Vano masih menatap menantunya dengan penuh selidik. Ia tahu sebagai orang kepercayaan tuan muda Mahesvara, Arfeen memiliki akses penuh ke banyak bidang. Harusnya tanpa memebrsihkan nama baiknya pun, menantunya itu bisa membantu dirinya kembali ke dunia bisnis. "Arfeen, apakah sekarang kedudukanmu sudah setara dengan Liam Kane?" tanya Vano penuh harap. Arfeen bisa membaca hal itu. "Nyaris!" jawabnya singkat. "Bukankah seharusnya kau bisa membantu Papa!"Papa!Arfeen tertegun. Apakah ia tak salah dengar? Mertuanya menyebut dirinya adalah papanya! Ada rasa bahagia yang mengergap hatinya. Tapi ia tak ingin besar kepala dulu. "Maksud Papa?""Jujur saja, aku sudah membangun bisnis baru. Hanya saja itu masih belum aku daftarkan secara resmis, karena jika kulakukan itu pasti akan mendapatkan penolakan!""Maksudnya Papa ingin agar aku membantu meloloskan perusahaan Papa?""Apalagi!"Arfeen menghela nafas dalam. "Aku tidak janji bisa melakukan itu selama nama Papa belum kembali bersih! M
"Apa rencanamu?" tanya Marvin sekali lagi. "Aku ingin tahu track record Hardi Suwiryo, karena sepertinya kita bisa menyentuh Marabunta darinya!" Arfeen membalas tatapan omnya. "Sepertinya Om mengetahui banyak hal tentang pria ini?" Marvin menyipitkan mata, "Apa kau mencurigai ommu ini?" Ada senyum tipis menghiasi bibir Arfeen, "Apakah Om merasa seperti itu?" Marvin menghela nafas kasar. "Mungkin Om memang tak terlalu suka padamu, tapi Om bukan pengkhianat. Om juga mencintai keluarga Mahesvara dan tidak akan membiarkan siapa pun mencoba menghancurkannya!" "Ok, anggap saja aku percaya. Kalian tahu, Kakek memilihku sebagai pemimpin klan, bukan semata-mata untuk menjadi pewaris semua kekayaan klan Mahesvara atau menguasainya. Tapi untuk menjadi pelindung klan kita. Kita membutuhkan seseorang yang kuat untuk mempertahankan posisi kita sebagai klan nomor satu, sekaligus ... seseorang yang pantas untuk dikorbankan!" Ada rasa getir dalam nada suara Arfeen. "Tapi Kakek juga tahu, aku
Awalnya Arfeen berniat membuka isi memori card itu di rumah. Namun mengingat di rumah itu justru ada Vano ia memutuskan untuk membuka di kantor. Arfeen berharap prasangkanya itu salah! Dari apa yang ia amati selama ini, sang papa mertua tak mungkin terlibat kecelakaan papanya kan?Tapi dari isi video itu ... entah mengapa Arfeen merasa ini akan buruk! Tubuh Arfeen terlonjak saat ada yang mengetuk pintu, pintu itu terbuka dan Diana muncul di sana. "Maaf, Presdir. Ada perwakilan dari Jaya Abadi Corp yang memaksa untuk bertemu!"Mata Arfeen mendelik. "Kau tidak bisa menghalau? Lalu apa kerjamu?" Diana sedikit menunduk. "Maaf, Presdir. Saya sudah mengatakan jika dia harus membuat janji lebih dulu. Tapi ... dia mengatas namakan istri Anda. Saya harus bagaimana?"Arfeen nyaris lupa jika saat ini Lyra masih berada di luar negeri, jadi terpaksa harus ia sendiri yang menghandle kerja sama dengan Jaya Abadi Corp. Ia menghela nafas lalu menarik laci untuk mengambil masker wajah. Mengenakan b
Di ruangan itu, musik menggema memenuhi. Para pria duduk menatap panggung yang berisi para wanita dengan pakaian yang sangat minim. Tengah melakukan tubuh mengikuti irama lagi. Ada dari beberapa yang sudah tak mengenakan sehelai benang pun. Memamerkan tubuh mereka untuk memberikan kepuasaan pada para pelanggan. Ada lembaran uang yang terselip antara bra dan panty super mini itu, itu adalah tips dari pelanggan yang mereka dapatkan. Mereka adalah para penari striptis di klub itu. Ketika lagi selesai maka mereka pun mulai meninggalkan panggung, ada beberapa tamu yang menghampiri wanita yang mereka suka untuk melampiaskan hasrat yang sejak tadi menggelinjang. Dara, adalah salah satu penari striptis yang baru saja selesai melakukan tugasnya di atas panggung. Ia berharap hari ini tidak ada pelanggan yang memintanya untuk menuntaskan hasrat. Namun ada seorang pria yang menghampirinya, pria itu berjambang lebar dengan kaca mata. Pakaiannya cukup rapi. Akhirnya mereka memasuki sebuah kamar
"Malam-malam begini aku harus mencari asinan buah di mana, Wife?" seru Arfeen dengan nada frustasi. Ia tengah video call dengan Larena. Ketika dalam perjalanan pulang, sang istri menghubunginya. "Mana aku tahu, ya pokoknya cari!" "Aku buatkan saja ya?" tawarnya. Larena menggeleng. "Tidak mau, kalau membuat sendiri prosesnya lama. Juga harus menunggu dingin supaya seger, aku kan mau makan sekarang!" "Tapi kalau tidak dapat bagaimana, Wife? Sama saja kan, aku muter-muter juga lama!" "Kau memang tidak benar-benar mencintaiku!" seru Larena lalu menutup sambungan video call itu. "Wife ... Wife!" panggil Arfeen tapi layar handphonenya sudah kembali ke halaman awal. Ia harus mengembuskan nafas kasar kemudian mengirim pesan kepada sang istri. "IYA, AKU CARI SAMPAI KETEMU!" Ia mengantongi handphonenya dan kembali melajukan motornya untuk mencari pesanan sang istri. Di belakangnya Jordi mengikuti menggunakan mobil. Arfeen tak ingin dikawal, tapi Jorditetap merasa khawatir. Itu seb
"Ini ...."Arfeen kehilangan kata melihat guling yang didekap erat oleh sang istri. Ia pikir wanita itu sudah cukup dewasa di usianya yang memang sudah dewasa.Tapi kenapa wanita itu menempelkan foto wajahnya di guling yang saat ini dipeluknya. Bukan hanya foto wajah, tapi tulisan ARFEEN di atas foto wajahnya itu.Ada rasa bahagia yang menyergap hatinya melihat wanita itu memeluk guling dengan foto dirinya dana namanya juga. Senyum bahagia bercampur aneh muncul di wajahnya.Bagaimana pun yang wanita itu peluk adalah pengganti dirinya, bukan Damian. Foto wajahnya yang ditempel di guling, namanya yang ditulis di benda itu juga. Dan Larena memeluk guling itu begitu erat seperti saat wanita itu memeluk dirinya tiap kali mereka selesai bercinta.Menyaksikan hal itu, tentu saja ia tak tega untuk menyentuh pipi mulus yang sangat ia rindukan itu. Ia senyum-senyum sendiri sembari menyantap asinan yang tadinya hendak ia berikan pada L
Arfeen mengecup bibir Larena dengan gerakan cepat ketika wanita itu tengah memperhatikan wajah lelapnya. Ia bukannya pura-pura tidur, beberapa saat lalu ia benar-benar masih tertidur. Namun ujung jari wanita itu yang mengalir dari dahi turun ke bawah membuatnya terjaga, meski ia anggap untuk membuka mata karena ingin tahu apa yang akan dilakukan wanita itu selanjutnya. Ia pikir wanita itu akan menciumnya namun hanya memandangi saja. Jadi ia yang lebih dulu mengambil tindakan. Kedua mata Larena melebar dengan serangan tak terduga itu, ia menatap suaminya dengan kesal. “Auw!” Arfeen menjerit saat tangan sang istri mencubit perutnya. “Kau sengaja ya! Ha?” “Ampun, ampun, Wife!” Ia menyerah jika wanita itu sudah mengeluarkan jurus cubitannya. Lama-kelamaan cubitan Larena terasa juga. Larena melepaskan cubitannya sambil memanyunkan bibir. “Dasar genit! Pintar sekali mencuri kesempatan!” Arfeen mengeluarkan tawa saat bangkit duduk. “Makanya jangan suka malu-malu, kita kan suami istri
"Hasil autopsi Malik? Untuk apa kau meminta hasil autopsi papamu?" tanya Radika yang merasa heran karena tiba-tiba saja cucunya meminta hal itu. "Papa adalah orang yang cukup kuat, Kek. Meski mobilnya terbalik seharusnya Papa masih mampu keluar dari dalam mobil sebelum mobil itu meledak. Tapi ... papa sama sekali tak bergerak!" "Apakah menurutmu itu aneh? Mungkin saja papamu mengalami benturan yang cukup hebat di kepala sehingga dia pingsan saat itu!" "Di mana hasil autopsinya, Kek? Apakah Kakek masih menyimpannya atau tidak?" "Ada di ruang kerja Kakek. Pastinya Kakek letakan di mana Kakek lupa. Saat itu Kakek merasa sangat terpukul sehingga tak sempat membacanya!" aku Radika. Kedua mata Arfeen mendelik. "Kakek tak sempat membacanya? Bagaimana dengan Liam?" "Kakek tidak tahu, saat itu memang Liam yang menerima dari Dokter!" Arfeen memejamkan mata. Kakeknya tak pernah sempat membaca hasil autopsi papanya. Semoga saja dokumen itu masih ada. "Baiklah, Kek. Hari ini aku akan m