Beranda / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 2. Gelapnya malam di hutan Misahan

Share

2. Gelapnya malam di hutan Misahan

“Mungkin itu perasaanku saja, karena melamun merasa Dimas lewat,” gumamnya lagi menenangkan diri.  

Arif terus berjalan di suasana malam yang sepi, membuatnya merasa seolah-olah dunia hanya miliknya. Kebebasan yang sudah lama terpendam mengalir dalam nadinya, tetapi ketakutan akan masa depan menghantuinya.  

Dia tahu bahwa melangkah pergi bukanlah keputusan yang mudah, namun rasa terpuruk yang selama ini menggerogoti hatinya membuatnya tak lagi mampu bertahan.  

“Seandainya aku tidak bercerita dengan Gibran, pasti orang tuaku tidak akan semalu ini,” sesalnya lagi sembari mengembuskan napas.  

Hingga Arif tersadar bahwa saat ini dia berada antara batas desa dan hutan di Misahan. Perasaan ragu kembali menghampirinya saat akan melangkah masuk ke dalam hutan, dia merasakan kegelapan di sekelilingnya. Bayangan pohon-pohon besar menakutkan di bawah cahaya bulan.  

“Apa yang bisa terjadi jika aku pergi ke sana?” tanyanya, bergumul dengan rasa ingin tahunya. Rasa takutnya bercampur dengan harapan akan petualangan baru.  

Malam juga semakin gelap dan udara terasa semakin dingin. Arif menatap hutan sekali lagi. Di dalam pikirannya, dia membayangkan kehidupan yang jauh berbeda, di mana dia bisa menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa tekanan dari orang-orang yang seharusnya mendukungnya.  

“Seandainya semua bayangan ini adalah kenyataan, aku mungkin tidak akan mendapat hinaan dan tekanan dari mereka. Bahkan orang tuaku pasti tidak akan merasakan hari buruk seperti saat ini, dunia begitu kejam,” ujarnya dalam hati, seolah mencemooh dunia.

Dia ingin berlari, meninggalkan semua hinaan dan kesedihan. Namun, saat dia berbalik menghadap rumahnya, rasa bersalah menyergapnya. Dia mencintai keluarganya meskipun sering disakiti.  

Dengan tekad bulat, dia menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. “Tidak ada jalan kembali,” pikirnya.

Arif melangkah maju, memasuki kegelapan hutan yang memanggilnya. Suara hutan berbisik, seolah-olah menantangnya untuk meneruskan perjalanan.  

“Lanjutkan perjalananmu, Arif...” bisikan dalam pikirannya silih berganti dibawa angin.  

Setiap langkah membawa harapan dan rasa takut yang saling beradu, tetapi di dalam hatinya, dia berjanji untuk menemukan dirinya sendiri, apapun yang terjadi. Suara langkah kakinya menyusuri dedaunan di dalam hutan, sebagai nyanyian merdu malam.  

Srek!  

Arif berhenti sejenak saat mendengar langkah lain di dekatnya. Saat ini, jika kembali, tidak mungkin dia masih penat untuk menghadapi kekecewaan orang tuanya.

Srek!  

Suara itu terdengar lagi, sampai Arif melihat sebuah mata menyala di sebelah kirinya, tepat di dekat dedaunan. Arif ingin lari, tapi rasa penasaran mendorongnya untuk mendekat, perlahan tapi pasti. Sampai sebuah ranting jatuh tepat mengenai mata yang menyala.

Lengkingan suara kucing membuatnya tertawa. Degup jantungnya kembali normal.  

“Sialan!” umpat Arif, tertawa, “Aku pikir apaan tadi,” gumamnya sendiri.  

Kegelapan kembali menyambutnya, dan saat dia menginjakkan kaki lebih dalam, Arif merasakan sesuatu yang aneh. Apakah dia benar-benar melangkah menuju kebebasan, atau justru ke dalam perangkap yang lebih menakutkan?  

Hutan gelap dan sepi, hanya suara langkah kakinya yang menggema di antara pepohonan besar yang menjulang tinggi. Dedaunan basah oleh embun malam berdesir, dan suara binatang malam menggema di kejauhan, menambah rasa angker yang menyelimuti.  

“Ke mana perginya kucing itu? Seharusnya dia menemaniku saat ini, walaupun aku sempat takut,” gumamnya lagi menutup kesepian.  

Malam semakin pekat, kegelapan menyelimuti Arif dengan cepat. Dia merasa kecil dan tak berdaya, seolah-olah hutan ini adalah makhluk hidup yang menginginkan dirinya terjebak di dalamnya.  

“Aku ternyata sudah terlalu dalam, seharusnya aku tidak masuk ke sini,” gumamnya sendiri, menutup kesunyian.

Namun, saat Arif membungkuk untuk melihat lebih dekat, suara mendesis tiba-tiba terdengar dari belakangnya.

“Ssshhh...” Arif terlonjak, jantungnya berdetak kencang. Dia berbalik dengan cepat, tetapi tidak ada siapa pun di sana, hanya hutan yang sunyi dan kelam.

 “Siapa di sana?!” teriaknya, suaranya bergema dalam keheningan.

Arif tidak mendapatkan jawaban, hanya suara derit pepohonan yang bergetar oleh angin malam. Rasa panik mulai menyergapnya. Dia merasakan sesuatu mengintai di balik kegelapan, dan mengawasi setiap gerakannya.

Arif kembali berteriak, “Siapa di sana?!”

Tidak ada seorang pun menyahutinya. Arif menjadi penasaran.

"Apa aku pulang saja?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status