‘’El, apa menurut kamu aku salah?’’ Sandra memandangi anak kembar yang sedang bermain pasir di pantai itu. Terpaksa menemani Elsa sedang bertugas menjaga si kembar, sementara Alin dan Delia sedang berbelanja.Elsa yang duduk di sampingnya menoleh, ‘’Tentu saja salah. Mendekati pria beristri itu tidak ada benarnya,’’ tegas Elsa.‘’Aku mati-matian mendapatkannya dan sekarang aku telah menikah dengan Gavi, apa aku tidak boleh bahagia berkat usahaku?’’ Sandra membela diri.‘’Boleh saja. Tapi kamu bahagia di atas derita seorang wanita.’’ Elsa melirik Sandra sebelum kembali terfokus pada Raffi dan Rico.Sandra menunduk, merasa malu pada dirinya. Seakan bercermin dengan suara hati sendiri. Padahal selama ini memegang teguh membenarkan diri. Bahwa pernikahannya dan terajutnya cinta adalah buah dari kegigihannya mengejar seorang Gavi Ravindra.Melewati badai salju, angin topan beratapkan halilintar menggelegar. Menjadi selingkuhan, tak diinginkan, dinikahi tapi dicampakkan. Hingga akhirnya, mu
Walau tidak sepi, tetapi suasana hening ini sangat mencekam. Bukan karena adanya sepasang suami istri yang tengah dimabuk asmara. Melainkan karena Dani.Ayah mertua Vania itu sangat tegas namun sangat penyayang. Tapi, wajah Dani kini tidak menunjukkan itu semua. Dani terlihat marah.‘’Sekarang pilih, Vania atau Sandra?’’ Dani berkata tiba-tiba.‘’Maksud, Papa?’’ Gavi langsung menatap Dani padahal sebelumnya menunduk.Sandra di sebelah Gavi, Vania di sebelah Dani. Duduk bersebrangan layaknya dua kubu saling berlawanan.‘’Kamu yang meminta papa bicara begini?’’ tanya Gavi pada Vania.Selama ini Dani tidak pernah ikut campur urusan Gavi, apapun itu bentuknya. Tapi kini? Dani seperti sedang ikut campur. Karena Gavi sangat tahu sesayang apa Dani pada Vania, sehingga Gavi berpikir Vania lah yang meracuni sang ayah untuk menyidaknya.Vania menggeleng dengan mata membola. Kaget karena menjadi tertuduh.‘’Tidak ada sangkut pautnya dengan Vania. Ini murni dari papa.’’ Dani menengahi. Menolong
Baru saja ingin menaiki tangga, tiba-tiba tangan Vania dicekal seseorang. Gavi meletakkan telunjuk di bibir agar Vania tidak bersuara. Sebab, Yura dan Dani masih di ruang tamu namun membelakangi mereka.Mau tak mau Vania menurut. Entah apa yang ingin dibicarakan. Padahal semua sudah jelas. Gavi sudah menerima Sandra dengan lapang dada. Bukan lagi mencoba ikhlas, tapi memang menginginkan wanita itu.‘’Vania?’’ Sandra yang terduduk di ujung ranjang bangkit melihat siapa yang masuk.‘’Sekarang bicara! Mau kamu apa?’’ seru Gavi seraya melepas cekalan tangannya. Berkacak pinggang seperti menantang. Vania hampir saja terjatuh akibat Gavi yang entah disengaja atau tidak seperti menyeretnya.Gavi sudah sangat berbeda di mata Vania.Beruntung Vania bisa menyeimbangkan tubuh, jika tidak, mungkin kini sudah tersungkur di lantai. Akan tetapi tangannya terasa sakit luar biasa. ‘’Bukannya aku sudah menuruti kemauanmu?’’ ‘’Memang. Tapi aku tidak menyangka, dari yang ingin membunuh anak yang dika
‘’Kamu keguguran.’’Deg.Baru saja terbangun dan minum seteguk air putih, Vania mendapati segumpal daging berukuran sekepal tangan telah keluar dari rahimnya.Vania tak kuasa untuk tak menangis.Yura pun segera memeluk Vania. Ikut merasakan penderitaan menantunya itu. Padahal sudah membayangkan akan menimang cucu kedua yang sama lucunya seperti Gia. Tetapi suratan takdir tidak bisa dikalahkan oleh inginnya manusia.Yura buru-buru mengusap air mata yang refleks jatuh. Vania tidak boleh melihatnya ikut bersedih. Tugasnya sekarang ialah menghibur Vania. Setelah kehilangan suami akibat wanita lain, kini Vania harus kehilangan anak yang dikandungnya. Kalau bukan karena mertua yang menyayanginya, mungkin Vania tidak akan bertahan hingga sekarang.‘’Sabar, ya, Nak. Sabar.’’ Yura mengusap punggung Vania dengan perasaan pedih.Tetapi hanya anggukan tanpa suara sebagai balasan. Vania sudah sangat menderita. Terkadang berpikir mengapa cobaan tidak ada habisnya. Apakah Tuhan tidak mengizinkan
‘’Gavi, hentikan!’’ ‘’Kamu menyakitiku, Gavi.’’ Vania menarik tangannya tetapi masih belum terlepas juga.‘’Aku menyakitimu? Apa tidak terbalik?’’ desis Gavi. Tak mengindahkan Vania sama sekali.‘’Sakit,’’ lirih Vania sekali lagi.‘’Gavi berhenti. Vania baru saja keguguran. Dan itu anak kamu, Gavi.’’ Sandra terus mencoba berbagai cara agar Gavi sadar.Selang beberapa detik, kekerasan itu berhenti. Gavi disadarkan dengan kalimat Sandra yang memilukan.Bertahun-tahun menjalani pasang surut rumah tangga, baru kali ini Gavi bersikap kasar. Ternyata adanya Sandra memberikan pengaruh buruk untuk Gavi. Vania jadi penasaran, apa yang membuat Gavi seperti orang yang tidak Vania kenal begini?Padahal anak yang tiada itu adalah anak mereka. Tetapi tidak ada rasa kasihan sedikitpun Gavi pada Vania.Dalam kondisi lemah, Vania malah ditindas.‘’Kalau ini menjadi awal dari kekerasan-kekerasan lain, lebih baik kamu cerai saja aku sekarang!’’ teriak Vania.‘’Kamu berani berkata begitu? Wanita sialan
Suasana lengang.Hanya terdengar isak tangis dan napas memburu.Vania tidak bisa berlama-lama di sana. Kamar yang seharusnya menjadi tempat beristirahat, tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya.Vania memberanikan diri turun dari tempat tidur, akan tetapi…‘’Mau kemana kamu?!’’Teriakan Gavi membuatnya benar-benar kaget setengah mati. Sentakan demi sentakan. Tatapan tak bersahabat. Ucapan yang menyakiti. Untuk apa lagi Vania di sana jika hanya mendengar itu semua?‘’Apa urusanmu?’’ Vania menatap nyalang. Walau disakiti luar dalam tapi keberaniannya tidak padam.‘’Kurang ajar! Kamu berani menantang?’’ Gavi tidak suka cara bicara seperti itu. Dirinya kemudian kembali mendekati Vania dan menarik rambut Vania untuk kedua kali.‘’Aaakkhh!’’ Susah payah melepaskan tangan Gavi yang mencengkram rambutnya erat.‘’Sakit!’’Rintihan Vania tidak membuat Gavi mengasihaninya. Pria itu kini menariknya hingga di ambang pintu. Menyeretnya tanpa hati.‘’Gav, secinta itu kah kamu padaku?’’ Sandra tak
Mengetahui berita menyedihkan hati atas gugurnya calon cucunya membuat Vira terus kepikiran.Apalagi sebelumnya Vania pernah mengalami hal serupa.Tak tunggu siang, Vira segera meninggalkan rumah untuk mendekap putrinya yang membutuhkan perannya sebagai ibu.‘’Vir, kamu kapan sampai?’’ Yura kaget melihat besannya sudah berada di depan rumah di jam tujuh pagi.‘’Baru saja. Sekarang mana, Vania, Yur?’’ Buru-buru Vira menanyakan setelah saling bersalaman juga berpelukan.‘’Ada di atas. Tapi kayaknya masih tidur. Ayo sarapan dulu,’’ ucap Yura sembari menggandeng sang besan.‘’Duh, Yur. Saya tidak bisa tidur waktu di telepon kamu. Makanya saya cepat-cepat datang ketika hari sudah berganti.’’Sebagai orang tua, Yura memahami kekhawatiran beralasan tersebut. Karena itu, Yura tidak lagi menahan Vira yang datang tanpa hiasan sedikitpun.‘’Yaudah, yuk, langsung ke kamarnya saja.’’Setibanya di depan kamar, Vira memutar pelan gagang pintu agar tak menimbulkan bunyi. Membukanya sedikit demi sedik
‘’Vira, tolong jangan bawa Vania. Dia masih belum pulih.’’ Yura menyetarakan langkahnya, akan tetapi Vira terus menyusuri tangga tidak mau mendengar.Yura berharap ada sedikit celah di hati Vira, agar Vania bisa tetap tinggal. Cukup lama bersama seatap dan tahu sebaik apa Vira, rasa sayang Yura semakin besar pada menantunya itu.Dan lagi, Vania masih butuh istirahat. Kondisinya belum sehat betul.‘’Sudah cukup aku mendengar cucuku meninggal. Aku tidak mau anakku yang berharga ini juga menyusul ke surga,’’ jelas Vira.‘’Tolonglah, Vir. Aku mohon. Jangan bawa menantuku pergi,’’ Rasanya begitu menyakitkan Vania dibawa paksa seperti ini. ‘’Mama,’’ Vania tidak tega melihat Yura memohon. Tanpa sadar Vania kembali menangis. Merasakan kasih sayang Yura begitu nyata.‘’Kamu anak mama. Kamu tidak di sini untuk dimadu apalagi disiksa.’’ Vira menghentak tangan Vania agar tidak terfokus pada Yura.Tetapi, mata Vania masih tertuju pada mertuanya yang baik hati dan masih berusaha menahannya.Yura