Ardan langsung berlari saat melihat kedatangan sang ayah di bandara. Arum meneteskan air mata karena tidak bisa menutupi rasa bahagia yang membuncah di hatinya. Kini dia tidak harus jauh-jauh lagi untuk menemui sang suami di kala merasa rindu.Danu langsung menggendong Ardan, bocah yang masih sekolah taman kanak-kanak itu tertawa bahagia saat berada di gendongan sang ayah. Sambil menggendong putra semata wayangnya, Danu bergegas menghampiri Arum. Rasa rindu itu tampaknya lebih lebih dari rasa malunya, sehingga tanpa sungkan dan ragu, Danu langsung melabuhkan kecupan hangat di kening sang istri.“Bagaimana kalau setelah ini kita buat adik untuk Ardan?” bisik Danu terdengar menggoda.Arum menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tersipu malu dengan wajah yang merona. Itu memang sudah menjadi rencananya agar, Danu tidak dikirim lagi ke tempat yang jauh dan bisa lebih fokus pada keluarga kecil mereka di sini, serta menjaga sang ibu yang sudah tua.“Kita pulang ke rumah dulu, ya?” ajak Aru
“Tadi Mbak Arum bilang mau jemput Mas Danu, benar Mas Danu sudah pulang dari Kalimantan?” tanya Queen untuk memastikan kebenaran kabar yang sempat dia dengar.“Ya benarlah, kamu kira Mbak Arum lagi halusinasi karena kangen?” tanya Ageng dengan seulas senyum di bibirnya. “Kalau aku pergi lama, memangnya kamu akan sekangen itu sampai membuatmu halusinasi?” sambung Ageng melontarkan pertanyaan yang dimaksudkan menggoda sang istri.“Memang kamu mau ke mana? Ke London?”Ageng terdiam, binar bahagia yang tadi sempat berpijar dalam sekejap berubah menjadi sendu. Ageng selalu merasa tidak nyaman jika harus membicarakan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan Davianna, sosok yang masih berstatus kekasih meski saat ini dirinya sudah menikah. Calon penerus Wardana Group itu merasa kini sudah tidak ada getar rasa lagi untuk kekasih yang dahulu menjadi pusat hidupnya, kekasih yang akan dia turuti semua kemauan dan keinginannya.“Jika aku pergi, apa kau akan merindukan aku?” tanya Ageng kembali,
Queen terbangun dari tidurnya, istirahat sejenak dan minum obat pereda nyeri tampaknya cukup ampuh mengurangi rasa sakit yang sebelumnya terasa begitu menyiksa. Queen memasuki kamar mandi selain untuk membersihkan diri, dia juga mengganti pembalut yang terasa sudah sangat penuh dan membuatnya tidak nyaman.Queen keluar dari kamarnya, suasana terasa sunyi dan sepi karena dia tidak menemukan keberadaan Ageng, bahkan saat dia memeriksanya di kamar Ageng sekali pun. Tiba-tiba hatinya merasa berdenyut nyeri saat menyadari jika Ageng tidak ada. Hampa, lalu bagaimana dengan dirinya nanti saat perjanjian pernikahan mereka harus berakhir?Tanpa di sadari, bulir-bulir bening menetes membasahi pipi Queen. Ada rasa tidak rela jika pada akhirnya harus melepaskan Ageng kembali kepada Davianna. Ingin rasanya Queen memiliki Ageng untuk selamanya dan mengabaikan perjanjian yang pernah mereka tanda tangani, Namun yang menjadi ganjalan di hati Queen, apakah Ageng menginginkan hal yang sama dengan diriny
“Menagih janji Mas Danu?” tanya Arum dengan tatap mata yang tertuju kepada Danu dan Rahma secara bergantian. “Janji apa, Mas?” sambung Arum memburu jawaban dari suaminya.Danu tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya merasa tidak pernah memberikan janji apa pun kepada Rahma. Danu sama sekali tidak menduga jika Rahma akan mendatanginya langsung di hari pertama kepulangannya dari Kalimantan, seolah tidak memberi waktu dan kesempatan kepada dirinya untuk menyelesaikan masalah tanpa melibatkan Arum.“Aku tidak pernah menjanjikan apa pun kepada Rahma, Rum. Percayalah kepadaku!” Danu berusaha meyakinkan sang istri.Arum mulai merasa ada yang tidak beres dengan sang suami dan juga tamu yang datang ke rumahnya. Dengan saksama putri dari keluarga Wardana itu menatap ekspresi wajah Danu dan Raham, mencoba menemukan gelagat mencurigakan dari keduanya.“Apa yang terjadi sebenarnya, Mas!” tanya Arum yang sudah tidak sabar untuk mengetahui kebenarannya, dia harus secepatnya membunuh rasa penas
"Ya, Ageng tahu semuanya," jawab Danu dengan suara yang penuh penyesalan. "Bahkan sampai saat ini dia masih menyelidiki tentang siapa sebenarnya Rahma.”“Untuk?” tanya singkat Arum yang tidak bisa percaya begitu saja dengan penjelasan yang diberikan oleh suaminya. “Ada beberapa informasi yang Ageng dapat dari orang kepercayaannya, tentang Rahma yang sangat janggal, termasuk tentang hasil aoutopsi kematian suaminya.”Tidak mudah bagi Danu untuk memberi penjelasan kepada Arum tentang peristiwa yang terjadi hampir dua tahun yang lalu. Sebuah peristiwa naas yang membuatnya sampai saat ini tidak bisa terlepas dari cengkeraman Rahma.“Lalu apa hubungannya dengan suami Rahma?” tanya Arum antara amarah dan penasaran.“Dua tahun lalu aku menabrak suami Rahma … dan dia meninggal di tempat,” jawab Danu dengan suara lirih.“Aku hanya ingin bertanggung jawab atas kehidupannya dan anaknya karena telah membuat lelaki yang seharus menanggung kehidupan mereka meninggal dunia, tapi sama sekali tidak p
Tanpa mengetuk pintu dan mengucap salam, Arum langsung memasuki ruang kerja sang papa. Amarah yang sudah dia tahan sejak semalam membuatnya tidak mempedulikan jika saat ini sedang terjadi pembicaraan yang serius antara papa dan adiknya.“Aku ingin penjelasan darimu tentang Mas Danu dan Rahma,” ucap Arum dengan sorot mata yang tajam dan suara yang tegas tertuju ke arah Ageng.“Bisa kita bicarakan itu nanti?” tanya Ageng didahului dengan hembusan napas kasar. “Ada hal penting yang sedang aku bicarakan dengan papa,” sambung Ageng yang berharap ada pengertian dari sang kakak.“Apakah aku tidak penting untukmu?” tanya balik Arum yang terlihat semakin tersulut emosi. “Hingga kau tega menyembunyikan hal sepenting ini?”Ageng menggelengkan kepalanya berusaha untuk menyanggah kata demi kata yang terlontar dari bibir Arum. Memang benar, jika pada awalnya Ageng mencoba untuk mencari aman karena Danu melihat kebersamaannya dengan Davianna saat malam pertama. Ageng ingin mencari celah agar Danu ti
Ageng tidak bisa menjelaskan kepada sang papa sendiri, dia membutuhkan bantuan dari Selo Ardi untuk menjelaskannya. Pada saat Selo Ardi menunjukkan semua bukti yang dia miliki, Ageng sedang memimpin rapat untuk revisi proposal. Tatap matanya mengawasi dengan saksama satu per satu personil yang ada di sana, berharap mendapatkan petunjuk tentang siapa yang telah membocorkan proposal mereka kepada Surya Jaya Abadi.“Sepertinya kita memang harus melakukan beberapa revisi pada proposal kita, karena kemarin saat Pak Arya memeriksanya menemukan beberapa bagian yang memang harus diperbaiki lagi. Saya harap waktu yang ada cukup untuk melakukan semua revisi yang kita butuhkan.”Seperti yang sudah dinasihatkan oleh Arya Suta agar Ageng tidak menunjukkan kecurigaannya, maka saat memimpin rapat Ageng lebih mengutarakan adanya perbaikan daripada mengungkap jika proposal yang telah mereka buat sebelumnya sudah dipresentasikan oleh perusahaan pesaing mereka.Semua yang hadir di rapat tersebut tampak
Queen bergegas berlari memasuki sebuah rumah dua lantai bergaya minimalis. Suara tangis anak kecil sudah menyambut kedatangannya. Tampak seorang baby sister dan asisten rumah tangga kuwalahan menghadapinya.“Ardan!” Queen langsung meraih Ardan dari baby sister yang selama ini mengasuhnya. “Sama Tante, yuk!”Tatap mata Queen secara bergantian tertuju kepada dua wanita yang berada di hadapannya, seolah menuntut penjelasan. Keduanya masih terdiam, karena takut jika Ardan sampai mendengar permasalahan yang sedang menimpa kedua orang tuanya.“Arda sudah makan?” tanya Queen sambil mengusap punggung Ardan yang masih terisak dalam gendongannya.“Mau makan sama mama,” jawab Ardan sambil menggelengkan kepalanya.“Ardan makan sama tante, ya? Nanti kalau mama sudah pulang bisa langsung main sama mama.” Queen berusaha merayu Ardan. “Ardan mau makan apa? Biar diambilin sama Encus,” sambung Queen untuk meyakinkan bocah kecil di gendongannya.“Mau sostel,” jawab singkat Ardan yang memang sebenarnya