Tanpa mengetuk pintu dan mengucap salam, Arum langsung memasuki ruang kerja sang papa. Amarah yang sudah dia tahan sejak semalam membuatnya tidak mempedulikan jika saat ini sedang terjadi pembicaraan yang serius antara papa dan adiknya.“Aku ingin penjelasan darimu tentang Mas Danu dan Rahma,” ucap Arum dengan sorot mata yang tajam dan suara yang tegas tertuju ke arah Ageng.“Bisa kita bicarakan itu nanti?” tanya Ageng didahului dengan hembusan napas kasar. “Ada hal penting yang sedang aku bicarakan dengan papa,” sambung Ageng yang berharap ada pengertian dari sang kakak.“Apakah aku tidak penting untukmu?” tanya balik Arum yang terlihat semakin tersulut emosi. “Hingga kau tega menyembunyikan hal sepenting ini?”Ageng menggelengkan kepalanya berusaha untuk menyanggah kata demi kata yang terlontar dari bibir Arum. Memang benar, jika pada awalnya Ageng mencoba untuk mencari aman karena Danu melihat kebersamaannya dengan Davianna saat malam pertama. Ageng ingin mencari celah agar Danu ti
Ageng tidak bisa menjelaskan kepada sang papa sendiri, dia membutuhkan bantuan dari Selo Ardi untuk menjelaskannya. Pada saat Selo Ardi menunjukkan semua bukti yang dia miliki, Ageng sedang memimpin rapat untuk revisi proposal. Tatap matanya mengawasi dengan saksama satu per satu personil yang ada di sana, berharap mendapatkan petunjuk tentang siapa yang telah membocorkan proposal mereka kepada Surya Jaya Abadi.“Sepertinya kita memang harus melakukan beberapa revisi pada proposal kita, karena kemarin saat Pak Arya memeriksanya menemukan beberapa bagian yang memang harus diperbaiki lagi. Saya harap waktu yang ada cukup untuk melakukan semua revisi yang kita butuhkan.”Seperti yang sudah dinasihatkan oleh Arya Suta agar Ageng tidak menunjukkan kecurigaannya, maka saat memimpin rapat Ageng lebih mengutarakan adanya perbaikan daripada mengungkap jika proposal yang telah mereka buat sebelumnya sudah dipresentasikan oleh perusahaan pesaing mereka.Semua yang hadir di rapat tersebut tampak
Queen bergegas berlari memasuki sebuah rumah dua lantai bergaya minimalis. Suara tangis anak kecil sudah menyambut kedatangannya. Tampak seorang baby sister dan asisten rumah tangga kuwalahan menghadapinya.“Ardan!” Queen langsung meraih Ardan dari baby sister yang selama ini mengasuhnya. “Sama Tante, yuk!”Tatap mata Queen secara bergantian tertuju kepada dua wanita yang berada di hadapannya, seolah menuntut penjelasan. Keduanya masih terdiam, karena takut jika Ardan sampai mendengar permasalahan yang sedang menimpa kedua orang tuanya.“Arda sudah makan?” tanya Queen sambil mengusap punggung Ardan yang masih terisak dalam gendongannya.“Mau makan sama mama,” jawab Ardan sambil menggelengkan kepalanya.“Ardan makan sama tante, ya? Nanti kalau mama sudah pulang bisa langsung main sama mama.” Queen berusaha merayu Ardan. “Ardan mau makan apa? Biar diambilin sama Encus,” sambung Queen untuk meyakinkan bocah kecil di gendongannya.“Mau sostel,” jawab singkat Ardan yang memang sebenarnya
Queen menatap wajah damai Ardan yang sudah tertidur pulas. Ada rasa kasihan pada bocah tidak berdosa yang harus menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya. Danu yang melakukan perselingkuhan lalu pergi bersama wanita lain, begitu juga dengan Arum yang sampai malam tidak pulang ke rumah, seolah lupa jika dia punya anak yang masih kecil.Ingatan Queen kembali ke masa lalu, saat sang mama memilih untuk meninggalkan keluarga mencari kebahagiaan sendiri setelah Eddy ketahuan selingkuh dengan sekretarisnya. Selama ini Queen merasakan kehidupan yang berat saat harus tumbuh di keluarga yang berantakan, sungguh dia tidak pernah berharap ada orang lain atau anak lain yang mengalami nasib buruk seperti dirinya.Suara pintu yang terbuka berhasil membuyarkan lamunan Queen. Tampak bibir itu terpaksa dilengkungkan untuk menyambut kedatang Ageng. Queen mengikuti langkah Ageng yang langsung mendekat ke tempat tidur Ardan.Queen melihat ada yang berbeda dengan penampilan Ageng saat ini. Tidak seperti
Malam ini Queen dan Ageng tidur di kamar Ardan. Layaknya sebuah keluarga bahagia, Queen dan Ageng mengapit Ardan di tengah mereka. Beberapa kali Ardan sempat terbangun dan menanyakan kedua orang tuanya, hingga membuat Queen merasa tidak tega untuk meninggalkannya, meskipun dia juga hanya tidur.Masalah yang saat ini sedang dihadapi Ageng sepertinya sangat membebani benaknya, sehingga meskipun tubuhnya sangat lelah, tetapi dia tidak bisa tidur juga. Tatap matanya tertuju pada wajah damai Queen yang sedang terlelap. Muncul pikiran nakal di benak Ageng, mungkin satu sesi percintaan akan bisa membuatnya segera tertidur dan mengistirahatkan diri.Dengan sangat berhati-hati, Ageng mengusap pipi Queen. Seperti yang diharapkan Ageng, dengan perlahan Queen membuka matanya. Satu tahun hidup bersama, tentu Queen sudah hafal dengan apa yang diinginkan oleh Ageng malam ini.“Sudah pantes jadi ibu,” ucap Ageng dengan senyum menggoda tersungging di bibirnya.“Jam berapa sekarang?” tanya Queen dengan
“Mama ucapkan terima kasih, karena kamu telah bersedia untuk merawat Ardan,” ucap Laras terdengar tanpa basa-basi dan penuh ketulusan. Wanita paruh baya itu menatap Queen dengan binar mata yang penuh rasa syukur dan berharap akan segera mendapat cucu dari menantunya tersebut.Saat ini, Queen menikmati makan pagi bersama laras di salah satu restaurant yang letaknya tidak jauh dari sekolah Ardan. Hubungan antara mertua dan menantu itu terlihat sangat akrab dan rukun, tidak seperti yang banyak diceritakan dalam novel-novel online, dimana ibu mertua selalu jahat kepada menantunya.“Bukan hal istimewa sih Ma. Ardan sudah menjadi tanggung jawab saya juga selama saya masih menjadi anggota keluarga Wardana,” balas Queen dengan nada ringan karena merasa apa yang telah dia lakukan adalah hal yang sangat wajar.Laras terdiam sejenak mencoba mencerna kata demi kata yang baru saja terlontar dari bibir menantunya. Ada yang terasa sangat ganjil dari kalimat yang diucapkan oleh Queen.“Apa maksudnya
Danu sadar diri jika semua kemewahan dan fasilitas yang selama ini dia dan keluarganya nikmati adalah karena dia menjadi menantu di keluarga Wardana. Setelah Arum memilih dan memutuskan untuk meninggalkan dirinya, Danu merasa tidak pantas lagi untuk menikmati segala kemewahan itu. Apalagi selama ini ibu dan saudara-saudaranya ikut menikmatinya.Rasa bersalah dan penyesalan memenuhi hati Danu. Seandainya dia bisa berhati-hati dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan tentu masalah besar ini bisa dihindari. Ini bukan tentang kenikmatan dan kemewahan yang selama ini dia dapatkan selama menjadi menantu di keluarga Wardana, tetapi bagaimana dia akan mempertahankan keluarga kecilnya. Untuk nafkah ibu dan adik-adiknya, Danu masih memiliki tabungan dan investasi. Meskipun mulai saat ini mereka haru mulai berhemat.“Mas! Semudah itu Mas Danu menyerah? Atau memang benar ada hubungan terlarang antara Mas Danu dengan Rahma?” cecar Ageng merasa kecewa terhadap pilihan Danu yang secara tiba-tiba.
“Ardan adalah anak saya, dan saya yang paling berhak dan bertanggung jawab dengan kehidupannya,” ucap Danu dengan suara yang terdengar nelangsa memohon kepada Laras.“Setelah apa yang kamu lakukan selama ini?” tanya Laras dengan nada sinis.Danu tidak langsung menjawab pertanyaan sang mama mertua, tatap matanya beralih ke arah taman dimana Ardan sedang bermain dengan Queen. Yang ada dalam benak Danu saat ini hanyalah ingin bersama dengan putranya, meski apa pun yang terjadi. Dia sudah jauh dari istri tercinta, dan tidak ingin semakin merana lagi dengan dijauhkan dari putra semata wayangnya.“Untuk saat ini saya tidak bisa memberi penjelasan apa pun kepada mama, tetapi saya akan membuktikan jika saya tidak bersalah. Dan saat itu terjadi saya sendiri yang akan menjemput Arum,” jawab Danu dengan penuh keyakinan dan percaya diri.“Saya akan menunggu hal itu terjadi, dan jika sudah waktunya, kau bisa menjemput Ardan di rumah kami,” sahut Laras dengan nada ketus dan sinis, karena dia masih