Melihat itu, pria berkacamata itu langsung mendorong orang-orang di sekitarnya dan berusaha merampas uang dari tangan Lais.Pria paruh baya yang baru saja selamat pun mendengus dingin."Hmph, kamu pikir cuma kamu yang bisa mendengus? Kamu ...." Tiba-tiba, pria berkacamata itu terbelalak.Dia menatap pria paruh baya yang masih duduk di tanah. Wajah itu terlihat sangat familier! Dia segera melepaskan kacamatanya, mengucek matanya, lalu memakainya kembali.Saat melihat lagi, wajahnya langsung berubah pucat pasi. "Pak ... Pak Donny ...?"Sikap garangnya itu langsung menghilang, digantikan dengan senyuman penuh kepanikan. Akan tetapi, senyuman itu lebih terlihat lebih buruk daripada tangisan."Kamu menyuruh orang-orang jangan menyelamatkanku?" Suara pria paruh baya itu terdengar dingin."Pak, a ... aku nggak tahu kalau itu kamu! Toko kita mengadakan rapat, makanya aku buru-buru ke sana. Kalau aku tahu itu kamu, aku pasti sudah jadi orang pertama yang turun menolongmu, meskipun harus mati!"
Sebuah mobil Chevrolet Camaro merah berhenti di tepi jalan. Jendela mobil dibuka, Priska melepaskan kacamata hitamnya. Dia sangat cantik. Priska bertanya, "Bian, kenapa kamu baru datang?"Fabian baru turun dari bus. Orang di bus memandangi Priska. Seseorang berujar, "Wah, wanita ini cantik sekali. Nak, dia pacarmu, ya?"Fabian hanya tersenyum dan tidak menanggapi ucapan orang itu. Dia naik ke mobil Priska. Ekspresi Priska terlihat canggung. Bahkan, suaranya sangat kecil saat berkata pada Fabian, "Pakai sabuk pengaman."Fabian melihat Priska dengan ekspresi bingung. Bukannya tadi Priska mengeluh? Kenapa sekarang sikapnya berubah?Priska tersenyum sambil memakai kacamata hitamnya dan menjalankan mobil. Fabian sangat rileks. Mobil Chevrolet Camaro ini jauh lebih nyaman dari bus. Fabian berkomentar, "Wah, mobil bagus memang nyaman."Priska berucap, "Aku bilang mau jemput kamu, tapi kamu nggak mau. Tadi kamu bilang ada masalah waktu kirim pesan kepadaku. Apa yang terjadi?"Fabian menceritak
Donny berucap, "Begini saja, Hugo dari Restoran Imperial itu teman sekolahku. Nanti aku akan meluangkan waktu untuk mencari Hugo biar mereka membagi jagung itu kepada kita."Donny menambahkan, "Nggak, nanti aku langsung telepon Hugo saja."Raka menimpali, "Oke, Kakak Ipar. Kamu telepon saja. Aku mau sekalian lihat kondisi showroom setelah datang ke sini. Satu bulan belakangan ini penjualan menurun drastis. Aku nggak tahu apa yang mereka lakukan!"Kemudian, Raka naik ke mobil. Donny berpikir sejenak, lalu menelepon istrinya. Sesudah itu, Donny menelepon Hugo. Namun, panggilan teleponnya tidak terhubung.Di showroom mobil Ford. Priska bertanya kepada Fabian, "Bian, apa kita nggak perlu kabari Kak Wenda? Showroom ini milik paman kedua Kak Wenda.""Nggak usah. Kita lihat-lihat sendiri saja," sahut Fabian. Mereka berdua pun berjalan masuk ke showroom.Seorang staf penjualan pria tidak melihat mobil yang dikendarai Priska. Dia hanya melihat sekilas pakaian Fabian, lalu berujar kepada seorang
Mila baru tamat kuliah. Dia bekerja di showroom ini selama 1 bulan. Sebagai karyawan magang, staf penjualan lain tidak memberi Mila kesempatan untuk melayani klien. Hari ini, akhirnya Mila mendapatkan kesempatan bagus dan klien langsung mengatakan ingin membeli mobil.Mila hendak menyiapkan dokumen, tetapi rekan kerjanya malah berniat mengusirnya. Mila adalah karyawan baru, jadi dia tidak berani menentang. Mila hanya bisa diam-diam menyeka air matanya sambil membantu rekan kerjanya memfotokopi dokumen.Leo yang sudah mengambil dokumen menghampiri Fabian, lalu duduk di samping dan berbicara sembari tersenyum, "Halo, ini dokumennya. Coba kalian lihat dulu, nanti aku jelaskan pada kalian."Fabian tertegun sejenak, kenapa orang yang melayaninya tiba-tiba diganti? Leo melihat hanya ada 1 gelas air di atas meja. Dia melihat Mila yang lewat dan membentak seraya mengernyit, "Kamu bisa kerja, nggak?""Ha?" sahut Mila. Langkahnya terhenti. Dia tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya."Sekaran
Leo mengerjap. Dia memandangi Fabian dengan ekspresi bingung, lalu melihat Priska. Sementara itu, Priska mendengus dan memalingkan wajahnya.Leo kebingungan, dia merasa sepertinya dirinya menyinggung klien. Leo mengulangi ucapannya lagi, "Pak, tolong tunjukkan KTP dan SIM-mu. Aku ...."Fabian mengernyit, sedangkan Priska menyela ucapan Leo dengan ekspresi gusar, "Kamu berisik sekali."Ekspresi Leo berubah drastis. Apa yang terjadi? Priska mencebik. Dia menarik Fabian ke meja lain sembari berujar, "Bian, kita duduk di sana saja."Leo merasa canggung. Jika dia mengikuti mereka, kemungkinan klien akan pindah ke tempat lain. Jika tidak mengikuti mereka, takutnya dia akan kehilangan penjualan mobil Ford Raptor.Saat Leo sedang ragu-ragu untuk mengikuti Fabian dan Priska, terdengar suara tangisan. Mila yang membawa barangnya berjalan sambil menunduk dan menangis. Dia dipecat.Manajer juga berjalan keluar. Dia tidak memedulikan Mila yang menangis. Manajer melihat ke arah Fabian, apa yang terj
"Pak ... Raka ...," panggil Mila. Raka jarang datang ke showroom. Mila yang baru bekerja 1 bulan hanya pernah melihat Raka sekali, tetapi Mila bisa mengenali Raka. Tubuh Mila gemetaran saat dipanggil Raka."Jangan takut, sini," bujuk Raka. Dia membawa Mila masuk ke showroom. Leo merasa ada yang tidak beres.Ternyata Raka memerintah manajer, "Urus prosedur masuk kerja untuk dia."Manajer langsung menyahut tanpa ragu, "Oke, Pak Raka."Raka melirik Leo sekilas, lalu berucap, "Mengenai dia, kamu urus saja sendiri.""Aku paham," sahut manajer seraya mengangguk. Kemudian, dia menggeleng kepada Leo.Leo tampak terkejut. Dia hendak bicara, tetapi dia mengurungkan niatnya begitu melihat manajer mengernyit.Raka berkata kepada Mila sambil tersenyum, "Ayo, selesaikan penjualanmu.""Aku ...," ujar Mila. Dia menangis lagi.Manajer tertawa, lalu mengomentari, "Dasar cengeng."Raka tidak menanggapi ucapan manajer lagi. Dia menarik Priska, lalu menanyakan beberapa hal. Setelah tahu ayahnya makan jagun
Matahari sedang bersinar dengan terik di langit. Di seluruh pegunungan dan lembah, tidak ada sedikit pun suara serangga.Fabian Hakim memikul keranjang jerami di punggungnya. Keringat menetes di wajahnya, pakaiannya menempel di tubuhnya dan membuatnya merasa sangat tidak nyaman.Seekor anjing besar berbulu cokelat muda berjalan mengikuti Fabian di belakang sambil menjulurkan lidahnya. Ketika melihat air sungai jernih di pegunungan, mata mereka seketika berbinar secara bersamaan.“Byur!” Anjing itu berlari sangat cepat dan melompat ke sungai.“Milo ... dasar anjing sialan!” umpat Fabian. Dia meletakkan keranjang jerami yang dipikulnya dan ikut melompat masuk ke sungai.Milo menjulurkan kepalanya, mengepakkan kedua kakinya, dan berputar mengelilingi Fabian. Ia membuat air bercipratan ke mana-mana dan bermain dengan sangat gembira.“Jangan dekat-dekat denganku!” Fabian menepuk kepala Milo dengan kuat. Milo pun merintih dan menunjukkan mata penuh kesedihan.Di bawah terik matahari, tidak
Fabian berlari dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi daripada ketika berlari di jalan datar, padahal ini adalah jalan gunung yang bahkan tidak memiliki jalan setapak. Namun, dia yang merasa panik sama sekali tidak menyadarinya. Dia hanya ingin pulang secepatnya. Jika tidak dapat menemui kakeknya untuk yang terakhir kali, Fabian tidak akan bisa memaafkan dirinya.Sabrina juga ikut berlari, tetapi dia tidak mungkin dapat mengejar Fabian. Dia pun berhenti berlari, lalu berpegangan pada sebuah pohon dengan terengah-engah. “Bi ... Bian, kamu pulang saja dulu.”“Kak Sabrina, kamu hati-hati ya,” balas Fabian tanpa mengurangi kecepatannya.“Emm.”Sabrina sudah benar-benar kelelahan. Setelah beristirahat cukup lama, napasnya baru kembali teratur. Dia menunduk dan menatap ke arah dadanya. Kemudian, wajahnya pun memerah lagi setelah teringat tatapan Fabian sebelumnya. Di wajahnya yang semerah tomat itu, muncul seulas senyum tipis. Dia terlihat sangat cantik.Beberapa saat kemudian, Sabrina ter
"Pak ... Raka ...," panggil Mila. Raka jarang datang ke showroom. Mila yang baru bekerja 1 bulan hanya pernah melihat Raka sekali, tetapi Mila bisa mengenali Raka. Tubuh Mila gemetaran saat dipanggil Raka."Jangan takut, sini," bujuk Raka. Dia membawa Mila masuk ke showroom. Leo merasa ada yang tidak beres.Ternyata Raka memerintah manajer, "Urus prosedur masuk kerja untuk dia."Manajer langsung menyahut tanpa ragu, "Oke, Pak Raka."Raka melirik Leo sekilas, lalu berucap, "Mengenai dia, kamu urus saja sendiri.""Aku paham," sahut manajer seraya mengangguk. Kemudian, dia menggeleng kepada Leo.Leo tampak terkejut. Dia hendak bicara, tetapi dia mengurungkan niatnya begitu melihat manajer mengernyit.Raka berkata kepada Mila sambil tersenyum, "Ayo, selesaikan penjualanmu.""Aku ...," ujar Mila. Dia menangis lagi.Manajer tertawa, lalu mengomentari, "Dasar cengeng."Raka tidak menanggapi ucapan manajer lagi. Dia menarik Priska, lalu menanyakan beberapa hal. Setelah tahu ayahnya makan jagun
Leo mengerjap. Dia memandangi Fabian dengan ekspresi bingung, lalu melihat Priska. Sementara itu, Priska mendengus dan memalingkan wajahnya.Leo kebingungan, dia merasa sepertinya dirinya menyinggung klien. Leo mengulangi ucapannya lagi, "Pak, tolong tunjukkan KTP dan SIM-mu. Aku ...."Fabian mengernyit, sedangkan Priska menyela ucapan Leo dengan ekspresi gusar, "Kamu berisik sekali."Ekspresi Leo berubah drastis. Apa yang terjadi? Priska mencebik. Dia menarik Fabian ke meja lain sembari berujar, "Bian, kita duduk di sana saja."Leo merasa canggung. Jika dia mengikuti mereka, kemungkinan klien akan pindah ke tempat lain. Jika tidak mengikuti mereka, takutnya dia akan kehilangan penjualan mobil Ford Raptor.Saat Leo sedang ragu-ragu untuk mengikuti Fabian dan Priska, terdengar suara tangisan. Mila yang membawa barangnya berjalan sambil menunduk dan menangis. Dia dipecat.Manajer juga berjalan keluar. Dia tidak memedulikan Mila yang menangis. Manajer melihat ke arah Fabian, apa yang terj
Mila baru tamat kuliah. Dia bekerja di showroom ini selama 1 bulan. Sebagai karyawan magang, staf penjualan lain tidak memberi Mila kesempatan untuk melayani klien. Hari ini, akhirnya Mila mendapatkan kesempatan bagus dan klien langsung mengatakan ingin membeli mobil.Mila hendak menyiapkan dokumen, tetapi rekan kerjanya malah berniat mengusirnya. Mila adalah karyawan baru, jadi dia tidak berani menentang. Mila hanya bisa diam-diam menyeka air matanya sambil membantu rekan kerjanya memfotokopi dokumen.Leo yang sudah mengambil dokumen menghampiri Fabian, lalu duduk di samping dan berbicara sembari tersenyum, "Halo, ini dokumennya. Coba kalian lihat dulu, nanti aku jelaskan pada kalian."Fabian tertegun sejenak, kenapa orang yang melayaninya tiba-tiba diganti? Leo melihat hanya ada 1 gelas air di atas meja. Dia melihat Mila yang lewat dan membentak seraya mengernyit, "Kamu bisa kerja, nggak?""Ha?" sahut Mila. Langkahnya terhenti. Dia tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya."Sekaran
Donny berucap, "Begini saja, Hugo dari Restoran Imperial itu teman sekolahku. Nanti aku akan meluangkan waktu untuk mencari Hugo biar mereka membagi jagung itu kepada kita."Donny menambahkan, "Nggak, nanti aku langsung telepon Hugo saja."Raka menimpali, "Oke, Kakak Ipar. Kamu telepon saja. Aku mau sekalian lihat kondisi showroom setelah datang ke sini. Satu bulan belakangan ini penjualan menurun drastis. Aku nggak tahu apa yang mereka lakukan!"Kemudian, Raka naik ke mobil. Donny berpikir sejenak, lalu menelepon istrinya. Sesudah itu, Donny menelepon Hugo. Namun, panggilan teleponnya tidak terhubung.Di showroom mobil Ford. Priska bertanya kepada Fabian, "Bian, apa kita nggak perlu kabari Kak Wenda? Showroom ini milik paman kedua Kak Wenda.""Nggak usah. Kita lihat-lihat sendiri saja," sahut Fabian. Mereka berdua pun berjalan masuk ke showroom.Seorang staf penjualan pria tidak melihat mobil yang dikendarai Priska. Dia hanya melihat sekilas pakaian Fabian, lalu berujar kepada seorang
Sebuah mobil Chevrolet Camaro merah berhenti di tepi jalan. Jendela mobil dibuka, Priska melepaskan kacamata hitamnya. Dia sangat cantik. Priska bertanya, "Bian, kenapa kamu baru datang?"Fabian baru turun dari bus. Orang di bus memandangi Priska. Seseorang berujar, "Wah, wanita ini cantik sekali. Nak, dia pacarmu, ya?"Fabian hanya tersenyum dan tidak menanggapi ucapan orang itu. Dia naik ke mobil Priska. Ekspresi Priska terlihat canggung. Bahkan, suaranya sangat kecil saat berkata pada Fabian, "Pakai sabuk pengaman."Fabian melihat Priska dengan ekspresi bingung. Bukannya tadi Priska mengeluh? Kenapa sekarang sikapnya berubah?Priska tersenyum sambil memakai kacamata hitamnya dan menjalankan mobil. Fabian sangat rileks. Mobil Chevrolet Camaro ini jauh lebih nyaman dari bus. Fabian berkomentar, "Wah, mobil bagus memang nyaman."Priska berucap, "Aku bilang mau jemput kamu, tapi kamu nggak mau. Tadi kamu bilang ada masalah waktu kirim pesan kepadaku. Apa yang terjadi?"Fabian menceritak
Melihat itu, pria berkacamata itu langsung mendorong orang-orang di sekitarnya dan berusaha merampas uang dari tangan Lais.Pria paruh baya yang baru saja selamat pun mendengus dingin."Hmph, kamu pikir cuma kamu yang bisa mendengus? Kamu ...." Tiba-tiba, pria berkacamata itu terbelalak.Dia menatap pria paruh baya yang masih duduk di tanah. Wajah itu terlihat sangat familier! Dia segera melepaskan kacamatanya, mengucek matanya, lalu memakainya kembali.Saat melihat lagi, wajahnya langsung berubah pucat pasi. "Pak ... Pak Donny ...?"Sikap garangnya itu langsung menghilang, digantikan dengan senyuman penuh kepanikan. Akan tetapi, senyuman itu lebih terlihat lebih buruk daripada tangisan."Kamu menyuruh orang-orang jangan menyelamatkanku?" Suara pria paruh baya itu terdengar dingin."Pak, a ... aku nggak tahu kalau itu kamu! Toko kita mengadakan rapat, makanya aku buru-buru ke sana. Kalau aku tahu itu kamu, aku pasti sudah jadi orang pertama yang turun menolongmu, meskipun harus mati!"
Suasana menjadi hening. Dedaunan yang tertiup angin terdengar begitu jelas di telinga. Beberapa orang masih pucat pasi karena ketakutan.Suara gemuruh mobil yang jatuh ke jurang tadi masih terngiang di benak mereka. Jurang sedalam itu, jika seseorang jatuh ke dalamnya .... Tidak ada yang berani membayangkan lebih jauh.Tiba-tiba! Sebuah tangan muncul di pinggir tebing!"Dik?" Seseorang berteriak kaget.Mereka baru teringat bahwa tadi Fabian sudah mengikatkan tali ke tubuh sopir yang pingsan dan talinya tidak putus. Seketika, orang-orang mulai tersenyum lega.Kemudian, kepala Fabian muncul dari tepi tebing. Dia memegang erat pinggiran tebing dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memeluk sopir yang pingsan."Anak ini kuat sekali!" puji seseorang."Tolong tarik kami!" Fabian menggertakkan giginya."Benar, benar! Ayo, bantu angkat mereka!"Lais langsung berteriak, "Cepat bantu! Ayo, semua!"Tak butuh waktu lama, dengan bantuan banyak orang, Fabian dan sopir yang pingsan berhas
"Hm." Fabian tidak bertindak sembarangan lagi. Dia menoleh ke sekitar, mencari solusi.Whoosh .... Angin bertiup kencang. Kreek ... kreek ....Mobil itu kembali bergoyang. Suara gesekan besi terdengar menusuk telinga, membuat bulu kuduk meremang. Bagian depan mobil semakin condong ke bawah!"To ... tolong selamatkan aku ...!" Pria paruh baya di dalam mobil semakin panik. Keringat sampai mengucur deras dari dahinya. Wajahnya pucat pasi.Ciittt! Tiba-tiba, bus kecil yang sudah melaju puluhan meter berhenti."Kenapa berhenti lagi? Lais, kamu cari masalah denganku ya?" Pria berkacamata itu berteriak histeris.Namun, sopir bus tidak lagi peduli padanya. Lais bergegas turun diikuti beberapa penumpang."Ada rantai besi?" tanya Fabian.Lais menggeleng."Kalau tali?""Ada!" Lais segera berlari ke sisi lain bus."Mau ikut campur ya? Aku mau lihat gimana kalian membuat mobil itu jatuh ke jurang!" Pria berkacamata itu menyilangkan tangan di depan dada, wajahnya penuh kekesalan."Kamu ini kenapa si
Malam itu, Fabian menggunakan Teknik Hujan Spiritual untuk menyiram tiga pohon pir di kebun. Air hujan yang terkumpul dalam ember lantas digunakan untuk menyiram ladang jagung.Keesokan paginya, orang tuanya berangkat lebih awal dengan mobil, membawa buah pir dan jagung ke Restoran Imperial.Sementara itu, Fabian baru keluar rumah sekitar pukul 9 pagi. Dia berjalan lima kilometer sebelum akhirnya menaiki bus kecil menuju kota.Bus kecil itu melaju di jalan pegunungan yang berkelok-kelok, membuat penumpang terguncang hebat. Beberapa bagian jalan sangat berbahaya. Sedikit saja kesalahan, bus akan tergelincir ke jurang. Namun, penumpang sudah terbiasa. Ada yang mengantuk, ada yang asyik mengobrol.Tiba-tiba ... ciiittt! Sopir menginjak rem mendadak. Para penumpang langsung berteriak kaget. Ada yang terbentur dan marah-marah kepada sopir."Kalian lihat itu! Ada mobil hampir jatuh ke jurang!"Seketika, suasana di dalam bus menjadi hening.Di depan, sebuah mobil off-road hitam besar menabrak