Share

Bab 12

Author: Suwandi
“Kamu jelas-jelas ada di halaman belakang. Kenapa malah bilang nggak ada di sana? Lagi ngapain kamu?”

Suara Hesti terdengar makin dekat. Cahaya senter yang memancar ke arahnya membuat Sabrina tidak dapat membuka matanya. Dia langsung berteriak, “Ng ... nggak ngapa-ngapain. Bian nggak ada di sini.”

“Bian? Fabian?”

Hesti berlari sambil memegang senter. “Kamu dan Fabian diam-diam ketemu di halaman belakang? Tunggu saja! Aku pasti akan memukulmu! Dasar gadis nggak tahu malu!”

“Mana orangnya? Fabian, keluar!” Hesti mencari ke mana-mana dengan senter.

Sabrina terlihat putus asa. Anehnya, Fabian jelas-jelas ada di depannya. Bagaimana mungkin ibunya tidak melihat Fabian? Eh? Di mana Fabian?

Sabrina juga tidak melihat Fabian. Kemudian, raut wajahnya terlihat sedikit lebih baik.

Hesti mengalihkan kembali cahaya senter ke wajah Sabrina. Sabrina pun menutup matanya dengan satu tangan dan bertanya dengan suara manja, “Ibu, ngapain kamu?”

“Tadi, Fabian datang kemari?” Hesti berbicara sambil berjongkok. Ketika melihat sebelah kaki Sabrina yang putih dan mulus terpampang di hadapannya, dia pun membelalak dan berkata, “Cepat jawab!”

“Ma ... mana ada.” Sabrina tidak pandai berbohong. Matanya tidak berhenti melirik ke tempat lain dan dia juga menundukkan kepalanya.

“Dasar anak sialan!”

Hesti mencubit betis Sabrina dan menyebabkan Sabrina menjerit kesakitan.

“Dengar baik-baik. Kalau sampai aku menangkapmu dan Fabian diam-diam ketemu di malam hari, aku akan menguliti kalian berdua!”

Kemudian, Hesti berkata ke arah lain, “Jangan macam-macam kamu kalau nggak punya 580 juta! Kalau mau incar Sabrina, kamu juga perlu ada modal. Memangnya kamu sanggup keluarkan uang sebanyak itu?”

Setelah melontarkan ucapan itu, Hesti berdiri dan berkata, “Cepat pergi tidur!”

Melihat ibunya sudah pergi, Sabrina menghela napas panjang. Kemudian, ekspresinya berubah muram.

“Kak Sabrina, aku pulang dulu. Aku akan kembali lagi lain hari.”

Suara Fabian itu sangat mengejutkan Sabrina hingga membuat bibirnya gemetar. “Ka ... kamu .... Tadi ....”

Fabian tersenyum dan menunjuk ke pohon dedalu yang baru saja dipanjatnya.

“Masih ada sedikit bisa ular yang tersisa. Meski nggak serius, bisa ular itu harus dikeluarkan sampai tuntas. Kita lanjutkan lagi lain kali.” Fabian berkata, “Aku pergi dulu. Kalau Bibi Hesti muncul lagi, aku nggak jamin bisa panjat pohon secepat tadi.”

Setelah memikirkan kejadian tadi, Fabian benar-benar takut. Jika dia bergerak sedikit lebih lambat, cahaya senter Hesti pasti sudah jatuh ke arahnya. Namun, kecepatan itu ... ckck.

Fabian sudah sepenuhnya menyadari seberapa perubahan dalam dirinya setelah pertemuan mistis itu.

“Masih harus lanjut?”

Sabrina menunduk dengan malu. Baru saja dia hendak mengatakan sesuatu, sudah terdengar suara Fabian melompat keluar dari dinding halaman. Dia pun memasang tampang cemberut. Ketika mengingat kembali apa yang baru saja terjadi, dia menepuk-nepuk dadanya dan menghela napas panjang.

Kemudian, Sabrina bangkit dan berjalan masuk ke rumah. Seulas senyum perlahan-lahan muncul di sudut mulutnya. Dia lumayan menantikan pertemuan mereka yang selanjutnya, juga merasa hal ini sangat mendebarkan.

Fabian berjalan di jalan tanah desa. Tak jauh dari sana, anjing Raihan menggonggong, sedangkan Raihan sedang bersandar di pohon sambil mengisap rokok. Ketika Fabian datang, dia tersenyum dan berkata, “Yang barusan manjat pohon itu kamu?”

Tanpa menunggu Fabian menjawab, Raihan melanjutkan, “Dari kejauhan, aku lihat ada seorang pria yang berjongkok di pohon halaman belakang rumah Hesti. Kupikir itu pencuri, makanya aku keluar untuk memeriksanya. Ternyata, malah kamu yang berjalan keluar dari sana. Ngapain kamu? Ketemu diam-diam sama Sabrina?”

“Fabian, Fabian, bernyali juga kamu! Bisa-bisanya kamu ketemu diam-diam sama Sabrina di bawah pengawasan Hesti. Hehe.”

Fabian malas meladeni Raihan dan hendak pergi. Akan tetapi, Raihan malah mengadang di depannya.

“Mau apa kamu?” tanya Fabian.

Raihan membuat gerakan menghitung uang. “Aku minta uang untuk tutup mulut. Jangan bilang kamu nggak punya uang. Hampir setengah penduduk desa tahu kamu pergi ke kota dan menghasilkan 10 juta hari ini. Aku nggak minta banyak kok, cuma dua juta. Aku janji nggak akan kasih tahu siapa pun. Kalau kamu menolak .... Hehe.”

“Apa?” tanya Fabian.

“Begitu matahari terbit, aku jamin semua orang di desa, dari yang kecil sampai yang tua akan mengetahuinya.”

Raihan berkata, “Kamu tahu sendiri sifat Hesti. Kalau terjadi sesuatu antara kamu dan Sabrina sebelum kamu kasih dia mahar 580 juta, kamu kira kamu akan baik-baik saja? Sebelumnya, Hesti sudah bilang dia akan gantung diri di depan rumahmu. Jangan kira dia cuma bercanda. Dia benar-benar bisa melakukannya. Cepat serahkan uangnya.”

“Minggir!” Fabian mendorong Raihan.

"Anak itu benar-benar nggak pengertian, juga nggak sopan.” Raihan menyentuh rambutnya yang dibelah tengah, lalu berjalan menuju rumah Hesti.

“Bibi Hesti, aku Raihan. Bukalah pintunya. Ada yang mau kukatakan padamu.”

Raihan berdiri di samping pintu dan menunggu. Setelah beberapa saat, Hesti keluar dan bertanya, “Sudah malam, ada apa?”

“Aku baru lihat Fabian manjat pohon di halaman belakang rumahmu.”

Raihan menyipitkan matanya.

“Pergi sana!” Hesti meninju Raihan.

“Aku nggak bohong. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.” Raihan berkata, “Sabrina-mu mungkin sudah ditipu sama Fabian. Fabian sudah tinggal lama di kota dan pasti menguasai segala macam tipu daya. Sabrina masih polos dan baik hati. Mana mungkin dia nggak terbuai omongan manis Fabian? Duh, Hesti, kenapa kamu memukulku? Aduh ....”

Hesti melepas sepatunya dan langsung memukul kepala Raihan sambil berteriak, “Kalau kamu lanjut asal bicara, aku akan habisi kamu.”

Raihan yang wajahnya dikotori debu pun menghindar dan meludah.

“Jangan abaikan kata-kataku. Sabrina dan Fabian mungkin akan tidur bersama suatu hari nanti. Kalau nasi sudah jadi bubur, kamu kira kamu masih bisa dapatkan 580 juta itu? Nggak mungkin!”

“Aduh! Hesti! Beraninya kamu melempariku dengan batu! Kamu kira aku begitu gampang ditindas .... Aw! Hesti, ka ... kamu! Sialan! Awasi ayam dan bebekmu dengan baik! Kamu nggak pernah tahu kapan mereka akan hilang ....”

Bahkan setelah mengusir Raihan, amarah Hesti masih belum hilang.

“Anak sialan, ternyata kamu sembunyi di pohon! Mau melawanku? Lihat saja gimana akhirmu nanti!”

Setelah pulang ke rumah dan mandi, Fabian duduk bersila di tempat tidur. Tepat ketika dia hendak mulai berkultivasi, dia melihat kotak berisi ginseng liar yang terletak di atas meja.

Aneh sekali. Fabian telah tinggal di Kota Dohar selama bertahun-tahun. Biasanya, begitu ginseng liar seperti ini muncul, akan ada banyak orang yang berebut untuk membelinya. Dia telah memosting foto ginseng liar ini di akun media sosialnya selama dua hari, tetapi masih tidak ada yang bertanya tentang harganya.

Fabian memeriksa lagi akun media sosialnya dan menemukan bahwa sebagian besar komentarnya berisi lelucon dari teman sekelas dan rekan kerjanya. Hari ini, Yenny dan Yunita juga meninggalkan komentar bahwa dia hanyalah pembohong. Tidak ada seorang pun yang bertanya tentang harga ginseng liar itu.

Namun, Fabian tidak terburu-buru. Barang bagus tidak akan sulit untuk dijual. Lagi pula, ada pir yang bisa dijualnya saat ini. Jadi, dia akan menunggu sampai semua pir terjual sebelum mencari pembeli ginseng liar ini.

Selain itu, Fabian juga punya ide lain. Berhubung Teknik Hujan Spiritual dapat membuat buah lebih cepat matang dan rasanya juga menjadi lebih enak, apakah itu berarti teknik ini juga dapat digunakan pada bahan obat berkualitas tinggi?

Setelahnya, Fabian mengesampingkan pikirannya itu dan mulai berkultivasi.

Sebelum fajar menyingsing, Fabian pergi ke rumah pamannya untuk meminjam mobil van tuanya. Sebelum pergi, dia berkata, “Paman, aku akan isikan bensinnya nanti.”

“Ngapain kamu isikan bensinnya? Kalau mau pakai mobil, pakai saja. Lagian, mobil juga akan berkarat kalau nggak dipakai.” Suhendra berpesan, “Hati-hati di jalan.”

Fabian memarkir mobil van di kaki gunung belakang dan berjalan ke atas gunung. Ketika sampai di depan pohon pir, Fabian mengerutkan kening. Ada yang aneh.

Pohon pir itu memang masih dipenuhi dengan buah, tetapi jumlahnya sudah berkurang. Selain itu, ada juga inti buah pir di tanah. Fabian berjongkok dan memperhatikan inti buah pir itu dengan saksama. Namuni, dia tidak dapat menebak apa yang mencuri makan pirnya.

Fabian melirik ke samping, tetapi tidak melihat inti buah pir. Setelah mengamati dengan lebih saksama, dia juga melihat tanda-tanda perkelahian. Ada juga sedikit darah yang menodai rumput.

Tiba-tiba, Fabian menatap ke suatu arah dan samar-samar merasa ada sesuatu yang sedang mengamatinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 13

    “Sudah hilang lagi?”Fabian menggeleng. Dia tidak tahu apakah itu hanya ilusinya atau sesuatu yang sedang mengamatinya itu telah pergi. Intinya, dia sudah tidak dapat merasakannya.“Beraninya kamu curi buah pirku. Waktu kamu kembali malam ini, aku pasti akan menangkapmu! Aku mau tahu kamu itu apa!”Fabian mulai memetik pir dan memindahkannya ke mobil. Setelah bekerja cukup lama, dia baru selesai memindahkan semua pir ke mobil setelah matahari bersinar terik.Mobil van itu melaju melewati desa. Dari kejauhan, Fabian melihat Hesti sedang berseru di depan rumahnya sambil berkacak pinggang. Dia juga melihat Raihan dan anjingnya. Raihan membuat gerakan menghitung uang ke arah Fabian. Dia bahkan berdiri di tengah jalan, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu kepada Fabian. Namun, Fabian tidak berniat untuk menghentikan mobilnya. Dia malah menginjak pedal gas untuk meningkatkan kecepatan lajunya.Brum!“Fabian, sialan kamu!” Raihan bereaksi sangat cepat. Dia melompat ke pinggir jalan, merapika

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 14

    Adam dan yang lainnya turun dari mobil. Dia menunjuk ke papan iklan besar Restoran Imperial dan berkata, "Lihat, ini hasil dari Media Kloud kita.""Kemarin kita menerima iklan dari Restoran Imperial. Kita sampai lembur untuk menyelesaikannya. Begitu papan iklan ini dipasang, bisnis Restoran Imperial pasti akan semakin bagus!""Tentu saja." Seseorang di sampingnya menimpali, "Baik dari segi efisiensi maupun kualitas, Media Kloud sudah pasti yang terbaik di Kota Dohar.""Yang dibilang Logan benar sekali. Kita didukung oleh 500 perusahaan terbesar, mana mungkin bisa dibandingkan dengan perusahaan media kecil-kecilan?"Adam meneruskan, "Semua harus mengikuti aturan. Perusahaan besar punya aturan perusahaan besar, sementara perusahaan kecil yang aturannya terlalu longgar nggak akan pernah berkembang menjadi besar."Kemudian, dia tersenyum dan berkata lagi, "Barusan kalian juga melihatnya, Fabian datang ke Restoran Imperial untuk antar barang, tapi dia langsung masuk lewat pintu utama. Apa-a

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 15

    Adam menepuk-nepuk mobil van dengan keras. Namun, tiba-tiba ekspresi marah di wajahnya lenyap, digantikan dengan senyuman lebar seperti bunga yang mekar."Bu Kiara! Bu Kiara, halo! Aku Adam dari Media Kloud."Adam langsung berjalan ke arah Kiara. Sikapnya dipenuhi antusiasme, bahkan tubuhnya sedikit membungkuk."Bu Kiara, apa kamu puas dengan pekerjaan Media Kloud?""Bu Kiara, kalau ada masukan, jangan ragu untuk menyampaikan. Kami pasti akan memenuhinya.""Bu Kiara, semalam dua petinggi kantor kami datang mencicipi pir dari restoranmu. Rasanya luar biasa! Jadi, hari ini aku membawa rekan-rekanku untuk mencicipinya juga. Bagaimana menurutmu ...."Adam melirik Kiara, lalu menoleh ke rekan-rekannya seakan-akan menyuruh mereka mempelajari caranya berbicara.Namun, Kiara sama sekali tidak memberi perhatian lebih kepada Adam. Dia hanya mengangguk dengan sopan."Bu Kiara, aku tahu kamu sibuk. Nanti aku akan menyempatkan waktu datang ke kantormu untuk membahas penyempurnaan iklan ini."Ekspre

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 16

    "Dari segi harga memang lebih tinggi dari harga pasar, bahkan di beberapa tempat bisa sepuluh kali lipat lebih mahal. Tapi, menurutku pir milikmu memang pantas dihargai setinggi itu."Fabian membalas, "Sepertinya restoranmu sudah merasakannya sendiri kemarin. Ya, 'kan?"Fabian tersenyum tenang. Kiara yang menuangkan teh pun tertegun sejenak, lalu tersenyum."Kamu salah paham. Aku memang mengatakan ingin membahas harga, tapi aku bukan ingin menurunkannya.""Kamu benar. Kemarin kami meluncurkan beberapa menu baru dan semuanya laris manis. Pelanggan yang mencicipinya sangat menyukainya dan ingin kembali lagi.""Sementara yang belum sempat mencoba, hari ini kebanyakan sudah melakukan reservasi. Setelah iklan dipasang, semakin banyak orang yang penasaran dan tertarik untuk datang.""Aku dan pamanku sudah mendiskusikan ini. Harga 40 ribu per setengah kilo terlalu rendah. Aku ingin menawarkan harga yang lebih tinggi."Kiara menjulurkan dua jarinya dan meneruskan, "Aku akan menggandakannya unt

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 17

    Tentunya, jika mereka bisa menemukan bahan lain sebagai pengganti sebelum semua pir habis dikonsumsi, itu akan lebih baik. Sayangnya, mencari bahan berkualitas baik bukan hal yang mudah.Kiara menghela napas pelan. Dia tidak mau memikirkan hal itu lagi. Yang terpenting sekarang adalah melewati krisis ini."Jadi, Pak Fabian, kamu setuju hanya memasok ke Restoran Imperial?" Kiara mendongak sambil tersenyum cerah."Bu Kiara, jangan panggil aku dengan begitu formal. Panggil saja aku Fabian."Mendengar itu, Kiara merasa senang. Kemudian, dia berkata, "Kalau begitu, kamu juga jangan panggil aku Bu Kiara. Rasanya asing sekali. Panggil aku Kiara saja."Setelah itu, mereka menandatangani kontrak dan Kiara langsung memberi uang muka sebesar 200 juta.Dari pihak dapur, mereka juga sudah menghitung total berat pir yang dikirim hari ini. Totalnya 245 kilogram. Sesuai dengan harga yang disepakati dalam kontrak, Kiara membulatkannya menjadi 40 juta.Saldo di rekening Fabian seketika bertambah 240 jut

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 18

    "Fabian, maaf sekali ya." Dengan dipandu oleh seorang pelayan, Kiara dan Fabian duduk di dekat jendela.Saat ini jam makan siang, jadi restoran penuh dengan pelanggan. Bahkan, meja ini pun baru saja dikosongkan dan dibersihkan setelah tamu sebelumnya pergi.Dari tempat duduknya, Fabian bisa melihat ke bawah. Di area tunggu, banyak orang memegang nomor antrean sambil menunggu giliran.Hanya dalam beberapa jam, uang yang didapatkan restoran ini pasti sangat banyak. Tentu saja, konsumsi bahan makanannya pasti lebih mengerikan."Tempat ini sudah cukup bagus." Fabian tidak terlalu mempermasalahkan hal ini. Saat masih bekerja dulu, dia sering makan di restoran cepat saji, yang tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan tempat ini.Selain itu, dari jendela dia bisa melihat luasnya laut yang membentang. Pemandangannya benar-benar indah."Begini saja, tolong beri tahu manajer untuk membuatkan satu kartu berlian dan berikan kepada Pak Fabian sebagai hadiah." Kiara memberi instruksi kepada pelayan

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 19

    Jantung Adam berdebar kencang. "Eee ... Bu Kiara ...."Kiara mengangkat tangannya lagi dan berkata dengan nada dingin, "Sudah, cukup. Aku nggak suka diganggu kalau lagi makan."Adam pun kembali ke tempat duduknya dengan wajah suram, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Rekan-rekannya di sebelahnya ingin bertanya, tetapi tidak berani."Kita pulang," kata Adam dengan suara rendah."Oh." Keempat temannya berdiri."Mau ke mana?" Adam melirik mereka dengan marah. "Kalian pergi begitu saja? Siapa yang bayar? Kita patungan!"Hah? Bukankah tadi Adam bilang mau mentraktir mereka? Kenapa tiba-tiba jadi patungan?Namun, melihat wajah Adam yang suram, keempat orang itu memilih diam dan tidak membantah."Kiara ...." Fabian menatap Kiara.Kiara tersenyum tipis. "Aku melihat dan mendengar beberapa hal sebelumnya. Sepertinya sampai sekarang kamu belum tahu alasan sebenarnya kenapa kamu dipecat dari Media Kloud. Aku rasa sebentar lagi kebenarannya akan terungkap. Kalau sudah, aku akan meneleponmu."Fabi

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 20

    Kiara kembali ke kantornya. Dia bersandar di kursinya sambil melihat kendaraan yang berlalu-lalang dari luar jendela. Senyuman puas muncul di wajahnya.Ceklek! Pintu terbuka. Kiara tidak perlu melihat untuk tahu siapa yang masuk. Di seluruh restoran ini, siapa lagi yang bisa masuk tanpa mengetuk pintu selain pamannya?Dengan nada tak berdaya, Kiara berucap, "Paman, tolong lain kali ketuk pintu dong."Tak ada respons. Kiara merasa heran, lalu menoleh. Dia melihat Hugo duduk di sofa dengan alis berkerut."Paman, ada apa lagi?" tanya Kiara."Pusing." Hugo memijat pelipisnya.Kiara langsung bangkit dan berjalan ke belakang Hugo untuk memijat pundaknya. Sambil memijat, dia berkata, "Paman pasti capek ya.""Bukan soal capek atau nggak." Hugo menyeringai. "Pelan sedikit. Aku memang ditakdirkan bekerja keras. Aku malah suka kalau banyak hal yang harus diurus.""Restoran mulai menunjukkan peningkatan. Paman memang harus bekerja lebih keras, tapi tetap harus jaga kesehatan." Kiara mengingatkan.

Latest chapter

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 50

    "Pak ... Raka ...," panggil Mila. Raka jarang datang ke showroom. Mila yang baru bekerja 1 bulan hanya pernah melihat Raka sekali, tetapi Mila bisa mengenali Raka. Tubuh Mila gemetaran saat dipanggil Raka."Jangan takut, sini," bujuk Raka. Dia membawa Mila masuk ke showroom. Leo merasa ada yang tidak beres.Ternyata Raka memerintah manajer, "Urus prosedur masuk kerja untuk dia."Manajer langsung menyahut tanpa ragu, "Oke, Pak Raka."Raka melirik Leo sekilas, lalu berucap, "Mengenai dia, kamu urus saja sendiri.""Aku paham," sahut manajer seraya mengangguk. Kemudian, dia menggeleng kepada Leo.Leo tampak terkejut. Dia hendak bicara, tetapi dia mengurungkan niatnya begitu melihat manajer mengernyit.Raka berkata kepada Mila sambil tersenyum, "Ayo, selesaikan penjualanmu.""Aku ...," ujar Mila. Dia menangis lagi.Manajer tertawa, lalu mengomentari, "Dasar cengeng."Raka tidak menanggapi ucapan manajer lagi. Dia menarik Priska, lalu menanyakan beberapa hal. Setelah tahu ayahnya makan jagun

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 49

    Leo mengerjap. Dia memandangi Fabian dengan ekspresi bingung, lalu melihat Priska. Sementara itu, Priska mendengus dan memalingkan wajahnya.Leo kebingungan, dia merasa sepertinya dirinya menyinggung klien. Leo mengulangi ucapannya lagi, "Pak, tolong tunjukkan KTP dan SIM-mu. Aku ...."Fabian mengernyit, sedangkan Priska menyela ucapan Leo dengan ekspresi gusar, "Kamu berisik sekali."Ekspresi Leo berubah drastis. Apa yang terjadi? Priska mencebik. Dia menarik Fabian ke meja lain sembari berujar, "Bian, kita duduk di sana saja."Leo merasa canggung. Jika dia mengikuti mereka, kemungkinan klien akan pindah ke tempat lain. Jika tidak mengikuti mereka, takutnya dia akan kehilangan penjualan mobil Ford Raptor.Saat Leo sedang ragu-ragu untuk mengikuti Fabian dan Priska, terdengar suara tangisan. Mila yang membawa barangnya berjalan sambil menunduk dan menangis. Dia dipecat.Manajer juga berjalan keluar. Dia tidak memedulikan Mila yang menangis. Manajer melihat ke arah Fabian, apa yang terj

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 48

    Mila baru tamat kuliah. Dia bekerja di showroom ini selama 1 bulan. Sebagai karyawan magang, staf penjualan lain tidak memberi Mila kesempatan untuk melayani klien. Hari ini, akhirnya Mila mendapatkan kesempatan bagus dan klien langsung mengatakan ingin membeli mobil.Mila hendak menyiapkan dokumen, tetapi rekan kerjanya malah berniat mengusirnya. Mila adalah karyawan baru, jadi dia tidak berani menentang. Mila hanya bisa diam-diam menyeka air matanya sambil membantu rekan kerjanya memfotokopi dokumen.Leo yang sudah mengambil dokumen menghampiri Fabian, lalu duduk di samping dan berbicara sembari tersenyum, "Halo, ini dokumennya. Coba kalian lihat dulu, nanti aku jelaskan pada kalian."Fabian tertegun sejenak, kenapa orang yang melayaninya tiba-tiba diganti? Leo melihat hanya ada 1 gelas air di atas meja. Dia melihat Mila yang lewat dan membentak seraya mengernyit, "Kamu bisa kerja, nggak?""Ha?" sahut Mila. Langkahnya terhenti. Dia tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya."Sekaran

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 47

    Donny berucap, "Begini saja, Hugo dari Restoran Imperial itu teman sekolahku. Nanti aku akan meluangkan waktu untuk mencari Hugo biar mereka membagi jagung itu kepada kita."Donny menambahkan, "Nggak, nanti aku langsung telepon Hugo saja."Raka menimpali, "Oke, Kakak Ipar. Kamu telepon saja. Aku mau sekalian lihat kondisi showroom setelah datang ke sini. Satu bulan belakangan ini penjualan menurun drastis. Aku nggak tahu apa yang mereka lakukan!"Kemudian, Raka naik ke mobil. Donny berpikir sejenak, lalu menelepon istrinya. Sesudah itu, Donny menelepon Hugo. Namun, panggilan teleponnya tidak terhubung.Di showroom mobil Ford. Priska bertanya kepada Fabian, "Bian, apa kita nggak perlu kabari Kak Wenda? Showroom ini milik paman kedua Kak Wenda.""Nggak usah. Kita lihat-lihat sendiri saja," sahut Fabian. Mereka berdua pun berjalan masuk ke showroom.Seorang staf penjualan pria tidak melihat mobil yang dikendarai Priska. Dia hanya melihat sekilas pakaian Fabian, lalu berujar kepada seorang

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 46

    Sebuah mobil Chevrolet Camaro merah berhenti di tepi jalan. Jendela mobil dibuka, Priska melepaskan kacamata hitamnya. Dia sangat cantik. Priska bertanya, "Bian, kenapa kamu baru datang?"Fabian baru turun dari bus. Orang di bus memandangi Priska. Seseorang berujar, "Wah, wanita ini cantik sekali. Nak, dia pacarmu, ya?"Fabian hanya tersenyum dan tidak menanggapi ucapan orang itu. Dia naik ke mobil Priska. Ekspresi Priska terlihat canggung. Bahkan, suaranya sangat kecil saat berkata pada Fabian, "Pakai sabuk pengaman."Fabian melihat Priska dengan ekspresi bingung. Bukannya tadi Priska mengeluh? Kenapa sekarang sikapnya berubah?Priska tersenyum sambil memakai kacamata hitamnya dan menjalankan mobil. Fabian sangat rileks. Mobil Chevrolet Camaro ini jauh lebih nyaman dari bus. Fabian berkomentar, "Wah, mobil bagus memang nyaman."Priska berucap, "Aku bilang mau jemput kamu, tapi kamu nggak mau. Tadi kamu bilang ada masalah waktu kirim pesan kepadaku. Apa yang terjadi?"Fabian menceritak

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 45

    Melihat itu, pria berkacamata itu langsung mendorong orang-orang di sekitarnya dan berusaha merampas uang dari tangan Lais.Pria paruh baya yang baru saja selamat pun mendengus dingin."Hmph, kamu pikir cuma kamu yang bisa mendengus? Kamu ...." Tiba-tiba, pria berkacamata itu terbelalak.Dia menatap pria paruh baya yang masih duduk di tanah. Wajah itu terlihat sangat familier! Dia segera melepaskan kacamatanya, mengucek matanya, lalu memakainya kembali.Saat melihat lagi, wajahnya langsung berubah pucat pasi. "Pak ... Pak Donny ...?"Sikap garangnya itu langsung menghilang, digantikan dengan senyuman penuh kepanikan. Akan tetapi, senyuman itu lebih terlihat lebih buruk daripada tangisan."Kamu menyuruh orang-orang jangan menyelamatkanku?" Suara pria paruh baya itu terdengar dingin."Pak, a ... aku nggak tahu kalau itu kamu! Toko kita mengadakan rapat, makanya aku buru-buru ke sana. Kalau aku tahu itu kamu, aku pasti sudah jadi orang pertama yang turun menolongmu, meskipun harus mati!"

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 44

    Suasana menjadi hening. Dedaunan yang tertiup angin terdengar begitu jelas di telinga. Beberapa orang masih pucat pasi karena ketakutan.Suara gemuruh mobil yang jatuh ke jurang tadi masih terngiang di benak mereka. Jurang sedalam itu, jika seseorang jatuh ke dalamnya .... Tidak ada yang berani membayangkan lebih jauh.Tiba-tiba! Sebuah tangan muncul di pinggir tebing!"Dik?" Seseorang berteriak kaget.Mereka baru teringat bahwa tadi Fabian sudah mengikatkan tali ke tubuh sopir yang pingsan dan talinya tidak putus. Seketika, orang-orang mulai tersenyum lega.Kemudian, kepala Fabian muncul dari tepi tebing. Dia memegang erat pinggiran tebing dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memeluk sopir yang pingsan."Anak ini kuat sekali!" puji seseorang."Tolong tarik kami!" Fabian menggertakkan giginya."Benar, benar! Ayo, bantu angkat mereka!"Lais langsung berteriak, "Cepat bantu! Ayo, semua!"Tak butuh waktu lama, dengan bantuan banyak orang, Fabian dan sopir yang pingsan berhas

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 43

    "Hm." Fabian tidak bertindak sembarangan lagi. Dia menoleh ke sekitar, mencari solusi.Whoosh .... Angin bertiup kencang. Kreek ... kreek ....Mobil itu kembali bergoyang. Suara gesekan besi terdengar menusuk telinga, membuat bulu kuduk meremang. Bagian depan mobil semakin condong ke bawah!"To ... tolong selamatkan aku ...!" Pria paruh baya di dalam mobil semakin panik. Keringat sampai mengucur deras dari dahinya. Wajahnya pucat pasi.Ciittt! Tiba-tiba, bus kecil yang sudah melaju puluhan meter berhenti."Kenapa berhenti lagi? Lais, kamu cari masalah denganku ya?" Pria berkacamata itu berteriak histeris.Namun, sopir bus tidak lagi peduli padanya. Lais bergegas turun diikuti beberapa penumpang."Ada rantai besi?" tanya Fabian.Lais menggeleng."Kalau tali?""Ada!" Lais segera berlari ke sisi lain bus."Mau ikut campur ya? Aku mau lihat gimana kalian membuat mobil itu jatuh ke jurang!" Pria berkacamata itu menyilangkan tangan di depan dada, wajahnya penuh kekesalan."Kamu ini kenapa si

  • Petani Kaya yang Ajaib   Bab 42

    Malam itu, Fabian menggunakan Teknik Hujan Spiritual untuk menyiram tiga pohon pir di kebun. Air hujan yang terkumpul dalam ember lantas digunakan untuk menyiram ladang jagung.Keesokan paginya, orang tuanya berangkat lebih awal dengan mobil, membawa buah pir dan jagung ke Restoran Imperial.Sementara itu, Fabian baru keluar rumah sekitar pukul 9 pagi. Dia berjalan lima kilometer sebelum akhirnya menaiki bus kecil menuju kota.Bus kecil itu melaju di jalan pegunungan yang berkelok-kelok, membuat penumpang terguncang hebat. Beberapa bagian jalan sangat berbahaya. Sedikit saja kesalahan, bus akan tergelincir ke jurang. Namun, penumpang sudah terbiasa. Ada yang mengantuk, ada yang asyik mengobrol.Tiba-tiba ... ciiittt! Sopir menginjak rem mendadak. Para penumpang langsung berteriak kaget. Ada yang terbentur dan marah-marah kepada sopir."Kalian lihat itu! Ada mobil hampir jatuh ke jurang!"Seketika, suasana di dalam bus menjadi hening.Di depan, sebuah mobil off-road hitam besar menabrak

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status