Darell Antonio Maxwell, adalah salah satu pria single yang paling digemari. Tampan, tubuh proporsional dan mapan. Menyadari kelebihannya dan posisinya sebagai CEO Maxwell Group membuat Darell gemar menjalani hidup yang fantastis dan menjadi penikmat wanita. Petualangan cintanya harus kandas dan terpaksa diakhiri oleh perjodohan dengan seorang perempuan kampung yang lugu, Kirana Maheswari. Darell yang masih ingin bebas pun menolak perjodohan itu, dan membuat Ayahnya murka hingga mengancam untuk mencoret Darell dari daftar waris. Darell yang keras kepala pun menganggap ancaman Ayahnya hanya sebuah gertakan. Agar terhindar dari menikahi Kirana, Darell pun memutuskan untuk melakukan pernikahan kontrak dengan Jenny salah satu pacarnya. Kemudian memperkenalkan Jenny dan mempermalukan Kirana di depan keluarga besar dan koleganya. Semua berbalik! Setelah kejadian itu, Kirana menunjukkan sisi lain darinya yang sangat mengejutkan dan diluar dugaan! Perubahan apa yang ditampilkan Kirana dan bagaimana Darell menyikapinya?
View MoreMobil sports hitam itu berhenti di sebuah pub, seorang pria blasteran tampak memperbaiki tatanan rambut dan juga kerah bajunya. Kemudian menyerahkan kunci mobil pada petugas vallet parking.
Dengan penuh percaya diri, ia berjalan memasuki pub langganannya. Membalas sapaan petugas keamanan yang mengenalnya dengan sedikit senyuman. Kemudian perhatiannya teralihkan pada dua orang gadis greeter yang mengenakan celana super pendek dan nyaris mempertontonkan pantatnya.
"Hai Darell!" sapa salah seorang dari mereka.
"Oh hai, kamu mmm,-" Darell mengayun-ayunkan telunjuknya sambil mencoba mengingat siapa nama gadis itu.
"Aku Vero, sudah lupa ya?" tanyanya dengan manja.
"Ah maaf-maaf aku banyak tekanan hari ini, pekerjaan hari ini benar-benar membuatku pusing," balas Darell berbohong.
Tentu saja Darell tak ingat siapa nama perempuan itu. Terlalu banyak perempuan yang menghabiskan waktu semalam di atas ranjang dengannya. Namun harga dirinya terlalu tinggi untuk mengatakan yang sebenarnya. Bagaimanapun juga ia harus terlihat sempurna di mata perempuan.
"Teman-temanku sudah masuk Vero?" tanyanya.
"Ya, tadi aku lihat Bastian dan Rio di dalam, juga dia," balas Vero dengan sedikit ketus saat mengucapkan kata dia.
"Dia siapa?"
"Yah, lihat saja sendiri," jawab Vero sedikit acuh.
"Hmm rupanya dia cemburu. Ha ha Vero sayang kau tahu aku senang melihatmu cemburu, tapi hubungan kita sudah berakhir. Hanya sebatas percintaan semalam di atas ranjang," batin Darell sambil tersenyum tipis.
Pria tiga puluh tahun itu pun mencubit hidung Vero yang tak terlalu mancung lalu menggodanya, "Kamu cemburu ya? Makin imut deh kalau gini."
Darel kemudian berpamitan untuk masuk ke dalam sambil merangkul Vero dan tangannya sedikit nakal. Mengelus bongkahan pantat gadis greeter itu dengan cepat kemudian berlalu sambil melirik gadis greeter lain yang berdiri di seberang Vero.
"Tak lama lagi giliranmu," Darell berkata dalam hati.
***
Iringan musik R&B menggema seantero ruangan. Sosok berjas biru navy yang senada dengan celana panjangnya melangkah sambil memasukkan tangannya ke dalam saku.
Melangkah tanpa mengindahkan sisi kanan kirinya seolah sudah tahu tempat duduk yang tersedia untuknya. Sebagai member VIP tentu saja membuatnya mendapatkan tempat khusus, begitu juga dua orang temannya.
Seorang pria berkacamata melambai ke arahnya dan disambut dengan senyuman. Ia pun mempercepat langkahnya menuju tempat duduk VIP.
"Hei Bro, kirain gak datang," sapa seorang yang berkacamata.
"Gak mungkinlah gue gak dateng, Rio," jawabnya sambil menghempaskan tubuhnya pada kursi, menyandarkan tubuh.
"Habisnya loe lama banget baru ke sini Rel!" tegur salah satu temannya yang berambut nyaris plontos, Bastian.
Darell tersenyum penuh kebanggaan sambil memperhatikan kedua sahabatnya Bastian dan Rio. Mereka berdua teman kuliahnya saat menempuh pendidikan di Columbia University, New York.
"Gue ditahan Evi di tempat dia Man," balas Darell sambil menjentikkan jari ke arah waitress dan memesan bourbon whiskey.
Rio dan Bastian pun tertawa mendengar jawaban Darell. Mereka sudah paham dengan maksud Darell ditahan di tempat dia. Apalagi kalau bukan diajak berhubungan badan.
"Ha ha ha, apa dia menyenangkan?" tanya Rio.
Dengan tenang Darell menjawab, "Hell, she got a nice ass to grab."
Darell pun menegak minuman yang tadi dipesannya. Kemudian mengayunkan telapak tangannya seolah sedang memukul sesuatu.
"Ulala, loe main belakang bro!" ledek Rio.
"Gila aja, gue masih waras man, yang depan lebih enak," balas Darell.
Bastian yang sedari tadi diam tiba-tiba angkat bicara, "Loe gak lupa pake pengaman kan?"
"Jelas lah. Pengaman adalah barang yang wajib ada dalam dompet gue, gak tahu lagi kalo loe Bas," Darell balas meledek dan tercipta tawa membahana di antara mereka bertiga.
Diantara ketiganya Bastian bisa disebut paling alim. Dia yang paling menjaga komitmen jika berhubungan dengan seseorang.
"Ya kalo gue kan main cuma sama cewek gue bro! Gak perlu lah pake-pake pengaman."
"Gak asik loe ah, sekali-sekali loe mesti coba, tuh mumpung banyak cewek-cewek sexy," bisik Rio sambil menunjuk ke arah lantai dansa.
"Bodo ah, mending loe liat ke sana deh Rel, ada yang merhatiin loe dari tadi!" seru Bastian melirik ke samping.
Seorang gadis dengan dress halterneck berwarna merah maroon. Satu tangannya memegang minumam pada gelas berkaki. Sejak tadi ia melirik genit ke arah Darell.
Garis senyuman terkembang sedikit di wajah Darell kemudian ia memanggil waitress kembali.
"Cosmopolitan, untuk perempuan di sana!" pinta Darell sambil menunjuk ke arah perempuan yang meliriknya dan memberikan sejumlah uang pada waitress.
"Ambil kembaliannya!" tambah Darell.
"Terima kasih bos," jawab waitress itu berlalu.
Tak perlu menunggu lama, perempuan itu pun berjalan berlenggak-lenggok ke arah Darell dan kedua temannya.
"Permisi," tegur perempuan itu sambil meletakkan gelas minuman pemberian Darell.
Sontak tiga laki-laki itu menoleh ke arahnya dan menghentikan pembicaraan mereka. Sepertinya gelas yang diletakkan di meja lah yang telah mengusik mereka bertiga, karena suaranya cenderung lirih di tengah-tengah hingar bingar musik.
Mata Darell mulai nakal, memandangi perempuan itu dari atas ke bawah. Dilihat dari kulit tubuhnya yang masih mulus dan kencang, perempuan ini usianya masih kepala dua.
"Bisa kubantu, Nona," sapa Darell yang sudah berdiri di hadapannya agar dapat melihat wajah perempuan itu lebih dekat.
"Maaf, apa loe yang kirim minuman ini buat gue?"
"Ah iya Nona, maaf apa ini bukan minuman favoritmu?" tanya Darell sambil menatap tajam dengan tatapan yang menghipnotis. Siapapun takkan mampu menolak tatapan mata tajam dari Darell dan tak lama kemudian pasti akan jatuh ke pelukannya.
"Suka koq, gue di sini mau ngucapin makasih," jawabnya kemudian mengulurkan tangan.
"Gue Reta," tambahnya sambil mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Darell.
"Darell, dan ini temen gue Bastian dan Rio," balas Darell, namun Reta terlihat tak terlalu merespon sapaan Bastian dan Rio yang melambai ke arahnya.
Darell pun mengundang Reta duduk di sebelahnya. Tentu saja Reta begitu senang sampai-sampai ia menempelkan tubuhnya. Gadis itu terlihat sangat manja pada Darell, dan tentu saja hal ini tak akan disia-siakan oleh Darell.
"Loe keliatan capek Reta, balik yuk, sama gue," ajak Darell menggandeng tangan Reta.
"Ayo, loe temenin gue pulang ke kos an gue ya," Reta mulai merajuk sambil melingkarkan tangannya pada lengan Darell.
"Iya, masa tega sih gue liat cewek secakep loe naik taxi malem-malem," balas Darell diselingi rayuan.
Sambil merangkul Reta, Darell pun berpamitan pada kedua temannya. Berdua mereka berjalan menuju pintu keluar. Mereka pun menunggu petugas vallet menyerahkan mobil Darell.
Reta, dia sama seperti perempuan-perempuan yang dikencani Darell. Selalu saja tak mampu mengedipkan mata ketika melihat penampakan mobil Darell yang mewah.
"Ini mobil loe?" tanya Reta.
"Iya."
Darell membukakan pintu untuk Reta sebelum ia duduk di bangku kemudi.
"Biar gue bantu pasang seatbeltnya!" tawar Darell tanpa menunggu persetujuan Reta.
Wajah mereka nyaris bersentuhan dan membuat jantung Reta berdegup kencang, terlebih saat Darell menghembuskan napas di telinganya. Gadis itu pun memejamkan kedua matanya sejenak. Darell tentu paham apa yang dirasakan oleh Reta sekarang.
"Loe masih bisa tunjukin gue jalan ke kos an loe kan?" tanya Darell.
"Iya gue bisa, gue tinggal di kos Anyelir deket City Mall," jawab Reta.
"Oh di situ, iya gue tahu tempatnya."
Kos Anyelir memang salah satu hunian kos mewah di Ibukota. Kebanyakan yang tinggal di sana adalah karyawan dengan gaji lima belas juta ke atas atau mahasiswa yang orang tuanya kaya raya.
Beberapa bulan lalu Darell beberapa kali datang ke Kos Anyelir lantaran salah satu pacarnya tinggal di sana.
Darell kemudian memacu mobilnya menembus jalanan Ibukota. Sesekali tangan kirinya mengusap paha Reta yang terbuka. Reta pun tak keberatan dengan itu, malah kadang balas mengusap paha Darell.
Sengaja pria bermata hazel ini menghabiskan malamnya di tempat perempuan atau hotel. Bagi cassanova sejati sepertinya pantang untuk membawa perempuan ke rumahnya. Tak seorangpun perempuan boleh mengetahui dimana tempat tinggalnya, kecuali perempuan yang berhasil menghilangkan sifat playboynya dan entah berapa tahun lagi itu terjadi.
***
Darell mengusap kedua matanya dan segera bangun. Gadis di sampingnya masih tertidur pulas. Sejenak Darell mengintip ingin mengetahui seperti apa wajah asli Reta. Tanpa polesan make up tebal dan berada dalam pencahayaan yang cukup.
"Huft, cukup sekali saja," gumamnya setelah mengetahui seperti apa wajah asli Reta, kemudian ia beranjak mengenakan pakaiannya.
Perlahan Reta meembuka matanya dan mendapati Darell yang tengah memasang arloji di pergelangan tangannya. Dengan rambut yang masih acak-acakan gadis itu pun bangun dan mendekat ke arah Darell untuk memeluk pinggangnya.
"Sayang, buru-buru amat," tegurnya melihat Darell yang seperti tergesa-gesa.
Pria bertubuh tinggi itu hanya mengangkat pundaknya dan menepiskan tangan Reta perlahan lalu mengenakan jas nya. Dia memang terburu-buru karena pagi ini ia harus menemui Ayah dan Ibunya di kediaman mereka. Selain itu jerawat yang memenuhi wajah Reta membuatnya tak betah berlama-lama.
"Aku ada janji dengan klienku pagi ini," balasnya berbohong.
"Kerja? Di hari minggu?" tanya Reta dengan memberi penekanan pada nada suaranya.
"Klienku malam ini akan pergi ke Dubai, jika pagi ini aku tak menemuinya proyekku terancam gagal," tambah Darell.
"Tulis nomer ponselmu di sini, ntar gue hubungi!" Darell menyodorkan smartphonenya ke arah Reta dan memintanya mengisi nomornya di sana.
Dengan cepat Reta pun segera melakukan permintaan pria tampan di depannya. Secepat kilat pula ia menekan tombol call ke nomornya sendiri agar bisa menyimpan nomor Darell.
"Nih."
"Ok, Reta sayang, gue pergi dulu," pamitnya mencium pipi Reta.
"Ok, see you later, ganteng," balasnya melambaikan tangan pada Darell yang tahu-tahu sudah memegang handle pintu.
"Untung gue sempet misscall nomer gue pake HP loe, kalo nggak kan gak bakal dapet nomer loe gue. Gue dah tau akal-akalan loe Rell, pasti loe minta nomer gue tapi gak bakal pernah ngubungin gue," batin Reta.
***
Darell mempercepat langkahnya menuju teras belakang rumah orang tuanya.
"Daddy, Mommy!" sapanya pada kedua orang tuanya yang tengah duduk menikmati sarapan mereka.
"Daddy kira kamu nggak datang," balas pria paruh baya berdarah Australia itu.
"Mana mungkin aku lupa," balas Darell mencium pipi Ibunya, Iswari kemudian menarik kursi di hadapan Sang Ibu.
"Hmm, sebenarnya Dad manggil kamu karena ada hal penting yang mau Mom dan Dad kabari,"James Maxwell, Ayah Darell memulai.
"Ada apa Dad? soal proyek atau Dad mau buka cabang baru?"
"Soal masa depan kamu," balas Ayah Darell.
"Oh, kenapa?"
"Kamu kan sudah tiga puluh tahun lebih, sudah saatnya menikah," Kembali Ayah Darell memulai.
Darell nyaris tersedak dan langsung mengambil air minum.
"Menikah? Oh my goodness, please Dad!"
"Ya, dan Kirana, putri dari Oom Ridwan yang akan jadi istri kamu nanti."
"What?" protes Darell.
Lima minggu telah berlalu semenjak insiden pesta itu. Meski saat itu sempat heboh, tapi tak ada yang membahasnya di sosial media ataupun media lainnya.Darell berterima kasih pada Stefan Gunawan, tuan rumah pesta. Ia mengultimatum akan memperkarakan siapapun yang mempublikasikan insiden di pestanya pada publik, meskipun melalui sosial media.Biar saja sampai hari ini gadis bergaun hijau dan laki-laki yang bersamanya tetap menjadi misteri. Yang ada dalam pikirannya sekarang, ia bersiap-siap memberi kejutan untuk Kirana.Darell sudah berjanji untuk mengajaknya pergi melihat menara Eifell, sebagai bentuk perayaan perceraiannya dengan Jenny. Darell yang mengerti kalau sejak dulu Kirana mendambakan pergi ke Paris."Kita berangkat sekarang?" tanyanya pada Kirana yang baru saja keluar dari kamar tidurnya.Mereka menyewa hotel di sekitar menara eifell. Menyewa suite room dengan dua kamar tidur.
Seorang wanita bergaun hijau dengan lengan tali dan punggung yang terbuka tengah berdansa dengan apik. Kulitnya yang halus dan langsat serta tubuh yang cenderung mungil membuat kaum adam penasaran siapa yang berada di balik topeng.Sayang tak seorang pun dari mereka berhasil untuk mendekatinya. Seorang pria gagah dengan setelan resmi tak henti beranjak dari sisinya. Pria itu juga tak segan-segan untuk merangkul pinggangnya yang ramping bagai biola.Kehadirannya ternyata tak hanya mencuri perhatian kaum Adam, tapi juga Hawa. Para wanita banyak yang mengaguminya tapi ada pula yang mencibirnya. Mungkin mereka iri karena tak bisa menjadi primadona pesta."Siapa dia?" tanya Stefan Gunawan si Tuan rumah pada asistennya yang berdiri di sampingnya.Asistennya hanya mengangkat bahu karena tidak tahu. Namun sebagai asisten yang setia, ia pun menawarkan diri untuk mencari tahu, siapa wanita misterius itu.Asisten Stefan
Kini Kirana pun mendekat ke arah Jenny dan menyalaminya."Selamat ya, kulihat hidupmu sudah lebih banyak berubah sekarang," kata Kirana.Jenny tak bisa membalas ucapan Kirana. Ia justru memeluk gadis itu erat dan mulai berkaca-kaca."Ini semua karena Mbak memberi kesempatan saya untuk jadi lebih baik. Mbak percaya kalau saya mampu. Terima kasih ya Mbak. Maafkan saya jika selama ini selalu menyakiti Mbak.""Yang sudah berlalu lupakan saja, sekarang yang penting hidupmu lebih baik.""Ya Mbak. Aku mengikuti saran Mbak, apartemen kusewakan dan kugunakan uangku untuk membeli pakaian sisa impor dan menjualnya secara daring.""Itu bagus sekali. Semoga kamu berhasil."Tiba-tiba saja Kirana melirik Darell dan terpikirkan sesuatu yang jahil. Ingin sekali mengetahui sampai dimana Darell bisa bertanggung jawab sebagai seorang pria."Hmm bicara soal pakaian, aku membutuhkan b
Darell tak bisa berkata-kata lagi. Kepalanya sangat pening, ia sungguh menyesal pernah terlibat dengan perempuan iblis di depannya.Juwita terus saja terisak, tak peduli lagi seperti apa bentuk riasannya saat ini. Rembesan air menghias di pipinya dan berwarna hitam, maskaranya luntur. Dia sungguh berharap belas kasihan dari Darell.Kemudian ia menangkupkan tangan di depan dada dan menatap Kirana. Berharap calon istri Bos nya dapat memaafkannya."Bu Kirana," katanya lirih."Pak James Maxwell menyerahkan semua keputusan pada Pak Darell, jangan minta padaku," jawab Kirana acuh."Pak Darell, kumohon!" pintanya, sayang Darell bergeming dan malah mengajukan pertanyaan yang lain."Apa kamu juga yang meletakkan darah ayam pada kamar mandi apartemenku?" tanya Darell menatapnya tajam.Juwita pun mengangguk, ia meminta tolong pada petugas kebersihan apartemen dan melakukannya. Juwita pun membaya
Wajah pucat Juwita mulai dipenuhi keringat. Wanita yang tadi menantang Darell pun tak lagi berani mendongakkan wajah. Cuma bisa memilin-milin kedua tangan yang ada di pangkuan."Kenapa Juwita, apakah aku salah bicara?" tanya Kirana mulai menantang.Namun Juwita bergeming, tak sepatah kata pun keluar dari bibir merahnya. Kemudian mencoba untuk menutup mulutnya dan bersiap-siap muntah. Sayangnya Darell mengerti kalau ini sandiwara."Nih, biar nggak muntah!" kata Darell menyodorkan secangkir air soda padanya.Cepat-cepat Juwita menegaknya tanpa memperhatikan air apa yang diberikan Darell. Bahkan tak ada perubahan ekspresi saat ia meminumnya.Darell melirik Kirana yang duduk di lengan kursi kanannya. Mereka pun saling mengangguk saat beradu pandang. Sama-sama mengerti dengan apa yang harus dilakukan selanjutnya."Bagaimana sekarang Juwita?" tanya Darell menyelidik."Sudah lega
Seketika pekik tawa tercipta oleh Juwita. Gadis itu mendongakkan kepala dan menantang Darell. Bibir penuh hasil rombakannya sedikit dimajukan, mencoba mencibir."Hmm, jadi Anda tidak mau mengakuinya Pak Darell? Atau Anda ingin seluruh Indonesia tahu seberapa bejat perbuatan Anda?" tantang Juwita mencoba untuk memutar balikkan fakta."Satu lagi Pak, aku masih menyimpan pakaian yang kukenakan saat pertama kali kita melakukannya. Jika Anda ngotot melakukan test DNA, maka itu akan mempermalukan diri Anda sendiri."Darell tampak sedikit memundurkan kursinya. Raut wajah yang tadinya garang perlahan mengendur. Melihat ini, Juwita pun semakin menjadi."Bapak kan tinggal nikahin saya, kalau Bapak nggak mau terus sama saya kan begitu anak ini lahir kita cerai kan beres. Anak ini bisa lahir dengan status yang jelas," tambah Juwita membuat kedua alis Darell semakin terangkat dan mata yang melebar. Ia semakit terkejut dengan permintaan Ju
Sebuah undangan tergeletak di atas meja kerja Kirana. Undangan pesta topeng yang akan datang seminggu lagi. Undangan yang datang dari seoarang pengusaha muda Stefan Gunawan.Pelan-pelan ia mengamati undangan itu sambil membolak-balik. Jika ia datang, ia tak tahu bagaimana harus berada di pesta. Apalagi jika harus berdansa, rasanya susah baginya. Namun jika menolak, sepertinya tak sopan."Huh gimana ini," pikirnya sekejap kemudian meletakkan undangan itu kembali di atas meja dan menekuni pekerjaannya.Tok! Tok!"Masuk!"Pria bertubuh tegap itu pun mengintip kemudian melangkah ke arah mejanya."Ada apa, Mas," sapa Kirana."Hmm," jawabnya kemudian menyeret kursi dan duduk di depan Kirana. Sekilas, ia melirik ke arah undangan di meja Kirana dan mengambilnya."Kamu juga dapat undangan ini?" tanya Darell."Iya, Mas.""Ya sudah kalau gitunkamu datanh
Ini adalah malam terakhir bagi Darell berada di kampung Kirana. Kondisi Oom Ridwan juga sudah sangat membaik. Tekanan darahnya pun sudah mulai stabil.Esok pagi mereka akan kembali ke ibukota dan bersiap menghadapi kehidupan nyata. Masalah keuangan kantor yang menunggu untuk segera diselesaikan.Baru saja Dad mengabari kalau sudah ada titik terang. Kini tinggal selangkah lagi untuk bisa menyingkirkan para parasit itu.Perlahan pria itu pun terpejam dalam kamar tamu. Mempersiapkan hari esok yang telah menunggu gebrakannya. ***"Terima kasih ya kalian sudah datang kemari," kata Oom Ridwan begitu melepas kepergian Kirana dan Darell pagi itu."Sama-sama Oom, yang penting sekarang Oom lebih diatur lagi makannya. Jangan terlalu diforsir untuk beraktivitas," tegas Darell.Darell kembali memperhatikan ka
Selama beberapa detik, Darell merenungi apa yang diucapkan oleh Kirana. Kemudian ia membenarkan perkataan gadis itu, meski cuma dalam hati.Diraihnya lengan Kirana yang hendak mengikuti Bayu ke warung bakso."Ya sudah, Mas mau, tapi kita makan di rumah aja ya," pintanya sambil melirik ke arah warung tenda.Darell berbeda sekali dengan adiknya Audrey yang dengan santai makan di sembarang tempat. Asal menu yang disajikan cocok dengan lidahnya."Ya udah kalo gitu," jawab Kirana memimpin jalan untuk memesan makanan. Tak lupa membawa untuk Sekar dan keluarganya juga. ***"Aseeek bakso!" teriak keponakan Kirana saat mendapatkan oleh-oleh darinya.Gadis berkulit langsat itu segera mengambil mangkok dan memberikan pada Bayu dan Darell. Membuka plastik dan melayani calon suaminya.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments