Share

Bab 5

Penulis: Suwandi
Pria itu bernama Raihan. Dia tidak memiliki orang tua sejak kecil dan tumbuh besar dengan bantuan penduduk desa. Dia sudah berusia 30 tahun, tetapi masih melajang. Dia juga melupakan kebaikan penduduk desa terhadapnya dan malah melakukan hal-hal tercela di desa ini.

Di Desa Damai, tidak ada orang yang menyukai Raihan.

Fabian melirik Raihan, lalu berbalik dan berjalan pergi.

“Apa?” Raihan memelototi Fabian. “Kamu bahkan nggak menyapaku? Fabian, sudah hebat kamu?”

Ketika berbicara, Raihan juga langsung mengulurkan tangannya untuk mencengkeram Fabian. Gerakannya sangat cepat, tetapi Fabian berhasil menghindarinya.

Raihan pun tertegun. Sejak kapan anak ini menjadi begitu hebat?

“Mentang-mentang sudah hebat dikit, kamu nggak takut lagi sama aku?” Meskipun batang hidung Fabian sudah tidak terlihat lagi, Raihan masih lanjut mengomel, “Tunggu saja! Aku akan memberimu pelajaran. Nanti, kamu akan tahu seberapa hebat aku!”

Begitu tiba di rumah, Fabian langsung melihat Milo yang berbaring di kandangnya.

“Ibu, kapan Milo pulang? Dia kenapa?”

Dulu, setiap Fabian pulang, Milo akan langsung menyambutnya dengan bersemangat. Hari ini, ia hanya mengangkat kepalanya untuk melirik Fabian, lalu lanjut tidur.

“Waktu kami pulang tadi, dia sudah ada di rumah. Dari tadi, dia cuma berbaring seperti itu. Entah karena dia sakit atau apa.” Lenka berkata, “Aku sudah kasih tahu ayahmu untuk bawa Milo ke dokter hewan besok. Habis disuntik, dia akan baik-baik saja. Ayo makan.”

“Oh.”

Fabian berpikir, apa Milo menjadi seperti ini karena dampak kebun spiritual? Setelah mencuci tangan, dia pun makan.

“Aku sudah kemas barang-barangmu. Kembalilah ke Kota Dohar besok,” kata Lenka sambil makan.

Fabian hanya menanggapi dengan asal sambil makan. Berhubung Fabian tidak membantah, Lenka juga tidak melanjutkan topik ini lagi.

Pada tengah malam, Lenka tidak berhenti mengganti posisi tidur karena tidak bisa tidur.

“Ini sudah malam, jangan ganggu orang tidur,” ujar Suwandi dengan tidak sabar.

“Kamu tahunya cuma tidur saja!” Lenka pun bangkit dari tempat tidur.

“Ada apa?” Suwandi menyalakan lampu.

“Menurutmu, kenapa Fabian begitu menolak untuk kembali ke kota?” tanya Lenka.

Suwandi berbalik sambil menjawab, “Seharusnya karena punya pemikiran sendiri.”

Lenka memelototi Suwandi. “Begini caramu jadi seorang ayah?”

Saat berbicara, Lenka juga meninju Suwandi.

“Aduh.” Suwandi pun duduk dan berkata dengan kening berkerut, “Fabian sudah besar. Wajar saja dia punya pemikiran sendiri,”

Lenka masih memelototi Suwandi. Suwandi pun hanya bisa menghela napas.

“Bukannya Bian punya pacar yang namanya Yenny? Apa terjadi masalah sama mereka? Beberapa hari lalu, aku sempat tanya soal ini sama dia, tapi Bian kayaknya kurang senang waktu mengungkitnya.”

Lenka menambahkan, “Apa mungkin karena ... Sabrina?”

“Sabrina?” Suwandi menatap Lenka dengan terkejut.

“Coba pikir. Bian dan Sabrina seumuran, juga tumbuh besar bersama. Dulu, mereka bahkan pergi ke sekolah bersama. Waktu itu, aku sudah tahu ada benih-benih cinta di antara mereka. Sekarang, Sabrina sudah makin cantik. Apa mungkin hati Bian tergerak?”

Setelah berkata sampai di sini, Lenka langsung menggeleng. “Nggak, nggak. Mereka berdua nggak boleh bersama! Pokoknya nggak boleh!”

“Sebenarnya, aku juga suka sama Sabrina. Tapi, Hesti malah minta mahar 580 juta. Meski kita berdua jual diri, kita juga nggak mungkin bisa kumpulkan 580 juta. Suwandi? Suwandi?”

“Emm ....”

Entah sejak kapan, Suwandi sudah tertidur. Lenka pun menjewer telinganya dengan kuat.

“Duh!” Suwandi yang merasa kesakitan pun menepuk tangan Lenka. Dia benar-benar merasa tidak berdaya dan berkata, “Kamu berpikir kejauhan.”

“Apanya yang berpikir kejauhan?” Lenka menjelaskan, “Aku sudah berulang kali memperhatikannya. Ada yang nggak beres sama tatapan Sabrina waktu menatap Bian. Aku ini orang yang berpengalaman. Aku tentu saja mengerti.”

“Kamu .... Cepat tidur. Kita bicarakan lagi besok. Oke?” Suwandi langsung tidur membelakangi Lenka.

“Dasar kamu ini!” Lenka juga tidak menyiksa Suwandi lagi. Setelah berbaring dan mematikan lampu, dia bergumam, “Kalau mereka memang saling suka ... aku akan coba cari Hesti dan tanyakan pendapatnya. Haih, 580 juta .... Orang biasa mana mungkin punya uang sebanyak itu.”

Fabian sedang berbaring di tempat tidurnya dengan santai. Dia tentu saja tidak tahu apa yang didiskusikan orang tuanya. Saat ini, dia sedang mengamati ginseng liar yang masih utuh itu. Setelah mengambil foto ginseng itu, dia mengunggahnya ke akun media sosial.

“Ginseng tua yang baru dipanen. Yang mau beli, hubungi aku.”

Untuk lanjut tinggal di desa, Fabian harus menunjukkan kepada kakek dan orang tuanya bahwa dia bisa menghasilkan uang. Untuk menghasilkan uang, modal pertama sangatlah penting.

Fabian sudah tinggal bertahun-tahun di Kota Dohar. Dia tentu saja pernah mendengar bahwa ginseng liar yang tua bisa dijual dengan harga mahal. Namun, dia juga kurang mengerti seberapa tua ginseng liar yang dimilikinya ini.

“Berhubung ini ginseng dari kebun spiritual, umurnya seharusnya cukup tua, ‘kan?”

Fabian meletakkan ginseng itu ke meja samping tempat tidur, lalu mulai menatap patung monyet di telapak tangannya. Tidak lama kemudian, kelopak matanya terasa berat dan dia akhirnya tertidur.

Keesokan paginya, Fabian terbangun akibat keributan di luar. Setelah mendengar jelas, itu adalah suara ibunya yang bertengkar dengan Hesti. Dia pun buru-buru bangkit dari tempat tidur.

Di halaman, Hesti sedang berkacak pinggang dan terlihat sangat marah. Lenka juga tidak menunjukkan kelemahan dan memelototinya. Sementara itu, Suwandi sedang merokok. Melihat ada makin banyak orang yang berkumpul di luar pintu, dia pun pergi menutup pintu.

“Ibu, Bibi Hesti, apa yang kalian ributkan?” tanya Fabian sambil berjalan keluar.

“Oke, Fabian sudah keluar. Kita tanya langsung saja sama dia!” kata Hesti.

“Tanya, ya tanya!” balas Lenka.

“Bian, coba jawab, kamu sudah merusak tubuh Sabrina?” tanya Hesti dengan blak-blakan.

Begitu mendengar pertanyaan itu, Fabian pun tertegun. Merusak tubuh Sabrina? Apa maksudnya?

“Lihat!” Hesti menunjuk ke arah Fabian, lalu berkata pada Lenka, “Dia nggak berani jawab!”

“Buktinya sudah jelas. Kamu masih mau berdalih?” Hesti berseru dengan sangat marah, “Dia gendong Sabrina turun dari gunung! Raihan yang melihatnya sendiri dan kasih tahu aku!”

“Kamu percaya sama ucapan Raihan?” tanya Lenka.

“Memangnya Raihan bisa bohong tentang hal seperti ini?” Makin berbicara, Hesti makin marah.

“Aku sudah tanya sama Sabrina dan dia juga mengakuinya. Fabian menggendongnya sepanjang perjalanan turun dari gunung! Mereka habiskan waktu selama itu di gunung, juga cuma berduaan! Lenka, kalau bilang nggak ada yang terjadi di antara mereka, memangnya kamu percaya?”

Hesti berbicara bertubi-tubi dengan penuh semangat dan tidak berhenti menekan Lenka. Dia yang merasa dirinya berada di posisi menguntungkan pun makin menjadi-jadi.

“Dengar baik-baik, kalian harus serahkan 580 juta tanpa kurang sepeser pun! Habis itu, Sabrina akan jadi menantu keluarga kalian. Kalau nggak sanggup keluarkan 580 juta ....”

Setelah berbicara sampai di sini, Hesti memandang ke sekeliling dan melihat seikat tali yang digantung di dinding. Kemudian, dia berjalan cepat ke sana, mengambil tali itu, dan melilitkannya ke leher.

“Aku akan gantung diri di depan pintu rumah kalian!”

“Hesti, apa-apaan kamu!” Suwandi buru-buru melepaskan tali itu dari leher Hesti dan berkata, “Dengar dulu penjelasan Bian. Oke?”

“Oke! Bian, jelaskanlah!” Hesti menatap Fabian dan mencibir, “Fabian, aku tahu kamu sudah incar Sabrina dari dulu. Kamu kira aku nggak tahu? Kamu kira aku buta?”

Fabian menghela napas. “Bibi Hesti, aku memang menggendong Sabrina turun dari gunung. Tapi, nggak ada yang terjadi di antara kami.”

“Cih.” Hesti lanjut mencibir, “Ngaku saja. Nggak terjadi apa-apa di antara kalian? Kamu kira aku dan orang tuamu bodoh?”

“Bibi Hesti, dengarkan dulu penjelasanku sampai habis,” ujar Fabian dengan tidak berdaya.

“Katakanlah, aku dengar!” dengus Hesti.

Fabian pun menjelaskan secara singkat apa yang terjadi kemarin.

Setelah mendengarnya, Lenka langsung tertawa. “Sudah dengar? Bian gendong Sabrina turun dari gunung karena Sabrina digigit ular beracun! Putraku sudah tolong putrimu, tapi kamu malah memfitnahnya? Kamu nggak rasa kamu ....”

Lenka merasa sangat kesal karena diintimidasi oleh Hesti tadi. Jika bukan karena Suwandi menghentikannya, dia pasti akan membuat semua penduduk desa mendengar apa yang ingin dikatakannya.

“Dia benar-benar digigit ular?” Hesti menatap Fabian dengan ragu. Sabrina tidak mengatakan tentang hal ini.

“Bibi Hesti, kamu akan tahu begitu pulang dan melihatnya. Sabrina digigit di pahanya,” jawab Fabian sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri.

“Emm.” Hesti mengangguk, lalu berjalan keluar. Namun, baru saja dia berjalan beberapa langkah, dia berseru lagi, “Fabian, kalau kamu sudah menodai Sabrina, sebaiknya kamu cari cara untuk kumpulkan 580 juta secepat mungkin. Kalau nggak, aku pasti akan gantung diri di depan pintu rumah kalian!”

“Kalau nggak terjadi apa-apa .... Kelak, jangan berhubungan terlalu dekat dengan Sabrina lagi. Kamu kira aku nggak tahu keluarga kalian miskin? Haih, Fabian, kamu itu lulusan sarjana. Kenapa hidupmu bahkan lebih buruk dari orang yang cuma lulusan SD?”

Hesti bersikap sangat angkuh, seolah-olah dirinya yang paling hebat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 6

    Setelah Hesti pergi, para penduduk desa yang berkumpul untuk menonton keramaian juga bubar. Namun, mereka masih membicarakan hal mengenai Fabian dan Sabrina.Setelah melihat tampang muram ibunya, Fabian buru-buru mencari alasan untuk keluar.“Bian ....” Lenka mengejar sampai pintu, tetapi sosok Fabian sudah hilang. Dia pun merasa sangat marah.Suwandi berjalan menghampirinya dan berkata dengan santai, “Buat apa kamu berpikir kejauhan. Bian ....”Sebelum Suwandi menyelesaikan kata-katanya, Lenka sudah berseru, “Ada apa ini sebenarnya! Kalau Bian benar-benar bersama Sabrina, dari mana kita bisa kumpulkan 580 juta? Kalau nggak bisa kasih Hesti 580 juta itu, si gila itu akan gantung diri di depan pintu rumah kita! Gimana kita bisa lanjut hidup?”“Kamu itu ayahnya! Memangnya kamu nggak bisa ambil keputusan? Apa gunanya kamu!”“Aku bawa Milo pergi berobat dulu.” Suwandi menaruh Milo ke becaknya, lalu langsung pergi tanpa peduli pada Lenka yang masih gelisah.“Kamu!” Lenka merasa sangat marah

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 7

    Fabian tiba di rumah pada tengah malam dan orang tuanya telah tidur. Setelah mandi, dia pun berbaring di tempat tidur sambil menatap telapak tangannya. Entah sejak kapan, gambar patung monyet itu sudah hilang.Fabian mencoba untuk berlatih Mantra Keabadian dan masih bisa melakukannya. Pewaris kebun spiritual ....‘Apa itu berarti Ayah Angkat pemilik kebun spiritual, makanya aku itu pewarisnya?’ pikir Fabian.Hal ini benar-benar ajaib dan sulit untuk dipercaya. Fabian adalah lulusan universitas terkemuka yang menerima pendidikan tinggi. Jika ada orang yang memberitahunya mengenai hal seperti ini dulu, dia tidak mungkin percaya dan pasti memaki orang itu sudah gila. Pewaris kebun spiritual? Itu hanya mimpi! Namun ....Fabian sangat yakin ini semua bukan mimpi. Pir di kebun pir merupakan buktinya. Selain itu, bagaimana seseorang bisa menjelaskan tentang kakeknya yang sudah pulih total dan sangat sehati sekarang? Perubahan dirinya sendiri juga sudah cukup untuk membuktikannya.Dunia ini p

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 8

    “Dik, 16 ribu per kilo sudah nggak murah, lho!” Pria berjanggut itu melebarkan mata sipitnya, lalu menepuk-nepuk keranjang pirnya sambil berkata, “Aku bahkan cuma jual pirku 14 ribu per kilo, tapi aku mau beli pirmu dengan harga 16 ribu per kilo. Kamu masih keberatan?”Fabian malas meladeninya. Dia hendak menjual pirnya 80 ribu per kilogram, tetapi pria berjanggut itu malah ingin membelinya dengan harga 16 ribu per kilogram. Apa yang dipikirkannya?Namun, pria berjanggut itu masih tidak menyerah. Bagaimanapun juga, ini adalah bisnis yang sangat menguntungkan. Dia sangat yakin pirnya Fabian pasti akan laku keras apabila dijual dengan harga 20 ribu per kilogram.Sekarang masih bukan musim pir. Jadi, pir yang begitu bagus dan terlihat sangat enak itu pasti gampang dijual. Pria berjanggut itu berkata lagi, “Umm .... Tadi, aku yang salah. Aku minta maaf. Maafkan aku, ya? Lihat, aku sudah minta maaf. Sekarang, kamu sudah bisa jual pirmu padaku, ‘kan?”Melihat Fabian yang masih tidak menangga

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 9

    Restoran Imperial terletak di tepi pantai. Uang yang diinvestasi untuk restoran ini sangat besar, sedangkan harga makanannya juga mahal. Orang biasa tidak akan mampu makan di restoran ini.Kiara duduk di kantornya yang luas. Begitu berbalik, dia bisa langsung menikmati laut biru yang indah. Bekerja di kantor seperti ini pasti menyenangkan, baik secara fisik maupun mental. Namun, Kiara tidak berhenti memijat dahinya. Ekspresinya terlihat cemas. Dia sedang menunggu.Akhir-akhir ini, Restoran Imperial sedang mengalami sedikit masalah. Restoran Sun, saingan terbesar mereka itu telah mempekerjakan seorang koki dari restoran tiga bintang Michelin di luar negeri. Hal ini langsung menyebabkan kemerosotan bisnis Restoran Imperial.Sebenarnya, keterampilan memasak koki Restoran Imperial tidak lebih buruk dari Restoran Sun. Leluhur Kiara adalah koki istana, dan keterampilan memasak mereka diwariskan dari generasi ke generasi. Paman keduanya adalah koki terkemuka yang dikenal di seluruh negeri.

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 10

    Guk! Guk!Di gerbang Desa Damai.Seekor anjing berwarna hitam berjalan berjejer seperti sedang berpatroli. Ketika melihat sepeda motor yang melaju mendekat, beberapa ekor anjing pun menggonggong.Ketika menemukan Milo yang berjongkok di pijakan sepeda motor, anjing hitam yang besar itu menggonggong sekali. Dalam sekejap, belasan ekor anjing langsung menerjang ke arah Milo. Sebelum Fabian sempat menghentikan sepeda motor, Milo sudah melompat turun dan menggigit anjing hitam besar itu.Awoo ....Biasanya, anjing hitam besar ini sangat garang dan selalu menindas semua anjing di desa ini. Setiap hari, ia akan membawa sekelompok bawahannya dan berkeliling di desa. Setiap melihatnya, Milo juga langsung bersembunyi. Kali ini, Milo malah langsung menerjang ke arahnya.Mungkin karena aura Milo sudah terpancar, beberapa ekor anjing yang sedang menggonggong pun menghindar. Mereka hanya menggonggong sesekali, lalu berkumpul di samping untuk menonton perkelahian Milo dengan anjing hitam besar itu.

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 11

    Seusai makan malam, Fabian pergi ke kebun di belakang gunung. Dia berjalan ke bawah sebuah pohon pir besar yang terlihat subur dan sudah tumbuh banyak buah. Jika dia mempercepat kematangan buahnya, pir yang bisa dihasilkannya mungkin mencapai sekitar 250 atau 300 kilogram.Fabian berdiri di bawah pohon dan menyesuaikan keadaannya. Sementara itu, Milo tidak berhenti berlarian dan terlihat sangat energik. Namun, Fabian tidak peduli padanya. Dia memejamkan mata, lalu kedua tangannya yang terkulai mulai bergerak membentuk gerakan aneh.“Teknik Hujan Spiritual!” gumam Fabian.Fabian adalah pewaris kebun spiritual, juga sudah mendapatkan informasi dalam jumlah besar. Teknik utamanya adalah Mantra Keabadian, tetapi Teknik Hujan Spiritual juga merupakan salah satunya. Teknik Hujan Spiritual memiliki manfaat yang lebih bagus dalam mempercepat pertumbuhan tanaman daripada berlatih Mantra Keabadian di bawah pohon.Setelah melakukan gerakan dan membaca mantranya, energi spiritual di sekitar pun be

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 12

    “Kamu jelas-jelas ada di halaman belakang. Kenapa malah bilang nggak ada di sana? Lagi ngapain kamu?”Suara Hesti terdengar makin dekat. Cahaya senter yang memancar ke arahnya membuat Sabrina tidak dapat membuka matanya. Dia langsung berteriak, “Ng ... nggak ngapa-ngapain. Bian nggak ada di sini.”“Bian? Fabian?”Hesti berlari sambil memegang senter. “Kamu dan Fabian diam-diam ketemu di halaman belakang? Tunggu saja! Aku pasti akan memukulmu! Dasar gadis nggak tahu malu!”“Mana orangnya? Fabian, keluar!” Hesti mencari ke mana-mana dengan senter.Sabrina terlihat putus asa. Anehnya, Fabian jelas-jelas ada di depannya. Bagaimana mungkin ibunya tidak melihat Fabian? Eh? Di mana Fabian?Sabrina juga tidak melihat Fabian. Kemudian, raut wajahnya terlihat sedikit lebih baik.Hesti mengalihkan kembali cahaya senter ke wajah Sabrina. Sabrina pun menutup matanya dengan satu tangan dan bertanya dengan suara manja, “Ibu, ngapain kamu?”“Tadi, Fabian datang kemari?” Hesti berbicara sambil berjongk

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 13

    “Sudah hilang lagi?”Fabian menggeleng. Dia tidak tahu apakah itu hanya ilusinya atau sesuatu yang sedang mengamatinya itu telah pergi. Intinya, dia sudah tidak dapat merasakannya.“Beraninya kamu curi buah pirku. Waktu kamu kembali malam ini, aku pasti akan menangkapmu! Aku mau tahu kamu itu apa!”Fabian mulai memetik pir dan memindahkannya ke mobil. Setelah bekerja cukup lama, dia baru selesai memindahkan semua pir ke mobil setelah matahari bersinar terik.Mobil van itu melaju melewati desa. Dari kejauhan, Fabian melihat Hesti sedang berseru di depan rumahnya sambil berkacak pinggang. Dia juga melihat Raihan dan anjingnya. Raihan membuat gerakan menghitung uang ke arah Fabian. Dia bahkan berdiri di tengah jalan, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu kepada Fabian. Namun, Fabian tidak berniat untuk menghentikan mobilnya. Dia malah menginjak pedal gas untuk meningkatkan kecepatan lajunya.Brum!“Fabian, sialan kamu!” Raihan bereaksi sangat cepat. Dia melompat ke pinggir jalan, merapika

Bab terbaru

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 50

    "Pak ... Raka ...," panggil Mila. Raka jarang datang ke showroom. Mila yang baru bekerja 1 bulan hanya pernah melihat Raka sekali, tetapi Mila bisa mengenali Raka. Tubuh Mila gemetaran saat dipanggil Raka."Jangan takut, sini," bujuk Raka. Dia membawa Mila masuk ke showroom. Leo merasa ada yang tidak beres.Ternyata Raka memerintah manajer, "Urus prosedur masuk kerja untuk dia."Manajer langsung menyahut tanpa ragu, "Oke, Pak Raka."Raka melirik Leo sekilas, lalu berucap, "Mengenai dia, kamu urus saja sendiri.""Aku paham," sahut manajer seraya mengangguk. Kemudian, dia menggeleng kepada Leo.Leo tampak terkejut. Dia hendak bicara, tetapi dia mengurungkan niatnya begitu melihat manajer mengernyit.Raka berkata kepada Mila sambil tersenyum, "Ayo, selesaikan penjualanmu.""Aku ...," ujar Mila. Dia menangis lagi.Manajer tertawa, lalu mengomentari, "Dasar cengeng."Raka tidak menanggapi ucapan manajer lagi. Dia menarik Priska, lalu menanyakan beberapa hal. Setelah tahu ayahnya makan jagun

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 49

    Leo mengerjap. Dia memandangi Fabian dengan ekspresi bingung, lalu melihat Priska. Sementara itu, Priska mendengus dan memalingkan wajahnya.Leo kebingungan, dia merasa sepertinya dirinya menyinggung klien. Leo mengulangi ucapannya lagi, "Pak, tolong tunjukkan KTP dan SIM-mu. Aku ...."Fabian mengernyit, sedangkan Priska menyela ucapan Leo dengan ekspresi gusar, "Kamu berisik sekali."Ekspresi Leo berubah drastis. Apa yang terjadi? Priska mencebik. Dia menarik Fabian ke meja lain sembari berujar, "Bian, kita duduk di sana saja."Leo merasa canggung. Jika dia mengikuti mereka, kemungkinan klien akan pindah ke tempat lain. Jika tidak mengikuti mereka, takutnya dia akan kehilangan penjualan mobil Ford Raptor.Saat Leo sedang ragu-ragu untuk mengikuti Fabian dan Priska, terdengar suara tangisan. Mila yang membawa barangnya berjalan sambil menunduk dan menangis. Dia dipecat.Manajer juga berjalan keluar. Dia tidak memedulikan Mila yang menangis. Manajer melihat ke arah Fabian, apa yang terj

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 48

    Mila baru tamat kuliah. Dia bekerja di showroom ini selama 1 bulan. Sebagai karyawan magang, staf penjualan lain tidak memberi Mila kesempatan untuk melayani klien. Hari ini, akhirnya Mila mendapatkan kesempatan bagus dan klien langsung mengatakan ingin membeli mobil.Mila hendak menyiapkan dokumen, tetapi rekan kerjanya malah berniat mengusirnya. Mila adalah karyawan baru, jadi dia tidak berani menentang. Mila hanya bisa diam-diam menyeka air matanya sambil membantu rekan kerjanya memfotokopi dokumen.Leo yang sudah mengambil dokumen menghampiri Fabian, lalu duduk di samping dan berbicara sembari tersenyum, "Halo, ini dokumennya. Coba kalian lihat dulu, nanti aku jelaskan pada kalian."Fabian tertegun sejenak, kenapa orang yang melayaninya tiba-tiba diganti? Leo melihat hanya ada 1 gelas air di atas meja. Dia melihat Mila yang lewat dan membentak seraya mengernyit, "Kamu bisa kerja, nggak?""Ha?" sahut Mila. Langkahnya terhenti. Dia tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya."Sekaran

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 47

    Donny berucap, "Begini saja, Hugo dari Restoran Imperial itu teman sekolahku. Nanti aku akan meluangkan waktu untuk mencari Hugo biar mereka membagi jagung itu kepada kita."Donny menambahkan, "Nggak, nanti aku langsung telepon Hugo saja."Raka menimpali, "Oke, Kakak Ipar. Kamu telepon saja. Aku mau sekalian lihat kondisi showroom setelah datang ke sini. Satu bulan belakangan ini penjualan menurun drastis. Aku nggak tahu apa yang mereka lakukan!"Kemudian, Raka naik ke mobil. Donny berpikir sejenak, lalu menelepon istrinya. Sesudah itu, Donny menelepon Hugo. Namun, panggilan teleponnya tidak terhubung.Di showroom mobil Ford. Priska bertanya kepada Fabian, "Bian, apa kita nggak perlu kabari Kak Wenda? Showroom ini milik paman kedua Kak Wenda.""Nggak usah. Kita lihat-lihat sendiri saja," sahut Fabian. Mereka berdua pun berjalan masuk ke showroom.Seorang staf penjualan pria tidak melihat mobil yang dikendarai Priska. Dia hanya melihat sekilas pakaian Fabian, lalu berujar kepada seorang

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 46

    Sebuah mobil Chevrolet Camaro merah berhenti di tepi jalan. Jendela mobil dibuka, Priska melepaskan kacamata hitamnya. Dia sangat cantik. Priska bertanya, "Bian, kenapa kamu baru datang?"Fabian baru turun dari bus. Orang di bus memandangi Priska. Seseorang berujar, "Wah, wanita ini cantik sekali. Nak, dia pacarmu, ya?"Fabian hanya tersenyum dan tidak menanggapi ucapan orang itu. Dia naik ke mobil Priska. Ekspresi Priska terlihat canggung. Bahkan, suaranya sangat kecil saat berkata pada Fabian, "Pakai sabuk pengaman."Fabian melihat Priska dengan ekspresi bingung. Bukannya tadi Priska mengeluh? Kenapa sekarang sikapnya berubah?Priska tersenyum sambil memakai kacamata hitamnya dan menjalankan mobil. Fabian sangat rileks. Mobil Chevrolet Camaro ini jauh lebih nyaman dari bus. Fabian berkomentar, "Wah, mobil bagus memang nyaman."Priska berucap, "Aku bilang mau jemput kamu, tapi kamu nggak mau. Tadi kamu bilang ada masalah waktu kirim pesan kepadaku. Apa yang terjadi?"Fabian menceritak

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 45

    Melihat itu, pria berkacamata itu langsung mendorong orang-orang di sekitarnya dan berusaha merampas uang dari tangan Lais.Pria paruh baya yang baru saja selamat pun mendengus dingin."Hmph, kamu pikir cuma kamu yang bisa mendengus? Kamu ...." Tiba-tiba, pria berkacamata itu terbelalak.Dia menatap pria paruh baya yang masih duduk di tanah. Wajah itu terlihat sangat familier! Dia segera melepaskan kacamatanya, mengucek matanya, lalu memakainya kembali.Saat melihat lagi, wajahnya langsung berubah pucat pasi. "Pak ... Pak Donny ...?"Sikap garangnya itu langsung menghilang, digantikan dengan senyuman penuh kepanikan. Akan tetapi, senyuman itu lebih terlihat lebih buruk daripada tangisan."Kamu menyuruh orang-orang jangan menyelamatkanku?" Suara pria paruh baya itu terdengar dingin."Pak, a ... aku nggak tahu kalau itu kamu! Toko kita mengadakan rapat, makanya aku buru-buru ke sana. Kalau aku tahu itu kamu, aku pasti sudah jadi orang pertama yang turun menolongmu, meskipun harus mati!"

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 44

    Suasana menjadi hening. Dedaunan yang tertiup angin terdengar begitu jelas di telinga. Beberapa orang masih pucat pasi karena ketakutan.Suara gemuruh mobil yang jatuh ke jurang tadi masih terngiang di benak mereka. Jurang sedalam itu, jika seseorang jatuh ke dalamnya .... Tidak ada yang berani membayangkan lebih jauh.Tiba-tiba! Sebuah tangan muncul di pinggir tebing!"Dik?" Seseorang berteriak kaget.Mereka baru teringat bahwa tadi Fabian sudah mengikatkan tali ke tubuh sopir yang pingsan dan talinya tidak putus. Seketika, orang-orang mulai tersenyum lega.Kemudian, kepala Fabian muncul dari tepi tebing. Dia memegang erat pinggiran tebing dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memeluk sopir yang pingsan."Anak ini kuat sekali!" puji seseorang."Tolong tarik kami!" Fabian menggertakkan giginya."Benar, benar! Ayo, bantu angkat mereka!"Lais langsung berteriak, "Cepat bantu! Ayo, semua!"Tak butuh waktu lama, dengan bantuan banyak orang, Fabian dan sopir yang pingsan berhas

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 43

    "Hm." Fabian tidak bertindak sembarangan lagi. Dia menoleh ke sekitar, mencari solusi.Whoosh .... Angin bertiup kencang. Kreek ... kreek ....Mobil itu kembali bergoyang. Suara gesekan besi terdengar menusuk telinga, membuat bulu kuduk meremang. Bagian depan mobil semakin condong ke bawah!"To ... tolong selamatkan aku ...!" Pria paruh baya di dalam mobil semakin panik. Keringat sampai mengucur deras dari dahinya. Wajahnya pucat pasi.Ciittt! Tiba-tiba, bus kecil yang sudah melaju puluhan meter berhenti."Kenapa berhenti lagi? Lais, kamu cari masalah denganku ya?" Pria berkacamata itu berteriak histeris.Namun, sopir bus tidak lagi peduli padanya. Lais bergegas turun diikuti beberapa penumpang."Ada rantai besi?" tanya Fabian.Lais menggeleng."Kalau tali?""Ada!" Lais segera berlari ke sisi lain bus."Mau ikut campur ya? Aku mau lihat gimana kalian membuat mobil itu jatuh ke jurang!" Pria berkacamata itu menyilangkan tangan di depan dada, wajahnya penuh kekesalan."Kamu ini kenapa si

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 42

    Malam itu, Fabian menggunakan Teknik Hujan Spiritual untuk menyiram tiga pohon pir di kebun. Air hujan yang terkumpul dalam ember lantas digunakan untuk menyiram ladang jagung.Keesokan paginya, orang tuanya berangkat lebih awal dengan mobil, membawa buah pir dan jagung ke Restoran Imperial.Sementara itu, Fabian baru keluar rumah sekitar pukul 9 pagi. Dia berjalan lima kilometer sebelum akhirnya menaiki bus kecil menuju kota.Bus kecil itu melaju di jalan pegunungan yang berkelok-kelok, membuat penumpang terguncang hebat. Beberapa bagian jalan sangat berbahaya. Sedikit saja kesalahan, bus akan tergelincir ke jurang. Namun, penumpang sudah terbiasa. Ada yang mengantuk, ada yang asyik mengobrol.Tiba-tiba ... ciiittt! Sopir menginjak rem mendadak. Para penumpang langsung berteriak kaget. Ada yang terbentur dan marah-marah kepada sopir."Kalian lihat itu! Ada mobil hampir jatuh ke jurang!"Seketika, suasana di dalam bus menjadi hening.Di depan, sebuah mobil off-road hitam besar menabrak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status