แชร์

Bab 10

ผู้เขียน: Suwandi
Guk! Guk!

Di gerbang Desa Damai.

Seekor anjing berwarna hitam berjalan berjejer seperti sedang berpatroli. Ketika melihat sepeda motor yang melaju mendekat, beberapa ekor anjing pun menggonggong.

Ketika menemukan Milo yang berjongkok di pijakan sepeda motor, anjing hitam yang besar itu menggonggong sekali. Dalam sekejap, belasan ekor anjing langsung menerjang ke arah Milo. Sebelum Fabian sempat menghentikan sepeda motor, Milo sudah melompat turun dan menggigit anjing hitam besar itu.

Awoo ....

Biasanya, anjing hitam besar ini sangat garang dan selalu menindas semua anjing di desa ini. Setiap hari, ia akan membawa sekelompok bawahannya dan berkeliling di desa. Setiap melihatnya, Milo juga langsung bersembunyi. Kali ini, Milo malah langsung menerjang ke arahnya.

Mungkin karena aura Milo sudah terpancar, beberapa ekor anjing yang sedang menggonggong pun menghindar. Mereka hanya menggonggong sesekali, lalu berkumpul di samping untuk menonton perkelahian Milo dengan anjing hitam besar itu.

Perkelahian Milo dengan anjing hitam besar itu sangat sengit.

“Bian, lerai mereka pakai batu, jangan pakai kakimu. Anjing hitam itu sangat garang. Cepat! Lempar dia pakai batu biar dia lari! Kalau nggak, Milo pasti terluka!” seru seorang penduduk desa yang lewat sambil memikul cangku.

“Nggak apa-apa.” Fabian langsung melaju pergi dengan menaiki sepeda motornya.

“Bian ....”

Penduduk desa itu tiba-tiba tertegun. Tak disangka, dia malah melihat Milo menerkam leher raja anjing itu.

Mereka semua adalah anjing desa. Jadi, Milo tidak membunuhnya. Jika tidak, terkaman ini bisa langsung membuat anjing hitam yang dijuluki raja anjing itu pergi menemui raja neraka.

Milo melepaskan gigitannya, lalu mengangkat kepalanya dan melolong. Sementara itu, anjing hitam itu tergeletak di lantai dan tidak berani berdiri.

Ketika Milo mulai melangkah, anjing-anjing yang berdiri di depan segera menyingkir. Setelah Milo berjalan menjauh, ada beberapa ekor anjing yang baru berani mengikutinya.

Begitu Milo menghentikan langkahnya dan menoleh, beberapa ekor anjing itu juga segera berhenti, lalu menggoyang-goyangkan ekor mereka dengan penuh semangat, seolah-olah sedang menyanjung Milo.

“Ya ampun! Sejak kapan Milo jadi begitu hebat? Raja anjing di desa ini akan segera berubah! Dinilai dari tampangnya ... apa dia sudah jadi makhluk ajaib?” ujar penduduk desa dengan terkejut.

Di rumah Fabian, Lenka sedang memberi makan ayam. Namun, ada beberapa ekor bebek yang datang untuk merebut makanan. Ayam dan bebek itu tidak mau saling mengalah dan akhirnya saling mematuk.

“Ayam dan bebek ini juga nggak bisa buat orang tenang,” omel Lenka. Kemudian, dia menendang seekor bebek sambil berseru, “Kamu nggak punya rumah sendiri?”

“Lenka, kamu lagi maki siapa?”

Ternyata, Hesti juga berada tidak jauh dari sana dan mendengar umpatan Lenka.

Lenka menjawab dengan kesal, “Sudah kubilang, Bian nggak ada di rumah.”

“Dia mau sembunyi? Memangnya bisa?” Hesti mendengus, “Aku sudah periksa paha Sabrina, tapi nggak temukan luka apa pun. Apa Fabian sudah menyantetnya? Bisa-bisanya dia bela Fabian! Mereka belum menikah, tapi dia sudah mulai bela orang lain. Menyebalkan banget!”

“Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, Sabrina dan Fabian sudah berteman dari kecil. Ada begitu banyak murid di desa ini, tapi cuma mereka berdua yang selalu pergi dan pulang sekolah bersama ....”

Makin berbicara, ucapan Hesti terdengar makin tidak beres. Dia merasa sangat cemas.

“Kalau kedua anak itu memang saling menyukai, buat apa kamu asyik ungkit mahar 580 juta itu? Siapa yang punya uang sebanyak itu di desa ini?” Suwandi berkata sambil merokok, “Kalau kamu mau dapatkan mahar 580 juta itu, kamu ya harus minta dari orang kota. Tapi, apa kamu rela biarkan Sabrina tinggal di Kota Dohar?”

“Tentu saja nggak! Kalau Sabrina pergi ke kota, siapa yang akan jaga aku? Bukannya sia-sia saja aku membesarkannya?” jawab Hesti. Kemudian, dia melirik Suwandi dan melanjutkan, “Tapi, kalian tetap harus kasih mahar 580 juta tanpa kurang sepeser pun. Kalau nggak, suruh Fabian jauhi Sabrina. Kalau nggak punya uang, gimana dia mau nikah!”

“Bibi Hesti juga ada di sini, ya.” Fabian melajukan sepeda motornya masuk ke rumah.

“Kok pulangnya begitu cepat? Gimana perkembangan cari pekerjaannya?” tanya Lenka yang mengira Fabian pergi ke Kota Dohar untuk menari pekerjaan.

“Cari pekerjaan?” Mata Hesti menjadi agak berbinar. “Fabian, pekerjaan yang kamu dapatkan itu bisa hasilkan 580 juta?”

“Meski kamu berhasil kumpulkan 580 juta, Sabrina juga nggak bisa ikut ke kota bersamamu habis kalian nikah. Dia tetap harus hidup di sini. Kalau nggak, siapa yang akan jaga aku? Kalau aku sakit atau ada bencana dan aku mati di rumah, nggak akan ada orang yang tahu.”

Setelah mendengar ucapan Hesti, Fabian awalnya merasa kesal. Namun, setelah melihat Hesti menyeka air matanya, dia pun menggeleng pelan.

“Buat apa kamu nangis?” Lenka menjulingkan matanya, lalu bertanya lagi, “Gimana perkembangannya?”

“Aku nggak cari kerja. Aku pergi ke Kota Dohar untuk hasilkan uang,” jawab Fabian.

“Nggak cari kerja?” Lenka langsung murka, “Kalau nggak cari kerja, gimana kamu bisa hasilkan uang?”

“Makanya! Dengar-dengar, gajimu dulu lebih dari 10 juta per bulan. Kembali saja ke perusahaanmu itu,” tambah Hesti.

Di sisi lain, Fabian langsung mengeluarkan segepok uang. Kiara memang membayar via transfer, tetapi dia tidak lupa pergi ke bank untuk menarik uangnya.

Begitu melihat segepok uang itu, mata Hesti langsung berbinar.

Suwandi dan Lenka berjalan menghampiri Fabian. Kemudian, Lenka mengambil segepok uang itu dan bertanya, “Ada berapa banyak ini?”

“Ibu, nggak usah hitung lagi. Segepok itu 10 juta,” jawab Fabian.

“Cuma keluar sekali, kamu bisa hasilkan 10 juta?” Mata Hesti makin berbinar. Dia pun mulai berhitung. Jika Fabian bisa menghasilkan 10 juta setiap hari, dia sudah bisa mengumpulkan 600 juta hanya dalam waktu dua bulan. Fabian memiliki kemungkinan untuk menikahi Sabrina!

“Bian, coba kasih tahu Bibi, apa besok kamu bisa hasilkan 10 juta lagi?” Hesti langsung mengganti panggilannya terhadap Fabian dan memanggil dengan sangat akrab. Dia bahkan menarik lengan Fabian.

“Besok? Emm, aku baru terima telepon dari pelangganku tadi. Transaksi besok akan lebih banyak lagi,” jawab Fabian.

“Lebih banyak lagi?” Otak Hesti langsung berputar. “Umm, Bian, kemari dulu. Ada yang mau Bibi katakan padamu.”

“Pergi sana.” Lenka menyelipkan segepok uang itu ke saku Suwandi, lalu langsung mendorong Hesti keluar dari rumah mereka.

“Lenka! Lenka, ngapain kamu? Lenka? Lenka?”

Setelah menutup dan mengunci pintu halaman, Lenka berjalan kembali dan memelototi Fabian. “Kenapa kamu ngomong semuanya sama orang luar!”

Selanjutnya, Lenka mengeluarkan lagi segepok uang itu dari saku Suwandi dan mulai menghitung.

“Bian, apa yang kamu lakukan di Kota Dohar?” tanya Suwandi.

Tiba-tiba, Lenka berkata dengan ekspresi gugup, “Bian, kita nggak boleh berbuat jahat, lho!”

“Ibu, apa-apan sih kamu!” Fabian, “Itu uang dari menjual pir.”

“Pir? Pir dari kebun kita? Kayaknya pirnya belum matang deh. Dua hari lalu, aku baru periksa. Pirnya paling nggak masih harus tunggu sampai dua minggu lagi baru bisa sepenuhnya matang.”

Lenka tiba-tiba merasa tegang dan bertanya, “Bian, apa kamu jual kebun pir kita?”

“Hitung uangmu sana. Jangan ngoceh terus.” Suwandi mengernyit dan melanjutkan, “Memangnya kamu nggak bisa biarkan Bian ngomong sampai selesai?”

“Oke, oke.” Lenka pun lanjut menghitung uang.

“Ayah, Ibu, itu uang dari menjual 115 kilo pir,” ucap Fabian.

“Apa? Kamu dapat 10 juta dari jual 115 kilo pir?”

Suawndi dan Lenka saling bertatapan. Mereka yang menanam pohon pir itu, mana mungkin mereka tidak tahu berapa harganya.

“Aku jual 80 ribu per kilo, tapi pelanggannya bayar aku 10 juta,” jawab Fabian.

Suwandi dan Lenka tentu saja tidak percaya.

Fabian berkata lagi, “Ibu, kamu tahu kenapa aku nggak mau kerja di kota? Aku sudah dapat resep rahasia yang bisa buat kualitas pir jadi lebih bagus. Kemarin, aku coba resep itu ke sebuah pohon. Lihat saja, pirnya bisa langsung dijual 80 ribu per kilo. Resepku itu cuma bisa dipakai di desa. Kalau aku kembali ke kota, kemampuanku justru akan terbuang sia-sia.”

Ini adalah alasan yang terpikirkan Fabian setelah berpikir lama. Dia bukannya tidak ingin memberi tahu rahasianya kepada orang tuanya. Namun, hal seperti ini terlalu mistis. Jika dia berkata jujur, orang tuanya mungkin akan khawatir. Lebih baik dia membuat mereka menerima hal ini secara perlahan.

“Resep rahasia? Kamu benar-benar bisa hasilkan uang dengan resep itu?” tanya Lenka dengan ragu.

“Ibu, aku masih harus pergi jual pirnya besok. Habis pulang, aku akan bawakan segepok uang untukmu lagi. Nanti, kamu dan Ayah akan percaya.”

Fabian melanjutkan sambil tersenyum, “Resep rahasia itu bukan cuma bisa dipakai untuk pir, tapi juga bisa untuk sayuran dan yang lain. Tapi, aku masih baru mulai menelitinya. Kita lakukan saja semuanya secara bertahap. Kalian cuma perlu percaya bahwa aku pasti bisa hasilkan lebih banyak uang di sini daripada kerja di kota.”

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 11

    Seusai makan malam, Fabian pergi ke kebun di belakang gunung. Dia berjalan ke bawah sebuah pohon pir besar yang terlihat subur dan sudah tumbuh banyak buah. Jika dia mempercepat kematangan buahnya, pir yang bisa dihasilkannya mungkin mencapai sekitar 250 atau 300 kilogram.Fabian berdiri di bawah pohon dan menyesuaikan keadaannya. Sementara itu, Milo tidak berhenti berlarian dan terlihat sangat energik. Namun, Fabian tidak peduli padanya. Dia memejamkan mata, lalu kedua tangannya yang terkulai mulai bergerak membentuk gerakan aneh.“Teknik Hujan Spiritual!” gumam Fabian.Fabian adalah pewaris kebun spiritual, juga sudah mendapatkan informasi dalam jumlah besar. Teknik utamanya adalah Mantra Keabadian, tetapi Teknik Hujan Spiritual juga merupakan salah satunya. Teknik Hujan Spiritual memiliki manfaat yang lebih bagus dalam mempercepat pertumbuhan tanaman daripada berlatih Mantra Keabadian di bawah pohon.Setelah melakukan gerakan dan membaca mantranya, energi spiritual di sekitar pun be

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 12

    “Kamu jelas-jelas ada di halaman belakang. Kenapa malah bilang nggak ada di sana? Lagi ngapain kamu?”Suara Hesti terdengar makin dekat. Cahaya senter yang memancar ke arahnya membuat Sabrina tidak dapat membuka matanya. Dia langsung berteriak, “Ng ... nggak ngapa-ngapain. Bian nggak ada di sini.”“Bian? Fabian?”Hesti berlari sambil memegang senter. “Kamu dan Fabian diam-diam ketemu di halaman belakang? Tunggu saja! Aku pasti akan memukulmu! Dasar gadis nggak tahu malu!”“Mana orangnya? Fabian, keluar!” Hesti mencari ke mana-mana dengan senter.Sabrina terlihat putus asa. Anehnya, Fabian jelas-jelas ada di depannya. Bagaimana mungkin ibunya tidak melihat Fabian? Eh? Di mana Fabian?Sabrina juga tidak melihat Fabian. Kemudian, raut wajahnya terlihat sedikit lebih baik.Hesti mengalihkan kembali cahaya senter ke wajah Sabrina. Sabrina pun menutup matanya dengan satu tangan dan bertanya dengan suara manja, “Ibu, ngapain kamu?”“Tadi, Fabian datang kemari?” Hesti berbicara sambil berjongk

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 13

    “Sudah hilang lagi?”Fabian menggeleng. Dia tidak tahu apakah itu hanya ilusinya atau sesuatu yang sedang mengamatinya itu telah pergi. Intinya, dia sudah tidak dapat merasakannya.“Beraninya kamu curi buah pirku. Waktu kamu kembali malam ini, aku pasti akan menangkapmu! Aku mau tahu kamu itu apa!”Fabian mulai memetik pir dan memindahkannya ke mobil. Setelah bekerja cukup lama, dia baru selesai memindahkan semua pir ke mobil setelah matahari bersinar terik.Mobil van itu melaju melewati desa. Dari kejauhan, Fabian melihat Hesti sedang berseru di depan rumahnya sambil berkacak pinggang. Dia juga melihat Raihan dan anjingnya. Raihan membuat gerakan menghitung uang ke arah Fabian. Dia bahkan berdiri di tengah jalan, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu kepada Fabian. Namun, Fabian tidak berniat untuk menghentikan mobilnya. Dia malah menginjak pedal gas untuk meningkatkan kecepatan lajunya.Brum!“Fabian, sialan kamu!” Raihan bereaksi sangat cepat. Dia melompat ke pinggir jalan, merapika

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 14

    Adam dan yang lainnya turun dari mobil. Dia menunjuk ke papan iklan besar Restoran Imperial dan berkata, "Lihat, ini hasil dari Media Kloud kita.""Kemarin kita menerima iklan dari Restoran Imperial. Kita sampai lembur untuk menyelesaikannya. Begitu papan iklan ini dipasang, bisnis Restoran Imperial pasti akan semakin bagus!""Tentu saja." Seseorang di sampingnya menimpali, "Baik dari segi efisiensi maupun kualitas, Media Kloud sudah pasti yang terbaik di Kota Dohar.""Yang dibilang Logan benar sekali. Kita didukung oleh 500 perusahaan terbesar, mana mungkin bisa dibandingkan dengan perusahaan media kecil-kecilan?"Adam meneruskan, "Semua harus mengikuti aturan. Perusahaan besar punya aturan perusahaan besar, sementara perusahaan kecil yang aturannya terlalu longgar nggak akan pernah berkembang menjadi besar."Kemudian, dia tersenyum dan berkata lagi, "Barusan kalian juga melihatnya, Fabian datang ke Restoran Imperial untuk antar barang, tapi dia langsung masuk lewat pintu utama. Apa-a

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 15

    Adam menepuk-nepuk mobil van dengan keras. Namun, tiba-tiba ekspresi marah di wajahnya lenyap, digantikan dengan senyuman lebar seperti bunga yang mekar."Bu Kiara! Bu Kiara, halo! Aku Adam dari Media Kloud."Adam langsung berjalan ke arah Kiara. Sikapnya dipenuhi antusiasme, bahkan tubuhnya sedikit membungkuk."Bu Kiara, apa kamu puas dengan pekerjaan Media Kloud?""Bu Kiara, kalau ada masukan, jangan ragu untuk menyampaikan. Kami pasti akan memenuhinya.""Bu Kiara, semalam dua petinggi kantor kami datang mencicipi pir dari restoranmu. Rasanya luar biasa! Jadi, hari ini aku membawa rekan-rekanku untuk mencicipinya juga. Bagaimana menurutmu ...."Adam melirik Kiara, lalu menoleh ke rekan-rekannya seakan-akan menyuruh mereka mempelajari caranya berbicara.Namun, Kiara sama sekali tidak memberi perhatian lebih kepada Adam. Dia hanya mengangguk dengan sopan."Bu Kiara, aku tahu kamu sibuk. Nanti aku akan menyempatkan waktu datang ke kantormu untuk membahas penyempurnaan iklan ini."Ekspre

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 16

    "Dari segi harga memang lebih tinggi dari harga pasar, bahkan di beberapa tempat bisa sepuluh kali lipat lebih mahal. Tapi, menurutku pir milikmu memang pantas dihargai setinggi itu."Fabian membalas, "Sepertinya restoranmu sudah merasakannya sendiri kemarin. Ya, 'kan?"Fabian tersenyum tenang. Kiara yang menuangkan teh pun tertegun sejenak, lalu tersenyum."Kamu salah paham. Aku memang mengatakan ingin membahas harga, tapi aku bukan ingin menurunkannya.""Kamu benar. Kemarin kami meluncurkan beberapa menu baru dan semuanya laris manis. Pelanggan yang mencicipinya sangat menyukainya dan ingin kembali lagi.""Sementara yang belum sempat mencoba, hari ini kebanyakan sudah melakukan reservasi. Setelah iklan dipasang, semakin banyak orang yang penasaran dan tertarik untuk datang.""Aku dan pamanku sudah mendiskusikan ini. Harga 40 ribu per setengah kilo terlalu rendah. Aku ingin menawarkan harga yang lebih tinggi."Kiara menjulurkan dua jarinya dan meneruskan, "Aku akan menggandakannya unt

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 17

    Tentunya, jika mereka bisa menemukan bahan lain sebagai pengganti sebelum semua pir habis dikonsumsi, itu akan lebih baik. Sayangnya, mencari bahan berkualitas baik bukan hal yang mudah.Kiara menghela napas pelan. Dia tidak mau memikirkan hal itu lagi. Yang terpenting sekarang adalah melewati krisis ini."Jadi, Pak Fabian, kamu setuju hanya memasok ke Restoran Imperial?" Kiara mendongak sambil tersenyum cerah."Bu Kiara, jangan panggil aku dengan begitu formal. Panggil saja aku Fabian."Mendengar itu, Kiara merasa senang. Kemudian, dia berkata, "Kalau begitu, kamu juga jangan panggil aku Bu Kiara. Rasanya asing sekali. Panggil aku Kiara saja."Setelah itu, mereka menandatangani kontrak dan Kiara langsung memberi uang muka sebesar 200 juta.Dari pihak dapur, mereka juga sudah menghitung total berat pir yang dikirim hari ini. Totalnya 245 kilogram. Sesuai dengan harga yang disepakati dalam kontrak, Kiara membulatkannya menjadi 40 juta.Saldo di rekening Fabian seketika bertambah 240 jut

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 18

    "Fabian, maaf sekali ya." Dengan dipandu oleh seorang pelayan, Kiara dan Fabian duduk di dekat jendela.Saat ini jam makan siang, jadi restoran penuh dengan pelanggan. Bahkan, meja ini pun baru saja dikosongkan dan dibersihkan setelah tamu sebelumnya pergi.Dari tempat duduknya, Fabian bisa melihat ke bawah. Di area tunggu, banyak orang memegang nomor antrean sambil menunggu giliran.Hanya dalam beberapa jam, uang yang didapatkan restoran ini pasti sangat banyak. Tentu saja, konsumsi bahan makanannya pasti lebih mengerikan."Tempat ini sudah cukup bagus." Fabian tidak terlalu mempermasalahkan hal ini. Saat masih bekerja dulu, dia sering makan di restoran cepat saji, yang tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan tempat ini.Selain itu, dari jendela dia bisa melihat luasnya laut yang membentang. Pemandangannya benar-benar indah."Begini saja, tolong beri tahu manajer untuk membuatkan satu kartu berlian dan berikan kepada Pak Fabian sebagai hadiah." Kiara memberi instruksi kepada pelayan

บทล่าสุด

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 50

    "Pak ... Raka ...," panggil Mila. Raka jarang datang ke showroom. Mila yang baru bekerja 1 bulan hanya pernah melihat Raka sekali, tetapi Mila bisa mengenali Raka. Tubuh Mila gemetaran saat dipanggil Raka."Jangan takut, sini," bujuk Raka. Dia membawa Mila masuk ke showroom. Leo merasa ada yang tidak beres.Ternyata Raka memerintah manajer, "Urus prosedur masuk kerja untuk dia."Manajer langsung menyahut tanpa ragu, "Oke, Pak Raka."Raka melirik Leo sekilas, lalu berucap, "Mengenai dia, kamu urus saja sendiri.""Aku paham," sahut manajer seraya mengangguk. Kemudian, dia menggeleng kepada Leo.Leo tampak terkejut. Dia hendak bicara, tetapi dia mengurungkan niatnya begitu melihat manajer mengernyit.Raka berkata kepada Mila sambil tersenyum, "Ayo, selesaikan penjualanmu.""Aku ...," ujar Mila. Dia menangis lagi.Manajer tertawa, lalu mengomentari, "Dasar cengeng."Raka tidak menanggapi ucapan manajer lagi. Dia menarik Priska, lalu menanyakan beberapa hal. Setelah tahu ayahnya makan jagun

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 49

    Leo mengerjap. Dia memandangi Fabian dengan ekspresi bingung, lalu melihat Priska. Sementara itu, Priska mendengus dan memalingkan wajahnya.Leo kebingungan, dia merasa sepertinya dirinya menyinggung klien. Leo mengulangi ucapannya lagi, "Pak, tolong tunjukkan KTP dan SIM-mu. Aku ...."Fabian mengernyit, sedangkan Priska menyela ucapan Leo dengan ekspresi gusar, "Kamu berisik sekali."Ekspresi Leo berubah drastis. Apa yang terjadi? Priska mencebik. Dia menarik Fabian ke meja lain sembari berujar, "Bian, kita duduk di sana saja."Leo merasa canggung. Jika dia mengikuti mereka, kemungkinan klien akan pindah ke tempat lain. Jika tidak mengikuti mereka, takutnya dia akan kehilangan penjualan mobil Ford Raptor.Saat Leo sedang ragu-ragu untuk mengikuti Fabian dan Priska, terdengar suara tangisan. Mila yang membawa barangnya berjalan sambil menunduk dan menangis. Dia dipecat.Manajer juga berjalan keluar. Dia tidak memedulikan Mila yang menangis. Manajer melihat ke arah Fabian, apa yang terj

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 48

    Mila baru tamat kuliah. Dia bekerja di showroom ini selama 1 bulan. Sebagai karyawan magang, staf penjualan lain tidak memberi Mila kesempatan untuk melayani klien. Hari ini, akhirnya Mila mendapatkan kesempatan bagus dan klien langsung mengatakan ingin membeli mobil.Mila hendak menyiapkan dokumen, tetapi rekan kerjanya malah berniat mengusirnya. Mila adalah karyawan baru, jadi dia tidak berani menentang. Mila hanya bisa diam-diam menyeka air matanya sambil membantu rekan kerjanya memfotokopi dokumen.Leo yang sudah mengambil dokumen menghampiri Fabian, lalu duduk di samping dan berbicara sembari tersenyum, "Halo, ini dokumennya. Coba kalian lihat dulu, nanti aku jelaskan pada kalian."Fabian tertegun sejenak, kenapa orang yang melayaninya tiba-tiba diganti? Leo melihat hanya ada 1 gelas air di atas meja. Dia melihat Mila yang lewat dan membentak seraya mengernyit, "Kamu bisa kerja, nggak?""Ha?" sahut Mila. Langkahnya terhenti. Dia tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya."Sekaran

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 47

    Donny berucap, "Begini saja, Hugo dari Restoran Imperial itu teman sekolahku. Nanti aku akan meluangkan waktu untuk mencari Hugo biar mereka membagi jagung itu kepada kita."Donny menambahkan, "Nggak, nanti aku langsung telepon Hugo saja."Raka menimpali, "Oke, Kakak Ipar. Kamu telepon saja. Aku mau sekalian lihat kondisi showroom setelah datang ke sini. Satu bulan belakangan ini penjualan menurun drastis. Aku nggak tahu apa yang mereka lakukan!"Kemudian, Raka naik ke mobil. Donny berpikir sejenak, lalu menelepon istrinya. Sesudah itu, Donny menelepon Hugo. Namun, panggilan teleponnya tidak terhubung.Di showroom mobil Ford. Priska bertanya kepada Fabian, "Bian, apa kita nggak perlu kabari Kak Wenda? Showroom ini milik paman kedua Kak Wenda.""Nggak usah. Kita lihat-lihat sendiri saja," sahut Fabian. Mereka berdua pun berjalan masuk ke showroom.Seorang staf penjualan pria tidak melihat mobil yang dikendarai Priska. Dia hanya melihat sekilas pakaian Fabian, lalu berujar kepada seorang

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 46

    Sebuah mobil Chevrolet Camaro merah berhenti di tepi jalan. Jendela mobil dibuka, Priska melepaskan kacamata hitamnya. Dia sangat cantik. Priska bertanya, "Bian, kenapa kamu baru datang?"Fabian baru turun dari bus. Orang di bus memandangi Priska. Seseorang berujar, "Wah, wanita ini cantik sekali. Nak, dia pacarmu, ya?"Fabian hanya tersenyum dan tidak menanggapi ucapan orang itu. Dia naik ke mobil Priska. Ekspresi Priska terlihat canggung. Bahkan, suaranya sangat kecil saat berkata pada Fabian, "Pakai sabuk pengaman."Fabian melihat Priska dengan ekspresi bingung. Bukannya tadi Priska mengeluh? Kenapa sekarang sikapnya berubah?Priska tersenyum sambil memakai kacamata hitamnya dan menjalankan mobil. Fabian sangat rileks. Mobil Chevrolet Camaro ini jauh lebih nyaman dari bus. Fabian berkomentar, "Wah, mobil bagus memang nyaman."Priska berucap, "Aku bilang mau jemput kamu, tapi kamu nggak mau. Tadi kamu bilang ada masalah waktu kirim pesan kepadaku. Apa yang terjadi?"Fabian menceritak

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 45

    Melihat itu, pria berkacamata itu langsung mendorong orang-orang di sekitarnya dan berusaha merampas uang dari tangan Lais.Pria paruh baya yang baru saja selamat pun mendengus dingin."Hmph, kamu pikir cuma kamu yang bisa mendengus? Kamu ...." Tiba-tiba, pria berkacamata itu terbelalak.Dia menatap pria paruh baya yang masih duduk di tanah. Wajah itu terlihat sangat familier! Dia segera melepaskan kacamatanya, mengucek matanya, lalu memakainya kembali.Saat melihat lagi, wajahnya langsung berubah pucat pasi. "Pak ... Pak Donny ...?"Sikap garangnya itu langsung menghilang, digantikan dengan senyuman penuh kepanikan. Akan tetapi, senyuman itu lebih terlihat lebih buruk daripada tangisan."Kamu menyuruh orang-orang jangan menyelamatkanku?" Suara pria paruh baya itu terdengar dingin."Pak, a ... aku nggak tahu kalau itu kamu! Toko kita mengadakan rapat, makanya aku buru-buru ke sana. Kalau aku tahu itu kamu, aku pasti sudah jadi orang pertama yang turun menolongmu, meskipun harus mati!"

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 44

    Suasana menjadi hening. Dedaunan yang tertiup angin terdengar begitu jelas di telinga. Beberapa orang masih pucat pasi karena ketakutan.Suara gemuruh mobil yang jatuh ke jurang tadi masih terngiang di benak mereka. Jurang sedalam itu, jika seseorang jatuh ke dalamnya .... Tidak ada yang berani membayangkan lebih jauh.Tiba-tiba! Sebuah tangan muncul di pinggir tebing!"Dik?" Seseorang berteriak kaget.Mereka baru teringat bahwa tadi Fabian sudah mengikatkan tali ke tubuh sopir yang pingsan dan talinya tidak putus. Seketika, orang-orang mulai tersenyum lega.Kemudian, kepala Fabian muncul dari tepi tebing. Dia memegang erat pinggiran tebing dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memeluk sopir yang pingsan."Anak ini kuat sekali!" puji seseorang."Tolong tarik kami!" Fabian menggertakkan giginya."Benar, benar! Ayo, bantu angkat mereka!"Lais langsung berteriak, "Cepat bantu! Ayo, semua!"Tak butuh waktu lama, dengan bantuan banyak orang, Fabian dan sopir yang pingsan berhas

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 43

    "Hm." Fabian tidak bertindak sembarangan lagi. Dia menoleh ke sekitar, mencari solusi.Whoosh .... Angin bertiup kencang. Kreek ... kreek ....Mobil itu kembali bergoyang. Suara gesekan besi terdengar menusuk telinga, membuat bulu kuduk meremang. Bagian depan mobil semakin condong ke bawah!"To ... tolong selamatkan aku ...!" Pria paruh baya di dalam mobil semakin panik. Keringat sampai mengucur deras dari dahinya. Wajahnya pucat pasi.Ciittt! Tiba-tiba, bus kecil yang sudah melaju puluhan meter berhenti."Kenapa berhenti lagi? Lais, kamu cari masalah denganku ya?" Pria berkacamata itu berteriak histeris.Namun, sopir bus tidak lagi peduli padanya. Lais bergegas turun diikuti beberapa penumpang."Ada rantai besi?" tanya Fabian.Lais menggeleng."Kalau tali?""Ada!" Lais segera berlari ke sisi lain bus."Mau ikut campur ya? Aku mau lihat gimana kalian membuat mobil itu jatuh ke jurang!" Pria berkacamata itu menyilangkan tangan di depan dada, wajahnya penuh kekesalan."Kamu ini kenapa si

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 42

    Malam itu, Fabian menggunakan Teknik Hujan Spiritual untuk menyiram tiga pohon pir di kebun. Air hujan yang terkumpul dalam ember lantas digunakan untuk menyiram ladang jagung.Keesokan paginya, orang tuanya berangkat lebih awal dengan mobil, membawa buah pir dan jagung ke Restoran Imperial.Sementara itu, Fabian baru keluar rumah sekitar pukul 9 pagi. Dia berjalan lima kilometer sebelum akhirnya menaiki bus kecil menuju kota.Bus kecil itu melaju di jalan pegunungan yang berkelok-kelok, membuat penumpang terguncang hebat. Beberapa bagian jalan sangat berbahaya. Sedikit saja kesalahan, bus akan tergelincir ke jurang. Namun, penumpang sudah terbiasa. Ada yang mengantuk, ada yang asyik mengobrol.Tiba-tiba ... ciiittt! Sopir menginjak rem mendadak. Para penumpang langsung berteriak kaget. Ada yang terbentur dan marah-marah kepada sopir."Kalian lihat itu! Ada mobil hampir jatuh ke jurang!"Seketika, suasana di dalam bus menjadi hening.Di depan, sebuah mobil off-road hitam besar menabrak

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status