"Jadi mereka ingin mengecoh?" ucap Jean bermonolog. Ia kembali menghubungi Agha. "Kami sedang dalam perjalanan." "Ada tiga mobil dengan nomor polisi yang sama, salah satunya membawa Nyonya." Sebelumnya Jean sudah mengirim foto mobil beserta nomor polisinya. "Rupanya mereka cukup cerdik, tapi jangan khawatir. Kita akan dapatkan mobil yang benar!" ujar Agha menutup sambungan telepon. Ia yang duduk di jok depan kembali fokus pada tabnya, kali ini ia akan melacak ketiga mobil itu. Hanya dari satu layar, ia bisa melihat pergerakan tiga mobil itu. Meski nantinya ketiganya berpencar. Tampak di layar. Tiga mobil itu mulai berpencar. "Agha, aku harus mengikuti yang mana?" "Yang kau rasa itu benar, jangan khawatir. Kami akan mengikuti yang lainnya." Agha juga belum bisa menemukan yang mana yang membawa Larena, jadi yang tak diikuti oleh Jean yang akan ia ikuti bersama anak buahnya dibagi dua. Karena Jean mengikuti mobil yang berbelok ke arah kanan maka ia akan mengikuti sisanya
Mereka membawa Larena ke sebuah ruangan, mendudukan wanita itu ke sebuah kursi lalu mengikatnya di sana. "Apa selanjutnya, Bos?" tanya pria yang tadi membawa mobil putih itu. "Kalian bisa beristirahat, kita akan menunggu suaminya sampai!" Ada senyum iblis yang terlukis di wajah pria itu. "Larena ...," ia memungut wajah Larena yang masih belum sadarkan diri. "Meski kau bukan berasal dari 5 keluarga besar namun kecantikan wajahmu sudah memikat seorang Zagan. Bahkan demi dirimu, Zagan harus menyakiti putriku!"Ia memajukan wajah ke arah Larena. "Aku akan melenyapkanmu di depannya, karena kau memang tidak seharusnya ada!" ujarnya melepaskan wajah Larena. Perlahan Larena mulai mendapatkan kesadarannya, ia membuka matanya perlahan. Ada rasa pegal di punggung akibat pukulan itu. Ia ingin bergerak namun tak bisa, seketika kesadarannya kembali penuh. Ia melihat dirinya sendiri yang terikat di sebuah kursi lalu mengedarkan pandangan ke sekitarnya hingga mendapati seorang pria di hadapannya.
Arfeen membatu melihat darah yang mengalir dari leher Larena. Wanita itu tampak menahan rasa perih. Arfeen kian mengepalkan tinjunya, amarah benar-benar menguasainya kini. Tubuh Dendy yang berusaha kabur terpental ke dalam ruangan kembali. Rupanya anak buah Arfeen sudah menguasai tempat itu. Awalnya Dendy pikir, semua anak buahnya mampu menghalau orang-orang yang Arfeen bawa. Tapi rupanya justru ia yang kini terpojok. Arfeen menerjang tubuh Dendy, menghajar pria itu dengan segenap amarah yang ada. Tangan yang digunakan Dendy untuk melukai Larena pun dipatahkan tanpa belas kasih. Arfeen melempar tubuh Dendy hingga terpental ke tembok, merosot ke lantai dengan darah yang muncrat dari mulutnya. Benda mengkilat di lantai yang tertangkap oleh mata Arfeen pun dipungutnya. Lalu ia menghampiri Dendy Purnomo. "Kau salah mencari lawan bermain, Dendy. Seharusnya kau tahu seperti apa jika Zagan murka!" ucap Arfeen kemudian menyayat kedua pergelangan tangan Dendy. "Argh ... argh ... argh
"Aku adalah putra Malik Adison Mahesvara. Kekuasaanku melebihi Purnomo dan Abrisham!" aku Arfeen membuat Vano dan Viera membeku. Hening menyelimuti sekitar mereka. "Apa katamu?" tanya Vano ingin lebih meyakinkan. "Aku adalah Tuan Muda Mahesvara!" aku Arfeen sekali lagi. Vano menyimpulkan senyum getir. "Kau pikir ini lucu? Bukan saatnya bercanda Arfeen!""Mungkin saja kepalamu itu baru terbentur saat kau berkelahi dengan anak buah Dendy Purnomo, makanya sekarang kau berkhayal terlalu tinggi!" saut Viera. "Aku serius, Pa, Ma. Aku memang Tuan Muda Mahesvara. Enam tahun yang lalu Kakek Radika mengusirku karena mengira aku yang mensabotase mobil Papa. Tepat malam setelah pernikahanku dengan Larena, Liam datang menjemputku. Dan mengatakan bahwa mereka sudah menemukan orang yang mensabotase mobil Papa!"Vano kian membeku dengan penuturan menantunya. Tentu ia tak ingin mempercayai ini, bagaimana ia bisa menerima putra dari Malik menjadi menantunya. Malik adalah orang yang sudah menghancu
"Kau!" Suara Kayla tertahan di dalam tenggorokannya.Sekujur tubuhnya langsung gemetar, ia masih ingat benar bagaimana pria itu dengan tanpa perasaan menarik dan memotong lidahnya. Ingin sekali ia berteriak mengusirnya keluar, namun hanya suara bergemuruh yang keluar dari mulutnya. "Apa kabarmu, Kayla? Apa kau senang bertemu lagi denganku?" tanya Arfeen dengan seringai di wajah. Seringai yang membuat Kayla ingin membenturka. Diri saja ke tembok dari pada harus mendapatkan siksaan dari pria itu. Tapi bagaimana pria itu bisa ada di sini? Ke mana semua pengawal papanya?"Kau pasti ingin bertanya di mana para pengawalmu?" ujar Arfeen yang bisa membaca isi otak wanita itu. "Aku sudah melemparkan mereka semua ke luar jendela!"Kayla melotot seketika. "Dan ... aku memiliki saham terbesar di rumah sakit ini. Jadi ... aku bisa bebas melakukan apa pun tanpa ada yang berani mengganggu!" Ada senyum iblis yang terlukis di wajah Arfeen. Kayla menelan ludah, keringat dingin mulai keluar dari p
Arfeen belum menjawab pertanyaan sang istri. Tapi tanpa menjawab pun ia tahu jika istrinya itu benar. "Apakah itu perlu?" tanya Larena lagi. "Apa yang kulakukan pada Rere, bukan hanya demi memancing Geofan. Tapi wanita itu pantas mendapatkannya atas apa yang selama ini dilakukannya padamu!" "Geofan tidak akan diam saja, kau lihat sendiri apa yang dilakukan Dendy padaku kan?" "Itu tidak akan terulang. Karena sebelum Geofan bergerak, aku akan melangkah lebih dulu!" janjinya. "Arfeen!" "Jangan lupakan siapa aku!" potongnya. "Selama 6 tahun ... aku terpaksa menjadi pria lemah. Tapi sekarang tidak lagi! Purnomo dan Abrisham adalah pemberontak, aku tahu sejak lama mereka ingin meruntuhkan kekuasaan klan Mahesvara. Sayangnya hingga detik ini belum berhasil, dan tidak akan pernah!" Tubuh Larena sedikit bergetar, jika ia tak pernah mengenal Arfeen yang lembut dan romantis serta sedikit jail itu. Mungkin ia akan takut menatap mata pemuda itu saat ini. Atau mungkin ia akan lari menjau
Arfeen langsung ke ruangan Rektor ketika sampai di kampus, beberapa polisi ada di ruangan itu. "Permisi, Pak!" ucapnya membuka pintu. "Arfeen, masuklah!" ujar Pak Rektor. Arfeen memasuki ruangan dengan santai. "Ini adalah Kepala polisi setempat di mana kita mengadakan outbound. Mereka ingin mendengar kesaksian mu mengenai Mario!" Arfeen pun menyalami kedua polisi itu. Mereka pun kembali duduk. "Kami sangat mengharapkan kerja sama dari Anda, ada beberapa mahasiswa yang mengatakan jika korban sering bersitegang dengan Anda. Apakah itu benar?""Ya, itu benar. Lebih tepatnya Mario selalu merundungku selama ini!" Ia jujur mengakui hal itu. Terang saja para polisi pun tercengang. Mereka menatapnya penuh selidik. "Apakah Anda berada di tempat kejadian saat korban terjatuh?""Apakah ada yang berkata seperti itu?" "Tidak, kami hanya ingin memastikan.""Kami sedang melakukan permainan dalam acara outbound, saat itu kami sedang mencari sesuatu. Tiba-tiba saja kaki Mario terkilir, dia ter
Larena sedang beristirahat ketika ia mendengar kaca jendela pecah. Sontak itu membuatnya terkejut. Ada sosok pria yang mengenakan pakaian serba hitam dan juga menutup wajah. "Siapa kau?" Mendengar suara kaca pecah, Jean yang berjaga di luar kamar pun hendak menerobos masuk. Sayangnya pintu ruangan terkunci dari dalam. Setelah masuk menerobos melalui kaca jendela, pria itu dengan gerakan cepat mengunci pintu ruangan. Larena melepas jarum infus dari telapak tangannya, ia tersungkur ketika meloncat dari ranjang. "Nyonya. Ada apa di dalam? Anda baik-baik saja?" teriak Jean. "Jean!" teriaknya yang tak terlalu kencang karena lehernya masih sakit. Namun Jean tetap bisa mendengarnya. "Nyonya!"Pria itu menghampiri Larena dengan membawa sebilah pisau, Larena mencoba menjauh."Nyonya!" Jean mencoba mendobrak pintu itu. "Jean, ada apa?""Sepertinya ada yang menerobos masuk melalui jendela Nyonya!" jawabnya."Apa? Larena! Larena!" teriak Viera. Ada beberapa perawat juga yang tertarik meng