"Arghhh ...."Teriakan histeris keluar dari mulut mereka setelah mereka tahu bahwa itu adalah potongan lidah yang masih segar. Cairan merah masih menetes ke lantai sesekali. Salah satu dari mereka langsung menghubungi polisi. Namun ketika nama tuan muda Mahesvara disebut sebagai orang terakhir yang menemui Kayla Purnomo. Semua polisi pun jadi bungkam. Mereka menghentikan penyidikan dan langsung memasang police line di area itu. Sementara Kayla sudah dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan atas lukanya. Berita tentang apa yang terjadi pada Kayla pun langsung merebak di dunia Maya dan juga menjadi headline di berita nasional. Sayang sekali dalam berita itu tak dijelaskan siapa pelaku. Mereka menyatakan bahwa pelaku masih misterius dan akan diselidiki lebih lanjut. Larena juga membaca berita itu, ia sangat terkejut atas apa yang terjadi pada Kayla. Ia memang ingin wanita itu dihukum, tapi menurutnya apa yang terjadi pada Kayla itu cukup menakutkan. Lidah Kayla dipotong
Jordi membukakan pintu untuk Arfeen. Mereka sudah berada di halaman rumah Nina. Rumah itu memang tak terlalu besar, dan berada di kompleks perumahan kalangan menengah. Jordi mengiringi Arfeen ke teras rumah Nina. Jordi yang menekan bell. Tak menunggu lama, pintu terbuka dan wajah Nina muncul. Ia tak terlalu mengenali wajah Arfeen meski pernah menonton video viral pernikahannya. "Maaf, Anda mencari siapa Tuan?" "Apakah Anda Nina Firmansyah?" tanya Jordi. "Iya, saya sendiri.""Tuan saya ingin bertemu dengan Anda!"Nina menoleh ke arah Arfeen. "Maaf, ada masalah apa?"Jordi tak menjawab, Nina pun mengerti dan mempersilakan mereka masuk. Menuntun keduanya ke ruang tamu. "Silakan duduk, Tuan!" Arfeen memilih duduk di single sofa. "Apa aku boleh merokok?" "B-boleh!"Jordi memungut satu rokok dari kotaknya lalu menyelipkan ke bibir Arfeen. Juga menyulut ujungnya hingga menyala, Arfeen mengisap dan mengepulkan asap putih. "Sayang, siapa yang datang?" tanya Heru menghampiri ruang tam
Larena sedang duduk bersandar headboard membaca sebuah buku saat Arfeen memasuki kamar. "Sayang, kau belum tidur?" tanyanya yang sedikit terkejut karena itu sudah mulai larut. Larena menaruh bukunya ke atas nakas. "Aku tidak bisa tidur, kau pulang selarut ini!" Ia bangkit menghampiri Arfeen. Membantunya membuka jas, menyampaikan di salah satu lengan. Arfeen membiarkan sang istri membuka dasi dan kancing kemeja ketika dirinya membuka kancing lengan. "Banyak yang harus aku urus." "Mengurusi Rere juga?" tanyanya membuka kemeja itu lolos dari tubuh suaminya. Meletakan di keranjang pakaian kotor. "Sepertinya beritanya cepat sekali menyebar ya?" "Kecanggihan teknologi." Arfeen mengangguk. "Aku juga mendengar PT. Firma teknologi mendapatkan suntikan dana dari Mahesvara Group. Itu juga karena ulahmu kan? Kau membantu Nina?" "Dia sempat membantumu." Arfeen melepaskan celana dan melempar ke keranjang pakaian. Larena menatapnya. Suaminya itu membantu perusahaan Nina habya karena
Arfeen menatap tangan mereka yang menyatu, kemudian pandangannya kembali ke wajah sang istri yang diliputi ketakutan. Ia tak ingin membuat istrinya sendiri takut padanya. Ini adalah salah satu yang tak ia inginkan ketika mengakui jati dirinya. Sikap Larena yang berubah! Dan tentu saja ia tak ingin membuat sang istri kian ketakutan, maka ia pun melepaskan tangan itu dengan tetap tersenyum. Arfeen memperhatikan wanita itu yang menaruh kedua tangannya di pangkuan. Kedua tanga. Lentik itu meremas-remas rok tulip yang dikenakannya. Arfeen juga tak ingin hubungan mereka menjadi dingin, jadi ia harus berusaha mencairkan suasana. "Bagaimana persiapan peluncuran produk baru La Viva? Apakah masih ada kendala?" tanyanya lembut. Larena menggeleng. "Semuanya sudah done." "Boleh aku datang di acara launchingnya?" Larena tak langsung menjawab, tapi tentu saja ia senang jika pemuda itu ingin datang. Jadi ia hanya mengangguk. Arfeen punmenyimpulkan senyum. "Oya ... aku tahu penghasilan
"Aku setuju dengan tawaranmu!" Pria yang dihubungi oleh Geofan tersenyum penuh kemenangan. Ia tahu ia pasti bisa membuat 4 keluarga besar meninggalkan Mahesvara satu persatu. Jika 4 keluarga itu bergabung dengan dirinya, ia yakin akan cukup mudah menggulingkan klan Mahesvara. Mungkin Zagan memang ditakuti, namun dengan kekuatan yang besar dan juga banyak untuk melawannya, pemuda itu pasti bisa dikalahkan. Tak ada yang sempurna di dunia ini, jadi Zagan pun pasti memiliki kelemahan. Hanya tinggal menunggu untuk mencari tahu apa kelemahan terbesar Zagan. "Bagus! Seharusnya dari dulu kau setuju. Ada apa Tuan Abrisham? Apakah Zagan membuatmu kecewa?" "Dia telah merusak wajah putri kesayanganku. Dan itu harus dibayar dengan malah!" gerutu Geofan. "Katakan apa yang kau butuhkan!""Kau memiliki banyak pasukan elit yang terlatih. Berikan aku beberapa tim!""Sebagai gantinya?""Empat puluh persen saham perusahaanku!"Pria itu menyimpulkan senyum miring. Empat puluh persen tidak terlalu b
"Jadi mereka ingin mengecoh?" ucap Jean bermonolog. Ia kembali menghubungi Agha. "Kami sedang dalam perjalanan." "Ada tiga mobil dengan nomor polisi yang sama, salah satunya membawa Nyonya." Sebelumnya Jean sudah mengirim foto mobil beserta nomor polisinya. "Rupanya mereka cukup cerdik, tapi jangan khawatir. Kita akan dapatkan mobil yang benar!" ujar Agha menutup sambungan telepon. Ia yang duduk di jok depan kembali fokus pada tabnya, kali ini ia akan melacak ketiga mobil itu. Hanya dari satu layar, ia bisa melihat pergerakan tiga mobil itu. Meski nantinya ketiganya berpencar. Tampak di layar. Tiga mobil itu mulai berpencar. "Agha, aku harus mengikuti yang mana?" "Yang kau rasa itu benar, jangan khawatir. Kami akan mengikuti yang lainnya." Agha juga belum bisa menemukan yang mana yang membawa Larena, jadi yang tak diikuti oleh Jean yang akan ia ikuti bersama anak buahnya dibagi dua. Karena Jean mengikuti mobil yang berbelok ke arah kanan maka ia akan mengikuti sisanya
Mereka membawa Larena ke sebuah ruangan, mendudukan wanita itu ke sebuah kursi lalu mengikatnya di sana. "Apa selanjutnya, Bos?" tanya pria yang tadi membawa mobil putih itu. "Kalian bisa beristirahat, kita akan menunggu suaminya sampai!" Ada senyum iblis yang terlukis di wajah pria itu. "Larena ...," ia memungut wajah Larena yang masih belum sadarkan diri. "Meski kau bukan berasal dari 5 keluarga besar namun kecantikan wajahmu sudah memikat seorang Zagan. Bahkan demi dirimu, Zagan harus menyakiti putriku!"Ia memajukan wajah ke arah Larena. "Aku akan melenyapkanmu di depannya, karena kau memang tidak seharusnya ada!" ujarnya melepaskan wajah Larena. Perlahan Larena mulai mendapatkan kesadarannya, ia membuka matanya perlahan. Ada rasa pegal di punggung akibat pukulan itu. Ia ingin bergerak namun tak bisa, seketika kesadarannya kembali penuh. Ia melihat dirinya sendiri yang terikat di sebuah kursi lalu mengedarkan pandangan ke sekitarnya hingga mendapati seorang pria di hadapannya.
Arfeen membatu melihat darah yang mengalir dari leher Larena. Wanita itu tampak menahan rasa perih. Arfeen kian mengepalkan tinjunya, amarah benar-benar menguasainya kini. Tubuh Dendy yang berusaha kabur terpental ke dalam ruangan kembali. Rupanya anak buah Arfeen sudah menguasai tempat itu. Awalnya Dendy pikir, semua anak buahnya mampu menghalau orang-orang yang Arfeen bawa. Tapi rupanya justru ia yang kini terpojok. Arfeen menerjang tubuh Dendy, menghajar pria itu dengan segenap amarah yang ada. Tangan yang digunakan Dendy untuk melukai Larena pun dipatahkan tanpa belas kasih. Arfeen melempar tubuh Dendy hingga terpental ke tembok, merosot ke lantai dengan darah yang muncrat dari mulutnya. Benda mengkilat di lantai yang tertangkap oleh mata Arfeen pun dipungutnya. Lalu ia menghampiri Dendy Purnomo. "Kau salah mencari lawan bermain, Dendy. Seharusnya kau tahu seperti apa jika Zagan murka!" ucap Arfeen kemudian menyayat kedua pergelangan tangan Dendy. "Argh ... argh ... argh