"Dokter bagaimana?" tanya Viera yang tidak sabaran. "Larena, selamat ya ... kau sedang hamil!" "Ha-hamil?" beo ketiganya. Dua wanita itu masih terbengong sementara Arfeen merelakan senyum di wajah. "Hamil? Aku akan jadi Ayah?""Iya, selamat ya Arfeen!""Terima kasih!" sautnya lalu meraih Larena dalam dekapan, mengecup kening wanita itu tanpa malu. "Terima kasih, sayang!" "Aku hamil?" tanya Larena yang masih tak percaya. Ekspresi itu juga membuat Arfeen melenyapkan senyum. "Iya, apa kau tidak suka?" "Bu-bukan! Hanya ... ini ... terlalu mengejutkan!" Dea merasa ada yang tidak beres dengan pernikahan Arfeen dan Larena, karena wanita itu tak tampak bahagia dengan kabar kehamilannya. Viera juga masih mematung di tempatnya. Ia tak tahu harus bahagia atau bersedih. Di satu sisi ia juga ingin seorang cucu, tapi di sisi lain ... apakah ia harus memiliki cucu dari Arfeen? Dulu ia pasti akan menentang habis-habisan tentang hal ini, tapi setelah tahu Arfeen kini cukup memiliki kedudukan
"Kenapa Mama bicara seperti itu tentang Damian? kenapa Mama memakinya?" Larena bertanya dengan polos.Viera tercenung, ia sepakat dengan sang suami untuk tidak memberitahu kebejatan Damian selama ini. Di mata Larena, Damian itu adalah pria baik dan bersahaja. Putrinya sangat tergila-gila Dengan pria itu sehingga sedikit pun tak ingin mendengar hal buruk tentang Damian.Larena sangat mempercayai Damian, jadi apa pun yang pria itu katakan itulah yang Larena yakini. Jadi mereka sangat bersyukur ketika Damian menghilang dan tak kunjung kembali. Itu sebabnya mereka terus mendesak Larena untuk segera menikah agar jika Damian kembali suatu saat nanti, pria itu sudah tidak memiliki kesempatan lagi.Sayangnya Larena malah menikahi pria tak berguna seperti Arfeen, yang memiliki pekerjaan hina, seorang tukang sapu jalan. Bahkan karena itu, dana investasi dari Ferano di La Viva dicabut. Meski setelah itu Arfeenlah yang mengupayakan dana untuk membuat La Viva tetap beroperasi. Tadinya Viera ing
Pria itu menatap tajam pada Arfeen, saat ini suami Larena Jayendra yang katanya hanya seorang pria terhina itu tampak seperti iblis di mata si pria. Bahkan penampilannya seperti bos mafia kejam dan kaya raya. Apakah benar pria itu adalah menantu Vano Jayendra? Menyaksikan hal itu, si pria mulai ketakutan. Bahkan jika pemuda itu bisa menyuruh anak buahnya menyiram wajah pacarnya dengan cairan kimia tanpa belas kasih, maka tak menutup kemungkinan dirinya akan mendapatkan siksaan yang jauh lebih pedih. "Si-siapa kau sebenarnya?" tanya pria itu dengan suara gemetar. Suara tangisan dan ruangan wanita itu masih terdengar pilu. "Aku adalah iblis yang akan menyiksamu hari ini!" jawab Arfeen dengan nada dingin. Sekarang Kemal yang menghampiri si pria, tanpa aba-aba ia meninju wajahnya beberapa kali. Darah segar muncrat dari mulut pria itu, juga mengalir dari hidungnya. Bahkan giginya ada yang copot. "Hukuman apa yang pantas bagi mereka yang suka menebar fitnah?" ujar Arfeen menyeringai
"Kenapa kau mengusik istriku, Bella?" tanya Arfeen menatap tajam wanita itu. Dengan santai Bella duduk di sisi Arfeen. "Jika tak begitu kau tidak akan menemuiku lagi kan?""Untuk apa aku menemuimu, tak ada hubungan apa pun di antara kita!" jawab Arfeen dengan nada dingin. Bella mengeluarkan tawa getir, "Bagimu, semua wanita memang tidak ada artinya. Tidak masalah bagiku, tapi setidaknya kita pernah sering menghabiskan malam indah bersama." "Aku datang hanya untuk memperingatkanmu, jangan usil istriku. Itu saja!" "Ini di luar dugaan, kau yang tidak pernah percaya dengan cinta dan pernikahan. Setelah 6 tahun menghilang ... kau kembali sebagai suami Larena dan rela dicap sebagai pria hina dan tak berguna. Apa istimewanya Larena sampai kau rela diperlakukan seperti sampah hanya demi dia. Dia bahkan lebih pantas menjadi tantemu!" Bella memang juga lebih tua dari Arfeen, tapi hanya terpaut 5 tahun. Ia benar-benar jatuh cinta pada Arfeen di malam pertemuan mereka di klub. Bahkan malam
Alen masih terpaku setelah mendengar pernyataan dari putrinya. Seperti ad apetir di sing bolong, jantungnya langsung berdetak lebih cepat dari biasanya. Hari itu ia telah merendahkan Arfeen di restoran. Bukan hanya itu, Bella juga sudah mengusik Larena, pasti pemuda itu tidak akan tinggal diam."Bella, tadi katamu dia baru saja menemuimu?""Ya, dia baru saja memberiku peringatan. Mungkin karena dulu kami pernah dekat jadi Arfeen tidak langsung menghukumku. Apa Papa tahu Kayla Purnomo?""Kayla Purnomo?""Beritanya viral, masa Papa tidak tahu!" Ada nada kesal dalam suara Bella. "Ada yang memotong lidah Kayla dan menggantungnya di depan salon miliknya. Aku yakin itu adalah perbuatan Arfeen. Karena yang aku tahu Kayla itu dulu adalah teman kuliah Larena, dan yang pasti wanita itu sering berbuat tak baik dengan Larena!""Benarkah?""Aku sempat mendapat informasi bahwa hari sebelum lidah Kayla dipotong, Larena menghadiri reuni dengan teman-teman kuliahnya!""Jika begitu, kalau kau memang s
"Mau aku buat lelah agar bisa tidur pulas?" tanya Arfeen dengan mimik menggoda. Larena mengangkat kepala seketika, menemukan Arfeen yang menatapnya lapar. "Ini di rumah sakit, kau jangan gila!" sembur Larena. Arfeen malah tertawa, ia pun menoyor pelan kening sang istri dengan telunjuknya. "Pikirannya ...." Larena memberengut sembari memegang bekas toyoran sang suami. "Ngeres ... dasar Tante-tante!" cibir Arfeen membuat kedua pipi Larena merona. "Tapi aku suka sih pikiran ngeresmu itu!" Larena sedikit menunduk menahan malu, ketika Arfeen berkata ingin membuatnya lelah angannya langsung melayang ke arah pergulatan mereka di atas ranjang yang memang selalu membuatnya kelelahan. "Tubuhku pegal-pegal dan berniat ingin memintamu memijitku. Sehabis mijit kan pasti lelah, jadi kau akan tidur dengan lelap bahkan mendengkur!" "Aku tidak mendengkur!" protesnya tak terima. "Kau tidur mana tahu mendengkur atau tidak! Yang bisa dengar itu aku yang ada di sisimu!" Larena bungkam, w
"Marco!" seru Arfeen ketika tubuh Marco meluncur ke arahnya. Ia pun buru-buru menangkap tubuh seniornya, membaringkan perlahan di anak tangga. Bagian punggung Marco berlumur darah, "ada goresan pedang di sana dan itu lebih dari satu kali. Artinya mungkin saja Marco sempat bertarung dan ia terkena sabetan katana. "Marco!""Ketua! Kau ... harus ... hati-hati ... ada pengkhianat di federasi!" ucapnya lirih nyaris tak terdengar. Nun Arfeen tetap mendengarnya. "Apa maksudmu, Marco?""Jangan ... percaya siapa pun _" setelah berucap demikian, Marco terkulai dan berhenti bernafas dengan mata yang masih membuka. "Marco!" panggil Arfeen. Pria itu tak lagi bisa menyahut, Arfeen menutup kedua mata Marco agar terpejam sambil menggerutu. Ia memang tak terlalu dekat dengan Marco, bahkan dulu ia tak terlalu mempercayai pria itu. Tapi apa yang Marco ucapkan mungkin benar. Ada banyak pengkhianat dalam federasi. Ia memang tak boleh mempercayai siapa pun. "Presdir!" ucap Jordi yang ingin agar mer
Tubuh Devano meluncur ke lantai, semua orang sempat melotot menyaksikan hal itu. Mereka pikir Arfeen akan menebas tubuh Devano menjadi dua bagian. Sayangnya yang Arfeen tebas adalah tali yang menggantung pria itu. Nyaris semua orang tak mempercayai apa yang dilihatnya. Terutama Devano. Ia pikir ketuanya itu akan membunuhnya karena itu adalah konsekuensi dari kesetiaannya. Namun rupanya ketuanya justru memotong tali yang menggantungnya. Devano bangkit dan menatap Arfeen. "Ketua!" "Jangan banyak bicara dan tunjukan padaku siapa yang berkhianat!" bisik Arfeen menyodorkan katana di tangannya. Pandangan Devano jatuh pada benda mengkilat itu. Kemudian merangkak berlatih ke wajah ketuanya. "Haruskah saya lakukan?" tanya Devano sedikit ragu. "Seorang pengkhianat tak pantas untuk hidup!" Dengan tangan gemetar Devano memungut pedang di tangan Arfeen. Devano menatap katana di tangannya, kemudian perlahan ia berjalan menuju Andros dan Akshan. Dengan gerakan kilat ia menebas Aks