Di depan sebuah cermin besar yang berada di dalam ruang ganti, Luna menatap bayangan dirinya pada cermin tersebut. Diperhatikan dengan seksama gambar dirinya dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Pantas saja dia tidak berminat padaku, ternyata aku tidak sebanding dengan istrinya," ucap lirih gadis tersebut diakhiri dengan helaan nafas yang terdengar begitu berat. Suara ketukan pintu membuatnya tersadar, dan menoleh ke arah sumber suara. "Cepatlah keluar agar kita bisa segera melakukannya!" Suara pria yang sangat dikenalnya, membuat Luna semakin sadar jika dunia mereka berdua terlalu berbeda. Dengan terburu-buru, kakinya pun bergerak menghampiri pintu. Namun, tangannya berhenti bergerak ketika menyentuh gagang pintu. 'Cukup, Luna. Hentikan perasaanmu pada Dokter Kenzo. Mulai sekarang kamu harus bersikap sebagai orang yang bekerja pada mereka, tidak boleh lebih dari itu,' batinnya. Pintu pun terbuka, sehingga membuat Luna terperanjat kaget melihat sosok sang dokter yang berada di balik pintu tersebut. Seketika wajah gadis yang memakai baju pasien berwarna baby pink itu pun memerah. Tanpa sadar, pandangan matanya tertuju pada wajah tampan sang dokter yang mampu menghipnotisnya. "Kenapa diam? Cepatlah keluar! Jangan membuat semua orang menunggumu!" gertak sang dokter dengan suara lirih, tapi tegas dalam pelafalannya. Seketika Luna terhenyak dan menerobos keluar ruangan tersebut dengan menyingkirkan tubuh sang dokter yang menghalangi pintu. Dokter Kenzo menatap heran pada punggung gadis tersebut, seraya bergumam, "Dasar gadis aneh. Sialnya lagi aku akan sering bertemu dengannya." "Kenapa menatapnya seperti itu?" tanya Serena seraya tersenyum pada suaminya. Dokter Kenzo memaksakan senyumnya, sembari berjalan menghampiri sang wanita pujaan hati. "Dia gadis yang aneh," ucapnya setelah berdiri di sebelah sang istri. Serena tersenyum lega melihat suaminya tidak tertarik sedikit pun pada Luna yang nantinya akan sering bertemu dengan sang suami. Tentunya selama masa kontrak mereka berlangsung. Selang beberapa saat kemudian, datanglah Luna dengan ditemani seorang dokter untuk menemui sepasang suami istri yang sedang duduk di ruang tunggu VIP. "Bagaimana hasilnya, dok?" tanya Serena seolah tidak sabar mendengarkannya. Dokter wanita yang berdiri di sebelah Luna, tersenyum padanya, dan berkata, "Tidak ada masalah. Semuanya baik-baik saja." Kemudian sang dokter wanita tersebut beralih menatap ke arah Dokter Kenzo. "Dokter Kenzo, saya rasa kita bisa melakukannya saat ini juga," tutur sang dokter wanita dengan serius. "Baiklah. Kita lakukan sekarang juga," ujar Dokter Kenzo dengan menatap tegas pada dokter wanita tersebut. Serena tersenyum membayangkan keberhasilan rencana mereka untuk mengambil hak sang suami dari keluarganya. Tidak hanya itu saja, dia pun merasa bahagia membayangkan adanya seorang bayi dalam gendongannya yang diakui sebagai anak mereka. Berbeda dengan Luna. Gadis lugu tersebut merasa kaget dan takut mendengar keputusan sang dokter. Jantungnya berdegup dengan kencang, dan hanya bisa merintih dalam hatinya. 'Bagaimana ini? Kenapa semuanya begitu mendadak? Apa aku siap menjalani semua ini? Apa aku bisa melakukannya?' "Berhenti!" Seketika seruan seorang pria yang bersuara berat, telah mengalihkan pandangan mereka semua padanya. "Batalkan apa yang akan kalian lakukan saat ini! Kakek tidak akan menerima bayi itu jika dihasilkan dari program inseminasi buatan. Kakek hanya akan mengakui bayi yang dilahirkan dari hubungan alami seorang suami dan istri dengan penuh cinta." "Tapi, Kek--" "Tidak usah membantahku, Kenzo! Ini adalah persyaratan dari Kakek padamu. Jika kalian tetap melanjutkan program ini, maka Kakek sendiri yang akan melaporkannya pada polisi. Bukankah kalian tahu betul jika ini melanggar hukum?! Negara kita tidak membenarkan seorang wanita untuk menjadi ibu pengganti dan menyerahkan bayinya pada mereka yang telah melakukan perjanjian dengannya." Seketika situasi menegang. Tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk menghentikan ancaman dari sang Presdir Metro Healthy Hospital, Ron Matteo. Terlebih lagi pria yang sudah berumur itu terkenal akan ketegasannya. Tatapan mata Ron mengisyaratkan kebengisan seorang pemimpin yang mampu mengintimidasi semua orang di bawah kekuasaannya. Dan sikap itulah yang ingin diwariskannya pada Kenzo, cucu sematawayangnya. Bukan hanya itu saja, kekuasaan dan semua aset berharganya ingin diberikan pada sang cucu dengan syarat dan ketentuan yang telah dibuat olehnya. Serena pun tidak bisa melakukan apa-apa. Bahkan terlihat gurat kekecewaan yang tersirat pada wajah cantiknya. Berbeda dengan Luna. Gadis cantik nan lugu itu beringsut ketakutan melihat kemarahan dari seorang kakek yang sempat menatap tajam padanya. Semua pihak rumah sakit yang berada di dalam ruangan tersebut pun berpamitan pada sang Presdir untuk kembali melanjutkan pekerjaan mereka. Tak terkecuali Dokter Sani yang hendak melakukan program tersebut pada Luna. "Bagaimana Kenzo bisa melakukan keinginan Kakek jika Kakek sendiri yang menghentikan semuanya?" tutur Kenzo dengan tatapan memohon pada pria tua tersebut. Smirk sang kakek membuat Kenzo merasa kesal. Bahkan dia berjanji pada dirinya sendiri untuk bisa menaklukan syarat yang diajukan oleh pria tua yang sangat berkuasa itu, agar bisa mendapatkan semua haknya sebagai cucu dari keluarga Matteo. Pria beruban tersebut menatap ke arah Luna yang terlihat ketakutan padanya. Dari mata almond sang gadis, dia bisa melihat kejujuran dan kelembutan hatinya. "Kenapa tidak kamu nikahi saja dia?" Semua mata tertuju pada Luna, sehingga membuat gadis yang memakai baju pasien tersebut menunduk ketakutan. Kedua tangannya yang gemetar, mencengkeram ujung bajunya, seolah sedang mencari pegangan untuk perlindungannya. "Apa maksud Kakek?!" sentak Kenzo dengan menatap marah pada pria tua yang ada di hadapannya. "Sederhana saja, Kenzo. Seperti yang kamu tahu, Kakek sangat menginginkan keturunan darimu sebagai penerus keluarga Matteo nantinya. Dan Kakek rasa semuanya akan kamu dapatkan, jika kamu menikahinya," ujar sang kakek seraya melihat ke arah Luna. "Menikah?!" Semua pasang mata mengarah pada Luna yang seolah menjadi terdakwa saat ini. Rasa tidak percaya diri pun kembali menghampirinya. Ron Matteo, pria tua yang sangat berkuasa itu menatap Kenzo dengan menahan senyum, seolah sedang menantangnya. "Aku akan menikahinya," tegas Kenzo menjawab tantangan dari sang kakek. Pernyataan dari Kenzo membuat sang istri terkesiap. Seketika dia mengalihkan pandangannya pada sang suami. "Sayang, apa maksudmu?!" tanya Serena dengan memicingkan matanya. Tatapan Serena menyadarkan Kenzo akan kekecewaan sang istri. Akan tetapi, tidak ada jalan lain yang bisa dilakukannya untuk menguasai seluruh aset berharga keluarga Matteo. Kenzo meraih tubuh Serena ke dalam pelukannya, serta berbisik di telinga sang istri. "Maafkan aku, Sayang. Aku melakukan pernikahan ini hanya untuk rencana kita saja, tidak untuk memberikan hati dan cintaku padanya. Setelah bayi kita lahir, maka perjanjian kita dengannya pun berakhir, dan aku akan menceraikannya. Percayalah padaku." Serena tidak bisa mengatakan apa pun. Pikirannya kacau, dan hatinya bergejolak tidak menyetujui keinginan sang suami. 'Bukan ini yang aku mau. Aku hanya menginginkan bayinya, bukan kehadiran ibunya dalam rumah tanggaku.' Namun, semuanya tetap menjadi suara hati Serena. Dia tidak bisa menerima dan tidak bisa menolaknya. "Segera percepat pernikahan kalian, agar Kakek bisa secepatnya mendapatkan kabar baik dari kalian," tutur sang kakek disertai tawa di akhir ucapannya. Sepeninggalan Ron Matteo dari hadapan mereka, suasana pun menjadi canggung. Hanya ada Kenzo, Serena dan Luna yang saling terdiam membisu dalam ruangan tersebut. Tiba-tiba saja terdengar getaran ponsel yang membelah kesunyian dalam ruangan tunggu VIP. Dokter Kenzo segera mengambil ponsel dari saku celananya, dan bergegas menjawab panggilan telpon tersebut, setelah melihat nama yang tertera pada layar ponselnya. "Ajak gadis itu makan malam di rumah utama nanti malam. Tapi, sebelumnya kamu harus melamar dia di hadapan orang tuanya." Suara sang kakek pun menghilang setelah mengakhiri panggilan telponnya secara sepihak. "Sudah saya putuskan. Kita akan menikah secepatnya. Saat ini juga, pertemukan saya dengan orang tua kamu, Luna," ujar Kenzo dengan menatap serius pada gadis yang sudah melakukan perjanjian dengannya. "Apa?! Kenapa harus--" "Tidak ada jalan lain!" tegas Kenzo menyahuti sang istri tanpa melihat ke arahnya. "Tapi orang tua saya--" "Pertemukan saya dengan mereka!"Di depan seorang pasien wanita yang masih belum sadarkan diri, Kenzo beserta istrinya dan juga Luna sedang berdiri di sampingnya. Mereka bertiga memperhatikan beberapa alat medis yang menempel pada tubuh pasien wanita tersebut. "Ibu adalah orang tua saya satu-satunya, dok. Ayah saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu," ucap Luna dengan menatap iba pada wanita yang terbaring di tempat tidur pasien.'Sial! Kenapa aku bisa melupakan hal ini?!' batinnya mengumpat marah.Namun, saat itu juga Kenzo teringat akan sesuatu. Tanpa memberitahukan pada sang istri, dia pun tanpa sadar mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya."Sepertinya tidak mungkin jika kita harus menunggu ibumu sadar terlebih dahulu. Kita lakukan saja pernikahannya tanpa restu dari ibumu. Saya yakin ibumu tidak akan marah jika mengetahuinya."Serena menatap tajam pada sang dokter. Hatinya merasa marah mendengar keputusan suaminya. Akan tetapi, kemarahannya itu bisa dirasakan oleh Kenzo. Pria yang masih memakai jas pu
Kesal dan marah yang Serena rasakan saat ini. Perasaan tersebut membuatnya enggan membantu calon madunya untuk berpenampilan sesuai kasta mereka. Namun, dia tidak memiliki pilihan selain mendandani calon madunya untuk tampil cantik di hadapan kakek mertuanya.Luna, gadis lugu dan polos itu terlihat sangat cantik, modis, anggun dan berkelas. Hampir tidak ada bedanya dengan Serena untuk saat ini. Sang Nyonya Besar dari kediaman Kenzo Matteo menatap kesal pada gadis tersebut. Pasalnya, dia diberi tugas oleh sang suami untuk membantu Luna mendapatkan hati kakek mertuanya. Wanita mana yang bisa dengan tenang dan ikhlas melakukan itu semua?Begitu juga dengan Serena. Dia mencoba mencari cara untuk membuat Ron Matteo tidak menyukai calon istri kedua cucu kesayangannya. 'Shit!' umpatnya ketika mengingat perkataan suaminya yang memberitahu konsekuensi apabila Luna tidak bisa mengambil hati sang kakek."Bagaimana? Apa kamu menyukainya?" tanya Serena dengan malas pada calon madunya."Apa bena
"Itu bukan hal yang penting, Kek. Yang terpenting, kita berdua akan menikah, dan memberikan keluarga Matteo seorang penerus, seperti yang Kakek inginkan."Ucapan Kenzo membuat seorang Ron Matteo terkekeh. Terlebih lagi melihat kedua mata cucu kesayangannya yang mengisyaratkan sesuatu. "Jika kalian berdua tidak memiliki panggilan sayang, maka orang lain akan mengira jika pernikahan kalian hanya sandiwara saja," ucap sang kakek sembari menyeringai.Kenzo mengepalkan tangannya. Dia berusaha keras untuk menahan kekesalan dalam hatinya. Berbeda dengan sang kakek. Pria yang sudah berusia senja itu, kembali menyeringai, seolah sedang mengejek cucu kesayangannya."Apa dia pasienmu, Kenzo? Tidakkah dia calon istrimu? Jadi, bukankah seharusnya dia tidak memanggilmu dengan sebutan yang sama seperti pasienmu di rumah sakit?" imbuh sang kakek dengan tatapan menyelidik padanya."Dia bukan pasien Kenzo, Kek. Ibunya sedang dirawat di rumah sakit, dan kebetulan sekali Kenzo yang menjadi dokternya. Ja
Pagi ini suasana Metro Healthy Hospital terasa berbeda. Ron Matteo yang merupakan pemilik dari rumah sakit tersebut, benar-benar datang berkunjung ke sana. Sayangnya, kunjungannya kali ini bukan sesuai jadwal kunjungan sebagai seorang Presdir Metro Healthy Hospital, melainkan sebagai kakek dari Kenzo Matteo yang akan menjenguk calon besan cucunya.Kenzo merasa kesal dengan situasinya saat ini. Pasalnya, semua mempertanyakan tentang pelayanan terbaik yang didapatkan oleh Lidia, pasien wanita yang sebelumnya kesusahan dalam membayar biaya perawatan di rumah sakit tersebut."Kenapa pasien itu dipindahkan ke ruangan terbaik di rumah sakit ini?""Bukankah pihak administrasi pernah mencari putrinya untuk mengingatkan pembayaran perawatan pasien itu?""Lihatlah! Gadis itu dekat sekali dengan Presdir. Bukankah dia putri pasien yang sedang kalian bicarakan?" "Ada hubungan apa mereka?""Apa mungkin gadis itu meminta pertolongan pada Presdir untuk membantu biaya perawatan ibunya?""Apa jangan-j
"Sayang?!" celetuk Kenzo ketika melihat sang istri berdiri di depan pintu. Serena menatap tajam pada pria yang berstatuskan suami sahnya. Dengan amarahnya yang menggebu, dia melangkah menghampiri mereka. "Apa maksud semua ini?!" tanyanya dengan tatapan yang memperlihatkan kilatan amarahnya. Seketika Kenzo menghempaskan tangan Luna, dan meraih kedua tangan sang istri, berusaha untuk meredamkan amarahnya. "Sayang, ini bukan seperti yang kamu pikirkan. Aku akan menjelaskannya padamu nanti," ucapnya dengan tatapan mengiba. Serena menoleh ke arah Luna, dan menatapnya dengan penuh kebencian. Sontak saja Luna meletakkan kartu yang sedang dipegangnya di atas meja. "Maaf, dok. Saya tidak bisa memakainya." "Kenapa? Kamu tinggal memberikannya saja pada kasir saat membayar," ujar Kenzo seolah tidak terima dengan penolakan calon istri keduanya. Serena menghempaskan dengan keras tangan suaminya. Kedua tangannya berada di depan dada, dan menatap marah pada sang suami. "Apa kamu suda
"Kenapa tidak? Bukankah kamu akan merasa sangat tidak nyaman jika memakai baju pengantin seperti itu?" tanya Serena sembari menunjuk sebuah manekin yang menggunakan pakaian pengantin modern.Hanya dengan mendengarkan perkataan dari istri sang dokter, terlihat sekali kesenjangan sosial di antara mereka. 'Padahal aku ingin sekali memakai gaun itu,' batin Luna seraya menatap kecewa pada manekin tersebut.Meskipun Luna seorang gadis polos dan lugu yang sangat sederhana, tapi dia tetaplah seorang gadis yang mendambakan pernikahan sempurna. Setiap dia melihat pengantin di pelaminan, saat itu juga dia membayangkan sedang bersanding dengan seorang pria tampan yang dicintainya. Tentu saja dengan menggunakan gaun pengantin indah berwarna putih yang sangat cantik dipakainya.Namun, kini semua mimpi dan harapannya hancur. Status gadisnya akan diserahkan untuk Dokter Kenzo, seorang pria yang telah membuat kesepakatan dengannya."Kenapa diam? Ambillah! Cepat pakai ini di ruang ganti!" ujar Serena
Pagi ini Kenzo telah mempersiapkan dirinya menjadi seorang pengantin. Tidak ada persiapan spesial darinya. Baginya pernikahan kedua ini hanyalah formalitas untuk mendapatkan hak warisnya, bukan berdasarkan atas perasaan suka ataupun cintanya pada gadis yang menjadi calon istri keduanya.Balutan setelan jas berwarna putih dari designer ternama, menambah ketampanan wajahnya. Tidak ada yang bisa meragukan pesona dari seorang Kenzo Matteo, calon penguasa keturunan dari keluarga Matteo.Namun, seketika kesempurnaan Kenzo dinodai oleh penampilan calon istri keduanya. Seorang gadis dengan memakai pakaian pengantin yang sederhana, memakai sandal rumahan, rambut panjangnya diikat kuncir kuda, dan wajahnya berhiaskan makeup tebal. Persis sekali seperti seorang badut yang sedang mengamen di jalanan.Serena tersenyum puas melihat betapa hancurnya penampilan calon madunya saat akan melakukan janji pernikahan bersama suaminya. Begitu pula dengan semua orang yang berada di tempat itu. Hanya sekumpul
Dari balik pintu, Serena mencoba mencuri dengar apa yang terjadi di dalam kamar pengantin baru. Dia menempelkan telinga kanannya lekat-lekat, berharap mendengar sesuatu."A-apa yang akan anda lakukan, dok?""Karena kamu telah mempermalukan saya di depan mereka semua, maka kamu harus menerima hukuman dariku," jawab Kenzo sembari tersenyum bengis, layaknya binatang buas yang akan menerkam mangsanya.'Apa? Kenzo benar-benar akan melakukannya? Bukankah dia berjanji padaku untuk tidur bersamaku setelah acara selesai? Apa yang terjadi? Kenapa dia bisa lupa?' batin Serena memberontak marah, seraya berusaha membuka pintu kamar tersebut.Namun, usahanya sia-sia belaka. Pintu kamar tersebut terkunci secara otomatis, ketika pintu sudah tertutup rapat. "Sial! Kenapa tidak ada yang berpihak padaku?!" Merasa usahanya sia-sia, dia pun kembali menempelkan telinga kanannya pada kamar tersebut. "Aku mohon. Jangan lakukan itu, Ken. Lakukan lain hari saja, agar tidak ada malam pertama untuk pernikahan
Suara tangisan kencang dari ruang persalinan membuat Ron Matteo dan Damian Matteo tersenyum."Dengarlah, Damian. Suara bayi itu adalah--""Dengarlah suara tangisan ini, Pah," sahut Damian ketika mendengar suara tangisan bayi yang bersahut-sahutan.Mereka berdua tertawa bahagia menyambut kelahiran sang calon penguasa yang baru dalam keluarga Matteo. Mata kedua pria itu terbelalak mendengar suara tangisan bayi yang baru saja dilahirkan oleh istri kedua dari sang penguasa. "Lihatlah Damian. Ada berapa bayi dalam perut menantumu itu," ujar Ron Matteo sambil terkekeh. "Luna benar-benar hebat, Pa. Dia memberi kejutan pada kita semua," ucap Damian sembari terkekeh. "Benar. Bukankah dokter mengatakan jika hanya ada dua bayi dalam kandungannya?" tanya pria tua itu tanpa melepaskan pandangannya dari monitor yang memperlihatkan kegiatan dalam ruang persalinan. Hanya orang khusus saja yang bisa berada dalam ruangan tersebut. Dan merekalah pemilik rumah sakit itu. Sehingga mereka mempunyai a
Serena memang dalam keadaan kritis saat dilarikan ke rumah sakit. Selain dia tidak sadarkan diri, dia juga mengalami pendarahan parah yang terjadi di kepala, di dalam perut serta dadanya, dan darahnya pun juga keluar dari anggota tubuhnya yang terkena pukulan atau benturan keras. Setelah operasi selesai, Serena dipindahkan ke ruang ICU. Di dalam ruangan itu dia mendapatkan perawatan ekstra, tanpa ada perbedaan dengan pasien lain karena status tahanannya. "Seharusnya pasien sudah sadar setelah beberapa saat operasi selesai dilakukan, tapi sepertinya kita harus menunggu lebih lama lagi. Kami juga sudah berusaha membangunkannya, tapi pasien tetap tidak mau bereaksi. Bahkan dalam operasinya tidak ada kesalahan yang terjadi. Semua berjalan dengan baik. Mungkin takdir Tuhan yang membuat semua ini terjadi. Kita tunggu saja perkembangan pasien selanjutnya," tutur sang dokter pada seorang sipir yang bertugas menjaga Serena.Setelah kepergian dokter dari ruangan tersebut, sang sipir melaporka
"Brengsek!" umpat mantan mertua dari Kenzo Matteo. Hampir semua barang yang ada di sekitarnya telah menjadi pelampiasan kemarahannya. Dia merasa malu di hadapan semua orang yang menghadiri konferensi pers nya. Terlebih lagi orang-orang tersebut sangat berpengaruh dalam bidangnya. Dalam sekejap saja, berita tentang putrinya yang tidak bisa memberikan keturunan bagi keluarga Matteo telah menyebar ke seluruh pelosok negeri. Hingga putri yang telah dicoret dari keluarganya pun mendengar berita tersebut. Prang!"Kalian semua brengsek!" seru Serena dalam ruangan yang dikelilingi jeruji besi, sembari melempar piring makanannya ke arah tembok.Beberapa tahanan wanita yang berada dalam ruang tahanan tersebut menatap tajam padanya. Tanpa menunggu lama, seorang tahanan wanita berbadan besar meraih rambut panjang Serena yang diikat tidak beraturan. "Kamu tidak lihat kami semua sedang makan?!" tanyanya dengan menatap marah pada wanita si pemilik rambut yang dijambaknya. Serena menatap kesal p
"Dengan ini saya, Ron Matteo mengumumkan bahwa cucu saya, Kenzo Matteo akan menggantikan posisi saya di semua perusahaan yang bernaung di bawah keluarga Matteo."Sorak sorai tepukan tangan memenuhi ruangan tersebut. Acara berkonsep mewah dan sangat berkelas dengan iringan musik klasik menambah keindahan pesta malam itu. Kenzo Matteo kini telah diangkat menjadi sang penguasa untuk menggantikan kakeknya. Tentu saja hal itu didengar oleh Serena yang masih berada dalam jeratan jeruji besi. Wanita licik itu marah. Dia bersumpah akan merebut kembali hak miliknya."Luna. Bolehkah Nenek berbicara?" tanya sang kepala pelayan yang sudah sangat dekat dengan istri kedua Kenzo. Luna menganggukkan kepalanya, menyetujui keinginan dari wanita tua tersebut yang seolah menggantikan peran ibunya. "Apakah hatimu lega dengan mendiamkan suamimu?" tanyanya dengan lembut. Luna diam. Dia memikirkan pertanyaan dari sang nenek. Setelah itu, dia menggelengkan kepalanya. "Apakah hatimu baik-baik saja, dan bis
"Apa anda kira jika sudah menghapus rekaman CCTV di beberapa tempat bisa memusnahkannya? Termasuk rekaman CCTV di dalam kamar perawatan."Seketika Serena membelalakkan matanya. Penuturan dari pengacara keluarga Matteo membuat jantungnya berdegup sangat kencang, takut apabila dimasukkan ke dalam sel tahanan yang akan merusak nama baik dan kehormatannya serta keluarganya. Kedua tangan wanita yang merupakan istri pertama dari Kenzo mencengkeram roknya. Ketakutannya itu bisa dibaca oleh pria yang duduk di sampingnya. "Apa anda yakin jika orang yang berada di dalam kamar tersebut adalah Nyonya Serena? Bukankah tidak ada bukti jelas atau pun saksi yang menyatakan hal itu? Lagi pula, kita tidak bisa begitu saja menyatakan bahwa itu adalah klien kami, karena kita juga tidak tahu orang itu pria atau wanita. Benar bukan?" ujar sang pengacara Serena dengan tenang. "Saya yakin kita semua bisa melihat jika orang yang berpakaian serba hitam pada rekaman CCTV itu adalah seorang wanita. Lihat saja
"Kamu sangat cerdik, Serena," ujar Ron Matteo setelah menyudahi tepukan tangannya. Pria tua itu beranjak dari duduknya, dan berjalan menghampiri cucu menantu pertamanya. Hal itu membuat Serena tersenyum penuh kemenangan. "Kamu benar-benar licik. Tidak salah jika kami membiarkanmu masuk ke dalam keluarga Matteo. Semakin lama, kami semakin tahu kebusukan mu," tuturnya sembari menyeringai. "Apa maksudnya, Kek?" tanya Serena layaknya orang bodoh. Sang kakek hanya tersenyum miring menanggapi pertanyaan dari istri pertama cucunya. Wanita licik itu ditatapnya seolah sedang memperingatkannya. "Kita lihat saja sejauh mana kebenaran akan terungkap."Jantung Serena berdebar dengan kencang. Dia khawatir akan nasibnya saat ini. Nama baiknya dan keluarganya telah dipertaruhkan demi meraih kejayaan nama keluarga Hogan melalui keluarga Matteo. 'Sial! Apa yang harus aku lakukan sekarang?' tanyanya dalam hati. "Apa yang sebenarnya dia lakukan pada ibuku?" Tiba-tiba semua pasang mata beralih men
"Apa yang sebenarnya kamu lakukan semalam di kamar perawatan, Serena?" tanya Kenzo dengan tegas. Serena terhenyak. Dia salah tingkah melihat tatapan mata sang suami yang mencurigainya. 'Gawat. Sepertinya dia mencurigai ku. Tapi, aku tidak melakukannya. Kenapa aku harus takut?' batinnya dengan cemas. "Apa maksudmu, Sayang?" tanyanya dengan gugup. "Apa kamu kira aku bodoh?" tanya Kenzo kembali, sembari menyeringai padanya. Luna duduk bersama dengan nenek kepala pelayan di dalam ruangan tersebut. Dia memperhatikan sepasang suami istri itu yang seolah sedang memainkan peran masing-masing. "Sebaiknya kamu mengaku sekarang daripada aku membeberkan semuanya," ancam Kenzo dengan tegas pada istri pertamanya. "Mengaku?! Mengaku apa?! Aku tidak melakukan apa pun, tapi kamu memaksaku untuk mengaku. Maksud kamu apa, Ken?!' ujar Serena dengan emosinya yang meluap. Luna mendekatkan bibirnya pada telinga sang nenek. Dia pun berbisik padanya. 'Apa mereka.sedang membicarakan tentang kemat
Senyuman Serena merekah tiada henti. Suasana duka yang menyelimuti rumah tersebut, tidak bisa membuat hatinya merasakan iba. Hanya dia seorang diri yang terlihat sangat bahagia. Pemakaman itu hanya dihadiri oleh beberapa saudara yang berasal dari keluarga besar Matteo. Bahkan tidak ada tetangga sekitar yang mengucapkan bela sungkawa atau pun mengantar kepergian ibu mertua dari Kenzo Matteo, orang terkaya dan paling berkuasa di daerah tersebut. Luna bagaikan boneka yang hanya diam, dan meneteskan air mata. Tidak ada suara yang keluar dari bibirnya. Berkali-kali Kenzo mencoba untuk mendekatinya, tapi dengan segera Luna menolaknya. Bahkan dia enggan disentuh oleh suaminya. "Biarkan Luna bersama dengan saya, Tuan," ucap sang nenek yang sedari tadi menemani istri muda dari tuannya. Kenzo merasa sedih dan khawatir akan istri kesayangannya. Akan tetapi, dia tidak bisa menghiburnya seperti sedia kala. 'Aku harus segera mencari tahu kebenarannya. Jika tidak, mungkin aku bisa kehilangan wa
Luna memukul-mukul dada bidang suaminya. Ungkapan kekecewaan yang disertai isakan tangisnya menambah pedihnya hati seorang Kenzo Matteo. "Kenapa kamu jahat padaku," ucapnya lirih diiringi isakan tangisnya. Pukulan tangannya pun melemah. Semua tenaganya telah habis digunakannya untuk melampiaskan kesedihannya pada sang suami. Kenzo tidak menghindar dari pukulan, dan omelan kekecewaan sang istri padanya. Dia sadar jika ikut andil dalam peristiwa naas malam ini. Terlebih lagi dia juga sangat mengerti bagaimana perasaan seorang anak yang kehilangan ibu kandungnya. "Maaf, Sayang. Maafkan aku. Semua ini memang salahku. Aku tidak mengelaknya. Hanya saja aku merasa ada yang janggal dnegan semua ini," ucapnya lirih sembari memegang kedua tangan sang istri. Luna menatap serius pada suaminya. Dari sorot matanya, dapat disimpulkan ada rasa ingin tahu yang begitu besar dalam hatinya. "Apa? Kenapa janggal?" tanyanya penasaran. Kenzo menatap dalam kedua mata indah sang istri. Sayangnya mata it