Alen masih terpaku setelah mendengar pernyataan dari putrinya. Seperti ad apetir di sing bolong, jantungnya langsung berdetak lebih cepat dari biasanya. Hari itu ia telah merendahkan Arfeen di restoran. Bukan hanya itu, Bella juga sudah mengusik Larena, pasti pemuda itu tidak akan tinggal diam."Bella, tadi katamu dia baru saja menemuimu?""Ya, dia baru saja memberiku peringatan. Mungkin karena dulu kami pernah dekat jadi Arfeen tidak langsung menghukumku. Apa Papa tahu Kayla Purnomo?""Kayla Purnomo?""Beritanya viral, masa Papa tidak tahu!" Ada nada kesal dalam suara Bella. "Ada yang memotong lidah Kayla dan menggantungnya di depan salon miliknya. Aku yakin itu adalah perbuatan Arfeen. Karena yang aku tahu Kayla itu dulu adalah teman kuliah Larena, dan yang pasti wanita itu sering berbuat tak baik dengan Larena!""Benarkah?""Aku sempat mendapat informasi bahwa hari sebelum lidah Kayla dipotong, Larena menghadiri reuni dengan teman-teman kuliahnya!""Jika begitu, kalau kau memang s
"Mau aku buat lelah agar bisa tidur pulas?" tanya Arfeen dengan mimik menggoda. Larena mengangkat kepala seketika, menemukan Arfeen yang menatapnya lapar. "Ini di rumah sakit, kau jangan gila!" sembur Larena. Arfeen malah tertawa, ia pun menoyor pelan kening sang istri dengan telunjuknya. "Pikirannya ...." Larena memberengut sembari memegang bekas toyoran sang suami. "Ngeres ... dasar Tante-tante!" cibir Arfeen membuat kedua pipi Larena merona. "Tapi aku suka sih pikiran ngeresmu itu!" Larena sedikit menunduk menahan malu, ketika Arfeen berkata ingin membuatnya lelah angannya langsung melayang ke arah pergulatan mereka di atas ranjang yang memang selalu membuatnya kelelahan. "Tubuhku pegal-pegal dan berniat ingin memintamu memijitku. Sehabis mijit kan pasti lelah, jadi kau akan tidur dengan lelap bahkan mendengkur!" "Aku tidak mendengkur!" protesnya tak terima. "Kau tidur mana tahu mendengkur atau tidak! Yang bisa dengar itu aku yang ada di sisimu!" Larena bungkam, w
"Marco!" seru Arfeen ketika tubuh Marco meluncur ke arahnya. Ia pun buru-buru menangkap tubuh seniornya, membaringkan perlahan di anak tangga. Bagian punggung Marco berlumur darah, "ada goresan pedang di sana dan itu lebih dari satu kali. Artinya mungkin saja Marco sempat bertarung dan ia terkena sabetan katana. "Marco!""Ketua! Kau ... harus ... hati-hati ... ada pengkhianat di federasi!" ucapnya lirih nyaris tak terdengar. Nun Arfeen tetap mendengarnya. "Apa maksudmu, Marco?""Jangan ... percaya siapa pun _" setelah berucap demikian, Marco terkulai dan berhenti bernafas dengan mata yang masih membuka. "Marco!" panggil Arfeen. Pria itu tak lagi bisa menyahut, Arfeen menutup kedua mata Marco agar terpejam sambil menggerutu. Ia memang tak terlalu dekat dengan Marco, bahkan dulu ia tak terlalu mempercayai pria itu. Tapi apa yang Marco ucapkan mungkin benar. Ada banyak pengkhianat dalam federasi. Ia memang tak boleh mempercayai siapa pun. "Presdir!" ucap Jordi yang ingin agar mer
Tubuh Devano meluncur ke lantai, semua orang sempat melotot menyaksikan hal itu. Mereka pikir Arfeen akan menebas tubuh Devano menjadi dua bagian. Sayangnya yang Arfeen tebas adalah tali yang menggantung pria itu. Nyaris semua orang tak mempercayai apa yang dilihatnya. Terutama Devano. Ia pikir ketuanya itu akan membunuhnya karena itu adalah konsekuensi dari kesetiaannya. Namun rupanya ketuanya justru memotong tali yang menggantungnya. Devano bangkit dan menatap Arfeen. "Ketua!" "Jangan banyak bicara dan tunjukan padaku siapa yang berkhianat!" bisik Arfeen menyodorkan katana di tangannya. Pandangan Devano jatuh pada benda mengkilat itu. Kemudian merangkak berlatih ke wajah ketuanya. "Haruskah saya lakukan?" tanya Devano sedikit ragu. "Seorang pengkhianat tak pantas untuk hidup!" Dengan tangan gemetar Devano memungut pedang di tangan Arfeen. Devano menatap katana di tangannya, kemudian perlahan ia berjalan menuju Andros dan Akshan. Dengan gerakan kilat ia menebas Aks
Andros tersenyun miring. Ia tahu apa yang dipikirkan oleh Devano. Juniornya ini cukup pintar, jadi sudah pasti Devano bisa menebak. Tanpa pikir panjang lagi Andros menyerang Devano. Mumpung saat ini anak itu belum 100% mengetahui segalanya. Andros tak ingin ada yang banyak mengetahui rahasianya. Jadi ia harus bisa menghabisi Devano. Ia menyerang Devano dengan begitu bengis. Devano tak tinggal diam, ia tahu dirinya tak boleh tewas hari ini. Apalagi di tangan temannya sendiri. Arfeen mengamati pertarungan Devano dan Andros setelah pasukan tentara yang Geofan bawa semuanya tumbang. Ia tahu tak boleh membiarkan Devano terbunuh, jadi ia pun melirik Jordi. Andros juga seseorang yang kuat, pasti akan memiliki celah untuk bisa melukai Devano. Itu sebabnya Arfeen ingin agar Jordi membantu Devano.Jordi yang mengerti bahasa mata bosnya lekas ikut menyerang Andros. Bahkan ia menyuruh Devano untuk menepi. Sekarang adalah pertarungan antara Andros dan Jordi. Andros memang tangguh, tapi tak s
"Katakan saja, Miss!" ujar Arfeen. "Aku dengar sekarang kau menjadi kepala pengawal keluarga Mahesvara. Apakah itu benar?"Pertanyaan Miss Anna membuat Arfeen bernafas lega. "Ya.""Itu bagus sekali, itu sebuah prestasi yang membanggakan. Tapi pekerjaanmu tidak akan mengganggu skripsimu kan?""Aku bisa membagi waktu, Miss.""Aku percaya itu, sebenarnya aku ingin minta tolong!"Arfeen mengerutkan kening. "Minta tolong?"Miss Anna mengangguk. Miss Anna termasuk masih cukup muda, usianya baru 28 tahun. Dia masih lajang dan memiliki impian untuk menjadi seorang top model. Sayangnya orang tuanya menolak keras dan justru memintanya untuk menjadi seperti sekarang. "Aku akan mengikuti kontes ratu kecantikan, aku harap kau bisa meminjamkan salah satu anak buahmu untuk menjadi pengawalku. Kebetulan, aku masuk ke dalam 50 besar yang akan lanjut ke dalam kompetisi. Pesaingku sangat banyak dan juga ketat, aku khawatir akan terjadi hal-hal buruk. Itu sebabnya aku ingin meminjam salah satu saja a
Kedua mata Arfeen melebar menatap layar ponsel Jordi yang menampilkan sebuah siaran langsung. Di mana di sana tengah menayangkan seorang pemuda yang setengah telanjang tengah dihajar oleh seorang pria berwajah sangar. Kedua tangannya dipegang oleh dua pria lainnya. "Tantra!" ujar Arfeen yang sangat terkejut. Adik sepupunya itu saat ini sedang dianiaya yang tampaknya berada di sebuah ruangan VIP klub. Apalagi yang anak itu perbuat, dan siapa yang sudah menayangkan siaran langsung penganiayaan ini? Orang itu pasti bukan orang sembarangan karena berani melakukan ini pada Tantra yang sudah dengan jelas semua orang tahu ia adalah tuan muda kedua keluarga Mahesvara. Arfeen menggerutu, tentu ia ingin menolong adik sepupunya. Bagaimana pun Tantra adalah keluarganya. Tapi ia juga tak ingin mengecewakan sang istri. "Kau pergi urusi dia!" perintah Arfeen. "Bagaimana dengan Anda, Presdir?" Arfeen menatap Jordi. "Sebelum kau menjadi pengawalku, aku sudah terbiasa menjaga diri. Sekaran
"Jangan dekat-dekat, pergi sana!"Tubuh Arfeen membatu, ia salah apa sampai harus diusir? "Wife, kau kenapa?" cemas Arfeen yang terheran. "Jangan dekat-dekat!" teriak Larena sekali lagi sambil merentangkan kelima jarinya saat Arfeen hendak kembali menghampiri. Arfeen terpaksa mundur kembali. Menatap wanita itu yang kini tengah berkumur sebelum menghela nafas lega. Arfeen sungguh tak mengerti apa yang terjadi?"Wife, memangnya aku melakukan kesalahan apa? Kenapa kau tak ijinkan aku mendekat?"Larena menoleh pemuda itu, ia juga tak tahu kenapa? Tadi ia masih baik-baik saja. Bahkan ia sangat merindukan Arfeen dan bau tubuh pemuda itu. Tapi kenapa sekarang tiba-tiba saja ia merasa mual dengan bau tubuh suaminya itu? "Aku tidak tahu, tapi bau tubuhmu membuatku mual!" Tentu saja Arfeen melotot, ia pun membaui tubuhnya sendiri. Wangi! Apa wangi parfumnya itu yang membuat Larena mual. "Apa aku perlu ganti parfum, Wife?"Larena menggeleng, ia sangat suka aroma parfum Arfeen yang membu