Suara ketukan pintu yang tiada henti berbunyi membuat seorang wanita dengan daster dan rambut acak-acakan itu terpaksa membukanya, namun saat iris coklat itu menangkap sosok lelaki dengan stelan jas hitam, dan tentu saja mata itu semakin membulat kala melihat lekuk wajah yang membuat ia kembali mengingat kejadian malam itu. Mlathi kembali menutup pintu dengan cepat, sebisa mungkin agar lelaki brengsek itu tidak bisa masuk. Namun, wanita dengan kondisi yang sudah mengenaskan itu ternyata kalah cepat. Eric yang tentu memiliki tenaga yang lebih besar, hingga bisa menahan pintu itu agar tidak tertutup. "Hey, aku hanya ingin berbicara padamu mengenai malam itu," sahut Eric sembari terus berusaha menahan pintu berwarna coklat yang telah mulai lapuk. "Tidak ada yang perlu dibicarakan! Aku hanya ingin kau pergi dan jangan ganggu hidupku!" teriak Mlathi terisak. "Tidak bisa! Aku tidak bisa tenang jika aku belum melihat keadaanmu!" ucap Eric keras kepala dan tidak menyerah sebelum ia berbicara empat mata dengan wanita itu. "Kau-" Mlathi menghentikan ucapannya saat ia merasa mual pada perutnya. Tanpa berfikir panjang lagi ia segera pergi ke kamar mandi dan tidak lagi peduli dengan keberadaan Eric. Eric sedikit terkejut ketika melihat apa yang terjadi di depannya, takut jika apa yang ia pikirkan itu terjadi. Dengan perasaan tidak menentu, lelaki dengan rahang tegas itu segera melangkahkan kakinya lebar untuk melihat kondisi wanita yang mampu membuat ia beberapa hari ini tidak bisa tidur dengan tenang. "Apa kau hamil?"
View MoreMereka bertiga telah terpasang sabuk pengaman di tubuh. Semua kursi telah diisi oleh semua pengunjung. Elvina berada diantara lelaki kecil, dengan ekpresi takut, ia memegang erat sabuk pengaman di sampingnya. Alvin menoleh dan terlihat khawatir. "El, jika kau merasa takut, kita berhenti sekarang. Ok," ujar Alvin. Dengan menarik napas dalam, Elvina menggeleng. "Kita sudah naik, daripada turun lebih baik kita mencobanya." Dua orang pengawas lelaki berkeliling memastikan jika semua peserta wahana itu telah terpasang sabuk dengan aman. "Kalian semua sudah siap. Kita mulai sekarang," teriak lelaki berseragam itu dengan lantang. Semua para peserta wahana serempak berkata siap. Setelah itu, benda panjang itu mulai bergerak ke atas. Perlahan namun pasti dan akhirnya mulai bergerak dengan cepat. Suara teriakan langsung memenuhi sekitaran ketika wahana itu terbang dengan menjungkir-balikkan, seolah merasa tubuh
Mobil BMW seri 2 berwarna hitam itu melintas dengan kecepatan normal di tengah kendaraan lainnya. Tampak dua anak kembar duduk di jok belakang.Bocah laki-laki bersikap santai dengan tangan menyedekap di depan dada, sedang bocah perempuan itu mengedarkan pandangannya ke luar jendela. Melihat ramainya kota Jakarta."Lihat, orang itu hebat sekali dalam memainkannya," ujar Elvina takjub ketika melihat antraksi seorang badut sedang memutarkan beberapa bola tanpa henti.Alvano yang mendengar langsung melihat dengan ekor matanya, ia berdecak dengan senyum miringnya."Ck, apanya yang hebat? Mereka bisa melakukan itu karena telah berlatih keras selama bertahun-tahun. Aku juga bisa jika begitu," sahut Alvano memandang remeh.Elvina yang mendengar menatap jengkel ke arah saudaranya itu. "Kau memang selalu begitu. Hanya bisa mengatakan omong kosong tanpa pembuk
Lima tahun kemudian ....Seorang anak perempuan merangkak dengan hati-hati ke atas kasur. Ia terkekeh pelan melihat saudara kembarnya masih tertidur lelap, ada ide muncul untuk mengusil saudaranya.Gadis kecil itu mengulur tangannya yang memegang sebuah bulu merak lalu menggosoknya ke telinga sang kakak. Hingga membuat bocah lelaki itu mengeliat tidak nyaman. Gadis kecil itu tertawa pelan dan kembali menggosoknya ke lubang hidung sang kakak.Respon sama kembali terulang, bocah lelaki itu mengipas tangannya ke depan hidung untuk menyingkirkan benda yang mengusik tidurnya. Tentu saja hal itu mengundang tawa sang gadis."Aisshh, pergilah. Mengganggu saja," geram bocah lelaki itu yang masih belum membuka mata.Masih belum puas, sang gadis kecil kembali menggosok bulu merak itu ke telinga sang kakak lebih liar. Membuat bocah lelaki itu tidak
Tampak di ruang tamu, Mlathi sedang fokus membenahi dasi di kemeja Eric. Lelaki di depannya terus menatap wajah sang istri dengan tangan melingkar di pinggangnya."Kau sungguh tidak apa-apa jika aku tinggalkan? Apalagi sekarang kelahiranmu sebentar lagi," ucap Eric khawatir seraya tangannya mengelus lembut perut sang istri yang telah membesar."Tidak apa-apa, jangan khawatir. Bukankah ada Grace? Pergilah dan bekerjalah dengan tenang, ok. Apalagi hari ini kau ada rapat penting, kan?" Mlathi berucap dengan nada penuh keyakinan. Ia terus tersenyum untuk menghilangkan kecemasan sang suami.Eric menghela napas pelan, lalu menuntun Mlathi duduk di atas sofa. Ia menekukkan kedua lututnya ke lantai lalu mendekatkan wajahnya ke perut buncit sang istri."Juniorku, jangan nakal yah selagi Papa tidak ada. Jangan membuat Mama kalian merasa kesakitan, ok," ujar Eric menasehati hingga membua
Setelah dua minggu keberangkatan Ara dan Kevin ke Islandia, negara di mana keluarga besarnya berasal. Karena perusahaan yang dipimpin Kevin mengalami kendala saat itu dan membutuhkannya. Jadi, ia terpaksa untuk pulang lebih awal setelah tiga hari pernikahan mereka. Cahaya matahari menyerbu masuk melewati tirai putih transparan itu, hingga membuat sang wanita yang sedang terlelap tidur di pelukan suaminya mengerjap. Ia langsung mengangkat tangannya untuk melindungi wajahnya dari paparan cahaya. Wanita itu menoleh, menatap lebih lekat wajah sang suami yang masih terlelap. Wajah tegas itu begitu teduh saat tidur. Membuat si wanita melekukkan bibirnya. "Good morning, Suamiku," bisik Mlathi tepat di dekat telinga sang suami lalu mengecup pipinya. Spontan membuat lelaki yang masih memejamkan mata itu tersenyum, lalu mengeratkan pelukannya. "Kenapa kau sangat suka memandangi wajahku saat baru bangun, hm?" tanya Eric yang belum mem
"Wah, Kak, kau benar-benar cantik," puji Mlathi dengan tatapannya tak berkedip lurus ke pantulan cermin.Tubuh Ara yang ramping telah dibaluti dengan gaun putih menjuntai hingga menyapu lantai. Gaun yang dirancang oleh desainer ternama tampak begitu elegan, kecantikan Ara semakin bersinar dengan bantuan sedikit make up. Senyum yang sudah lama hilang itu tidak menyurut saat tatapannya menelusuri penampilannya hari ini."Aku yakin, setelah Kakak ipar melihatmu. Ia pasti sudah tidak bisa menahan diri lagi," lanjut Mlathi seraya geleng-geleng kepala. Membuat Ara semakin bersemu merah karena malu.Ara berbalik menghadap Mlathi sepenuhnya, ia memegang tangan wanita itu. "Mlathi, setelah orang tua kami bercerai, akulah sumber kekuatan Eric saat ia begitu rapuh. Saat ia menyerah akan kehidupannya. Tapi, setelah aku sakit, ia pasti begitu menderita dan frustasi. Aku bahkan tidak sanggup membayangkannya saat tida
Waktu terus berputar tanpa lelah, musim terus berganti hingga kini musim semi telah tiba. Kota Jakarta yang terkenal akan kemacetan lalu lintas akibat banyaknya manusia yang beraktivitas setiap harinya. Terus bergerak mengikuti roda waktu. Hingga ... satu bulan telah berlalu. Hari Minggu, tepat pada tanggal 3 Oktober 2021. Tanggal merah yang dimanfaatkan kebanyakan orang untuk bersantai atau sekedar jalan-jalan santai untuk menghilangkan penat setelah bekerja begitu keras beberapa hari. Sesosok lelaki tegap menatap lurus ke cakrawala yang terbentang di depannya, dengan sesekali menyeruput kopi latte kesukaannya. Ia terus menarik napas sedalam-dalamnya lalu mengembuskannya perlahan. Menikmati udara sejuk pagi hari itu. Kepalanya menoleh ketika seseorang memelukmya dari belakang. Kemudian ia memegang tangan yang ada di pinggangnya. "Kau sudah bangun?" tanyanya. Terasa anggukan kepala dari belakang sebagai jawaban.
"Apa kau ingin mengatakan jika lelaki itu tidak bersalah? Maksudmu, ia bukanlah penyebab Kakakku kehilangan semangatnya, hah. Itu yang ingin kau katakan?" Eric mulai melepaskan tangannya dari tubuh Mlathi, ia menatap tidak percaya jika Mlathi lebih membela lelaki brengsek itu. "Bukan, bukan itu maksudku Eric. Ku mohon, dengarkan dulu penjelasanku," ucap Mlathi yang berusaha menghilangkan kesalahpahaman Eric. "Penjelasan apa lagi yang ingin kau katakan. Hah?" Eric bangkit lalu berjalan menuju jendela di ruangan itu, hatinya masih diselimuti rasa dendam sehingga lelaki itu sama sekali tidak ingin mendengarkan hal baik tentang lelaki brengsek yang telah menghancurkan hidup kakaknya. Tatapan Mlathi teralih ke arah kedua tangan Eric yang masih mengepal di sisi tubuhnya. Ia mengembus napas berat, agaknya ia sedikit sulit untuk membuka sisi gelap Eric. Tidak peduli apapun itu alasannya, Mlathi harus mengembalikan kebahagiaan kepad
Karena ponsel Mlathi tidak bisa dihubungi, Eric langsung pergi ke rumah sakit untuk memastikan alasan istrinya itu menemui Kakaknya. Langkah tegapnya terus berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan sedikit cepat. Entah kenapa ia merasa jiwanya terpanggil dan ingin segera sampai ke sana. Saat tangannya terangkat hendak menyentuh knop pintu, suara lelaki dari dalam membuat Eric memaku di tempat. Ia mengintip dari sela pintu yang terbuka sedikit. Eric tidak bisa mengenali siapa lelaki itu karena posisinya yang membelakanginya. Terlihat juga Mlathi yang berdiri tidak jauh dari mereka. Kedua alis Eric menyatu. "Kenapa Mlathi membiarkan pria itu mendekati Kakak? Apa ia mengenalinya?" gumam Eric. "Ara, Sayang. Ini bukanlah bayangan. Ini aku, Kevin kekasihmu." Kedua mata Eric seketika membulat ketika mendengar kalimat itu. Tanpa dicegah amarahnya langsung memuncak dengan kedua rahangnya telah mengeras. Jadi, lelaki di dalam adalah kekasih
Seorang gadis dengan rambut ikalnya terkuncir rapi, kini keluar dari kontrakan dan mengendarai sepedanya buru-buru. Tanpa henti, selalu mengutuki diri sendiri karena kembali bangun kesiangan. Baru saja dua hari yang lalu mendapatkan teguran dari menejer kafe karena datang terlambat, dan hari ini sudah ke berapa kali ia melakukan kesalahan yang sama. Bergidik ngeri ketika membayangkan wajah bengis Tn. Darma--Manejer kafe ketika menceramahinya bahkan bukan hanya sekedar itu, tapi juga pasti akan ada kata ejekan untuk dirinya.Berhenti memikirkan itu, gadis yang sudah rapi dengan kaos khas untuk karyawan kafe terus mengayuh sepedanya cepat. Tinggal lima menit lagi, berharap keajaiban akan datang menolongnya. Berharap pagi ini tidak ada halangan apapun yang mambuat jalannya terhalang.Gadis dengan bentuk wajah oval itu terus fokus mengayuh sepedanya melintasi jalanan yang tidak terlalu ramai kendaraan. Dengan gesitnya ia melintasi se...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments