Semua yang ada di ruangan tercengang dengan apa yang terjadi. Seseorang dengan beraninya menampar Rere.
Siapa yang tak mengenal Rere. Reana Dee Abrisham, keluarga Abrisham adalah keluarga terbesar nomor 5 di negeri ini setelah keluarga Purnomo.
Rere adalah supermodel sejak duduk di bangku kuliah, ia menjadi primadona kampus.
Larena lebih terkejut lagi karena yang baru saja menampar Rere adalah Jean.
Rere memegang pipinya yang terasa panas, ia menatap Jean yang menatapnya dengan dingin.
"Siapa kau? Berani sekali kau menamparku?"
"Minta maaf!" perintah Jean.
"Apa?!"
"Minta maaf pada Nyonyaku!" sekali lagi ia meminta dengan nada mengancam.
Tapi dengan angkuhnya Rere masih tak mau meminta maaf.
"Minta maaf? Kepada Larena? Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan meminta maaf padanya. Karena apa yang aku ucapkan itu semuanya tidak salah!"
Kayla mendekat,
Mario mengeratkan pisau di tangannya, sementara Devon yang tak ingin mati konyol pun mencari celah untuk melarikan diri.Sayangnya Edi langsung menghadang. "Mau kabur, pengecut!"Mau tak mau Devon pun harus melawan Edi.Sementara Arfeen bertarung langsung dengan Mario. Jordi menghadapi sisanya.Pisau yang Mario pegang itu sudah dilumuri dengan racun. Jadi meski hanya mampu menggores lawan, namun dijamin racun itu akan dengan cepat menyebar ke pembuluh darah. Menyebabkan sesak nafas dan gagal jantung. Korbannya akan meninggal dalam hitungan menit jika tak segera mendapatkan anti racun.Arfeen berhasil menangkap tangan Mario yang hendak menusuknya kemudian membelokkan hingga pisau itu menusuk perut Mario. Memang tidak dalam karena Arfeen tak berniat menghabisi Mario sekarang. Ia hanya ingin memberikan pemuda itu peringatan.Arfeen tak pernah tahu bahwa pisau itu beracun. Ia melepaskan tangannya dari tangan M
Arfeen meloncat dari helikopter ketika benda itu mendarat di lapangan kompleks. Ia segera berlari ke rumah untuk memastikan Larena aman. Bi Ijah sangat terkejut saat membuka pintu karena tuan mudanya langsung masuk terburu-buru. "Apakah Larena ada di rumah, Bi?" tanyanya sambil terus berjalan. "Ada di kamar, Tuan. Ada apa?" Arfeen langsung menuju kamar, tak memedulikan Viera yang duduk di ruang tv. Larena membalik tubuhnya saking terkejut ketika pintu terbuka lebar begitu saja. "Arfeen?" serunya heran saat pemuda itu memasuki kamar dengan langkah lebar. Meraih tubuhnya dan memeriksa. "Kau baik-baik saja kan? Tak ada yang melukaimu kan?" Larena sangat terharu, ia pikir suaminya sangat cemas karena mendapat kabar dari Jean tentang perundungan mnya di reuni. "Aku baik-baik saja. Untungnya tak ada yang melukaiku." "Syukurlah!" Arfeen memeluknya. "Aku sangat khawatir." "Jean menjagaku dengan baik." Karena penasaran Viera pun mengecek ke kamar sang putri. Bersedekah samb
Arfeen meminta Indra dan timnya untuk menjaga rumah kediaman Vano Jayendra. Ada beberapa urusan yang harus ia selesaikan di luar. "Kau benar-benar tampak seperti bigbos. Mau ke mana?" tanya Larena menatapnya. Arfeen membenahi jasnya di depan cermin. "Menyelesaikan beberapa hal!" "Apakah akan sampai larut?" ada nada cemas yang bisa Arfeen rasakan dari suara wanita itu. "Tergantung," sautnya menoleh. "Tapi semoga cepat selesai!" Larena mengerucutkan bibir. Ia berharap Arfeen juga tak keluar rumah hari ini. Arfeen menyimpan senyum tipis, berjalan menghampiri. "Begitu selesai aku akan langsung pulang. Ok!" janjinya menyentuh pipi sang istri. Larena tak menjawab. Entah mengapa ia agak berat ketika suaminya hendak pergi. Apalagi setelah mendengar pengakuan pemuda itu yang tanpa sengaja membuat teman kampusnya kehilangan nyawa. Anehnya pihak kepolisian tidak akan ikut campur dalam masalah ini. Bukankah itu artinya ... suaminya sama berkuasanya dengan keluarga Panji Kesuma? Jadi benark
"Tentu saja, haa ...!" Tawa Kayla harus terhenti ketika pintu ruangannya terbuka begitu saja. Ia menoleh dengan kesal saat melihat salah satu pegawainya muncul. "Kau tak bisa ketuk pintu dul _" kalimatnya terhenti saat melihat Arfeen muncul. Ia pun menutup sambungan telepon dan meletakan benda itu ke meja seraya berdiri. Tentu saja ia mengenali wajah Arfeen dari video viral pernikahan Arfeen dan Larena. "Kau?" Arfeen berjalan santai dan langsung duduk di sofa yang nyaman. "Aku tidak mempersilakanmu duduk!" seru Kayla sedikit marah. "Aku tidak memerlukan persetujuanmu untuk duduk. Kau pasti mengenaliku kan?" saut Arfeen dengan seringai miring. Kayla menghela nafas kasar. Masih ada sikap arogan yang ia tampakan. "Mau apa kau ke sini? Apakah istrimu yang cengeng itu mengadu?" "Larena bukan pengadu, tapi aku tahu apa yang terjadi. Saat pengawalku menyuruhmu meminta maaf, seharusnya kau lakukan!" Ada ancaman di dalam suaranya. Kayla mengeluarkan tawa ejekan. "Memangnya ap
"Arghhh ...."Teriakan histeris keluar dari mulut mereka setelah mereka tahu bahwa itu adalah potongan lidah yang masih segar. Cairan merah masih menetes ke lantai sesekali. Salah satu dari mereka langsung menghubungi polisi. Namun ketika nama tuan muda Mahesvara disebut sebagai orang terakhir yang menemui Kayla Purnomo. Semua polisi pun jadi bungkam. Mereka menghentikan penyidikan dan langsung memasang police line di area itu. Sementara Kayla sudah dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan atas lukanya. Berita tentang apa yang terjadi pada Kayla pun langsung merebak di dunia Maya dan juga menjadi headline di berita nasional. Sayang sekali dalam berita itu tak dijelaskan siapa pelaku. Mereka menyatakan bahwa pelaku masih misterius dan akan diselidiki lebih lanjut. Larena juga membaca berita itu, ia sangat terkejut atas apa yang terjadi pada Kayla. Ia memang ingin wanita itu dihukum, tapi menurutnya apa yang terjadi pada Kayla itu cukup menakutkan. Lidah Kayla dipotong
Jordi membukakan pintu untuk Arfeen. Mereka sudah berada di halaman rumah Nina. Rumah itu memang tak terlalu besar, dan berada di kompleks perumahan kalangan menengah. Jordi mengiringi Arfeen ke teras rumah Nina. Jordi yang menekan bell. Tak menunggu lama, pintu terbuka dan wajah Nina muncul. Ia tak terlalu mengenali wajah Arfeen meski pernah menonton video viral pernikahannya. "Maaf, Anda mencari siapa Tuan?" "Apakah Anda Nina Firmansyah?" tanya Jordi. "Iya, saya sendiri.""Tuan saya ingin bertemu dengan Anda!"Nina menoleh ke arah Arfeen. "Maaf, ada masalah apa?"Jordi tak menjawab, Nina pun mengerti dan mempersilakan mereka masuk. Menuntun keduanya ke ruang tamu. "Silakan duduk, Tuan!" Arfeen memilih duduk di single sofa. "Apa aku boleh merokok?" "B-boleh!"Jordi memungut satu rokok dari kotaknya lalu menyelipkan ke bibir Arfeen. Juga menyulut ujungnya hingga menyala, Arfeen mengisap dan mengepulkan asap putih. "Sayang, siapa yang datang?" tanya Heru menghampiri ruang tam
Larena sedang duduk bersandar headboard membaca sebuah buku saat Arfeen memasuki kamar. "Sayang, kau belum tidur?" tanyanya yang sedikit terkejut karena itu sudah mulai larut. Larena menaruh bukunya ke atas nakas. "Aku tidak bisa tidur, kau pulang selarut ini!" Ia bangkit menghampiri Arfeen. Membantunya membuka jas, menyampaikan di salah satu lengan. Arfeen membiarkan sang istri membuka dasi dan kancing kemeja ketika dirinya membuka kancing lengan. "Banyak yang harus aku urus." "Mengurusi Rere juga?" tanyanya membuka kemeja itu lolos dari tubuh suaminya. Meletakan di keranjang pakaian kotor. "Sepertinya beritanya cepat sekali menyebar ya?" "Kecanggihan teknologi." Arfeen mengangguk. "Aku juga mendengar PT. Firma teknologi mendapatkan suntikan dana dari Mahesvara Group. Itu juga karena ulahmu kan? Kau membantu Nina?" "Dia sempat membantumu." Arfeen melepaskan celana dan melempar ke keranjang pakaian. Larena menatapnya. Suaminya itu membantu perusahaan Nina habya karena
Arfeen menatap tangan mereka yang menyatu, kemudian pandangannya kembali ke wajah sang istri yang diliputi ketakutan. Ia tak ingin membuat istrinya sendiri takut padanya. Ini adalah salah satu yang tak ia inginkan ketika mengakui jati dirinya. Sikap Larena yang berubah! Dan tentu saja ia tak ingin membuat sang istri kian ketakutan, maka ia pun melepaskan tangan itu dengan tetap tersenyum. Arfeen memperhatikan wanita itu yang menaruh kedua tangannya di pangkuan. Kedua tanga. Lentik itu meremas-remas rok tulip yang dikenakannya. Arfeen juga tak ingin hubungan mereka menjadi dingin, jadi ia harus berusaha mencairkan suasana. "Bagaimana persiapan peluncuran produk baru La Viva? Apakah masih ada kendala?" tanyanya lembut. Larena menggeleng. "Semuanya sudah done." "Boleh aku datang di acara launchingnya?" Larena tak langsung menjawab, tapi tentu saja ia senang jika pemuda itu ingin datang. Jadi ia hanya mengangguk. Arfeen punmenyimpulkan senyum. "Oya ... aku tahu penghasilan