“Sejak awal papa sudah bilang ke kamu, paling tidak kalian punya satu dulu, baru mau nunda untuk memberi adik itu urusan kalian, tapi ini kalian justru sejak awal sudah menunda untuk memiliki momongan, seperti pasangan yang memang tidak ingin memiliki anak,” ujar Arya Suta dengan nada marah dan kecewa di hadapan Ageng, hingga setelah mengakhiri rapat penting dia langsung menyempatkan untuk bicara berdua.Arya Suta yang biasanya hanya diam dan mencoba memahami jalan pikiran anaknya selama ini, akhirnya marah juga saat menjelang satu tahun pernikahan Ageng dan Queen belum juga memberi tanda-tanda akan memberikan cucu kepada mereka.“Seandainya sejak awal kalian tidak menunda untuk memiliki momongan mungkin rumah tangga kalian sudah diramaikan oleh suara tangis bayi. Ya, lebih baik mendengar suara tangis bayi dari pada mendengar suara mamamu yang rewel.”Jika biasanya Ageng akan memberi jawaban sekenanya dan terdengar sebagai guyonan atas keluh kesah kedua orang tuanya yang sudah tidak s
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Rey yang sudah merasa buntu dalam mencari solusi untuk perusahaannya yang sudah berada di ambang kehancuran. “Papa nyerah,” jawab Eddy sambil menyandarkan punggugnya di kursi kebesarannya, kursi yang menemaninya selama ini menjalankan roda perusahaan. Tatap mata Eddy terlihat nanar yang menunjukkan betapa pasrahnya dengan masa depan yang akan menghampiri. “Mungkin ini karma untuk papa,” sambung Eddy yang tanpa sadar meneteskan air mata kala mengingat semua kesalahan yang telah dia lakukan di masa lalu. “Papa tidak boleh nyerah begitu saja. Bagaimana dengan kami, Pa?” Rey tampak sangat kebingungan. Untuk saat ini bukan hanya masalah perusahaan yang menjadi beban hidupnya, tetapi juga banyaknya tagihan yang diakibatkan oleh tindakan istrinya yang sangat konsumtif. Sedangkan untuk diminta kembali sebagai modal usaha sama sekali tidak mau memberi. “Kau sudah menemui Ageng?” tanya Eddy, berharap menantunya itu masih bersedia memberikan ban
Eddy bisa menerima semua syarat yang diberikan oleh Ageng. Dia merasa sudah tua, sudah waktunya menepi dari hiruk pikuk perusahaan, sudah waktunya untuk istirahat setelah sekian tahun lamanya dia bekerja keras. Ya, mungkin ini sudah waktunya dia menyerahkan semua harta yang dimiliki kepada anak-anaknya.Berbeda dengan Rey, sebagai anak laki-laki satu-satunya dan yang selama ini bekerja keras membantu mengelola perusahaan, Rey tidak bisa menerima semua syarat yang diminta oleh Ageng begitu saja. Adalah hal yang sangat wajar jika Rey ingin menguasai perusahaan itu untuk dirinya sendiri karena selama ini hanya dirinya yang memiliki andil besar dalam mengurus perusahaan. Tanpa Rey sadari, jika dirinya juga yang memiliki andil besar dalam kehancuran pada perusahaan milik keluarganya. Bagaimana tidak, dia yang tidak bisa mengendalikan sikap konsumtif sang istri membuatnya harus sering merogoh uang perusahaan hanya untuk membayar berbagai barang belanjaan istrinya yang tidak murah harganya.
Sebenarnya Davianna sudah ingin melangkah meninggalkan restaurant tersebut, tetapi tampaknya kehadirannya sudah ketahuan oleh salah satu kerabatnya. Davianna bergegas menyeka air matanya saat mendengar suara yang sudah lama dia rindukan itu memanggil namanya. Setelah sekian tahun tidak bertemu, kini Davianna kembali diberi kesempatan untuk melihat senyum yang sudah lama dia rindukan.“Oh adikku sayang, lama tidak bertemu,” ucap pria itu sambil memeluk Davianna.Davianna merasakan pelukan hangat itu, tanpa dia sadari dia membalas pelukan tersebut dengan bulir-bulir bening yang membasahi pipinya. Semakin erat Davianna memeluknya, seolah takut jika longgar sedikit saja akan kehilangan pria tersebut, meskipun dia sudah tahu pria itu memiliki istri yang sedang hamil.Sebenarnya berat bagi Davianna untuk melepaskan pelukan tersebut, tetapi kehadiran seseorang di dekat mereka membuat Davianna dengan terpaksa melepaskannya. Bagaimana pun Davianna harus tetap menjaga image baik dirinya selama
“Halo,” sapa Ageng yang terlihat canggung dan ragu-ragu.Sudah cukup lama Ageng dan Davianna tidak berkomunikasi. Ada banyak alasan yang menjadi penyebabnya, selain kesibukan masing-masing dan perbedaan waktu tempat mereka berada, tampaknya ada urusan hati yang menjadi rahasia bagi Ageng dan Davianna.“Ha halo,” jawab Davianna dengan suara yang terdengar tergagap dan bercampur dengan isak tangis.Ageng yang hanya bisa mendengar suara Davianna dari ponselnya menjadi khawatir dan merasa bersalah. Sudah berbulan-bulan dia tidak pernah menghubungi Davianna, meskipun hanya sekedar mengirim pesan singkat untuk menanyakan kabar. Ageng merasa hubungannya dengan Davianna yang dahulu begitu harmonis dan romantis kini sudah tidak meninggalkan bekas sama sekali di hatinya.Tidak bisa dipungkiri, kebersamaan dengan Queen membuatnya merasa nyaman dan terlena. Entah apa hanya karena hubungan di atas ranjang yang selalu menggelora, atau karena memang ada sisi lain pada diri Queen yang membuatnya mera
“Papa yakin akan tanda tangan surat perjanjian yang diberikan oleh Ageng?” tanya Rey yang terlihat masih tidak rela jika perusahaan yang selama ini dia kelola suatu saat nanti akan jatuh ke tangan adiknya, Queen.Memang benar jika selama ini Queen tidak memiliki andil apa pun dalam mengurus dan mengelola perusahan keluarganya, tetapi Queen juga bisa dibilang sama sekali tidak menikmati hasil dari perusahaan tersebut. Setidaknya setelah Queen keluar dari rumah dan belajar hidup mandiri sejak masih SMA.“Jika kau memiliki solusi yang lebih baik, maka papa tidak akan tanda tangan. Papa akan mengikuti apa yang akan kau lakukan,” jawab Eddy yang sepertinya sudah teguh dengan keputusan yang telah dia buat.Bagi Rey apa yang diucapkan oleh Eddy adalah sebuah tantangan sekaligus hinaan, karena selama ini Rey hanya mengikuti apa yang sang papa ucapkan, tanpa pernah memberikan jalan keluar dari setiap masalah yang sedang dihadapi perusahaan. Jika dipikir lebih dalam lagi, yang menjadi benalu da
“Coba nanti aku tanya ke Chiara dulu, dia punya nomor ponsel dokter langganannya. Dia merasa nyaman karena dokter itu perempuan, jadi dia bisa lebih leluasa untuk bertanya banyak hal saat konsultasi.”Ageng pun mengangguk setuju mendengar kata demi kata yang terlontar dari bibir Cyrus. Terdengar sangat positif, karena dia pun tidak akan merasa cemburu saat dokter kandungan itu akan menyentuh area sensitive istrinya. Meskipun dilakukan karena tuntutan medis dan juga dilandasi oleh profesionalisme, tetapi Ageng merasa tidak nyaman jika istrinya disentuh oleh pria lain.“Yang harus kau ketahui, tidak semua masalah kesuburan ada pada perempuan, bisa jadi yang bermasalah itu adalah kita.” Buka bermaksud untuk menakut-nakuti, tetapi Cyrus hanya berharap bisa membuka pikiran Ageng dan tidak memberikan beban yang berlebih kepada Queen tentang keinginan dan harapannya untuk bisa segera memiliki anak.“Aku tahu itu, itu sebabnya aku juga akan melakukan pemeriksaan. Bukan hanya Queen saja.”“Bis
Queen melangkah dengan perlahan tampak ragu-ragu, sekali lagi istri dari Ageng Jati Wardana itu menoleh ke belakang menatap ke arah Surya Wijaya, seolah ingin memastikan jika dirinya memang benar-benar telah diberi izin untuk bertemu dengan Rania.Surya Wijaya hanya mengangguk pelan, pria paruh baya itu sebenarnya ingin menggerakkan bibirnya melengkung ke atas, tetapi tampaknya hal itu tidak mudah dia lakukan di hadapan Queen. Keberadaan Queen dan juga Rey adalah bukti nyata jika wanita yang dia cintai ternyata pernah di jamah oleh pria lain.“Pa, kita ke kantin dulu, sejak kemarin papa belum makan,” ucap Zachary yang ingin memberi kesempatan kepada Queen dan Rania berdua.Surya Wijaya mengangguk lemah lalu melangkah beriringan dengan putra sulungnya. Zachary menatap wajah kuyu sang ayah yang terlihat tidak bersemangat. Tentu hal itu menimbulkan kesedihan di hatinya. meskipun selama ini dia tidak menyukai kehadiran Rania di tengah keluarga Wijaya, tetapi tidak bisa dipungkiri jika keb