Share

Pesona Istri Kedua Pria Berkuasa
Pesona Istri Kedua Pria Berkuasa
Penulis: XENA

Bab 1 Gadis Penebus Utang

Brak!

Luna terkesiap saat mendengar suara pintu rumahnya didobrak, diikuti suara seorang pria yang berteriak keras.

"Nenek Tua! Cepat keluar! Atau akan kami hancurkan rumah tua ini!" 

“Astaga! Ibu–” Luna diam-diam bergegas mencari sang ibu agar mereka bisa bersembunyi. 

Namun, terlambat. Wanita tua itu telah keluar dan berdiri di hadapan dua orang pria berbadan besar dengan tubuh gemetar di tamu yang hanya berisi televisi usang dan perabotan lama. Sungguh kontras, Luna melihat, 

“Tu-Tuan–”

"Cepat bayar semua utang-utangmu, Nenek Tua!" bentak salah satu dari mereka, hingga membuat wanita tua itu berjengit kaget.

Sang wanita tua semakin ketakutan. Kedua tangannya meremas ujung pakaian yang digunakannya. Kakinya pun gemetar, sehingga tidak bisa digerakkan sama sekali.

"Ma-maaf, Tuan. Saya belum bisa membayar sekarang," ucap sang wanita tua dengan terbata-bata, tanpa menghadap ke arah kedua pria yang menakutkan itu. Pandangannya tertuju pada lantai. “Saya belum punya uang untuk membayar–”

“Halah! Sudah berapa kali kamu mengatakan itu!?” Salah satu dari mereka menyentak tangan wanita tua tersebut dan mendorongnya hingga wanita itu tersungkur di lantai. 

“Ibu!” Luna langsung keluar dan memeluk sang ibu. 

"Cari di dalam rumahnya!” seru pria yang tadi mendorong ibu Luna pada rekannya. “Siapa tahu ada uang atau barang berharga yang disembunyikan olehnya!"

Masuklah pria botak berbadan kekar lebih dalam ke rumah Luna. Semua barang diobrak-abrik olehnya, hingga suaranya terdengar begitu jelas dari tempat Luna sekarang. 

"Jangan! Tolong jangan rusak semua barang kami.” Ibu Luna mengiba. Wajahnya telah dipenuhi air mata saat ia memaksakan diri untuk menyentuh tangan si preman. “Hanya itu yang kami punya."

Namun, si preman dengan mudah mengibaskan tangannya dan bahkan menendang tubuh wanita tua itu.

“Ibu!” Luna lekas menangkap tubuh sang ibu sebelum wanita tua itu membentur lantai. Tatapannya kemudian terarah pada si preman, memandangnya dengan tajam. “Hei, jangan kasar!”

Pria itu tertawa mendengar perintah dari putri wanita tua tersebut. 

"Tidak ada barang yang berharga di dalam. Bahkan hanya ada uang recehan saja di sana,” lapor rekan si preman pertama. Pandangannya jatuh pada soosk Luna yang masih memeluk ibunya. “Lebih baik bawa saja wanita cantik itu untuk menebus utang ibunya!"

Sang ibu terkesiap.

"Tidak! Jangan! Jangan sentuh anakku!” ucap wanita tua tersebut dengan berderai air mata. Ia mencoba bangkit dan menyentuh tangan si preman kembali. “Bawa saja aku untuk jadi budak bos kalian!"

Wanita muda itu tidak memedulikan kedua pria yang telah memporak porandakan rumahnya. Dia hanya memedulikan sang ibu dengan berusaha memeluk tubuh kurusnya yang dalam keadaan memprihatinkan.

“Bu, jangan–”

"Melihatmu saja bos kami bisa muntah, apalagi membawamu sebagai budaknya!" Pria berbadan kekar itu pun tertawa. 

"Cepat bawa wanita cantik itu!" perintah pria itu kemudian.

Pria kedua, yang berkepala botak, berusaha membawa paksa Luna. Dengan sekuat tenaga wanita muda tersebut bertahan bersama sang ibu. 

“Lepas!”

Akan tetapi, tenaganya jauh berbeda dengan kedua pria yang berusaha membawanya. 

Tubuhnya dapat dengan mudah ditarik oleh pria botak yang sedang menertawakannya. Begitu banyak ancaman dan umpatan yang keluar dari bibir mungil wanita muda itu. 

Sayangnya, tidak ada yang berbelas kasih menolongnya. Beberapa orang hanya melihat mereka seolah tontonan yang menjadi hiburan semata. 

"Luna!" seru sang ibu dengan suara yang tertahan.

Tiba-tiba badan wanita tua itu terkulai lemas, dengan air mata pun menetes dari ujung matanya yang terpejam. Seketika wanita tua itu tidak sadarkan diri.

Melihat kondisi sang ibu, dengan sekuat tenaga Luna menghempaskan tangan pria yang berusaha membawanya, seraya berseru, "Ibu!"

Tubuh renta sang ibu dibawa dalam pelukannya. Tangisnya pecah ketika tidak mendapatkan reaksi apa pun dari tubuh wanita tua tersebut.

"Cepat bawa kami ke rumah sakit!" bentak Luna sembari menatap tajam pada kedua pria yang berdiri melihat mereka.

"Enak saja. Kami bukan dinas sosial! Tugas kami hanya untuk--"

"Jika ibuku meninggal, akan ku pastikan kalian berdua masuk dalam penjara karena membunuhnya!" sahut Luna yang berusaha mengancam mereka dengan tatapan penuh kebencian.

Kedua pria itu saling berbisik, dan sang pria berkepala botak pun berkata, "Baiklah. Kami akan membawa kalian ke rumah sakit. Tapi, setelah itu kamu harus ikut dengan kami untuk menebus utang ibumu!" 

Tanpa berpikir panjang, Luna pun menyetujuinya. Dalam pikirannya hanya keselamatan sang ibu, satu-satunya orang tua yang tinggal bersamanya. 

Kedua pria tersebut membawa tubuh sang wanita tua ke dalam mobil mereka, dan diikuti oleh Luna dengan deraian air matanya. 

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, tangan Luna mengusap lembut wajah sang ibu yang telah terdapat beberapa garis halus di bagian tertentu.

Digenggamnya dengan erat tangan wanita yang telah melahirkannya. Tangan itu terasa begitu kering dan terdapat sedikit keriput yang membuatnya meneteskan air mata, seraya berkata dalam hati,

'Tolong jangan tinggalkan Luna, Bu. Luna janji akan membayar semua utang kita. Luna juga akan membuat Ibu bahagia.'

Hanya beberapa menit saja mobil tersebut berhenti tepat di depan salah satu gedung rumah sakit yang bertuliskan IGD. Dengan cekatan dua orang perawat membawa wanita tua tersebut masuk ke dalam ruang IGD untuk segera ditangani.

"Ingat janjimu, Nona!" ancam pria berambut ikal dengan tatapan mata seorang pembunuh.

Luna tidak bergeming. Pandangan matanya hanya tertuju pada ruang IGD yang sedang memperjuangkan keselamatan ibunya. Begitu pula dengan hati dan pikirannya. Selang beberapa saat kemudian, pintu ruangan pun terbuka. Keluarlah seorang perawat yang menemuinya, dan berkata,

"Pasien sudah sadar."

Luna menghela napas lega dan bergegas menemui ibunya.

Namun, ketika kaki Luna hendak melangkah masuk, kedua tangannya dipegang oleh kedua pria yang menagih sang ibu.

"Nenek tua itu sudah sadar. Ikutlah bersama dengan kami untuk menebus utangnya!" ujar pria berkepala botak dengan suara yang mampu membuat bulu kuduk Luna merinding ketakutan.

Dari dalam ruangan tersebut sang ibu mendengar suara lantang pria yang sedang mengancam putrinya. Tanpa berpikir panjang, dia memegang tangan seorang dokter pria yang sedang memeriksanya, seraya berkata dengan penuh harap,

"Dok, tolong putri saya. Jangan biarkan mereka membawanya untuk menebus utang-utang saya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status