“Saya rasa … Anda tidak berhak untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga saya dengan Ageng,” ucap Queen yang masih enggan memanggil Rania dengan sebutan ‘mama’ seperti dahulu.“Aku mamamu Queen, aku yang telah melahirkan kamu.” Sakit hati Rania saat mendengar ucapan Queen yang terdengar tidak mengindahkan dirinya, bukan hanya tentang dirinya sebagai seorang ibu, tetapi juga pesan yang dia anggap sangat penting untuk masa depan putrinya.“Saya tahu, tetapi apapun itu Anda tetap tidak berhak untuk ikut campur dalam urusan rumah tanggaku dengan Ageng.”“Dia selingkuh, Queen!” ucap Rania dengan mata berkaca-kaca, mengingat kembali luka hatinya di masa lalu atas pengkhianatan yang telah dilakukan Eddy. “Bukannya Mama ingin ikut campur, mama hanya tidak ingin kau merasakan sakit yang sama dengan apa yang pernah mama rasakan.”“Jika aku harus berpisah dengan Ageng, aku rasa itu tidak akan menjadi masalah yang besar, karena aku pernah merasakan luka yang lebih sakit dalam saat Mama meningga
Jika pada awalnya Surya Wijaya menduga jika Zachary mengambil segala keputusan secara mendadak, kini dia meyakini hal yang sebaliknya. Ya, Zachary telah merencanakan semuanya dengan matang. Bahkan pencurian data penting milik perusahaan Wardana Group adalah ulah Zachary sebelum akhirnya dia memilih untuk pergi ke Bali.Di tengah kesibukannya mempelajari berkas-berkas penting yang harus segera dia tanda tangani, Surya Wijaya menatap wajah pucat Rania yang sudah kembali terlelap setelah minum obat. Sekelebat wajah Queen menghampirinya, sungguh Surya Wijaya tidak bisa membayangkan bagaimana hancur hati sang istri jika melihat Queen dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.“Zach! Papa mohon jangan lakukan ini!” ucap Surya Wijaya pada dirinya sendiri, tanpa dia sadari air mata menetes membasahi pipinya yang tirus dan keriput.Salah satu penyesalan terbesar Surya Wijaya saat ini adalah, dirinya yang tidak bisa mencintai wanita yang telah dia nikahi dan memberinya dua putra. Memang tidak per
Pintu ruang kerja Arya Suta terbuka secara tiba-tiba, Senyum merekah di bibir pria paruh baya itu kala melihat Arda yang berlari memasuki ruang kerjanya.“Opa!” panggil Ardan yang langsung duduk di pangkuan sang kakek. “Ardan mau jemput papa di bandara, hari ini papa Ardan pulang. Katanya kami akan kumpul bersama lagi,” sambung bocah yang masih sekolah di taman kanak kanak itu dengan penuh semangat.Arya Suta mengusap lembut rambut cucunya, lalu pandanganya teralihkan ke pintu ruangan di mana muncul Arum putri pertamanya. Melihat senyum yang merekah di bibir Arum, tak ayal menjalarkan rasa bahagia di hatinya. Kedua anaknya terlihat sangat bahagia dengan pasangan hidup yang telah mereka pilih.Sejak awal, baik Arya Suta maupun Laras memang membebaskan kedua anak mereka untuk memilih pasangan hidup yang akan menemani dan menjadi pendamping dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Sepertinya pilihan tersebut tidak salah, meskipun mereka memilih pasangan dari kalangan yang tidak sama dengan
Ardan langsung berlari saat melihat kedatangan sang ayah di bandara. Arum meneteskan air mata karena tidak bisa menutupi rasa bahagia yang membuncah di hatinya. Kini dia tidak harus jauh-jauh lagi untuk menemui sang suami di kala merasa rindu.Danu langsung menggendong Ardan, bocah yang masih sekolah taman kanak-kanak itu tertawa bahagia saat berada di gendongan sang ayah. Sambil menggendong putra semata wayangnya, Danu bergegas menghampiri Arum. Rasa rindu itu tampaknya lebih lebih dari rasa malunya, sehingga tanpa sungkan dan ragu, Danu langsung melabuhkan kecupan hangat di kening sang istri.“Bagaimana kalau setelah ini kita buat adik untuk Ardan?” bisik Danu terdengar menggoda.Arum menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tersipu malu dengan wajah yang merona. Itu memang sudah menjadi rencananya agar, Danu tidak dikirim lagi ke tempat yang jauh dan bisa lebih fokus pada keluarga kecil mereka di sini, serta menjaga sang ibu yang sudah tua.“Kita pulang ke rumah dulu, ya?” ajak Aru
“Tadi Mbak Arum bilang mau jemput Mas Danu, benar Mas Danu sudah pulang dari Kalimantan?” tanya Queen untuk memastikan kebenaran kabar yang sempat dia dengar.“Ya benarlah, kamu kira Mbak Arum lagi halusinasi karena kangen?” tanya Ageng dengan seulas senyum di bibirnya. “Kalau aku pergi lama, memangnya kamu akan sekangen itu sampai membuatmu halusinasi?” sambung Ageng melontarkan pertanyaan yang dimaksudkan menggoda sang istri.“Memang kamu mau ke mana? Ke London?”Ageng terdiam, binar bahagia yang tadi sempat berpijar dalam sekejap berubah menjadi sendu. Ageng selalu merasa tidak nyaman jika harus membicarakan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan Davianna, sosok yang masih berstatus kekasih meski saat ini dirinya sudah menikah. Calon penerus Wardana Group itu merasa kini sudah tidak ada getar rasa lagi untuk kekasih yang dahulu menjadi pusat hidupnya, kekasih yang akan dia turuti semua kemauan dan keinginannya.“Jika aku pergi, apa kau akan merindukan aku?” tanya Ageng kembali,
Queen terbangun dari tidurnya, istirahat sejenak dan minum obat pereda nyeri tampaknya cukup ampuh mengurangi rasa sakit yang sebelumnya terasa begitu menyiksa. Queen memasuki kamar mandi selain untuk membersihkan diri, dia juga mengganti pembalut yang terasa sudah sangat penuh dan membuatnya tidak nyaman.Queen keluar dari kamarnya, suasana terasa sunyi dan sepi karena dia tidak menemukan keberadaan Ageng, bahkan saat dia memeriksanya di kamar Ageng sekali pun. Tiba-tiba hatinya merasa berdenyut nyeri saat menyadari jika Ageng tidak ada. Hampa, lalu bagaimana dengan dirinya nanti saat perjanjian pernikahan mereka harus berakhir?Tanpa di sadari, bulir-bulir bening menetes membasahi pipi Queen. Ada rasa tidak rela jika pada akhirnya harus melepaskan Ageng kembali kepada Davianna. Ingin rasanya Queen memiliki Ageng untuk selamanya dan mengabaikan perjanjian yang pernah mereka tanda tangani, Namun yang menjadi ganjalan di hati Queen, apakah Ageng menginginkan hal yang sama dengan diriny
“Menagih janji Mas Danu?” tanya Arum dengan tatap mata yang tertuju kepada Danu dan Rahma secara bergantian. “Janji apa, Mas?” sambung Arum memburu jawaban dari suaminya.Danu tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya merasa tidak pernah memberikan janji apa pun kepada Rahma. Danu sama sekali tidak menduga jika Rahma akan mendatanginya langsung di hari pertama kepulangannya dari Kalimantan, seolah tidak memberi waktu dan kesempatan kepada dirinya untuk menyelesaikan masalah tanpa melibatkan Arum.“Aku tidak pernah menjanjikan apa pun kepada Rahma, Rum. Percayalah kepadaku!” Danu berusaha meyakinkan sang istri.Arum mulai merasa ada yang tidak beres dengan sang suami dan juga tamu yang datang ke rumahnya. Dengan saksama putri dari keluarga Wardana itu menatap ekspresi wajah Danu dan Raham, mencoba menemukan gelagat mencurigakan dari keduanya.“Apa yang terjadi sebenarnya, Mas!” tanya Arum yang sudah tidak sabar untuk mengetahui kebenarannya, dia harus secepatnya membunuh rasa penas
"Ya, Ageng tahu semuanya," jawab Danu dengan suara yang penuh penyesalan. "Bahkan sampai saat ini dia masih menyelidiki tentang siapa sebenarnya Rahma.”“Untuk?” tanya singkat Arum yang tidak bisa percaya begitu saja dengan penjelasan yang diberikan oleh suaminya. “Ada beberapa informasi yang Ageng dapat dari orang kepercayaannya, tentang Rahma yang sangat janggal, termasuk tentang hasil aoutopsi kematian suaminya.”Tidak mudah bagi Danu untuk memberi penjelasan kepada Arum tentang peristiwa yang terjadi hampir dua tahun yang lalu. Sebuah peristiwa naas yang membuatnya sampai saat ini tidak bisa terlepas dari cengkeraman Rahma.“Lalu apa hubungannya dengan suami Rahma?” tanya Arum antara amarah dan penasaran.“Dua tahun lalu aku menabrak suami Rahma … dan dia meninggal di tempat,” jawab Danu dengan suara lirih.“Aku hanya ingin bertanggung jawab atas kehidupannya dan anaknya karena telah membuat lelaki yang seharus menanggung kehidupan mereka meninggal dunia, tapi sama sekali tidak p