Beberapa hari setelah kejadian di kantor, Ageng dan Queen menerima tamu yang tak terduga. Orang tua Davianna datang, wajah mereka penuh kekhawatiran dan penyesalan. Suasana di ruang tamu terasa canggung saat mereka duduk berhadapan dengan Ageng dan Queen. Ibu Davianna, dengan mata berkaca-kaca, membuka pembicaraan."Kami minta maaf atas apa yang terjadi dengan Davianna. Dia ... dia tidak dalam kondisi yang baik," ucap wanita paruh baya itu dengan suara lirih dan bergetar dibarengi isak tangis.Ayah Davianna mengangguk setuju, ekspresinya berat. “Setelah dia pulang dari London, ada banyak masalah yang menimpa dirinya.”Ayah Davianna tidak melanjutkan kalimatnya. Ada rasa malu untuk mengungkap masalah yang sudah sama-sama mereka ketahui. Tetapi dia harus mengungkap semua agar Ageng dan Queen bisa memahami keadaan Davianna saat ini.“Masalah yang terjadi dengan Fajri, masalah yang terjadi denganmu, ditambah serangan netizen akibat postingan Megan, benar-benar menghancurkan hidupnya. Itu
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Suasana rumah sakit hening, hanya terdengar detak jantung yang dipantau oleh mesin di sebelah ranjang Queen. Ageng duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya erat.Meskipun ini bukan kali pertama mereka menunggu momen kelahiran, ketegangan tetap terasa menyesakkan dada. Queen berusaha tetap tenang, namun sesekali wajahnya meringis menahan kontraksi yang semakin sering datang."Semua akan baik-baik saja."Dunia rasanya sudah terbalik, saat Queen yang sedang berjuang masih bisa bersikap tenang, bahkan menenangkan sang suami yang sejak tadi terlihat panik.Tatapan mereka bertemu, dan Queen tersenyum kecil, meski tampak jelas di wajahnya bahwa rasa sakit mulai semakin tak tertahankan. Dia mengerti kegelisahan suaminya, namun dia berusaha tegar. Ageng selalu menjadi penopangnya, dan kali ini, Queen ingin terlihat kuat untuknya.Kontraksi datang lebih cepat, napas Queen mulai tersengal. Para dokter dan perawat sudah siap di ruangan, namun
“Kenalkan! Dia adalah kekasihku, dan kami berencana akan menikah dua tahun lagi.”Queen terdiam dengan mulut menganga seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ageng Jati Wardana, pria yang tadi malam resmi menjadi tunangannya itu dengan penuh percaya diri membawa wanita lain dan memperkenalkannya sebagai kekasih.“Maaf! Bisa diulang?” tanya Queen seraya meminta penjelasan lebih lanjut, meskipun sebenarnya dia sangat yakin jika telinganya tidak salah dengar.Queen mengalihkan pandangannya ke seisi ruangan private restaurant mewah, dengan kepala yang sedikit mendongak untuk menahan agar air mata tidak jatuh. Beberapa kali Queen menghela napas dalam-dalam untuk menenangkan pikirannya, dan setelahnya dia kembali memberanikan diri menatap Ageng dengan seulas senyum di bibirnya seolah ingin menunjukkan dirinya yang tegar.“Kau tidak salah dengar,” sahut Ageng seolah bisa membaca isi hati Queen. “Namanya Davianna, kami sudah menjalin hubungan selama tiga tahun terakhir. Da
Suara telapak tangan yang mendarat di pipi Queen terdengar begitu memekakkan telinga. Queen bergeming di posisinya, rasa panas dan kebas di pipinya tidak membuat Queen mundur atau meneteskan air mata.“Hidup mandiri sejak SMA, bisa kuliah dengan biaya sendiri … itu yang kau banggakan selama ini!” hardik Edi di hadapan Queen yang masih berdiri mematung di hadapannya dengan pipi memerah bekas telapak tangan.“Kamu tidak tahu siapa yang nyuapi kamu waktu masih bayi? Siapa yang cebokin kamu? Kamu pikir … kamu langsung besar dan apa-apa bisa sendiri?” cecar Edi yang masih tidak terima dengan keputusan sepihak Queen yang telah memutuskan pertunangannya dengan Ageng.“Saya tidak pernah minta untuk dilahirkan,” jawab Queen dengan suara yang bergetar karena menahan rasa sakit.“Benar-benar anak tidak tahu diuntung!” Edi tidak mampu mengendalikan amarahnya hingga kembali mengangkat tangan kanannya.“Sudah Pa!” Rey, kakak laki-laki Queen segera meraih tangan Edi agar tidak kembali menyakiti Quee
“Lima miliar? Kau ingin memerasku?” cecar Ageng dengan tatapan kesal tertuju kepada Queen yang duduk santai dan tanpa beban di hadapannya.“Tentu tidak, aku hanya ingin membuat perjanjian itu adil untuk kita.”“Adil? Adil dari mana?” Dengan keras Ageng meletakkan pen yang akan dia gunakan untuk tanda tangan. “Aku sudah memberimu tawaran dua setengah miliar, aku sudah memberi pinjaman kepada papamu sebagai modal perusahaannya yang hampir bangkrut, dan sekarang kau masih meminta lebih?” Emosi Ageng tampak mulai membumbung tinggi karena merasa dipermainkan.“Kalau kau tidak mau, tidak masalah bagiku,” ucap Queen dengan nada datar.Tidak ada beban sedikitpun di wajah Queen, karena sampai saat ini dia tidak menikmati sedikitpun uang dari Ageng. Apa pun yang dilakukan Queen saat ini bukan karena dia perempuan yang materialistis, dia hanya ingin bersikap realistis dan menjaga hak-haknya selama menjalani pernikahan dengan Ageng.“Pekerjaanku masih menumpuk, jadi aku hanya akan sekali memberik
Queen menjalani hari-hari yang melelahkan, di sela-sela kesibukan bekerja harus mempersiapkan pernikahannya yang super mewah bersama Ageng. Seperti saat ini dia harus fiting gaun pengantin yang akan dia gunakan untuk resepsi pernikahan nanti.Tatap mata nanar Queen tertuju pada bayangan diri sendiri di depan cermin. Kemewahan yang melekat di tubuhnya hanya untuk menyempurnakan sandiwara pernikahan. Meski tidak menggunakan uangnya, rasanya sayang harus membakar uang hanya untuk sesuatu yang hanya sementara saja.“Pinter juga Ageng cari istri,” ucap Laras, mama Ageng saat melihat penampilan Queen. Wanita paruh baya yang tetap terlihat cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi langsung berdiri untuk menyambut calon menantunya. “Geng, lihat calon istrimu!”Ageng melihat sekilas ke arah Queen menuruti perintah sang mama, lalu mengalihkan pandangan kembali ke ponsel. Sementara itu Laras tertawa lebar melihat tingkah lucu putranya.“Putraku sedang jaga pandangannya, karena tahu gadis cant
Tanpa sungkan dan ragu Queen segera duduk tepat di samping Cyrus, karena hanya dia teman Ageng yang dikenalnya."Kenalkan, namaku Queen, calon istri dari Ageng Jati Wardana."Cyrus dan teman-temannya tampak salah tingkah dengan kehadiran di antara mereka. Derian tampak tersenyum, setelah melihat penampilan Queen, akhirnya dia memutuskan untuk ikut taruhan dengan Bryan dan Eric.Sementara itu Queen berusaha untuk tetap tenang dan terlihat penuh percaya diri kala berada di hadapan teman-teman Ageng. Begitu kejam Ageng sudah mempermainkan hidupnya dengan melibatkan dirinya dalam pernikahan yang penuh sandiwara. Kini dia kembali dihadapkan dengan teman-teman Ageng yang akan membuat dirinya menjadi bahan taruhan. Hal ini terasa mengoyak harga dirinya,"Sepertinya bakalan seru," ucap Bryan dengan tatap mata yang sulit diartikan tertuju kepada Queen. "Lalu apa yang akan kau pertaruhkan?""Sisa mahar ... dua setengah miliar," jawab Queen sambil menyandarkan tubuhnya dan menyilangkan kedua tan
Air yang memancar dengan deras dari shower membasahi tubuh kekar yang berlukiskan beberapa tato. Berulang kali tangan Ageng memukul dinding yang berada di depannya, untuk melampiaskan rasa yang tidak bisa dia ungkapkan. Hari ini, dia harus menikah dengan perempuan yang tidak dia cintai.“Mengapa harus seperti ini? Apakah tidak ada cara lain?” Entah kepada siapa Ageng bertanya, karena hanya ada dirinya seorang di dalam kamar mandi tersebut.Napas Ageng terlihat tidak teratur, seolah menunjukkan suasana hatinya yang sedang kacau. Setelah cukup lama mengguyur tubuh dengan air dingin, mau tidak mau Ageng harus mengakhirnya, karena dia harus segera mempersiapkan diri untuk pernikahannya dengan Queen.Tiba-tiba pintu terbuka, tanpan permisi dan ketuk pintu Laras memasuki kamar Ageng. Beruntung Ageng sudah selesai mengenakan pakaian lengkap meskipun belum rapi. Laras bergegas mendekat ke arah putranya lalu membantunya untuk merapikan pakaian.“Lama banget?” tanya Laras dengan senyum menggoda