Share

Bab 2

Penulis: Suwandi
Fabian berlari dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi daripada ketika berlari di jalan datar, padahal ini adalah jalan gunung yang bahkan tidak memiliki jalan setapak. Namun, dia yang merasa panik sama sekali tidak menyadarinya. Dia hanya ingin pulang secepatnya.

Jika tidak dapat menemui kakeknya untuk yang terakhir kali, Fabian tidak akan bisa memaafkan dirinya.

Sabrina juga ikut berlari, tetapi dia tidak mungkin dapat mengejar Fabian. Dia pun berhenti berlari, lalu berpegangan pada sebuah pohon dengan terengah-engah. “Bi ... Bian, kamu pulang saja dulu.”

“Kak Sabrina, kamu hati-hati ya,” balas Fabian tanpa mengurangi kecepatannya.

“Emm.”

Sabrina sudah benar-benar kelelahan. Setelah beristirahat cukup lama, napasnya baru kembali teratur. Dia menunduk dan menatap ke arah dadanya. Kemudian, wajahnya pun memerah lagi setelah teringat tatapan Fabian sebelumnya. Di wajahnya yang semerah tomat itu, muncul seulas senyum tipis. Dia terlihat sangat cantik.

Beberapa saat kemudian, Sabrina teringat keadaan kakeknya Fabian. Dia pun mengerutkan kening dan wajah cantiknya itu menunjukkan kekhawatiran.

...

“Bian, cepat masuk! Kakekmu lagi menunggumu.”

“Bian, kakekmu masih bertahan demi menemui kamu untuk yang terakhir kalinya.”

Fabian berlari sampai ke depan rumah kakeknya. Ada banyak penduduk desa yang datang. Paman dan orang tuanya juga berada di sana.

Fabian bahkan melihat ada penduduk desa yang sedang membuat peti mati. Hatinya langsung terasa dingin. Dia tidak menyapa siapa pun dan langsung berlari masuk ke rumah.

“Huff ... huff ....”

Di atas tempat tidur, terbaring Hasan Hakim, kakeknya Fabian yang terlihat sangat kurus. Kulitnya yang keriput dipenuhi luka-luka kering. Kedua matanya terlihat kosong, sedangkan mulutnya terbuka dan mengeluarkan suara napas yang berat.

“Kakek!” Fabian menerjang masuk sambil menangis.

“Hasan, Bian sudah pulang. Coba kamu lihat dia.”

Siska, neneknya Fabian menarik Fabian mendekat sambil berkata, “Biarkanlah kakekmu melihatmu untuk yang terakhir kalinya. Dia nggak akan pergi sebelum melihatmu.”

“Bi ... Bi ....”

Fabian menggenggam tangan kakeknya dengan erat.

“Hasan, Bian sudah pulang, kamu juga sudah melihatnya. Pergilah, jangan paksakan diri lagi,” ucap Siska sambil menangis.

“Nggak, nggak. Kakek, jangan pergi. Jangan pergi.”

Fabian tiba-tiba teringat sesuatu, lalu mengambil cangkir teh di meja samping tempat tidur. Dia membelah satu ruas ginseng dan memasukkannya ke dalam cangkir. Berhubung sudah tidak sempat memasaknya, dia langsung merendamnya dengan air hangat dan menyodorkannya ke samping mulut kakeknya dengan hati-hati.

“Bian, jangan buat kakekmu menderita lagi. Biarkanlah dia pergi.” Siska membujuk, “Dia masih belum pergi karena mau melihatmu untuk yang terakhir kalinya. Berhubung dia sudah melihatmu, jangan biarkan dia menderita lagi. Bian ....”

Saat ini, Fabian sedang berada dalam keadaan syok. Dia sama sekali tidak mendengar ucapan neneknya.

Kakeknya tidak akan meninggal! Fabian sangat yakin.

Alasannya bukan karena Fabian memberi kakeknya minum air ginseng ini, melainkan karena patung monyet di tangan kanannya itu. Patung monyet itu sedang menyerap zat-zat beracun dari tubuh kakeknya.

Ketika raut wajah kakeknya terlihat jauh lebih baik, Fabian pun merasa sangat gembira.

Pada saat ini, Siska merasa sangat cemas. Dia pun berteriak, “Suwandi, Lenka, cepat masuk dan bujuklah Bian. Jangan ulur-ulur waktunya lagi.”

Orang tua Fabian pun berjalan masuk. Baru saja mereka hendak mengatakan sesuatu pada Fabian, Hasan yang berbaring di atas tempat tidur tiba-tiba bergerak.

“Ayah?”

“Hasan?”

Kemudian, Hasan perlahan-lahan bangkit untuk duduk di bawah tatapan terkejut semua orang. Dia mengambil cangkir dari tangan Fabian dan berkata, “Aku minum sendiri saja.”

“Gluk ... gluk ....”

Setelah menghabiskan segelas air itu, Hasan melihat satu ruas ginseng yang berada di dasar cangkir dan mengeluh, “Ginsengnya sayang sekali!”

Nenek dan orang tua Fabian terlalu terkejut hingga tidak bisa berkata-kata.

Ada banyak penduduk desa yang juga berjalan masuk. Begitu melihat Hasan, mereka pun tercengang. Apa dia itu masih Hasan yang akan beristirahat dengan tenang setelah bertemu Fabian untuk yang terakhir kalinya? Kenapa dia tiba-tiba sembuh? Hal ini ajaib sekali!

“Siska, kenapa kamu masih bengong? Cepat masak! Aku lapar,” ucap Hasan. Suaranya sama sekali tidak terdengar lemas.

“Hah? Oh, oh.” Siska buru-buru mengangguk.

“Aku akan bantu Ibu masak,” ujar Lenka.

“Tunggu. Masukkanlah seruas ginseng ini ke dalam arak. Sayang sekali kalau dibuang begitu saja.”

Hasan menyodorkan cangkir yang dipegangnya, lalu memberi instruksi lagi tentang cara membuat arak ginseng. Melihat Hasan yang bisa berbicara dengan begitu semangat, semua orang pun bisa memastikan bahwa dia baik-baik saja.

“Kamu benar-benar cerewet!” umpat Siska. Namun, dia sebenarnya merasa sangat gembira. Kemudian, dia berkata lagi pada orang-orang yang berada dalam rumah, “Semuanya, cepat keluar. Biarkan suamiku istirahat.”

“Benar, benar. Paman Hasan, istirahatlah yang baik.”

“Kakek Hasan, aku akan datang menjengukmu lagi.”

“Hasan, jangan lupa bagikan sedikit arak ginsengmu itu padaku. Ajaib sekali! Ternyata ginseng liar benar-benar bisa menghidupkan orang yang sekarat!”

Ada banyak orang di luar yang juga mendiskusikan manfaat ajaib ginseng liar. Hasan juga beranggapan begitu.

Hanya Fabian yang tahu jelas apa yang sudah terjadi. Ini berkat patung monyet itu! Patung monyet itu telah menghisap semua zat beracun dalam tubuh kakeknya. Namun, Fabian tidak menjelaskan hal ini kepada kakeknya.

Selama ini, Hasan sangat memercayai hal-hal mistis seperti itu. Jika dia tahu patung monyet itu sudah berpindah ke telapak tangan Fabian, mungkin saja dia akan merasa khawatir.

Setelah menyerap zat-zat beracun dari tubuh kakeknya, Fabian bukan hanya baik-baik saja, malah merasa nyaman. Bukan perasaannya yang nyaman, melainkan tubuhnya. Dia merasa sesegar menghirup udara di kebun spiritual.

Fabian masih tidak mengerti apa sebenarnya yang terjadi. Jika memiliki kesempatan lain, dia masih ingin kembali ke kebun spiritual.

“Bian, cepat papah Kakek keluar,” ucap Hasan.

“Kakek, kamu belum sepenuhnya sembuh. Istirahat saja dulu yang baik.”

Yang dikatakan Fabian benar. Unsur logam berat yang tak diketahui jenisnya itu masih belum sepenuhnya dikeluarkan dari tubuh Hasan. Fabian mungkin masih perlu melakukan hal yang sama beberapa kali lagi untuk membuat kakeknya sembuh total.

“Nggak masalah.”

Berhubung Hasan bersikeras mau turun dari tempat tidur, Fabian hanya bisa memapahnya.

Di luar pintu.

“Suhendra, Suwandi, apa peti matinya masih perlu dibuat?” tanya seorang penduduk desa yang sedang membuat peti mati.

Suhendra adalah paman pertama Fabian. Setelah mendengar pertanyaan itu, dia pun saling bertatapan dengan Suwandi.

Tepat pada saat ini, Hasan berjalan keluar dengan dipapah oleh Fabian.

“Ayah, kenapa kamu keluar?” tanya Suhendra.

Suwandi juga berkata, “Bian, kakekmu baru pulih sedikit. Jangan bawa dia keluyuran!”

Hasan melambaikan tangannya, lalu berujar pada penduduk desa yang membuat peti mati itu, “Untuk apa dibuat lagi? Aku masih bisa hidup beberapa tahun. Sudah, kalian semua pulang saja ke rumah masing-masing.”

“Yakin?”

“Iya!” Hasan mengernyit dan berujar, “Bawa pergi juga peti mati ini. Nanti aku malah sial.”

Para penduduk desa yang sedang membuat peti mati pun saling memandang dan tersenyum. Kemudian, mereka menyimpan perkakas mereka dan pulang. Namun, mereka masih meletakkan peti mati itu di depan rumah.

Setelah makanannya siap dimasak, semua orang pun berkumpul untuk makan bersama. Hasan makan dengan sangat lahap.

“Sudah lama aku selera makanku nggak sebagus ini.”

Hasan juga menyesap sedikit arak dengan gembira.

“Jangan minum banyak-banyak. Keadaanmu baru membaik,” pesan Siska sambil melirik Hasan.

Hasan pun tertawa, lalu bangkit dan berjalan keluar dari rumah. Tidak lama kemudian, terdengar suara kayu dipotong dari luar. Tanpa perlu melihat, semua orang tahu bahwa Hasan pasti sedang membongkar peti mati itu.

“Biar kulihat.” Fabian bangkit dan berjalan keluar sambil tersenyum.

“Kakek.” Fabian mengambil kapak dari tangan Hasan dan berkata, “Biar aku saja.”

“Emm.”

Hasan berjongkok di samping, sedangkan Fabian membongkar peti mati itu. Tidak lama kemudian, dia sudah keringatan.

“Bian, kamu sudah pulang sebulan lebih. Sekarang, Kakek sudah sembuh. Kembalilah ke kota dan cari pekerjaan baru. Kalau tinggal di desa, kemampuanmu akan terbuang sia-sia. Lagian, orang-orang juga akan bergosip.”

Fabian langsung paham maksud kakeknya. Selama sebulan ini, dia sudah sering mendengar gosip para penduduk desa.

Mereka bilang, apa gunanya Keluarga Hakim menghabiskan begitu banyak uang untuk menyekolahkan Fabian sampai kuliah. Dia masih nggak sebanding sama entah siapa yang bekerja di lokasi konstruksi dan bisa hasilkan beberapa juta sebulan.

Fabian tidak peduli pada gosip-gosip itu, tetapi kakeknya tidak tahan. Bagaimanapun juga, dia adalah orang yang memiliki harga diri.

Tak disangka, Fabian malah menjawab, “Kakek, aku nggak akan cari kerja di luar. Aku mau tinggal di desa ini.”

“Apa katamu?” Hasan langsung terlihat marah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 3

    Hasan tidak akan membiarkan Fabian tinggal di desa apa pun yang terjadi. Dia adalah orang yang memiliki harga diri tinggi. Dia tidak mungkin mengabaikan gosip para penduduk desa.Hal yang terpenting adalah, Desa Damai terlalu terpencil dan miskin hingga tidak ada yang bisa dikembangkan. Orang yang tinggal di desa ini tidak akan memiliki masa depan.Begitu mendengar diskusi ini, keluarga Fabian yang lain juga keluar dan membujuknya untuk kembali ke Kota Dohar secepatnya.“Kalau Kakek sudah sembuh ....”Sebelum Fabian menyelesaikan kata-katanya, Hasan sudah memelototinya dan berkata, “Aku sudah sembuh. Kamu nggak usah khawatirkan aku. Kembalilah ke kota secepatnya!”“Bian, ginseng liar itu bisa buat kakekmu sembuh. Itu sudah cukup. Kamu nggak perlu tinggal di sini lagi,” ujar Lenka.Suhendra menimpali, “Bian, kakak sepupumu yang jadi sopir orang juga punya gaji sekitar lima juta. Anak kedua Najwan lebih beruntung lagi. Gajinya sebulan bahkan mencapai sepuluh juta, padahal dia cuma tamata

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 4

    Sabrina hanya lebih tua tiga bulan dari Fabian. Gadis desa yang seumuran dengan Sabrina biasanya sudah menikah dari dulu.Selain itu, jangankan di desa, bahkan di Kota Dohar sekali pun, Sabrina juga termasuk wanita yang sangat cantik. Namun, kenapa Sabrina masih belum menikah sampai sekarang?Ketika masih sekolah dulu, prestasi Sabrina tidaklah kalah dari Fabian. Namun, dia malah berhenti sekolah sebelum tamat SMA. Saat kaum muda desa pergi ke kota untuk bekerja, Sabrina juga tidak boleh pergi ke kota. Semua ini karena Hesti, ibunya Sabrina.Hesti merasa tidak ada gunanya anak perempuan bersekolah. Jadi, dia langsung menyuruh Sabrina berhenti sekolah. Pada waktu itu, bahkan wali kelas dan kepala sekolah juga datang ke desa untuk membujuk Hesti, tetapi gagal membuat Hesti berubah pikiran.Ayahnya Sabrina menghilang 20 tahun yang lalu. Jadi, Hesti yang membesarkan Sabrina seorang diri. Setelah membesarkan Sabrina dengan susah payah, Hesti tentu saja tidak akan membiarkan Sabrina bekerja

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 5

    Pria itu bernama Raihan. Dia tidak memiliki orang tua sejak kecil dan tumbuh besar dengan bantuan penduduk desa. Dia sudah berusia 30 tahun, tetapi masih melajang. Dia juga melupakan kebaikan penduduk desa terhadapnya dan malah melakukan hal-hal tercela di desa ini.Di Desa Damai, tidak ada orang yang menyukai Raihan.Fabian melirik Raihan, lalu berbalik dan berjalan pergi.“Apa?” Raihan memelototi Fabian. “Kamu bahkan nggak menyapaku? Fabian, sudah hebat kamu?”Ketika berbicara, Raihan juga langsung mengulurkan tangannya untuk mencengkeram Fabian. Gerakannya sangat cepat, tetapi Fabian berhasil menghindarinya. Raihan pun tertegun. Sejak kapan anak ini menjadi begitu hebat?“Mentang-mentang sudah hebat dikit, kamu nggak takut lagi sama aku?” Meskipun batang hidung Fabian sudah tidak terlihat lagi, Raihan masih lanjut mengomel, “Tunggu saja! Aku akan memberimu pelajaran. Nanti, kamu akan tahu seberapa hebat aku!”Begitu tiba di rumah, Fabian langsung melihat Milo yang berbaring di kand

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 6

    Setelah Hesti pergi, para penduduk desa yang berkumpul untuk menonton keramaian juga bubar. Namun, mereka masih membicarakan hal mengenai Fabian dan Sabrina.Setelah melihat tampang muram ibunya, Fabian buru-buru mencari alasan untuk keluar.“Bian ....” Lenka mengejar sampai pintu, tetapi sosok Fabian sudah hilang. Dia pun merasa sangat marah.Suwandi berjalan menghampirinya dan berkata dengan santai, “Buat apa kamu berpikir kejauhan. Bian ....”Sebelum Suwandi menyelesaikan kata-katanya, Lenka sudah berseru, “Ada apa ini sebenarnya! Kalau Bian benar-benar bersama Sabrina, dari mana kita bisa kumpulkan 580 juta? Kalau nggak bisa kasih Hesti 580 juta itu, si gila itu akan gantung diri di depan pintu rumah kita! Gimana kita bisa lanjut hidup?”“Kamu itu ayahnya! Memangnya kamu nggak bisa ambil keputusan? Apa gunanya kamu!”“Aku bawa Milo pergi berobat dulu.” Suwandi menaruh Milo ke becaknya, lalu langsung pergi tanpa peduli pada Lenka yang masih gelisah.“Kamu!” Lenka merasa sangat marah

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 7

    Fabian tiba di rumah pada tengah malam dan orang tuanya telah tidur. Setelah mandi, dia pun berbaring di tempat tidur sambil menatap telapak tangannya. Entah sejak kapan, gambar patung monyet itu sudah hilang.Fabian mencoba untuk berlatih Mantra Keabadian dan masih bisa melakukannya. Pewaris kebun spiritual ....‘Apa itu berarti Ayah Angkat pemilik kebun spiritual, makanya aku itu pewarisnya?’ pikir Fabian.Hal ini benar-benar ajaib dan sulit untuk dipercaya. Fabian adalah lulusan universitas terkemuka yang menerima pendidikan tinggi. Jika ada orang yang memberitahunya mengenai hal seperti ini dulu, dia tidak mungkin percaya dan pasti memaki orang itu sudah gila. Pewaris kebun spiritual? Itu hanya mimpi! Namun ....Fabian sangat yakin ini semua bukan mimpi. Pir di kebun pir merupakan buktinya. Selain itu, bagaimana seseorang bisa menjelaskan tentang kakeknya yang sudah pulih total dan sangat sehati sekarang? Perubahan dirinya sendiri juga sudah cukup untuk membuktikannya.Dunia ini p

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 8

    “Dik, 16 ribu per kilo sudah nggak murah, lho!” Pria berjanggut itu melebarkan mata sipitnya, lalu menepuk-nepuk keranjang pirnya sambil berkata, “Aku bahkan cuma jual pirku 14 ribu per kilo, tapi aku mau beli pirmu dengan harga 16 ribu per kilo. Kamu masih keberatan?”Fabian malas meladeninya. Dia hendak menjual pirnya 80 ribu per kilogram, tetapi pria berjanggut itu malah ingin membelinya dengan harga 16 ribu per kilogram. Apa yang dipikirkannya?Namun, pria berjanggut itu masih tidak menyerah. Bagaimanapun juga, ini adalah bisnis yang sangat menguntungkan. Dia sangat yakin pirnya Fabian pasti akan laku keras apabila dijual dengan harga 20 ribu per kilogram.Sekarang masih bukan musim pir. Jadi, pir yang begitu bagus dan terlihat sangat enak itu pasti gampang dijual. Pria berjanggut itu berkata lagi, “Umm .... Tadi, aku yang salah. Aku minta maaf. Maafkan aku, ya? Lihat, aku sudah minta maaf. Sekarang, kamu sudah bisa jual pirmu padaku, ‘kan?”Melihat Fabian yang masih tidak menangga

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 9

    Restoran Imperial terletak di tepi pantai. Uang yang diinvestasi untuk restoran ini sangat besar, sedangkan harga makanannya juga mahal. Orang biasa tidak akan mampu makan di restoran ini.Kiara duduk di kantornya yang luas. Begitu berbalik, dia bisa langsung menikmati laut biru yang indah. Bekerja di kantor seperti ini pasti menyenangkan, baik secara fisik maupun mental. Namun, Kiara tidak berhenti memijat dahinya. Ekspresinya terlihat cemas. Dia sedang menunggu.Akhir-akhir ini, Restoran Imperial sedang mengalami sedikit masalah. Restoran Sun, saingan terbesar mereka itu telah mempekerjakan seorang koki dari restoran tiga bintang Michelin di luar negeri. Hal ini langsung menyebabkan kemerosotan bisnis Restoran Imperial.Sebenarnya, keterampilan memasak koki Restoran Imperial tidak lebih buruk dari Restoran Sun. Leluhur Kiara adalah koki istana, dan keterampilan memasak mereka diwariskan dari generasi ke generasi. Paman keduanya adalah koki terkemuka yang dikenal di seluruh negeri.

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 10

    Guk! Guk!Di gerbang Desa Damai.Seekor anjing berwarna hitam berjalan berjejer seperti sedang berpatroli. Ketika melihat sepeda motor yang melaju mendekat, beberapa ekor anjing pun menggonggong.Ketika menemukan Milo yang berjongkok di pijakan sepeda motor, anjing hitam yang besar itu menggonggong sekali. Dalam sekejap, belasan ekor anjing langsung menerjang ke arah Milo. Sebelum Fabian sempat menghentikan sepeda motor, Milo sudah melompat turun dan menggigit anjing hitam besar itu.Awoo ....Biasanya, anjing hitam besar ini sangat garang dan selalu menindas semua anjing di desa ini. Setiap hari, ia akan membawa sekelompok bawahannya dan berkeliling di desa. Setiap melihatnya, Milo juga langsung bersembunyi. Kali ini, Milo malah langsung menerjang ke arahnya.Mungkin karena aura Milo sudah terpancar, beberapa ekor anjing yang sedang menggonggong pun menghindar. Mereka hanya menggonggong sesekali, lalu berkumpul di samping untuk menonton perkelahian Milo dengan anjing hitam besar itu.

Bab terbaru

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 50

    "Pak ... Raka ...," panggil Mila. Raka jarang datang ke showroom. Mila yang baru bekerja 1 bulan hanya pernah melihat Raka sekali, tetapi Mila bisa mengenali Raka. Tubuh Mila gemetaran saat dipanggil Raka."Jangan takut, sini," bujuk Raka. Dia membawa Mila masuk ke showroom. Leo merasa ada yang tidak beres.Ternyata Raka memerintah manajer, "Urus prosedur masuk kerja untuk dia."Manajer langsung menyahut tanpa ragu, "Oke, Pak Raka."Raka melirik Leo sekilas, lalu berucap, "Mengenai dia, kamu urus saja sendiri.""Aku paham," sahut manajer seraya mengangguk. Kemudian, dia menggeleng kepada Leo.Leo tampak terkejut. Dia hendak bicara, tetapi dia mengurungkan niatnya begitu melihat manajer mengernyit.Raka berkata kepada Mila sambil tersenyum, "Ayo, selesaikan penjualanmu.""Aku ...," ujar Mila. Dia menangis lagi.Manajer tertawa, lalu mengomentari, "Dasar cengeng."Raka tidak menanggapi ucapan manajer lagi. Dia menarik Priska, lalu menanyakan beberapa hal. Setelah tahu ayahnya makan jagun

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 49

    Leo mengerjap. Dia memandangi Fabian dengan ekspresi bingung, lalu melihat Priska. Sementara itu, Priska mendengus dan memalingkan wajahnya.Leo kebingungan, dia merasa sepertinya dirinya menyinggung klien. Leo mengulangi ucapannya lagi, "Pak, tolong tunjukkan KTP dan SIM-mu. Aku ...."Fabian mengernyit, sedangkan Priska menyela ucapan Leo dengan ekspresi gusar, "Kamu berisik sekali."Ekspresi Leo berubah drastis. Apa yang terjadi? Priska mencebik. Dia menarik Fabian ke meja lain sembari berujar, "Bian, kita duduk di sana saja."Leo merasa canggung. Jika dia mengikuti mereka, kemungkinan klien akan pindah ke tempat lain. Jika tidak mengikuti mereka, takutnya dia akan kehilangan penjualan mobil Ford Raptor.Saat Leo sedang ragu-ragu untuk mengikuti Fabian dan Priska, terdengar suara tangisan. Mila yang membawa barangnya berjalan sambil menunduk dan menangis. Dia dipecat.Manajer juga berjalan keluar. Dia tidak memedulikan Mila yang menangis. Manajer melihat ke arah Fabian, apa yang terj

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 48

    Mila baru tamat kuliah. Dia bekerja di showroom ini selama 1 bulan. Sebagai karyawan magang, staf penjualan lain tidak memberi Mila kesempatan untuk melayani klien. Hari ini, akhirnya Mila mendapatkan kesempatan bagus dan klien langsung mengatakan ingin membeli mobil.Mila hendak menyiapkan dokumen, tetapi rekan kerjanya malah berniat mengusirnya. Mila adalah karyawan baru, jadi dia tidak berani menentang. Mila hanya bisa diam-diam menyeka air matanya sambil membantu rekan kerjanya memfotokopi dokumen.Leo yang sudah mengambil dokumen menghampiri Fabian, lalu duduk di samping dan berbicara sembari tersenyum, "Halo, ini dokumennya. Coba kalian lihat dulu, nanti aku jelaskan pada kalian."Fabian tertegun sejenak, kenapa orang yang melayaninya tiba-tiba diganti? Leo melihat hanya ada 1 gelas air di atas meja. Dia melihat Mila yang lewat dan membentak seraya mengernyit, "Kamu bisa kerja, nggak?""Ha?" sahut Mila. Langkahnya terhenti. Dia tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya."Sekaran

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 47

    Donny berucap, "Begini saja, Hugo dari Restoran Imperial itu teman sekolahku. Nanti aku akan meluangkan waktu untuk mencari Hugo biar mereka membagi jagung itu kepada kita."Donny menambahkan, "Nggak, nanti aku langsung telepon Hugo saja."Raka menimpali, "Oke, Kakak Ipar. Kamu telepon saja. Aku mau sekalian lihat kondisi showroom setelah datang ke sini. Satu bulan belakangan ini penjualan menurun drastis. Aku nggak tahu apa yang mereka lakukan!"Kemudian, Raka naik ke mobil. Donny berpikir sejenak, lalu menelepon istrinya. Sesudah itu, Donny menelepon Hugo. Namun, panggilan teleponnya tidak terhubung.Di showroom mobil Ford. Priska bertanya kepada Fabian, "Bian, apa kita nggak perlu kabari Kak Wenda? Showroom ini milik paman kedua Kak Wenda.""Nggak usah. Kita lihat-lihat sendiri saja," sahut Fabian. Mereka berdua pun berjalan masuk ke showroom.Seorang staf penjualan pria tidak melihat mobil yang dikendarai Priska. Dia hanya melihat sekilas pakaian Fabian, lalu berujar kepada seorang

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 46

    Sebuah mobil Chevrolet Camaro merah berhenti di tepi jalan. Jendela mobil dibuka, Priska melepaskan kacamata hitamnya. Dia sangat cantik. Priska bertanya, "Bian, kenapa kamu baru datang?"Fabian baru turun dari bus. Orang di bus memandangi Priska. Seseorang berujar, "Wah, wanita ini cantik sekali. Nak, dia pacarmu, ya?"Fabian hanya tersenyum dan tidak menanggapi ucapan orang itu. Dia naik ke mobil Priska. Ekspresi Priska terlihat canggung. Bahkan, suaranya sangat kecil saat berkata pada Fabian, "Pakai sabuk pengaman."Fabian melihat Priska dengan ekspresi bingung. Bukannya tadi Priska mengeluh? Kenapa sekarang sikapnya berubah?Priska tersenyum sambil memakai kacamata hitamnya dan menjalankan mobil. Fabian sangat rileks. Mobil Chevrolet Camaro ini jauh lebih nyaman dari bus. Fabian berkomentar, "Wah, mobil bagus memang nyaman."Priska berucap, "Aku bilang mau jemput kamu, tapi kamu nggak mau. Tadi kamu bilang ada masalah waktu kirim pesan kepadaku. Apa yang terjadi?"Fabian menceritak

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 45

    Melihat itu, pria berkacamata itu langsung mendorong orang-orang di sekitarnya dan berusaha merampas uang dari tangan Lais.Pria paruh baya yang baru saja selamat pun mendengus dingin."Hmph, kamu pikir cuma kamu yang bisa mendengus? Kamu ...." Tiba-tiba, pria berkacamata itu terbelalak.Dia menatap pria paruh baya yang masih duduk di tanah. Wajah itu terlihat sangat familier! Dia segera melepaskan kacamatanya, mengucek matanya, lalu memakainya kembali.Saat melihat lagi, wajahnya langsung berubah pucat pasi. "Pak ... Pak Donny ...?"Sikap garangnya itu langsung menghilang, digantikan dengan senyuman penuh kepanikan. Akan tetapi, senyuman itu lebih terlihat lebih buruk daripada tangisan."Kamu menyuruh orang-orang jangan menyelamatkanku?" Suara pria paruh baya itu terdengar dingin."Pak, a ... aku nggak tahu kalau itu kamu! Toko kita mengadakan rapat, makanya aku buru-buru ke sana. Kalau aku tahu itu kamu, aku pasti sudah jadi orang pertama yang turun menolongmu, meskipun harus mati!"

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 44

    Suasana menjadi hening. Dedaunan yang tertiup angin terdengar begitu jelas di telinga. Beberapa orang masih pucat pasi karena ketakutan.Suara gemuruh mobil yang jatuh ke jurang tadi masih terngiang di benak mereka. Jurang sedalam itu, jika seseorang jatuh ke dalamnya .... Tidak ada yang berani membayangkan lebih jauh.Tiba-tiba! Sebuah tangan muncul di pinggir tebing!"Dik?" Seseorang berteriak kaget.Mereka baru teringat bahwa tadi Fabian sudah mengikatkan tali ke tubuh sopir yang pingsan dan talinya tidak putus. Seketika, orang-orang mulai tersenyum lega.Kemudian, kepala Fabian muncul dari tepi tebing. Dia memegang erat pinggiran tebing dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memeluk sopir yang pingsan."Anak ini kuat sekali!" puji seseorang."Tolong tarik kami!" Fabian menggertakkan giginya."Benar, benar! Ayo, bantu angkat mereka!"Lais langsung berteriak, "Cepat bantu! Ayo, semua!"Tak butuh waktu lama, dengan bantuan banyak orang, Fabian dan sopir yang pingsan berhas

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 43

    "Hm." Fabian tidak bertindak sembarangan lagi. Dia menoleh ke sekitar, mencari solusi.Whoosh .... Angin bertiup kencang. Kreek ... kreek ....Mobil itu kembali bergoyang. Suara gesekan besi terdengar menusuk telinga, membuat bulu kuduk meremang. Bagian depan mobil semakin condong ke bawah!"To ... tolong selamatkan aku ...!" Pria paruh baya di dalam mobil semakin panik. Keringat sampai mengucur deras dari dahinya. Wajahnya pucat pasi.Ciittt! Tiba-tiba, bus kecil yang sudah melaju puluhan meter berhenti."Kenapa berhenti lagi? Lais, kamu cari masalah denganku ya?" Pria berkacamata itu berteriak histeris.Namun, sopir bus tidak lagi peduli padanya. Lais bergegas turun diikuti beberapa penumpang."Ada rantai besi?" tanya Fabian.Lais menggeleng."Kalau tali?""Ada!" Lais segera berlari ke sisi lain bus."Mau ikut campur ya? Aku mau lihat gimana kalian membuat mobil itu jatuh ke jurang!" Pria berkacamata itu menyilangkan tangan di depan dada, wajahnya penuh kekesalan."Kamu ini kenapa si

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 42

    Malam itu, Fabian menggunakan Teknik Hujan Spiritual untuk menyiram tiga pohon pir di kebun. Air hujan yang terkumpul dalam ember lantas digunakan untuk menyiram ladang jagung.Keesokan paginya, orang tuanya berangkat lebih awal dengan mobil, membawa buah pir dan jagung ke Restoran Imperial.Sementara itu, Fabian baru keluar rumah sekitar pukul 9 pagi. Dia berjalan lima kilometer sebelum akhirnya menaiki bus kecil menuju kota.Bus kecil itu melaju di jalan pegunungan yang berkelok-kelok, membuat penumpang terguncang hebat. Beberapa bagian jalan sangat berbahaya. Sedikit saja kesalahan, bus akan tergelincir ke jurang. Namun, penumpang sudah terbiasa. Ada yang mengantuk, ada yang asyik mengobrol.Tiba-tiba ... ciiittt! Sopir menginjak rem mendadak. Para penumpang langsung berteriak kaget. Ada yang terbentur dan marah-marah kepada sopir."Kalian lihat itu! Ada mobil hampir jatuh ke jurang!"Seketika, suasana di dalam bus menjadi hening.Di depan, sebuah mobil off-road hitam besar menabrak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status