Di depan seorang pasien wanita yang masih belum sadarkan diri, Kenzo beserta istrinya dan juga Luna sedang berdiri di sampingnya. Mereka bertiga memperhatikan beberapa alat medis yang menempel pada tubuh pasien wanita tersebut.
"Ibu adalah orang tua saya satu-satunya, dok. Ayah saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu," ucap Luna dengan menatap iba pada wanita yang terbaring di tempat tidur pasien. 'Sial! Kenapa aku bisa melupakan hal ini?!' batinnya mengumpat marah. Namun, saat itu juga Kenzo teringat akan sesuatu. Tanpa memberitahukan pada sang istri, dia pun tanpa sadar mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. "Sepertinya tidak mungkin jika kita harus menunggu ibumu sadar terlebih dahulu. Kita lakukan saja pernikahannya tanpa restu dari ibumu. Saya yakin ibumu tidak akan marah jika mengetahuinya." Serena menatap tajam pada sang dokter. Hatinya merasa marah mendengar keputusan suaminya. Akan tetapi, kemarahannya itu bisa dirasakan oleh Kenzo. Pria yang masih memakai jas putih kebesarannya itu, memegang tangan Serena, dan menatap kedua mata wanitanya seolah sedang memohon padanya. Saat itu juga Serena tersadar bahwa dia tidak bisa egois. Dia teringat bahwa alasan di balik keputusan sang suami ialah untuk menjalankan perintahnya dan juga demi rencana mereka berdua yang ingin menguasai seluruh aset keluarga Matteo sebagai keturunan satu-satunya. Dengan berat hati Serena menganggukkan kepalanya, dan menatap tajam pada Luna, seolah memberi peringatan padanya. "Bagaimana Luna? Kamu tidak keberatan, bukan?" tanya sang dokter seraya menoleh ke arah gadis lugu tersebut. Luna menoleh ke arah sang ibu yang masih terbujur tidak berdaya dengan beberapa alat medis yang menempel di tubuhnya. Dengan ragu-ragu dia pun menganggukkan kepalanya. 'Tenang, Luna. Kamu sudah menyetujuinya sejak awal. Jadi, lakukan saja dengan benar. Ini semua demi biaya pengobatan ibumu dan juga untuk melunasi semua hutang-hutangnya.' "Baiklah. Persiapkan dirimu dengan baik, karena malam ini Kakek ingin mengundangmu makan malam bersama di rumah utama keluarga Matteo," ujar Kenzo dengan tegas, seolah tidak ingin dibantah. Seketika kedua wanita tersebut menatap pada sang dokter, seolah ingin mengatakan keberatannya. Akan tetapi, Dokter Kenzo tidak memberikan kesempatan pada mereka. Dia memilih pergi meninggalkan ruangan tersebut, dan meninggalkan istri beserta calon istri keduanya yang masih memendam keberatan mereka. "Aku mengijinkan pernikahan ini hanya untuk mendapatkan keturunan dari suamiku, bukan untuk menerima wanita lain dalam rumah tangga kami. Dan kamu harus selalu ingat akan perjanjian yang telah kamu tandatangani. Posisi kamu hanya untuk menjadi ibu pengganti, bukan untuk menjadi maduku. Jadi, jangan harap kamu bisa mendapatkan hati suamiku," ucap lirih Serena di dekat telinga Luna. Setelah memberikan peringatan pada Luna untuk mempertegas posisinya, Serena keluar dari ruangan itu tanpa berpamitan padanya. Luna terduduk lemas di kursi yang ada di dekat tempat tidur pasien. Diraihnya dengan lembut tangan sang ibu yang terkulai lemas, dan diciumnya. "Luna mohon doa restu Ibu. Jangan khawatirkan Luna, Bu. Ibu harus cepat bangun dan menyaksikan pernikahan Luna," ucapnya dengan suara tercekat, dan lelehan air matanya membasahi punggung tangan sang ibu. Dokter Kenzo berdiri di depan ruang ICU. Dari tempatnya berada, dia menyaksikan hal itu. Hatinya merasa iba dan trenyuh melihat pemandangan tersebut melalui jendela kaca yang menjadi pembatas ruangan. Sebenarnya Dokter Kenzo tidak pernah membenci Luna. Bahkan dia merasa sangat berterima kasih sekali padanya karena mau menjadi ibu pengganti untuk melahirkan keturunannya. Akan tetapi, dia merasa ada sesuatu yang membuatnya merasakan hal aneh apabila mata mereka saling bertemu. 'Tidak. Aku tidak mungkin menyukainya. Aku hanya mencintai Serena. Dia wanita yang memiliki hatiku sepenuhnya,' batin Kenzo sembari memegang dadanya, mencoba meyakinkan diri bahwa yang dirasakannya hanyalah rasa kagum pada seorang anak yang mengorbankan kehidupannya hanya untuk menyelamatkan sang ibu. Sang dokter segera meninggalkan tempatnya. Dia tidak mau jika semakin merasa simpati pada gadis yang akan dinikahinya. Bahkan dia mencoba meyakinkan hatinya jika Luna hanyalah alat untuk memperoleh haknya sebagai pewaris keluarga Matteo. Dan pernikahan dengan gadis itu hanyalah sebatas persyaratan yang harus dilakukannya. Di dalam ruangan suaminya, Serena mencoba tenang dan berpikir jernih. "Bagaimana caranya agar Luna tetap menjadi ibu pengganti anak kami tanpa menikah dengan suamiku?" Pikirannya sungguh buntu. Dia tidak bisa mendapatkan cara lain untuk membatalkan pernikahan suaminya dengan Luna. Bahkan pernikahan tersebut merupakan syarat wajib dari sang kakek pada Kenzo sebagai seorang Matteo. Suara pintu yang terbuka membuat wanita berpenampilan anggun itu terkesiap, dan menoleh ke arah sumber suara. "Sayang, dari mana saja? Aku segera menyusul ke sini, tapi tidak menemukanmu," tanya Serena pada sang suami yang baru saja masuk ke dalam ruangannya. Dokter Kenzo berjalan menghampiri sang istri, dan duduk di sebelahnya. "Aku baru saja mengunjungi pasien. Kenapa kamu masih berada di sini?" tanyanya seraya menatap wanita yang berstatus sebagai istri sahnya. "Kamu mengusirku?!" tanya Serena dengan meninggikan suaranya dan menatap tajam padanya, seolah sedang menantang sang suami. Seketika Kenzo meraih tangan istrinya, dan mencoba mendinginkan kembali emosinya. "Tidak, Sayang. Maafkan aku. Tadi aku pikir kamu langsung pulang dan tidak kembali ke ruanganku. Tolong, jangan marah." Melihat tatapan Kenzo yang mengiba padanya, membuat Serena kembali tersadar untuk tidak bersikap egois pada suaminya. Bagaimanapun semua itu hanya sebuah cara untuk mendapatkan aset keluarga Matteo, bukan pernikahan yang berlandaskan perasaan cinta sang suami pada gadis tersebut. Tatapan mata Serena pun meneduh, sebagai pertanda telah memaafkan kesalahan suaminya. "Sayang, apa kamu bisa membantuku?" tanya Kenzo dengan penuh harap pada sang istri. "Membantu apa?" tanya Serena sembari mengernyitkan dahinya. Kenzo mempererat pegangan tangannya pada sang istri, dan menatapnya dengan penuh harap. "Tolong bantu dia untuk berpenampilan lebih baik lagi di depan Kakek. Kamu bisa lihat sendiri penampilan Luna saat ini, bukan? Kita harus membuat Kakek menyukainya." "Kenapa aku harus membantunya? Dan kenapa juga harus membuat Kakek menyukainya?" tanya Serena dengan sedikit meninggikan suaranya. Kenzo mengusap lembut pipi istrinya, dan tersenyum manis padanya. Perlahan wajahnya mendekati wajah sang istri, hingga membuat Serena memejamkan kedua matanya. "Jika Kakek tidak menyukainya, maka kita harus mencari wanita lain untuk membantu rencana kita. Aku ragu jika wanita lain akan lebih baik daripada Luna," bisiknya di telinga sang istri.Kesal dan marah yang Serena rasakan saat ini. Perasaan tersebut membuatnya enggan membantu calon madunya untuk berpenampilan sesuai kasta mereka. Namun, dia tidak memiliki pilihan selain mendandani calon madunya untuk tampil cantik di hadapan kakek mertuanya.Luna, gadis lugu dan polos itu terlihat sangat cantik, modis, anggun dan berkelas. Hampir tidak ada bedanya dengan Serena untuk saat ini. Sang Nyonya Besar dari kediaman Kenzo Matteo menatap kesal pada gadis tersebut. Pasalnya, dia diberi tugas oleh sang suami untuk membantu Luna mendapatkan hati kakek mertuanya. Wanita mana yang bisa dengan tenang dan ikhlas melakukan itu semua?Begitu juga dengan Serena. Dia mencoba mencari cara untuk membuat Ron Matteo tidak menyukai calon istri kedua cucu kesayangannya. 'Shit!' umpatnya ketika mengingat perkataan suaminya yang memberitahu konsekuensi apabila Luna tidak bisa mengambil hati sang kakek."Bagaimana? Apa kamu menyukainya?" tanya Serena dengan malas pada calon madunya."Apa bena
"Itu bukan hal yang penting, Kek. Yang terpenting, kita berdua akan menikah, dan memberikan keluarga Matteo seorang penerus, seperti yang Kakek inginkan."Ucapan Kenzo membuat seorang Ron Matteo terkekeh. Terlebih lagi melihat kedua mata cucu kesayangannya yang mengisyaratkan sesuatu. "Jika kalian berdua tidak memiliki panggilan sayang, maka orang lain akan mengira jika pernikahan kalian hanya sandiwara saja," ucap sang kakek sembari menyeringai.Kenzo mengepalkan tangannya. Dia berusaha keras untuk menahan kekesalan dalam hatinya. Berbeda dengan sang kakek. Pria yang sudah berusia senja itu, kembali menyeringai, seolah sedang mengejek cucu kesayangannya."Apa dia pasienmu, Kenzo? Tidakkah dia calon istrimu? Jadi, bukankah seharusnya dia tidak memanggilmu dengan sebutan yang sama seperti pasienmu di rumah sakit?" imbuh sang kakek dengan tatapan menyelidik padanya."Dia bukan pasien Kenzo, Kek. Ibunya sedang dirawat di rumah sakit, dan kebetulan sekali Kenzo yang menjadi dokternya. Ja
Pagi ini suasana Metro Healthy Hospital terasa berbeda. Ron Matteo yang merupakan pemilik dari rumah sakit tersebut, benar-benar datang berkunjung ke sana. Sayangnya, kunjungannya kali ini bukan sesuai jadwal kunjungan sebagai seorang Presdir Metro Healthy Hospital, melainkan sebagai kakek dari Kenzo Matteo yang akan menjenguk calon besan cucunya.Kenzo merasa kesal dengan situasinya saat ini. Pasalnya, semua mempertanyakan tentang pelayanan terbaik yang didapatkan oleh Lidia, pasien wanita yang sebelumnya kesusahan dalam membayar biaya perawatan di rumah sakit tersebut."Kenapa pasien itu dipindahkan ke ruangan terbaik di rumah sakit ini?""Bukankah pihak administrasi pernah mencari putrinya untuk mengingatkan pembayaran perawatan pasien itu?""Lihatlah! Gadis itu dekat sekali dengan Presdir. Bukankah dia putri pasien yang sedang kalian bicarakan?" "Ada hubungan apa mereka?""Apa mungkin gadis itu meminta pertolongan pada Presdir untuk membantu biaya perawatan ibunya?""Apa jangan-j
"Sayang?!" celetuk Kenzo ketika melihat sang istri berdiri di depan pintu. Serena menatap tajam pada pria yang berstatuskan suami sahnya. Dengan amarahnya yang menggebu, dia melangkah menghampiri mereka. "Apa maksud semua ini?!" tanyanya dengan tatapan yang memperlihatkan kilatan amarahnya. Seketika Kenzo menghempaskan tangan Luna, dan meraih kedua tangan sang istri, berusaha untuk meredamkan amarahnya. "Sayang, ini bukan seperti yang kamu pikirkan. Aku akan menjelaskannya padamu nanti," ucapnya dengan tatapan mengiba. Serena menoleh ke arah Luna, dan menatapnya dengan penuh kebencian. Sontak saja Luna meletakkan kartu yang sedang dipegangnya di atas meja. "Maaf, dok. Saya tidak bisa memakainya." "Kenapa? Kamu tinggal memberikannya saja pada kasir saat membayar," ujar Kenzo seolah tidak terima dengan penolakan calon istri keduanya. Serena menghempaskan dengan keras tangan suaminya. Kedua tangannya berada di depan dada, dan menatap marah pada sang suami. "Apa kamu suda
"Kenapa tidak? Bukankah kamu akan merasa sangat tidak nyaman jika memakai baju pengantin seperti itu?" tanya Serena sembari menunjuk sebuah manekin yang menggunakan pakaian pengantin modern.Hanya dengan mendengarkan perkataan dari istri sang dokter, terlihat sekali kesenjangan sosial di antara mereka. 'Padahal aku ingin sekali memakai gaun itu,' batin Luna seraya menatap kecewa pada manekin tersebut.Meskipun Luna seorang gadis polos dan lugu yang sangat sederhana, tapi dia tetaplah seorang gadis yang mendambakan pernikahan sempurna. Setiap dia melihat pengantin di pelaminan, saat itu juga dia membayangkan sedang bersanding dengan seorang pria tampan yang dicintainya. Tentu saja dengan menggunakan gaun pengantin indah berwarna putih yang sangat cantik dipakainya.Namun, kini semua mimpi dan harapannya hancur. Status gadisnya akan diserahkan untuk Dokter Kenzo, seorang pria yang telah membuat kesepakatan dengannya."Kenapa diam? Ambillah! Cepat pakai ini di ruang ganti!" ujar Serena
Pagi ini Kenzo telah mempersiapkan dirinya menjadi seorang pengantin. Tidak ada persiapan spesial darinya. Baginya pernikahan kedua ini hanyalah formalitas untuk mendapatkan hak warisnya, bukan berdasarkan atas perasaan suka ataupun cintanya pada gadis yang menjadi calon istri keduanya.Balutan setelan jas berwarna putih dari designer ternama, menambah ketampanan wajahnya. Tidak ada yang bisa meragukan pesona dari seorang Kenzo Matteo, calon penguasa keturunan dari keluarga Matteo.Namun, seketika kesempurnaan Kenzo dinodai oleh penampilan calon istri keduanya. Seorang gadis dengan memakai pakaian pengantin yang sederhana, memakai sandal rumahan, rambut panjangnya diikat kuncir kuda, dan wajahnya berhiaskan makeup tebal. Persis sekali seperti seorang badut yang sedang mengamen di jalanan.Serena tersenyum puas melihat betapa hancurnya penampilan calon madunya saat akan melakukan janji pernikahan bersama suaminya. Begitu pula dengan semua orang yang berada di tempat itu. Hanya sekumpul
Dari balik pintu, Serena mencoba mencuri dengar apa yang terjadi di dalam kamar pengantin baru. Dia menempelkan telinga kanannya lekat-lekat, berharap mendengar sesuatu."A-apa yang akan anda lakukan, dok?""Karena kamu telah mempermalukan saya di depan mereka semua, maka kamu harus menerima hukuman dariku," jawab Kenzo sembari tersenyum bengis, layaknya binatang buas yang akan menerkam mangsanya.'Apa? Kenzo benar-benar akan melakukannya? Bukankah dia berjanji padaku untuk tidur bersamaku setelah acara selesai? Apa yang terjadi? Kenapa dia bisa lupa?' batin Serena memberontak marah, seraya berusaha membuka pintu kamar tersebut.Namun, usahanya sia-sia belaka. Pintu kamar tersebut terkunci secara otomatis, ketika pintu sudah tertutup rapat. "Sial! Kenapa tidak ada yang berpihak padaku?!" Merasa usahanya sia-sia, dia pun kembali menempelkan telinga kanannya pada kamar tersebut. "Aku mohon. Jangan lakukan itu, Ken. Lakukan lain hari saja, agar tidak ada malam pertama untuk pernikahan
Melihat tangan kekar yang melingkar di pinggangnya, jantung Luna berdegup dengan kencang. Tangan itu tidak asing baginya. 'Apa benar ini tangan Dokter Kenzo?' tanyanya dalam hati. Tangan kekar itu membuat Luna merasakan pelukan seorang pria dari belakang. Terlebih lagi tangan sang pria semakin erat memeluknya, sehingga tubuh bagian depan pria tersebut menempel pada punggung Luna. Bukan hanya itu saja. Hembusan nafas sang pria yang mengenai tengkuknya, membuat gadis lugu nan polos tersebut meremang. "Bersiap-siaplah untuk bermain denganku, Sayang." Seketika hati Luna merasa sangat bahagia, seolah banyak bunga warna-warni yang bermekaran di sana. Panggilan sayang dari sang suami telah membuat jantungnya kembali berdegup kencang. Merasa seluruh tubuhnya semakin memanas, hasrat Kenzo pun semakin bergejolak. Semua yang dirasakannya terasa sangat menyiksa. Dia mencoba meredakannya dengan mencium leher sang istri, dan bermain-main di sana. Tubuh Luna meremang, merasakan sens
Luna memukul-mukul dada bidang suaminya. Ungkapan kekecewaan yang disertai isakan tangisnya menambah pedihnya hati seorang Kenzo Matteo. "Kenapa kamu jahat padaku," ucapnya lirih diiringi isakan tangisnya. Pukulan tangannya pun melemah. Semua tenaganya telah habis digunakannya untuk melampiaskan kesedihannya pada sang suami. Kenzo tidak menghindar dari pukulan, dan omelan kekecewaan sang istri padanya. Dia sadar jika ikut andil dalam peristiwa naas malam ini. Terlebih lagi dia juga sangat mengerti bagaimana perasaan seorang anak yang kehilangan ibu kandungnya. "Maaf, Sayang. Maafkan aku. Semua ini memang salahku. Aku tidak mengelaknya. Hanya saja aku merasa ada yang janggal dnegan semua ini," ucapnya lirih sembari memegang kedua tangan sang istri. Luna menatap serius pada suaminya. Dari sorot matanya, dapat disimpulkan ada rasa ingin tahu yang begitu besar dalam hatinya. "Apa? Kenapa janggal?" tanyanya penasaran. Kenzo menatap dalam kedua mata indah sang istri. Sayangnya mata it
'Mati!' batin si penyelinap sembari menyeringai. Kedua tangannya menekan kuat sebuah bantal yang diletakkannya pada mulut wanita paruh baya tersebut. 'Matilah, Tua bangka!' sambungnya kembali dalam hati. Tatapan matanya mengisyaratkan seorang binatang buas yang berhasil menghabisi nyawa buruannya. Wanita paruh baya yang masih menjalani perawatan tersebut merasa kesulitan untuk bernafas. Bahkan alat yang menempel pada tubuhnya pun bereaksi, seolah meminta bantuan pada orang yang berada di sekitarnya. Tiiiiiitttt!!!Mendengar suara panjang dari alat tersebut membuat si pengintai bergegas merapikan kembali semuanya seperti semula. Dia bergerak cepat keluar dari kamar perawatan itu, setelah membersihkan semua hal yang bisa membuatnya menjadi tertuduh. Selang beberapa detik kemudian, sang nenek kembali ke dalam kamar perawatan tersebut. Seketika dia berlari masuk setelah membuka pintu, dan mendengar seruan panjang dari salah satu alat medis yang menempel pada tubuh ibu Luna. "A-ada ap
"Ibu!"Seketika Luna berteriak mendengar pertanyaan dari istri pertama suaminya. Kenzo menatap tajam pada istri pertamanya. Tanpa mengalihkan pandangan kebenciannya dari sang istri, dia menyerukan perintahnya pada sang kepala pelayan."Bawa dia menjauh dari sini!" Sang nenek pun bergerak cepat meminta bantuan pada para pelayan untuk mengeluarkan Serena dari ruangan tersebut. Tentu saja sang nyonya tidak terima. Wanita angkuh itu memberontak, dan mengoceh tanpa henti. Para pelayan wanita tidak bisa mengatasinya, sehingga sang nenek memanggil para bodyguard Kenzo yang sedang berjaga bersama petugas keamanan di gerbang depan. "Lepaskan aku!""Jangan coba-coba menyentuhku!" "Kalian akan menyesal telah melakukan ini padaku!""Kenzo! Perintahkan mereka untuk melepaskan sekarang juga!""Jika tidak, aku akan menyumpahi dan mengutuk Luna beserta bayi dalam kandungannya!" Kenzo menahan amarahnya. Dia berusaha untuk tetap fokus melakukan pertolongan medis pada ibu mertuanya. Berbeda denga
"Bagaimana? Apa semuanya sudah siap?" Serena terkesiap mendengar suara wanita tua yang dianggapnya sebagai musuh dalam selimut. Sontak saja dia menoleh ke arah si pemilik suara."Ada acara apa? Memangnya siapa yang akan datang?" tanyanya dengan penasaran. "Tuan Kenzo hanya memerintahkan kami untuk menyiapkan makanan yang sangat spesial, karena akan kedatanganmu tamu spesial di rumah ini," jawab sang nenek dengan sopan."Siapa?!" tanyanya dengan meninggikan suaranya. Tiba-tiba saja mereka dikagetkan dengan datangnya seorang pelayan yang berlari dan menyerukan sesuatu."Tuan Kenzo sudah datang!" Seketika sang nenek bergerak cepat untuk menyiapkan makanan dengan bantuan beberapa pelayan. Mereka mengacuhkan kehadiran sang nyonya yang masih berdiri di sana sambil melipat kedua tangannya di depan dada, dan memperhatikan semuanya. 'Ada apa sebenarnya ini?' batinnya bertanya-tanya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu terbuka. Dari suara sepatu dan langkah kaki yang semakin men
"Apa yang kalian lakukan?!" Seketika ekspresi wajah para wanita tersebut berubah menegang. Suara berat dan tegas yang menegur mereka, seolah tamparan keras bagi semuanya. Pria tersebut menerobos masuk di antara para wanita yang mengerumuni Luna. Dengan gerakan cepatnya, wanita muda yang sedang hamil tersebut berada di belakang tubuhnya. Sorot mata tajamnya menghunus satu per satu dari para wanita yang merendahkan, serta mengancam istri keduanya. "Apa yang kalian lakukan padanya?!" tanyanya kembali dengan tegas. "Ka-kami--" "Kenapa kamu menyalahkan mereka, Sayang?!" sahut Serena sembari berjalan menghampiri suaminya. "Lebih baik kalian semua pergi," bisiknya ketika berada di belakang salah satu dari para wanita tersebut. Sontak saja wanita itu memberi tanda menggunakan matanya pada mereka semua untuk pergi dari tempat itu. Sayangnya, semua itu dapat dibaca dengan jelas oleh Kenzo. Pria yang akan segera dinobatkan sebagai penguasa kerajaan bisnis keluarga Matteo itu se
Suara dering telepon yang berasal dari sebuah ponsel, membuat Serena terbangun dari tidurnya. Baru beberapa jam yang lalu matanya bisa terpejam, dan kini tidurnya terganggu oleh suara bising yang membangkitkan kemarahannya. Dengan mata yang terpejam, tangannya meraba-raba nakas untuk mengambil ponsel miliknya. "Hmmmm," gumamnya setelah menekan tombol hijau pada layar ponselnya.Seketika matanya terbelalak mendengar perkataan dari sang penelpon. Saat itu juga dia beranjak duduk, dan memasang telinganya baik-baik untuk mendengarnya. "Apa kamu bisa mengirimkan gambar wanita yang sedang bersamanya?" Beberapa detik kemudian, terdengar suara notifikasi pesan yang dikirimkan oleh sang penelpon. Matanya kembali terbelalak melihat foto wanita yang dibicarakan oleh sang penelpon."Sial! Bisa-bisanya dia menampakkan diri di hadapan semua orang!" ujarnya dengan mengeratkan gigi-giginya. Tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering. Tertera pada layar ponsel tersebut nama orang yang sama sedang
Bak petir yang menyambar di sekitar mereka, kedua wanita yang berstatus sebagai istri Kenzo Matteo terperangah mendengar sang suami menyerukan perceraian pada salah satu istrinya. "Apa? Kamu menceraikan ku, Ken?!" tanya Serena dengan menatap tidak percaya pada suaminya. Kenzo meraih tubuh Luna, dan menjauhkan dari istri pertamanya. Akan tetapi, Serena tidak menyerah begitu saja. Wanita yang telah lebih dulu menikah dengan Kenzo Matteo, merasa tidak terima diceraikan olehnya. Tangannya berusaha kembali meraih bagian tubuh madunya yang sedang berada dalam pelukan suami mereka. Dengan gerakan cepatnya, Kenzo menghalangi tubuh istri mudanya, ketika melihat pergerakan tangan dari istri pertamanya. Tanpa disadari Luna, kini dirinya berada di belakang tubuh suaminya. "Hentikan, Serena!" bentak Kenzo dengan tatapan penuh amarah."Tidak! Aku tidak akan berhenti sampai dia pergi dari rumah ini!" ujar Serena dengan sangat berani menantang suaminya. Tidak puas dengan tindakannya, Serena mela
Serena menoleh ke arah sumber suara. Matanya terbelalak. Jantungnya berdebar kencang melihat api kemarahan pada tatapan suaminya. "Ken?!""Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Serena?!" tanya Kenzo dengan tegas."A-aku ...," ucapnya dengan gugup. Otaknya bekerja keras untuk berpikir, mencari alasan yang tepat, sambil menggerakkan bola matanya ke kiri, dan kanan.Tiba-tiba saja terdengar suara lenguhan dari orang yang berada di atas ranjang tersebut."Ada apa? Kenapa berisik sekali?" tanyanya sembari mengusap kedua matanya.Sontak saja semua pasang mata mengarah pada orang tersebut. Saat itu juga bibir Serena melengkung ke atas. Dalam keadaan terjepit, dia menemukan sebuah ide yang sangat cerdas. "Sayang, aku--""Lihatlah dia, Ken!" sahut Serena seraya menyeringai, dan menunjuk ke arah wanita yang duduk di atas ranjang dengan selimut menutupi tubuhnya. Serena mengalihkan pandangannya pada pria yang berdiri di depan pintu kamar tersebut. "Wanita ini sengaja membuat kamu membenciku!
Wanita tua yang menjadi kepala pelayan di rumah Kenzo merasa bersalah pada Luna, istri kedua dari Kenzo Matteo. Pasalnya, dialah yang membawa Luna untuk bersembunyi di sebuah rumah sekitar kediaman Kenzo berada. Rumah tersebut adalah milik sang nenek yang dihuninya sebelum pindah ke rumah milik tuannya. Memang benar rumah itu sudah lama tidak dihuninya, tapi nenek pemilik rumah selalu membersihkan rumahnya setelah pekerjaan intinya di rumah Kenzo selesai. Tidak ada yang tahu rumah tersebut kecuali Kenzo. Sang nenek pernah mengajak Kenzo ke rumah miliknya untuk mengetahui bagaimana kehidupan wanita tua tersebut sehari-hari. Di luar dugaan sang nenek, Kenzo sama sekali tidak keberatan masuk ke dalam rumah kecil itu. Bahkan dia duduk pada kursi tua ruang tamu sambil menikmati teh hangat buatan sang nenek. "Cepat tunjukkan tempatnya, Nenek tua!" ujar Serena sembari menarik dengan kuat tangan sang nenek. Wanita tua itu tidak bisa mempertahankan tubuhnya. Kekuatan Serena lebih kuat