Dijembatani oleh makan malam menyenangkan, Gavi berpikir bahwa Vania akan luluh dan memperbolehkan dirinya tidur sekamar lagi.Namun harapan itu hanyalah harapan kosong. Sebab, Vania malah mengunci pintu sehingga Gavi kembali ke kamar Sandra.Bersama rasa hampa menggelapi jiwa, Gavi meraih gagang pintu keemasan itu. Memutarnya hingga terbuka. Dalam hati sedikit lega karena setidaknya Sandra tidak menguncinya.Tetapi Gavi langsung dibuat heran, dikarenakan kamar sangatlah gelap tanpa ada cahaya menerangi.‘’Sandra.’’‘’San.’’Gavi membatin. Tidak biasanya Sandra tidak menjawab bila dipanggil. Apalagi dipanggil olehnya yang notabene seorang suami yang Sandra haus kasih sayang akannya.‘’San,’’ panggil Gavi lagi. Crek!Gavi kaget karena lampu yang tiba-tiba menyala.‘’Maaf aku tidak dengar. Sedang di kamar mandi tadi.’’ Sandra berdiri di dekat stop kontak lalu kembali ke tempat tidur.Tanpa menggubris Gavi, tanpa berusaha mendapatkan perhatian pria itu.Mungkin karena pertengkaran tadi
‘’Aku mohon, Gav. Aku mohon padamu,’’ lirih Sandra dengan tangis menyentuh relung hati.‘’Apa kamu tidak memikirkan dirimu dan anak kita?’’Sandra menggeleng lemah.‘’Aku hanya memikirkan dirimu,’’ jawab Sandra cepat. ‘’Aku ingin kamu bahagia. Mungkin jika bukan dengan aku, pastilah dengan Vania,’’ jelas Sandra pasrah. Dirinya sudah tidak memikirkan apapun termasuk bayinya. Hanya Gavi dan Gavi lah yang dirinya pikirkan.Gavi tatap wanita itu lamat-lamat. Menyingkirkan helaian rambut yang menutupi kecantikan Sandra. Sehingga membuat wanita itu terdiam ingin mendengar jawaban Gavi.
Pagi nan cerah, kicauan burung sampai di telinga Sandra. Membangunkannya dari indahnya mimpi. Semalam lebih dari indah untuk dikatakan sebagai bunga tidur.Sandra memijat tengkuk yang terasa pegal.Namun ketika melihat ke samping, Gavi sudah tidak ada ketika dirinya terbangun. Dalam hati merasa sedih karena Gavi meninggalkannya tanpa berusaha membangunkan.Apakah Gavi membohonginya?Kalaupun laki-laki itu pergi bekerja, seharusnya Gavi pamit padanya bila mengingat janji Gavi tadi malam.Tidak akan pilih kasih dan akan bersikap adil.Brak. Pintu terbuka.
‘’Bik Lia, Sandra mana?’’ Sepulangnya Gavi dari rumah sakit, dirinya tidak mendapati Sandra berada di kamar. Mencari ke mana-mana tetapi orang yang dicari tak kunjung ditemukan. Mengira bahwa Sandra mungkin saja ada di dapur. Namun bukannya Sandra, yang didapati Gavi malah Lia. ‘’Kayaknya ada di halaman belakang, Tuan. Mau saya panggilkan?’’ tawar Lia dengan sopan.‘’Tidak usah. Biar saya saja.’’ Benar saja. Gavi mendapati Sandra berada di sana. Duduk sendirian, termenung seperti orang linglung. Namun ternyata lebih dari itu.‘’Sand, kamu menangis? Kenapa? Ada apa?’’ cecar Gavi tidak mau ada air mata lagi. Membuatnya berpikiran yang tidak-tidak bahwa Sandra menangis dikarenakan dirinya.‘’Jangan bilang kamu masih ingin bercerai,’’ tebak Gavi.Sandra menoleh tanpa menghapus air mata yang jatuh. Wanita itu menggeleng. Lalu kembali menunduk.Melihat itu, Gavi berlutut di hadapan Sandra. Masih penasaran penyebab istrinya itu menangis.‘’Katakan, Istriku? Apa ada yang mengganggumu?’’So
‘’Papa kok nggak ngabarin mama, sih, kalau pulang?’’ Yura mencubit pinggang Dani dan menyebabkan mobil kehilangan keseimbangan beberapa detik.‘’Mama! Papa lagi nyetir!’’ seru Dani. Melirik Yura sekilas.‘’Iya, Oma. Kalau mau berantem, nanti saja di rumah. Gia nggak mau kecelakaan terus masuk rumah sakit.’’ Gia menimpali dari kursi belakang.Pasangan di kursi depan sontak tertawa. Vania mengusap kepala Gia kemudian bertanya. ‘’Bukannya Gia suka rumah sakit?’’ Karena setiap akhir pekan, Gavi biasanya mengajak Gia ke tempatnya bekerja. Timbul ketertarikan dan terbentuklah keinginan. Sehingga gadis cilik itu bercita-cita ingin jadi seperti sang ayah.Dokter yang hebat.Begitulah kala Gia mengatakannya pada Vania.‘’Sudah nggak, Ma. Gia nggak suka lagi. Soalnya, nanti Gia ketemu sama papa.’’‘’Loh, kenapa jadi nggak mau ketemu papa, Nak? Apa Gia sudah tidak sayang papa lagi?’’ ‘’Papa lebih sayang Tante Sandra dibandingkan Gia sekarang, Ma. Buktinya, papa nggak mau pergi sama kita ke mal
‘’El, apa menurut kamu aku salah?’’ Sandra memandangi anak kembar yang sedang bermain pasir di pantai itu. Terpaksa menemani Elsa sedang bertugas menjaga si kembar, sementara Alin dan Delia sedang berbelanja.Elsa yang duduk di sampingnya menoleh, ‘’Tentu saja salah. Mendekati pria beristri itu tidak ada benarnya,’’ tegas Elsa.‘’Aku mati-matian mendapatkannya dan sekarang aku telah menikah dengan Gavi, apa aku tidak boleh bahagia berkat usahaku?’’ Sandra membela diri.‘’Boleh saja. Tapi kamu bahagia di atas derita seorang wanita.’’ Elsa melirik Sandra sebelum kembali terfokus pada Raffi dan Rico.Sandra menunduk, merasa malu pada dirinya. Seakan bercermin dengan suara hati sendiri. Padahal selama ini memegang teguh membenarkan diri. Bahwa pernikahannya dan terajutnya cinta adalah buah dari kegigihannya mengejar seorang Gavi Ravindra.Melewati badai salju, angin topan beratapkan halilintar menggelegar. Menjadi selingkuhan, tak diinginkan, dinikahi tapi dicampakkan. Hingga akhirnya, mu
Walau tidak sepi, tetapi suasana hening ini sangat mencekam. Bukan karena adanya sepasang suami istri yang tengah dimabuk asmara. Melainkan karena Dani.Ayah mertua Vania itu sangat tegas namun sangat penyayang. Tapi, wajah Dani kini tidak menunjukkan itu semua. Dani terlihat marah.‘’Sekarang pilih, Vania atau Sandra?’’ Dani berkata tiba-tiba.‘’Maksud, Papa?’’ Gavi langsung menatap Dani padahal sebelumnya menunduk.Sandra di sebelah Gavi, Vania di sebelah Dani. Duduk bersebrangan layaknya dua kubu saling berlawanan.‘’Kamu yang meminta papa bicara begini?’’ tanya Gavi pada Vania.Selama ini Dani tidak pernah ikut campur urusan Gavi, apapun itu bentuknya. Tapi kini? Dani seperti sedang ikut campur. Karena Gavi sangat tahu sesayang apa Dani pada Vania, sehingga Gavi berpikir Vania lah yang meracuni sang ayah untuk menyidaknya.Vania menggeleng dengan mata membola. Kaget karena menjadi tertuduh.‘’Tidak ada sangkut pautnya dengan Vania. Ini murni dari papa.’’ Dani menengahi. Menolong
Baru saja ingin menaiki tangga, tiba-tiba tangan Vania dicekal seseorang. Gavi meletakkan telunjuk di bibir agar Vania tidak bersuara. Sebab, Yura dan Dani masih di ruang tamu namun membelakangi mereka.Mau tak mau Vania menurut. Entah apa yang ingin dibicarakan. Padahal semua sudah jelas. Gavi sudah menerima Sandra dengan lapang dada. Bukan lagi mencoba ikhlas, tapi memang menginginkan wanita itu.‘’Vania?’’ Sandra yang terduduk di ujung ranjang bangkit melihat siapa yang masuk.‘’Sekarang bicara! Mau kamu apa?’’ seru Gavi seraya melepas cekalan tangannya. Berkacak pinggang seperti menantang. Vania hampir saja terjatuh akibat Gavi yang entah disengaja atau tidak seperti menyeretnya.Gavi sudah sangat berbeda di mata Vania.Beruntung Vania bisa menyeimbangkan tubuh, jika tidak, mungkin kini sudah tersungkur di lantai. Akan tetapi tangannya terasa sakit luar biasa. ‘’Bukannya aku sudah menuruti kemauanmu?’’ ‘’Memang. Tapi aku tidak menyangka, dari yang ingin membunuh anak yang dika