Banyak yang kagum dengan kecantikan pengantin wanita, padahal mereka tahu akan wajah Linda, namun di sini, mereka seolah lupa, bahkan terpesona dengan kecantikan Vivian.
"Wah, pengantinnya sangat cantik ya ... Seperti bukan mempelai yang ada di foto," ujar salah satu undangan. "Kau benar, kayak beda mukanya ya, cantik banget, mempesona," ujar salah satu lagi. Tanpa mereka tahu, pengantin itu memang orang yang berbeda. "Tuan dia adalah nona Vivian, sesuai gambar yang Pak Mun kirimkan pada Anda, dia adalah Anaknya Pak Kasim yang sudah meninggal dunia," bisik Sam pada Tuan Rahadian. Tuan Rahadian tersenyum menatap ke arah Vivian. Tuan Rahadian menemui putranya dan mengatakan apa yang harus dan yang tidak harus dilakukan oleh putranya. "Apakah sudah benar-benar tidak ada jalan untuk membatalkan acara ini?" Tanya pengantin pria itu seraya memberanikan diri menatap papanya. "Andaikan papa ada jalan lain, pasti papa sudah melakukan ini dari awal. Tapi Linda kecelakaan di luar kota, mau kemana dia, dari mana dia? Di luar sana banyak rekan bisnis kita, klien penting kita, bagaimana jika mereka tahu jika pengantin wanita kecelakaan di luar kota, beberapa jam sebelum akad dimulai? Apakah itu tidak akan menimbulkan asumsi buruk pada Linda dan juga pada keluarga kita?" ujar Tuan Rahadian. Pengantin laki-laki terkejut memikirkan apa yang dikatakan papanya, bahwa ada benarnya juga. Ia juga ingin tahu alasan Linda pergi ke luar kota, bahkan ia juga tidak melihat sahabatnya di acara ini. "Namanya Vivian Putri Cahyani, Vivian Putri Cahyani putri Abdul Kasim, jangan lupa nama itu, hanya keluarga yang akan jadi saksi. Awalnya papa ingin mereka semua menyaksikan acara ini, sayangnya insiden ini terjadi. Jadi lebih baik sekarang kau duduklah di depan penghulu dan jangan membuat masalah!" ucap Tuan Rahadian. Pengantin pria tidak memiliki pilihan selain menerima pengantin pengganti. Ia menarik nafas, lalu menghembuskannya. "Baiklah, sesuai perintah, Papa," ucap pengantin pria sambil tersenyum. Namun Tuan Rahadian tahu itu bukan senyuman bahagia, melainkan senyuman ketidaknyamanan yang berdaya. Pengantin pria menuju tempat yang telah disiapkan. Awalnya, mereka berencana menggunakan mikrofon untuk pengucapan akad, tetapi sekarang pengantin pria menolak. Vivian gelisah menunggu. Pengantin pria duduk di sebelah Vivian. Nyonya Rahardian selalu menatap pengantin wanita, begitu juga dengan adik pengantin pria. Tatapannya jelas menunjukkan ketidaksukaannya, namun mereka hanya bisa pasrah pada hari ini. Akad di lakukan di ruangan terpisah, agar ranj yang hadir dalam penyebutan nama pengantin. "Saya terima nikahnya, Vivian Putri Cahyani, bin Abdul Kasim, dengan mas kawin tersebut lunas. Pernikahan itu telah selesai, Vivian benar-benar merasa hancur, sedih, air matanya bercucuran, namun seolah tak ada yang peduli akan hal itu. Di tempat itu tidak ada satupun yang Vivian kenal, bahkan yang mengajaknya sekedar bicara tidak ada. “Apa yang harus aku lakukan, Ibu, Ayah. Bahkan aku tidak tahu satupun orang disini.” batin Vivian. Dengan pelan, ia mengusap air matanya. Ia melihat banyak orang yang kini datang ke arahnya dan memberikan selamat kepadanya. Vivian mencoba untuk tersenyum, saat ini ia hanya sendiri di atas pelamin. Laki-laki yang kini menjadi suaminya itu entah kemana sekarang. “Kasihan banget sih kamu, baru selesai akad, udah di tinggal. Lagian kamu itu siapa sih, main datang dan menggantikan posisi Linda?” Tanya seorang wanita yang Vivian yakini dia jauh lebih muda darinya. ia keponakan Pak Mun. Salam Nak, sekarang kamu adalah menantuku, aku ayah mertuamu, panggil papa,”ucap Pak Rahadian seraya menyentuh kepala Vivian. Sedangkan wanita yang kini berdiri di hadapan Vivian membulatkan matanya ketika sang ayah memberikan sikap perhatian, dan yang membuat wanita itu terkejut adalah, sang ayah seolah begitu peduli dengan pengantin pengganti itu. Beberapa lama, pengantin pria datang dan membawa Vivian ke kamarnya untuk beristirahat, tentu itu atas perintah Pak Rahadian. Vivian berpikir, ia bisa istirahat sejenak dengan kelelahan jiwa dan raganya. “Apa yang ada dalam pikiranmu ketika menjadi pengantin pengganti? Apakah kau mengira akan menjadi ratu disini?” tanya laki-laki itu. “Maaf tuan, jika saya bisa memilih, maka saya lebih baik tidak menjadi pengantin pengganti anda, andaikan saya bisa menolak, maka saya akan menolak menjadi pengantin pengganti anda.” Tentu jawaban Vivian membuat laki-laki itu terkejut. Benarkah? Apakah ini hanya sebuah paksakan, bukankah banyak yang menginginkan menjadi pengganti Linda selama ini? Termasuk wanita yang ada di hadapannya saat ini. Terlihat senyum meremehkan di bibir sang lelaki, namun lelaki itu langsung melemparkan berkas tepat di pangkuan Vivian. Brak Suara lemparan berkas itu, terasa sakit mengenai tangan lembut Vivian. “Baca isi berkas itu? Dan jangan pernah kau berharap akan mendapatkan hakmu sebagai istri disini,. Benar saja, Vivian membaca isi berkas yang ada di tangannya. “Pihak Pertama : Darryl Pratama. “Pihak kedua : Vivian. ‘Jadi namanya Darryl’ gumam Vivian dalam hatinya. Vivian pun membaca isi berkas itu, dimana isi di dalamnya hanyalah menguntungkan pihak pertama, dan begitu merugikan pihak kedua. “Maaf Tuan, Disini, saya harus menuruti semua yang anda perintahkan, dan tidak boleh melakukan apa yang tidak inginkan, kalau boleh tahu apa saja hal itu, bisa anda jelaskan dengan secara rinci? Dan juga, apakah saya boleh melakukan apa yang saya inginkan? Anda … “ “Kau berani juga rupanya, aku tidak perduli dengan apa yang akan aku lakukan, yang paling penting, kau tidak boleh ikut campur masalah pribadiku, jangan pernah bertanya aku dari mana dan ada dimana, dan tentunya, kau tidak boleh protes dengan hubunganku dan Linda, karena dialah pengantinku yang sebenarnya,” ujar Darryl. “Dengan senang hati tuan, dengan senang hati saya akan melakukan hal itu,” jawab Vivian dengan berusaha tetap tersenyum, berusaha mempertahankan harga diri yang masih tersisa. ‘Sialan, kenapa aku tidak suka melihat senyuman itu. Sok kuat, padahal aku lihat tangannya gemetar, dan matanya sembab,’ batin Darryl.“Tuan, keluarlah! “ ucap Vivian membuat mata Darryl membulat dengan sempurna. ‘Hah, apa yang dia katakan tadi, aku disuruh keluar?’ batin Darryl tak percaya. “Apakah Tuan mendengarku?” tanya Vivian lagi, membuat Darryl langsung membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah wanita yang kini duduk di tepi ranjang. “Apa yang kau katakan tadi? Kau bilang, aku keluar dari kamar ini, apa kau sadar dengan apa yang kau katakan?” tanya Darryl. Dan dengan bodohnya Vivian menganggukkan kepalanya seraya berkata,”Aku sadar dengan apa yang aku katakan, Apakah ada yang salah, Tuan?” tanya Vivian dengan polosnya. “Saya ingin ganti baju tuan, apakah tua akan tetap disini?” tanya VIvian melihat Darryl masih berdiri di tempat. “Sial!” gerutu Darryl yang langsung keluar dari kamar itu dengan perasaan kesal. Tentu wajah kesal Darryl terlihat jelas di pandangan asistennya. “Ada yang bisa saya lakukan tuan?” tanya Noah ketika mendekati Darryl. “Bukankah kau mengatakan kau bisa melakukan semuanya
Setelah banyak drama sebelum acara resepsi, akhirnya acara itu selesai sesuai dengan rencana. Banyak yang mendoakan untuk kebahagiaan mempelai, bahkan tak luput banyak juga pertanyaan yang mempertanyakan masalah pergantian pengantin, namun Pak Rahadian bisa mengatasinya menggunakan kekuasaannya. “Semoga kalian menjadi pasangan suami istri yang bahagia. Darryl, jadilah laki-laki yang bertanggung jawab serta memenuhi sumpahmu sebagai seorang suami. Ingatlah, laki-laki dilihat dari ucapannya, jika ucapannya sudah hancur maka semuanya akan hancur, “ ucap Tuan Rahadian pada anak lelakinya. Darryl tidak menjawab apapun. Ia langsung meninggalkan tempat itu, dan tyan Rahadian mengisyaratkan agar Vivian mengikuti Darry. Dimana di belakang Vivian juga diikuti oleh Pak Sam - orang kepercayaan tuan Rahadian. “Silahkan masuk, Nona. Ini adalah kamar tjan Darryl, dan juga menjadi kamar nona saat ini. Jadi nona jangan ragu ataupun takut. Jika ada apa-apa, nona katakan saja sama saya,” ucap Pak
Selama dalam perjalanan, tidak ada yang bersuara di antara keduanya. Semuanya hanya fokus pada pikirannya masing-masing. Vivian menatap ke arah jendela, menikmati pemandangan yang ada. Sedangkan Darryl sengaja tidak menawarkan vivian apapun, bahkan sekedar minuman saja Darryl tidak menawarkan. Ia meminum sendiri air yang ada di mobilnya. Namun tanpa Daryl sadari, ternyata, Vivian jauh lebih pintar dari yang ia pikirkan. Tas rajut yang Vivian bawa ternyata berisi beberapa bungkus roti dan juga beberapa minuman yang ia bawa dari rumah tadi. Ia sudah mengira hal ini akan terjadi, apalagi ketika Noah mengatakan kalau perjalanan ini akan memakan waktu kurang lebih tiga jam. ‘Pinter juga tuh cewek sialan!’ gerutu Darryl seraya terus membawa mobilnya. Sedangkan VIvian terus ,mengunyah roti yang ia pegang tanpa menawarkan pada Darryl. “Apakah masih lama?” tanya Vivian setelah menghabiskan satu bungkus roti dan satu botol kecil minuman. “Heem,” jawab Darryl. “Baiklah, aku tidur saja ka
Darryl masih tercengang menatap kepergian Vivian dengan tangan masih memegang pipinya. Ini pertama kalinya ia ditampar oleh seorang wanita. Bahkan ini pertama kalinya juga, ia merasakan tamparan dalam hidupnya. ‘Apakah dia sudah gila? Bahkan dia berani menamparku, sial! ‘ Rutuk Darryl seraya melihat ke arah sekitar. *** “Kita masih berhasil mempengaruhi Darryl, Pa. Itu tandanya posisi Linda masih aman, “ ucap Ibunya Linda. “Kenapa kita ceroboh, Ma. Lihatlah, wanita itu benar-benar membersihkan tubuh Linda, bagaimana jika ia melihat bekas itu? “ tanya papanya Linda membuat mata makanya Linda membulat dengan sempurna. “Oh Tuhan, kenapa mama bisa lupa akan hal itu pa. Bagaimana jika wanita itu menceritakan ini pada Darryl? “ tanya mamanya Linda. Terlihat sekali wajah kedua orang tua Linda pucat pasi, mereka terlihat berfikir, namun mereka langsung mematung ketika melihat pintu ruangan itu terbuka. Bibir mereka semakin terlihat pucat, kala melihat wajah Darryl yang tidak sab
“Tuan, nona Linda belum sadarkan diri, dan… sekarang tuan Darryl sudah ada di rumah sakit untuk menemuinya,” ucap asisten laki-laki itu. Terlihat laki-laki itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, ia menatap lurus ke arah kuat jendela. Ia baru saja juga sembuh dari kecelakaan yang menimpanya. Namun ada hal yang paling ia cemaskan. “Bagaimana istri Darryl yang sekarang? Siapa namanya dan dari mana dia? “ tanya sosok itu. “Namanya nona Vivian, penampilannya sederhana, namun saya mendengar jika ia afalan mahasiswi paling pintar di kampusnya. Hanya saja ia lahir dari keluarga dari kalangan bawah, “ lapor sang asisten. “Apakah Darryl mencurigakan sesuatu dalam kecelakaan Linda? “ tanya laki-laki itu. “Sepertinya tidak tuan, hanya saja pas kecelakaan itu terjadi, ada orangnya tuan Rahadian, ketika Anak buah saya mencarinya, ia sudah tidak ada, “ ucap sang asisten. Laki-laki itu terdiam, “ Aku akan menemui Darryl nantinya. Aku harap semuanya masih tertutup rapat, “
“Kau masih hidup rupanya?” ucap Darryl membuat tubuh Aldo seketika langsung membeku. Darryl mengamati Aldo dengan tatapan yang tajam dan penuh curiga. Udara di sekitar mereka terasa begitu berat, seolah menekan setiap kata yang terucap. Aldo, yang sebelumnya berdiri tegak, kini terlihat merosot, bahunya turun seakan menanggung beban berat."Aku... Aku," Aldo tergagap, mencoba menemukan kata yang tepat untuk mengelak. Nafasnya terengah-engah, jantungnya berdegup kencang, takut akan apa yang mungkin sudah diketahui oleh Darryl.Darryl melangkah mendekat, matanya tidak berkedip, menatap Aldo seolah ingin menembus jiwa. "Lagi ada panggilan dari orang tuamu, iya kan? Setidaknya kau kabari lah, ini langsung menghilang," ucapnya, suaranya datar namun menusuk.Aldo menarik napas lega, rasa ketakutan sejenak menguap, digantikan oleh rasa syukur karena Darryl belum mengetahui rahasianya yang sebenarnya. "Aku yakin kau sudah mendengar masalah pernikahanku yang kacau, iya kan?" Darryl bertanya la
Pak Mun dan istrinya kini berkunjung ke rumah Darryl. Mereka mengira, jika kehidupan Vivian akan jauh lebih baik setelah menjadi pengantin pengganti di kediaman tuan Rahadian, namun yang mereka lihat malah sebaliknya. Vivian berdiri dengan kedua tangan terguncang, bibirnya bergetar saat ia berbicara kepada paman dan bibinya yang terkejut mendengar pengakuannya. Rambutnya yang biasanya diikat rapi kini terurai, membingkai wajahnya yang pucat. Air mata mulai menggenang di matanya yang sayu. "Apakah ini yang paman inginkan? Sudah ya paman, bibi, aku di sini hanyalah babu gratisan. Aku sudah dua bulan di sini dan meninggalkan kuliahku, aku juga ingin melanjutkan apa yang aku inginkan!" suaranya meninggi, dipenuhi kekesalan dan keputusasaan.Paman dan bibinya, yang semula tersenyum lebar, kini saling pandang dengan raut muka yang berubah. Mereka tidak menyangka situasi Vivian seburuk itu. Bibinya, yang selama ini hanya mendengar cerita dari kejauhan, kini menutup mulutnya dengan tangan, m
Sinar mentari sore menyelinap melalui jendela kaca besar di ruang kerja Tuan Rahadian, menyoroti debu-debu yang berterbangan lembut di udara. Ruangan itu dipenuhi dengan aroma kayu mahoni dari meja kerja besar yang terletak tepat di tengah. Di sana, Vivian duduk tegang, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Tuan Rahadian dengan penuh perhatian.Malam Anita dan Adel, bersembunyi di balik pintu yang sedikit terbuka, mencoba menangkap setiap suara, namun hanya keheningan yang mampu mereka tangkap. Mata mereka saling bertukar pandangan, penuh kebingungan dan kekhawatiran.Tuan Rahadian, dengan ekspresi serius namun ada kelembutan di matanya, menunjuk pada seorang pria yang berdiri di sampingnya, “Vivian, dia adalah Alan, sepupu Darryl. Dia adalah CEO di perusahaan produk kecantikan yang sangat sukses.”Alan, pria berpostur tegap dengan rambut yang rapi, mengulurkan tangan dengan senyuman yang ramah. Vivian, yang tadinya tegang, perlahan merasa sebuah semangat baru mengalir dalam