"Kau!" Suara Kayla tertahan di dalam tenggorokannya.Sekujur tubuhnya langsung gemetar, ia masih ingat benar bagaimana pria itu dengan tanpa perasaan menarik dan memotong lidahnya. Ingin sekali ia berteriak mengusirnya keluar, namun hanya suara bergemuruh yang keluar dari mulutnya. "Apa kabarmu, Kayla? Apa kau senang bertemu lagi denganku?" tanya Arfeen dengan seringai di wajah. Seringai yang membuat Kayla ingin membenturka. Diri saja ke tembok dari pada harus mendapatkan siksaan dari pria itu. Tapi bagaimana pria itu bisa ada di sini? Ke mana semua pengawal papanya?"Kau pasti ingin bertanya di mana para pengawalmu?" ujar Arfeen yang bisa membaca isi otak wanita itu. "Aku sudah melemparkan mereka semua ke luar jendela!"Kayla melotot seketika. "Dan ... aku memiliki saham terbesar di rumah sakit ini. Jadi ... aku bisa bebas melakukan apa pun tanpa ada yang berani mengganggu!" Ada senyum iblis yang terlukis di wajah Arfeen. Kayla menelan ludah, keringat dingin mulai keluar dari p
Arfeen belum menjawab pertanyaan sang istri. Tapi tanpa menjawab pun ia tahu jika istrinya itu benar. "Apakah itu perlu?" tanya Larena lagi. "Apa yang kulakukan pada Rere, bukan hanya demi memancing Geofan. Tapi wanita itu pantas mendapatkannya atas apa yang selama ini dilakukannya padamu!" "Geofan tidak akan diam saja, kau lihat sendiri apa yang dilakukan Dendy padaku kan?" "Itu tidak akan terulang. Karena sebelum Geofan bergerak, aku akan melangkah lebih dulu!" janjinya. "Arfeen!" "Jangan lupakan siapa aku!" potongnya. "Selama 6 tahun ... aku terpaksa menjadi pria lemah. Tapi sekarang tidak lagi! Purnomo dan Abrisham adalah pemberontak, aku tahu sejak lama mereka ingin meruntuhkan kekuasaan klan Mahesvara. Sayangnya hingga detik ini belum berhasil, dan tidak akan pernah!" Tubuh Larena sedikit bergetar, jika ia tak pernah mengenal Arfeen yang lembut dan romantis serta sedikit jail itu. Mungkin ia akan takut menatap mata pemuda itu saat ini. Atau mungkin ia akan lari menjau
Arfeen langsung ke ruangan Rektor ketika sampai di kampus, beberapa polisi ada di ruangan itu. "Permisi, Pak!" ucapnya membuka pintu. "Arfeen, masuklah!" ujar Pak Rektor. Arfeen memasuki ruangan dengan santai. "Ini adalah Kepala polisi setempat di mana kita mengadakan outbound. Mereka ingin mendengar kesaksian mu mengenai Mario!" Arfeen pun menyalami kedua polisi itu. Mereka pun kembali duduk. "Kami sangat mengharapkan kerja sama dari Anda, ada beberapa mahasiswa yang mengatakan jika korban sering bersitegang dengan Anda. Apakah itu benar?""Ya, itu benar. Lebih tepatnya Mario selalu merundungku selama ini!" Ia jujur mengakui hal itu. Terang saja para polisi pun tercengang. Mereka menatapnya penuh selidik. "Apakah Anda berada di tempat kejadian saat korban terjatuh?""Apakah ada yang berkata seperti itu?" "Tidak, kami hanya ingin memastikan.""Kami sedang melakukan permainan dalam acara outbound, saat itu kami sedang mencari sesuatu. Tiba-tiba saja kaki Mario terkilir, dia ter
Larena sedang beristirahat ketika ia mendengar kaca jendela pecah. Sontak itu membuatnya terkejut. Ada sosok pria yang mengenakan pakaian serba hitam dan juga menutup wajah. "Siapa kau?" Mendengar suara kaca pecah, Jean yang berjaga di luar kamar pun hendak menerobos masuk. Sayangnya pintu ruangan terkunci dari dalam. Setelah masuk menerobos melalui kaca jendela, pria itu dengan gerakan cepat mengunci pintu ruangan. Larena melepas jarum infus dari telapak tangannya, ia tersungkur ketika meloncat dari ranjang. "Nyonya. Ada apa di dalam? Anda baik-baik saja?" teriak Jean. "Jean!" teriaknya yang tak terlalu kencang karena lehernya masih sakit. Namun Jean tetap bisa mendengarnya. "Nyonya!"Pria itu menghampiri Larena dengan membawa sebilah pisau, Larena mencoba menjauh."Nyonya!" Jean mencoba mendobrak pintu itu. "Jean, ada apa?""Sepertinya ada yang menerobos masuk melalui jendela Nyonya!" jawabnya."Apa? Larena! Larena!" teriak Viera. Ada beberapa perawat juga yang tertarik meng
"Saat ini aku sedang malas berkelahi, lagi pula aku ingin cepat sampai ke rumah sakit. Jadi suruh saja orang untuk mengurus mereka!""Baik, Presdir."Jordi menghubungi Edi agar membawa satu tim melawan para penghadang mereka. Sementara ia mencoba mencari jalan lain menuju rumah sakit. Para penghadangnya pun mengejar. Beruntung Edi segera datang lalu menghalau para pengejar mereka. Terjadi pertarungan di jalanan itu. Sementara Arfeen sampai juga di rumah sakit, ia lekas menuju ruangan sang istri yang baru. Viera langsung menghampiri ketika Arfeen sampai di depan ruangan. "Larena sedang tidur, jangan diganggu!" halaunya. "Mana mungkin aku ingin mengganggunya, Ma.""Anak buahmu itu bagaimana? Kenapa bisa kecolongan? Ada seorang pria masuk melalui jendela dan meneror Larena. Lalu mereka tak bisa menangkapnya. Payah sekali!" cibir Viera. "Maaf, Ma. Aku akan memperketat penjagaan mulai sekarang.""Satu lagi. Ada isu bahwa produk La Viva mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, saat in
"Kau tidak akan bisa lari sebelum menyelesaikan tugas!" ujar si pria berjas. Pria berhoodie itu pun menegakkan tubuhnya, berbalik membalas tatapan tajam pria di depannya. Ia selalu memegang prinsipnya, jika sejak awal ia menyatakan tidak akan mengambil job berikutnya maka tidak! "Anda tidak bisa memaksa saya, Tuan!" balasnya melesat untuk menyerang pria itu. Si pria berjas yang juga memiliki kemampuan bela diri mumpuni pun menghindar dengan mudah. Ia juga membalas serangan lawannya. Namun ia juga tahu kemampuan bocah itu! Bukan hanya pandai menyelinap akan tetapi juga pandai bertarung. Itu sebabnya kenapa dirinya memilih bocah itu untuk melaksanakan tugas dari nonanya. Tetapi ia tak menyangka jika bocah itu keras kepala sekali dan susah untuk dibujuk. Pria berhoodie berhasil menendang tubuh si pria berjas hingga terhempas ke sofa dan sofa itu terbalik. Kesempatan itu ia gunakan untuk melarikan diri. Jika ia tak sedang butuh uang maka ia tidak akan menerima job dari seora
Arfeen menggaruk kepala. Ia tak tahu kenapa sang istri bisa tiba-tiba manja seperti itu padanya. Baginya ini sangat aneh dan tak biasa. Larena yang ia kenal adalah wanita mandiri. "Arfeen!" suara wanita itu membawanya kembali ke dunia nyata. "Sayang, untuk saat ini kau harus perhatikan kesehatan dulu. Nanti setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit ... aku janji kau boleh makan apa pun yang kau mau. Ok!" "Apa pun?" Mata Larena mengerjap. Arfeen hanya bisa mengangguk. "Apa pun!" Larena tersenyum senang, ia membenarkan posisi duduknya senyaman mungkin. Akan tetapi Arfeen mulai khawatir, sikap wanita itu yang tiba-tiba berubah tentu saja menimbulkan tanda tanya. Tapi bagaimana pun Arfeen tetap merasa bahagia, dan hanya dalam waktu satu jam lebih Jordi kembali membawa pesanan Larena. Bukan hanya soto mie yang ia serahkan tapi juga video ketika dirinya sampai di tempat yang lokasinya sudah ia searching sebelumnya. Video saat ia membeli makanan itu agar sang Nyonya percaya
“Dokter kandungan?” desis Arfeen sekali lagi. “Apa hubungan semua ini dengan dokter kandungan?”Viera menoleh menantunya yang bodoh itu. “Sekali lagi kau mengeluarkan pertanyaan bodoh aku akan memukul kepalamu!” ancamnya kesal. Arfeen pun langsung diam. Viera menoleh Jordi. “Dan kenapa kau masih di sini? Cepat panggilkan dokternya!” Jordi menoleh Arfeen yang memberinya anggukan, maka ia pun lekas meninggalkan ruangan untuk mencari dokter kandungan. Kebetulan ia berpapasan dengan dokter yang merawat Larena, jadi ia minta tolong saja. “Dokter kandungan?” tanya Randy. “Kata Nyonya besar seperti itu!” jawabnya. Randy mengelus dagunya, sepertinya ia tahu kecurigaan mamanya Larena. Tapi ia tetap menuntun Jordi menemui dokter kandungan. Untung saja dokter jaga saat itu adalah dokter Dea. “Ini Larena teman kuliahmu itu kan?”Randy mengangguk. “Tak masalah, kebetulan aku sedang free. Ayo!” ia bangkit dari kursinya. Mereka pun menuju ke ruangan Larena. “Selamat pagi!” sapa Dea dan Rand