Beranda / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 6. Pencarian Tanpa Henti

Share

6. Pencarian Tanpa Henti

“Bagaimana? Apakah aku sudah bisa bergerak?” tanya Arif berbisik, dia berusaha mengontrol rasa takutnya.  

Sampai angin bertiup kencang, dan membuat para nokturnal kegelapan itu terbang dan berlarian. Arif langsung lemas sambil mengumpat kesal. “Sialan! Aku pikir tadi itu apa? Ternyata kelelawar dan burung hantu!”  

Mereka terus menyusuri hutan tanpa henti, bahkan siang dan malam tidak terasa saat ini, ditutup oleh rimbunnya pohon yang menjulang tinggi menutup langit.  

Hingga hari berganti, Arif masih berjuang melawan kelelahan di tengah hutan yang semakin suram. Setiap langkah terasa semakin berat, seiring rasa putus asa menggerogoti hatinya.  

"Dimas, kita sudah berjalan jauh. Apakah kau yakin kita berada di jalur yang benar?" tanya Arif, suaranya bergetar oleh keletihan. Dimas menghentikan langkah, meneliti sekeliling.  

"Seharusnya kita sudah dekat. Tapi ada sesuatu yang tidak beres di sini," jawabnya, mata Dimas menyusuri bayangan pohon-pohon rimbun.  

Suara-suara aneh mulai mengganggu ketenangan mereka, membuat Arif merasa seolah ada yang mengawasi mereka lagi.  

"Aku tidak suka suasana di sini," ungkapnya, Arif meremas tangannya menahan rasa takut.  

Mendengar itu, Dimas langsung menatap Arif dengan tajam. "Jangan dengarkan suara-suara itu! Mereka hanya ingin mengalihkan perhatianmu."  

Namun, keraguan masih merayap di benak Arif. "Apa kita terjebak di sini selamanya?" tanyanya, napasnya semakin berat.  

"Kita tidak akan terjebak! Kita hanya perlu terus bergerak.” Dimas berusaha meyakinkan, meski raut wajahnya menunjukkan ketidakpastian.  

Saat mereka melanjutkan perjalanan, hutan semakin gelap dan menakutkan. Suara gemerisik di sekeliling semakin intens, seolah ada sesuatu yang mengikuti mereka. Arif merasa harapannya semakin tipis, di tengah kegelapan yang menakutkan. Ketika malam tiba, mereka tiba-tiba mendengar tawa mengerikan di antara pepohonan.  

Hihihi...!  

"Apa itu?!" teriak Arif, panik.  

Dimas menarik Arif untuk berlari, tetapi arah yang mereka pilih tampak membingungkan. Kegelapan semakin menebal dan saat itu, Arif merasakan sesuatu yang dingin menyentuh punggungnya. Dalam ketakutan, mereka berlari tanpa tujuan, berjuang melawan sesuatu yang tak terlihat.  

“Dimas, ada yang menyentuh punggungku,” ungkap Arif yang terus berlari dengan napas tersengal. Tapi Dimas tidak menghiraukan, dia terus menarik tangan Arif untuk terus berlari. Sampai napas mereka mulai terengah-engah, sebuah bayangan melintas di depan mereka.  

"Kau kembali, Arif?" suara Mbah Mijan muncul dari kegelapan, nadanya meyakinkan.

Pria tua itu tampak seperti muncul dari kegelapan itu sendiri, pakaiannya yang loreng merah-hitam menyatu dengan latar belakang malam yang kelam. Arif terkejut, dia merasa belum ada keluar dari hutan itu dan belum ada ke arah kembali ke tempat dia bertemu Mbah Mijan.  

"Mbah Mijan! Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya, rasa takut menyelinap dalam nada suaranya.  

Mbah Mijan tersenyum, tetapi senyumnya tidak menenangkan. "Aku datang untuk menanyakan, apakah kau masih menginginkan kekayaan yang kau impikan?”  

Dimas menoleh pada Arif, ekspresinya campur aduk antara ketakutan dan ketidakpastian.

"Apa kita harus mempercayainya, Arif? Kita sudah hampir hancur di sini." Namun Arif merasa terjebak dalam dilema.

Mbah Mijan melanjutkan, "Kekayaan itu bisa menjadi milikmu, tetapi ingat, setiap janji ada harganya. Harganya mungkin lebih besar dari yang kau duga."  

Ketakutan melanda Arif saat dia berpikir tentang konsekuensi setiap langkahnya. Dia teringat semua hinaan dari keluarganya dan semua rasa sakit yang dia alami. "Aku—aku ingin kekayaan," ucapnya pelan.  

"Tapi apa yang harus aku bayar?" tanya Arif, dengan bibir bergetar.

Mbah Mijan melangkah lebih dekat, aroma kemenyan dan tanah basah menyelimuti mereka. "Kau harus menawarkan sesuatu yang berharga, sesuatu dari dalam dirimu. Dan mungkin, kau harus memilih antara kekayaan dan orang-orang terkasihmu."

Dimas mencoba mencegahnya. "Arif, jangan lakukan ini! Kita bisa menemukan cara lain." Namun Arif merasa putus asa.

"Tapi aku sudah terjebak! Ini satu-satunya cara untuk mengubah hidupku!"ungkapnya, tanpa berpikir panjang.

Dengan suasana mencekam yang mengelilingi mereka, Mbah Mijan mengajukan pertanyaan yang menakutkan. "Apakah kau berani mengambil risiko, bahkan jika itu berarti kehilangan semuanya?"

Kegelapan sekelilingnya semakin dalam dan suara bisikan di hutan mulai kembali, menambah suasana mencekam. Arif merasakan tenggorokannya mengering, setiap harapannya terasa rapuh di hadapan pilihan yang menakutkan ini.

"Jika aku melakukannya, apa yang harus aku korbankan?" tanyanya, suaranya hampir berbisik.

Dalam ketegangan yang menggantung di udara, Arif harus memilih. Apakah dia akan mengambil tawaran Mbah Mijan dan mempertaruhkan segalanya, ataukah dia akan mundur dan menghadapi ketidakpastian yang lebih besar? Dengan kegelapan yang semakin mengancam, keputusan itu terasa semakin mendekat, dan nasib mereka terjebak dalam permainan yang tidak mereka inginkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status