Share

Bab 8 Menikahlah Denganku

Di depan seorang pasien wanita yang masih belum sadarkan diri, Kenzo beserta istrinya dan juga Luna sedang berdiri di sampingnya. Mereka bertiga memperhatikan beberapa alat medis yang menempel pada tubuh pasien wanita tersebut.

"Ibu adalah orang tua saya satu-satunya, dok. Ayah saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu," ucap Luna dengan menatap iba pada wanita yang terbaring di tempat tidur pasien.

'Sial! Kenapa aku bisa melupakan hal ini?!' batinnya mengumpat marah.

Namun, saat itu juga Kenzo teringat akan sesuatu. Tanpa memberitahukan pada sang istri, dia pun tanpa sadar mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya.

"Sepertinya tidak mungkin jika kita harus menunggu ibumu sadar terlebih dahulu. Kita lakukan saja pernikahannya tanpa restu dari ibumu. Saya yakin ibumu tidak akan marah jika mengetahuinya."

Serena menatap tajam pada sang dokter. Hatinya merasa marah mendengar keputusan suaminya. Akan tetapi, kemarahannya itu bisa dirasakan oleh Kenzo. Pria yang masih memakai jas putih kebesarannya itu, memegang tangan Serena, dan menatap kedua mata wanitanya seolah sedang memohon padanya.

Saat itu juga Serena tersadar bahwa dia tidak bisa egois. Dia teringat bahwa alasan di balik keputusan sang suami ialah untuk menjalankan perintahnya dan juga demi rencana mereka berdua yang ingin menguasai seluruh aset keluarga Matteo sebagai keturunan satu-satunya.

Dengan berat hati Serena menganggukkan kepalanya, dan menatap tajam pada Luna, seolah memberi peringatan padanya.

"Bagaimana Luna? Kamu tidak keberatan, bukan?" tanya sang dokter seraya menoleh ke arah gadis lugu tersebut.

Luna menoleh ke arah sang ibu yang masih terbujur tidak berdaya dengan beberapa alat medis yang menempel di tubuhnya. Dengan ragu-ragu dia pun menganggukkan kepalanya.

'Tenang, Luna. Kamu sudah menyetujuinya sejak awal. Jadi, lakukan saja dengan benar. Ini semua demi biaya pengobatan ibumu dan juga untuk melunasi semua hutang-hutangnya.'

"Baiklah. Persiapkan dirimu dengan baik, karena malam ini Kakek ingin mengundangmu makan malam bersama di rumah utama keluarga Matteo," ujar Kenzo dengan tegas, seolah tidak ingin dibantah.

Seketika kedua wanita tersebut menatap pada sang dokter, seolah ingin mengatakan keberatannya. Akan tetapi, Dokter Kenzo tidak memberikan kesempatan pada mereka. Dia memilih pergi meninggalkan ruangan tersebut, dan meninggalkan istri beserta calon istri keduanya yang masih memendam keberatan mereka.

"Aku mengijinkan pernikahan ini hanya untuk mendapatkan keturunan dari suamiku, bukan untuk menerima wanita lain dalam rumah tangga kami. Dan kamu harus selalu ingat akan perjanjian yang telah kamu tandatangani. Posisi kamu hanya untuk menjadi ibu pengganti, bukan untuk menjadi maduku. Jadi, jangan harap kamu bisa mendapatkan hati suamiku," ucap lirih Serena di dekat telinga Luna.

Setelah memberikan peringatan pada Luna untuk mempertegas posisinya, Serena keluar dari ruangan itu tanpa berpamitan padanya.

Luna terduduk lemas di kursi yang ada di dekat tempat tidur pasien. Diraihnya dengan lembut tangan sang ibu yang terkulai lemas, dan diciumnya.

"Luna mohon doa restu Ibu. Jangan khawatirkan Luna, Bu. Ibu harus cepat bangun dan menyaksikan pernikahan Luna," ucapnya dengan suara tercekat, dan lelehan air matanya membasahi punggung tangan sang ibu.

Dokter Kenzo berdiri di depan ruang ICU. Dari tempatnya berada, dia menyaksikan hal itu. Hatinya merasa iba dan trenyuh melihat pemandangan tersebut melalui jendela kaca yang menjadi pembatas ruangan.

Sebenarnya Dokter Kenzo tidak pernah membenci Luna. Bahkan dia merasa sangat berterima kasih sekali padanya karena mau menjadi ibu pengganti untuk melahirkan keturunannya. Akan tetapi, dia merasa ada sesuatu yang membuatnya merasakan hal aneh apabila mata mereka saling bertemu.

'Tidak. Aku tidak mungkin menyukainya. Aku hanya mencintai Serena. Dia wanita yang memiliki hatiku sepenuhnya,' batin Kenzo sembari memegang dadanya, mencoba meyakinkan diri bahwa yang dirasakannya hanyalah rasa kagum pada seorang anak yang mengorbankan kehidupannya hanya untuk menyelamatkan sang ibu.

Sang dokter segera meninggalkan tempatnya. Dia tidak mau jika semakin merasa simpati pada gadis yang akan dinikahinya. Bahkan dia mencoba meyakinkan hatinya jika Luna hanyalah alat untuk memperoleh haknya sebagai pewaris keluarga Matteo. Dan pernikahan dengan gadis itu hanyalah sebatas persyaratan yang harus dilakukannya.

Di dalam ruangan suaminya, Serena mencoba tenang dan berpikir jernih.

"Bagaimana caranya agar Luna tetap menjadi ibu pengganti anak kami tanpa menikah dengan suamiku?"

Pikirannya sungguh buntu. Dia tidak bisa mendapatkan cara lain untuk membatalkan pernikahan suaminya dengan Luna. Bahkan pernikahan tersebut merupakan syarat wajib dari sang kakek pada Kenzo sebagai seorang Matteo.

Suara pintu yang terbuka membuat wanita berpenampilan anggun itu terkesiap, dan menoleh ke arah sumber suara.

"Sayang, dari mana saja? Aku segera menyusul ke sini, tapi tidak menemukanmu," tanya Serena pada sang suami yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.

Dokter Kenzo berjalan menghampiri sang istri, dan duduk di sebelahnya.

"Aku baru saja mengunjungi pasien. Kenapa kamu masih berada di sini?" tanyanya seraya menatap wanita yang berstatus sebagai istri sahnya.

"Kamu mengusirku?!" tanya Serena dengan meninggikan suaranya dan menatap tajam padanya, seolah sedang menantang sang suami.

Seketika Kenzo meraih tangan istrinya, dan mencoba mendinginkan kembali emosinya.

"Tidak, Sayang. Maafkan aku. Tadi aku pikir kamu langsung pulang dan tidak kembali ke ruanganku. Tolong, jangan marah."

Melihat tatapan Kenzo yang mengiba padanya, membuat Serena kembali tersadar untuk tidak bersikap egois pada suaminya. Bagaimanapun semua itu hanya sebuah cara untuk mendapatkan aset keluarga Matteo, bukan pernikahan yang berlandaskan perasaan cinta sang suami pada gadis tersebut.

Tatapan mata Serena pun meneduh, sebagai pertanda telah memaafkan kesalahan suaminya.

"Sayang, apa kamu bisa membantuku?" tanya Kenzo dengan penuh harap pada sang istri.

"Membantu apa?" tanya Serena sembari mengernyitkan dahinya.

Kenzo mempererat pegangan tangannya pada sang istri, dan menatapnya dengan penuh harap.

"Tolong bantu dia untuk berpenampilan lebih baik lagi di depan Kakek. Kamu bisa lihat sendiri penampilan Luna saat ini, bukan? Kita harus membuat Kakek menyukainya."

"Kenapa aku harus membantunya? Dan kenapa juga harus membuat Kakek menyukainya?" tanya Serena dengan sedikit meninggikan suaranya.

Kenzo mengusap lembut pipi istrinya, dan tersenyum manis padanya. Perlahan wajahnya mendekati wajah sang istri, hingga membuat Serena memejamkan kedua matanya.

"Jika Kakek tidak menyukainya, maka kita harus mencari wanita lain untuk membantu rencana kita. Aku ragu jika wanita lain akan lebih baik daripada Luna," bisiknya di telinga sang istri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status