada 1 gelas air di atas meja. Dia melihat Mila yang lewat dan membentak seraya mengernyit, "Kamu bisa kerja, nggak?""Ha?" sahut Mila. Langkahnya terhenti. Dia tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya."Sekaran

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 47

    Donny berucap, "Begini saja, Hugo dari Restoran Imperial itu teman sekolahku. Nanti aku akan meluangkan waktu untuk mencari Hugo biar mereka membagi jagung itu kepada kita."Donny menambahkan, "Nggak, nanti aku langsung telepon Hugo saja."Raka menimpali, "Oke, Kakak Ipar. Kamu telepon saja. Aku mau sekalian lihat kondisi showroom setelah datang ke sini. Satu bulan belakangan ini penjualan menurun drastis. Aku nggak tahu apa yang mereka lakukan!"Kemudian, Raka naik ke mobil. Donny berpikir sejenak, lalu menelepon istrinya. Sesudah itu, Donny menelepon Hugo. Namun, panggilan teleponnya tidak terhubung.Di showroom mobil Ford. Priska bertanya kepada Fabian, "Bian, apa kita nggak perlu kabari Kak Wenda? Showroom ini milik paman kedua Kak Wenda.""Nggak usah. Kita lihat-lihat sendiri saja," sahut Fabian. Mereka berdua pun berjalan masuk ke showroom.Seorang staf penjualan pria tidak melihat mobil yang dikendarai Priska. Dia hanya melihat sekilas pakaian Fabian, lalu berujar kepada seorang

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 46

    Sebuah mobil Chevrolet Camaro merah berhenti di tepi jalan. Jendela mobil dibuka, Priska melepaskan kacamata hitamnya. Dia sangat cantik. Priska bertanya, "Bian, kenapa kamu baru datang?"Fabian baru turun dari bus. Orang di bus memandangi Priska. Seseorang berujar, "Wah, wanita ini cantik sekali. Nak, dia pacarmu, ya?"Fabian hanya tersenyum dan tidak menanggapi ucapan orang itu. Dia naik ke mobil Priska. Ekspresi Priska terlihat canggung. Bahkan, suaranya sangat kecil saat berkata pada Fabian, "Pakai sabuk pengaman."Fabian melihat Priska dengan ekspresi bingung. Bukannya tadi Priska mengeluh? Kenapa sekarang sikapnya berubah?Priska tersenyum sambil memakai kacamata hitamnya dan menjalankan mobil. Fabian sangat rileks. Mobil Chevrolet Camaro ini jauh lebih nyaman dari bus. Fabian berkomentar, "Wah, mobil bagus memang nyaman."Priska berucap, "Aku bilang mau jemput kamu, tapi kamu nggak mau. Tadi kamu bilang ada masalah waktu kirim pesan kepadaku. Apa yang terjadi?"Fabian menceritak

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 45

    Melihat itu, pria berkacamata itu langsung mendorong orang-orang di sekitarnya dan berusaha merampas uang dari tangan Lais.Pria paruh baya yang baru saja selamat pun mendengus dingin."Hmph, kamu pikir cuma kamu yang bisa mendengus? Kamu ...." Tiba-tiba, pria berkacamata itu terbelalak.Dia menatap pria paruh baya yang masih duduk di tanah. Wajah itu terlihat sangat familier! Dia segera melepaskan kacamatanya, mengucek matanya, lalu memakainya kembali.Saat melihat lagi, wajahnya langsung berubah pucat pasi. "Pak ... Pak Donny ...?"Sikap garangnya itu langsung menghilang, digantikan dengan senyuman penuh kepanikan. Akan tetapi, senyuman itu lebih terlihat lebih buruk daripada tangisan."Kamu menyuruh orang-orang jangan menyelamatkanku?" Suara pria paruh baya itu terdengar dingin."Pak, a ... aku nggak tahu kalau itu kamu! Toko kita mengadakan rapat, makanya aku buru-buru ke sana. Kalau aku tahu itu kamu, aku pasti sudah jadi orang pertama yang turun menolongmu, meskipun harus mati!"

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 44

    Suasana menjadi hening. Dedaunan yang tertiup angin terdengar begitu jelas di telinga. Beberapa orang masih pucat pasi karena ketakutan.Suara gemuruh mobil yang jatuh ke jurang tadi masih terngiang di benak mereka. Jurang sedalam itu, jika seseorang jatuh ke dalamnya .... Tidak ada yang berani membayangkan lebih jauh.Tiba-tiba! Sebuah tangan muncul di pinggir tebing!"Dik?" Seseorang berteriak kaget.Mereka baru teringat bahwa tadi Fabian sudah mengikatkan tali ke tubuh sopir yang pingsan dan talinya tidak putus. Seketika, orang-orang mulai tersenyum lega.Kemudian, kepala Fabian muncul dari tepi tebing. Dia memegang erat pinggiran tebing dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memeluk sopir yang pingsan."Anak ini kuat sekali!" puji seseorang."Tolong tarik kami!" Fabian menggertakkan giginya."Benar, benar! Ayo, bantu angkat mereka!"Lais langsung berteriak, "Cepat bantu! Ayo, semua!"Tak butuh waktu lama, dengan bantuan banyak orang, Fabian dan sopir yang pingsan berhas

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 43

    "Hm." Fabian tidak bertindak sembarangan lagi. Dia menoleh ke sekitar, mencari solusi.Whoosh .... Angin bertiup kencang. Kreek ... kreek ....Mobil itu kembali bergoyang. Suara gesekan besi terdengar menusuk telinga, membuat bulu kuduk meremang. Bagian depan mobil semakin condong ke bawah!"To ... tolong selamatkan aku ...!" Pria paruh baya di dalam mobil semakin panik. Keringat sampai mengucur deras dari dahinya. Wajahnya pucat pasi.Ciittt! Tiba-tiba, bus kecil yang sudah melaju puluhan meter berhenti."Kenapa berhenti lagi? Lais, kamu cari masalah denganku ya?" Pria berkacamata itu berteriak histeris.Namun, sopir bus tidak lagi peduli padanya. Lais bergegas turun diikuti beberapa penumpang."Ada rantai besi?" tanya Fabian.Lais menggeleng."Kalau tali?""Ada!" Lais segera berlari ke sisi lain bus."Mau ikut campur ya? Aku mau lihat gimana kalian membuat mobil itu jatuh ke jurang!" Pria berkacamata itu menyilangkan tangan di depan dada, wajahnya penuh kekesalan."Kamu ini kenapa si

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 42

    Malam itu, Fabian menggunakan Teknik Hujan Spiritual untuk menyiram tiga pohon pir di kebun. Air hujan yang terkumpul dalam ember lantas digunakan untuk menyiram ladang jagung.Keesokan paginya, orang tuanya berangkat lebih awal dengan mobil, membawa buah pir dan jagung ke Restoran Imperial.Sementara itu, Fabian baru keluar rumah sekitar pukul 9 pagi. Dia berjalan lima kilometer sebelum akhirnya menaiki bus kecil menuju kota.Bus kecil itu melaju di jalan pegunungan yang berkelok-kelok, membuat penumpang terguncang hebat. Beberapa bagian jalan sangat berbahaya. Sedikit saja kesalahan, bus akan tergelincir ke jurang. Namun, penumpang sudah terbiasa. Ada yang mengantuk, ada yang asyik mengobrol.Tiba-tiba ... ciiittt! Sopir menginjak rem mendadak. Para penumpang langsung berteriak kaget. Ada yang terbentur dan marah-marah kepada sopir."Kalian lihat itu! Ada mobil hampir jatuh ke jurang!"Seketika, suasana di dalam bus menjadi hening.Di depan, sebuah mobil off-road hitam besar menabrak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status