Seketika Dokter Kenzo menoleh ke arah Luna, gadis yang akan menjadi tempat penitipan benihnya.
"Enyahkan pikiran dangkal mu itu! Menjadi ibu pengganti bukan berarti harus menikah! Sekarang jaman sudah modern. Banyak tekhnologi canggih yang bisa membantu seorang wanita menjadi ibu tanpa melakukan hubungan badan dengan lawan jenisnya!" tegas Kenzo dengan emosinya. Terlihat kekesalan dari mata sang dokter yang sangat mencintai istrinya. Dia tidak mau jika sang kekasih hati meragukan cintanya. Bagi seorang Kenzo Matteo, Serena Hogan merupakan wanita sempurna. Selain cantik dan pintar, menurut Kenzo, Serena merupakan wanita terhebat di antara semua wanita yang pernah ditemuinya. Bahkan sejak pertama kali bertemu, sang dokter telah jatuh hati padanya. Seketika Luna beringsut ketakutan. Dia tidak berani menatap sang dokter yang sedang kesal padanya. Keberanian Luna pada Dokter Kenzo yang merasa dekat dengannya, kini pun telah sirna. "Maaf karena telah lancang bertanya. Hanya itu yang ada di dalam pikiran saya. Sekali lagi saya minta maaf pada Dokter Kenzo dan Nyonya Serena," tutur Luna dengan melampiaskan ketakutannya pada ujung kursi yang dicengkeram jari-jari tangannya. "Sudah. Maklumi saja suami saya, Luna. Dia hanya takut jika saya meragukan cintanya," ujar Serena seraya tersenyum pada gadis sederhana yang sedang duduk dengannya. Gadis lugu itu hanya memaksakan senyumnya. Dalam hati, dia pun mengagumi kecantikan wajah dan hati dari seorang Serena, wanita yang dilahirkan dari keluarga kaya raya, dan sangat disegani banyak orang. "Setelah ini, jangan asal mengeluarkan pernyataan yang membuat orang salah paham pada saya, dan terutama pada hubungan kita," omel sang dokter sembari menggerakkan jari-jarinya dengan lincah pada keyboard, serta pandangan kedua matanya fokus pada layar komputer yang ada di hadapannya. Seketika Luna kembali menundukkan kepalanya, seraya berkata penuh penyesalan, "Maafkan saya, dok. Saya tidak akan mengulanginya lagi." Dokter Kenzo hanya diam, tanpa melihat ke arah dua wanita yang sedang duduk bersama menantikan jawabannya. "Sudahlah. Leih baik segera tandatangani saja surat perjanjian kontrak kamu sebagai ibu pengganti anak kami," tutur Serena dengan sangat antusias. Melihat binar kebahagiaan di mata istri sang dokter, Luna tidak bisa menolaknya. Tanpa sadar dia pun menganggukkan kepalanya dan melengkungkan bibirnya. Hanya dengan hal sederhana seperti itu saja membuat istri sang dokter terlihat sangat bahagia. 'Ya, benar. Aku bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan mereka. Jadi, apa yang bisa aku banggakan untuk menolak permintaan orang baik seperti mereka?' batin Luna mengingatkan dirinya. Kenzo beranjak dari duduknya, dan meletakkan map berwarna putih di atas meja yang ada di hadapan kedua wanita tersebut. "Bukalah map itu, dan segera tandatangani surat perjanjian yang ada di dalamnya." Kenzo menatap lekat manik mata sang gadis yang terkesiap ketika bertatap mata dengannya. Luna pun meraih map tersebut, dan segera membacanya. Ekor matanya mencuri pandang ke arah sang dokter yang sedang memperhatikannya, seolah menunggu dirinya untuk menandatangani lembar perjanjian tersebut. Tanpa berpikir panjang, gadis cantik nan lugu tersebut membubuhkan tanda tangannya pada surat perjanjian yang hanya sekilas dibaca olehnya. "Apalagi yang harus saya lakukan?" Tatapan mata Luna menyiratkan kesedihan yang mendalam. Kenzo tidak bodoh. Dia bisa membacanya. Berbeda dengan Serena. Istri dari Dokter Kenzo terlihat sangat bahagia. Sang Nyonya Besar Serena meraih map tersebut dengan sangat antusias. "Kita harus segera melakukannya, sebab kita sudah tidak mempunyai banyak waktu lagi," ujarnya diiringi senyum kebahagiaan. Kenzo menghela nafasnya. Dia tahu betul jika istrinya tidak bisa dibantah. Akan tetapi, hati kecilnya merasa sangat keberatan untuk melakukan rencana tersebut. 'Apa keputusanku sudah benar? Aku harap semua akan berjalan dengan baik dan lancar,' batinnya melihat kebahagiaan Serena yang membuat hatinya merasakan kesedihan. Dengan senyumnya yang merekah, Serena meraih tangan Luna, seraya menariknya agar berdiri dari sofa. "Lebih baik sekarang saja kita lakukan," ujarnya dengan sangat antusias. "Sekarang?" tanya Luna terbata-bata. "Kenapa tidak? Kamu sudah bersedia untuk melakukannya, dan kita juga sedang berada di rumah sakit. Lalu, apa lagi yang kita tunggu?" jelas Serena sembari tersenyum menatap sang suami dan Luna secara bergantian. Kenzo menghela nafasnya, dan mengenyahkan rasa enggannya untuk melakukan semua rencana sang istri. Dalam hati dia meyakinkan dirinya bahwa tidak ada cara lain untuk mendapatkan semua hak warisnya sebagai anak kandung dari Direktur Utama dan cucu tunggal dari Presdir Healthy Hospital, kecuali dengan memberikan keturunan untuk keluarga Matteo. "Apa kamu sudah siap, Luna?" tanya sang dokter dengan serius pada gadis yang baru saja mengesahkan perjanjian kontrak dengannya. Seketika Luna terkesiap. Bahkan dia terlihat gugup dan salah tingkah mendapatkan tatapan serius dari sang dokter. "Bukankah saya harus bersiap-siap terlebih dahulu sebelum melakukannya?" tanyanya dengan terbata-bata. "Jika kamu dalam keadaan sehat dan sudah menyetujuinya, saya rasa kamu sudah siap. Jadi, kita bisa melakukannya sekarang juga," jawab Kenzo dengan tegas dan berjalan keluar ruangan tersebut. Dengan sangat antusias, Serena menarik tangan Luna untuk menyusul sang suami yang sudah terlebih dahulu meninggalkan mereka. Gadis yang sudah setuju untuk menjadi seorang ibu pengganti itu, kini hanya bisa menuruti semua keinginan sang dokter dan istrinya. Pikiran kosongnya mengiringi kedua langkah kaki Luna mengikuti pria yang berjalan dengan berbalut jas putih di hadapannya. Terlihat jelas kebingungan dari raut wajah gadis lugu tersebut ketika masuk ke dalam suatu ruangan bersama dengan sang dokter dan istrinya. Matanya menatap sekeliling ruangan, seolah sedang mencari sesuatu. 'Kenapa aku dibawa ke sini? Apa aku akan dinikahkan di tempat ini? Tidak, tidak mungkin aku melepas status lajangku tanpa busana pengantin seperti pengantin pada umumnya,' batinnya menggerutu kesal. "Silahkan ganti pakaian anda dengan menggunakan ini," tutur seorang perawat seraya memberikan lipatan kain berwarna baby pink padanya. Seketika Luna mengernyitkan dahi, ketika melihat pakaian yang dibentangkannya. "Pakaian apa ini? Apa aku harus memakainya untuk acara penting seperti sekarang ini?' gumamnya tanpa sadar. "Kenapa, Luna? Apa ada yang aneh dengan pakaiannya?" tanya Serena sembari memegang bahunya. Luna terperanjat dan memaksakan senyumnya. Tanpa sadar dia mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. "Kenapa harus memakai ini? Bukankah seharusnya aku memakai pakaian--" "Cepatlah ganti! Jangan membuang-buang waktu. Sebentar lagi kita akan melakukan inseminasi buatan," tegas Dokter Kenzo yang mengerti arah pembicaraan gadis lugu tersebut. "A-apa?! Inseminasi buatan?!" seru Luna dengan memperlihatkan wajah kagetnya menatap sang dokter seolah ingin meminta penjelasan darinya. Dokter Kenzo mendekati sang gadis dan berbisik di telinganya, "Kutitipkan benihku padamu." Seketika mata Luna terbelalak, dan menoleh ke arah sang dokter, seraya berseru, "Tapi, ini--"Di depan sebuah cermin besar yang berada di dalam ruang ganti, Luna menatap bayangan dirinya pada cermin tersebut. Diperhatikan dengan seksama gambar dirinya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Pantas saja dia tidak berminat padaku, ternyata aku tidak sebanding dengan istrinya," ucap lirih gadis tersebut diakhiri dengan helaan nafas yang terdengar begitu berat.Suara ketukan pintu membuatnya tersadar, dan menoleh ke arah sumber suara."Cepatlah keluar agar kita bisa segera melakukannya!" Suara pria yang sangat dikenalnya, membuat Luna semakin sadar jika dunia mereka berdua terlalu berbeda. Dengan terburu-buru, kakinya pun bergerak menghampiri pintu. Namun, tangannya berhenti bergerak ketika menyentuh gagang pintu.'Cukup, Luna. Hentikan perasaanmu pada Dokter Kenzo. Mulai sekarang kamu harus bersikap sebagai orang yang bekerja pada mereka, tidak boleh lebih dari itu,' batinnya.Pintu pun terbuka, sehingga membuat Luna terperanjat kaget melihat sosok sang dokter yang berada di bal
Di depan seorang pasien wanita yang masih belum sadarkan diri, Kenzo beserta istrinya dan juga Luna sedang berdiri di sampingnya. Mereka bertiga memperhatikan beberapa alat medis yang menempel pada tubuh pasien wanita tersebut. "Ibu adalah orang tua saya satu-satunya, dok. Ayah saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu," ucap Luna dengan menatap iba pada wanita yang terbaring di tempat tidur pasien.'Sial! Kenapa aku bisa melupakan hal ini?!' batinnya mengumpat marah.Namun, saat itu juga Kenzo teringat akan sesuatu. Tanpa memberitahukan pada sang istri, dia pun tanpa sadar mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya."Sepertinya tidak mungkin jika kita harus menunggu ibumu sadar terlebih dahulu. Kita lakukan saja pernikahannya tanpa restu dari ibumu. Saya yakin ibumu tidak akan marah jika mengetahuinya."Serena menatap tajam pada sang dokter. Hatinya merasa marah mendengar keputusan suaminya. Akan tetapi, kemarahannya itu bisa dirasakan oleh Kenzo. Pria yang masih memakai jas pu
Kesal dan marah yang Serena rasakan saat ini. Perasaan tersebut membuatnya enggan membantu calon madunya untuk berpenampilan sesuai kasta mereka. Namun, dia tidak memiliki pilihan selain mendandani calon madunya untuk tampil cantik di hadapan kakek mertuanya.Luna, gadis lugu dan polos itu terlihat sangat cantik, modis, anggun dan berkelas. Hampir tidak ada bedanya dengan Serena untuk saat ini. Sang Nyonya Besar dari kediaman Kenzo Matteo menatap kesal pada gadis tersebut. Pasalnya, dia diberi tugas oleh sang suami untuk membantu Luna mendapatkan hati kakek mertuanya. Wanita mana yang bisa dengan tenang dan ikhlas melakukan itu semua?Begitu juga dengan Serena. Dia mencoba mencari cara untuk membuat Ron Matteo tidak menyukai calon istri kedua cucu kesayangannya. 'Shit!' umpatnya ketika mengingat perkataan suaminya yang memberitahu konsekuensi apabila Luna tidak bisa mengambil hati sang kakek."Bagaimana? Apa kamu menyukainya?" tanya Serena dengan malas pada calon madunya."Apa bena
"Itu bukan hal yang penting, Kek. Yang terpenting, kita berdua akan menikah, dan memberikan keluarga Matteo seorang penerus, seperti yang Kakek inginkan."Ucapan Kenzo membuat seorang Ron Matteo terkekeh. Terlebih lagi melihat kedua mata cucu kesayangannya yang mengisyaratkan sesuatu. "Jika kalian berdua tidak memiliki panggilan sayang, maka orang lain akan mengira jika pernikahan kalian hanya sandiwara saja," ucap sang kakek sembari menyeringai.Kenzo mengepalkan tangannya. Dia berusaha keras untuk menahan kekesalan dalam hatinya. Berbeda dengan sang kakek. Pria yang sudah berusia senja itu, kembali menyeringai, seolah sedang mengejek cucu kesayangannya."Apa dia pasienmu, Kenzo? Tidakkah dia calon istrimu? Jadi, bukankah seharusnya dia tidak memanggilmu dengan sebutan yang sama seperti pasienmu di rumah sakit?" imbuh sang kakek dengan tatapan menyelidik padanya."Dia bukan pasien Kenzo, Kek. Ibunya sedang dirawat di rumah sakit, dan kebetulan sekali Kenzo yang menjadi dokternya. Ja
Pagi ini suasana Metro Healthy Hospital terasa berbeda. Ron Matteo yang merupakan pemilik dari rumah sakit tersebut, benar-benar datang berkunjung ke sana. Sayangnya, kunjungannya kali ini bukan sesuai jadwal kunjungan sebagai seorang Presdir Metro Healthy Hospital, melainkan sebagai kakek dari Kenzo Matteo yang akan menjenguk calon besan cucunya.Kenzo merasa kesal dengan situasinya saat ini. Pasalnya, semua mempertanyakan tentang pelayanan terbaik yang didapatkan oleh Lidia, pasien wanita yang sebelumnya kesusahan dalam membayar biaya perawatan di rumah sakit tersebut."Kenapa pasien itu dipindahkan ke ruangan terbaik di rumah sakit ini?""Bukankah pihak administrasi pernah mencari putrinya untuk mengingatkan pembayaran perawatan pasien itu?""Lihatlah! Gadis itu dekat sekali dengan Presdir. Bukankah dia putri pasien yang sedang kalian bicarakan?" "Ada hubungan apa mereka?""Apa mungkin gadis itu meminta pertolongan pada Presdir untuk membantu biaya perawatan ibunya?""Apa jangan-j
"Sayang?!" celetuk Kenzo ketika melihat sang istri berdiri di depan pintu. Serena menatap tajam pada pria yang berstatuskan suami sahnya. Dengan amarahnya yang menggebu, dia melangkah menghampiri mereka. "Apa maksud semua ini?!" tanyanya dengan tatapan yang memperlihatkan kilatan amarahnya. Seketika Kenzo menghempaskan tangan Luna, dan meraih kedua tangan sang istri, berusaha untuk meredamkan amarahnya. "Sayang, ini bukan seperti yang kamu pikirkan. Aku akan menjelaskannya padamu nanti," ucapnya dengan tatapan mengiba. Serena menoleh ke arah Luna, dan menatapnya dengan penuh kebencian. Sontak saja Luna meletakkan kartu yang sedang dipegangnya di atas meja. "Maaf, dok. Saya tidak bisa memakainya." "Kenapa? Kamu tinggal memberikannya saja pada kasir saat membayar," ujar Kenzo seolah tidak terima dengan penolakan calon istri keduanya. Serena menghempaskan dengan keras tangan suaminya. Kedua tangannya berada di depan dada, dan menatap marah pada sang suami. "Apa kamu suda
"Kenapa tidak? Bukankah kamu akan merasa sangat tidak nyaman jika memakai baju pengantin seperti itu?" tanya Serena sembari menunjuk sebuah manekin yang menggunakan pakaian pengantin modern.Hanya dengan mendengarkan perkataan dari istri sang dokter, terlihat sekali kesenjangan sosial di antara mereka. 'Padahal aku ingin sekali memakai gaun itu,' batin Luna seraya menatap kecewa pada manekin tersebut.Meskipun Luna seorang gadis polos dan lugu yang sangat sederhana, tapi dia tetaplah seorang gadis yang mendambakan pernikahan sempurna. Setiap dia melihat pengantin di pelaminan, saat itu juga dia membayangkan sedang bersanding dengan seorang pria tampan yang dicintainya. Tentu saja dengan menggunakan gaun pengantin indah berwarna putih yang sangat cantik dipakainya.Namun, kini semua mimpi dan harapannya hancur. Status gadisnya akan diserahkan untuk Dokter Kenzo, seorang pria yang telah membuat kesepakatan dengannya."Kenapa diam? Ambillah! Cepat pakai ini di ruang ganti!" ujar Serena
Pagi ini Kenzo telah mempersiapkan dirinya menjadi seorang pengantin. Tidak ada persiapan spesial darinya. Baginya pernikahan kedua ini hanyalah formalitas untuk mendapatkan hak warisnya, bukan berdasarkan atas perasaan suka ataupun cintanya pada gadis yang menjadi calon istri keduanya.Balutan setelan jas berwarna putih dari designer ternama, menambah ketampanan wajahnya. Tidak ada yang bisa meragukan pesona dari seorang Kenzo Matteo, calon penguasa keturunan dari keluarga Matteo.Namun, seketika kesempurnaan Kenzo dinodai oleh penampilan calon istri keduanya. Seorang gadis dengan memakai pakaian pengantin yang sederhana, memakai sandal rumahan, rambut panjangnya diikat kuncir kuda, dan wajahnya berhiaskan makeup tebal. Persis sekali seperti seorang badut yang sedang mengamen di jalanan.Serena tersenyum puas melihat betapa hancurnya penampilan calon madunya saat akan melakukan janji pernikahan bersama suaminya. Begitu pula dengan semua orang yang berada di tempat itu. Hanya sekumpul
Luna memukul-mukul dada bidang suaminya. Ungkapan kekecewaan yang disertai isakan tangisnya menambah pedihnya hati seorang Kenzo Matteo. "Kenapa kamu jahat padaku," ucapnya lirih diiringi isakan tangisnya. Pukulan tangannya pun melemah. Semua tenaganya telah habis digunakannya untuk melampiaskan kesedihannya pada sang suami. Kenzo tidak menghindar dari pukulan, dan omelan kekecewaan sang istri padanya. Dia sadar jika ikut andil dalam peristiwa naas malam ini. Terlebih lagi dia juga sangat mengerti bagaimana perasaan seorang anak yang kehilangan ibu kandungnya. "Maaf, Sayang. Maafkan aku. Semua ini memang salahku. Aku tidak mengelaknya. Hanya saja aku merasa ada yang janggal dnegan semua ini," ucapnya lirih sembari memegang kedua tangan sang istri. Luna menatap serius pada suaminya. Dari sorot matanya, dapat disimpulkan ada rasa ingin tahu yang begitu besar dalam hatinya. "Apa? Kenapa janggal?" tanyanya penasaran. Kenzo menatap dalam kedua mata indah sang istri. Sayangnya mata it
'Mati!' batin si penyelinap sembari menyeringai. Kedua tangannya menekan kuat sebuah bantal yang diletakkannya pada mulut wanita paruh baya tersebut. 'Matilah, Tua bangka!' sambungnya kembali dalam hati. Tatapan matanya mengisyaratkan seorang binatang buas yang berhasil menghabisi nyawa buruannya. Wanita paruh baya yang masih menjalani perawatan tersebut merasa kesulitan untuk bernafas. Bahkan alat yang menempel pada tubuhnya pun bereaksi, seolah meminta bantuan pada orang yang berada di sekitarnya. Tiiiiiitttt!!!Mendengar suara panjang dari alat tersebut membuat si pengintai bergegas merapikan kembali semuanya seperti semula. Dia bergerak cepat keluar dari kamar perawatan itu, setelah membersihkan semua hal yang bisa membuatnya menjadi tertuduh. Selang beberapa detik kemudian, sang nenek kembali ke dalam kamar perawatan tersebut. Seketika dia berlari masuk setelah membuka pintu, dan mendengar seruan panjang dari salah satu alat medis yang menempel pada tubuh ibu Luna. "A-ada ap
"Ibu!"Seketika Luna berteriak mendengar pertanyaan dari istri pertama suaminya. Kenzo menatap tajam pada istri pertamanya. Tanpa mengalihkan pandangan kebenciannya dari sang istri, dia menyerukan perintahnya pada sang kepala pelayan."Bawa dia menjauh dari sini!" Sang nenek pun bergerak cepat meminta bantuan pada para pelayan untuk mengeluarkan Serena dari ruangan tersebut. Tentu saja sang nyonya tidak terima. Wanita angkuh itu memberontak, dan mengoceh tanpa henti. Para pelayan wanita tidak bisa mengatasinya, sehingga sang nenek memanggil para bodyguard Kenzo yang sedang berjaga bersama petugas keamanan di gerbang depan. "Lepaskan aku!""Jangan coba-coba menyentuhku!" "Kalian akan menyesal telah melakukan ini padaku!""Kenzo! Perintahkan mereka untuk melepaskan sekarang juga!""Jika tidak, aku akan menyumpahi dan mengutuk Luna beserta bayi dalam kandungannya!" Kenzo menahan amarahnya. Dia berusaha untuk tetap fokus melakukan pertolongan medis pada ibu mertuanya. Berbeda denga
"Bagaimana? Apa semuanya sudah siap?" Serena terkesiap mendengar suara wanita tua yang dianggapnya sebagai musuh dalam selimut. Sontak saja dia menoleh ke arah si pemilik suara."Ada acara apa? Memangnya siapa yang akan datang?" tanyanya dengan penasaran. "Tuan Kenzo hanya memerintahkan kami untuk menyiapkan makanan yang sangat spesial, karena akan kedatanganmu tamu spesial di rumah ini," jawab sang nenek dengan sopan."Siapa?!" tanyanya dengan meninggikan suaranya. Tiba-tiba saja mereka dikagetkan dengan datangnya seorang pelayan yang berlari dan menyerukan sesuatu."Tuan Kenzo sudah datang!" Seketika sang nenek bergerak cepat untuk menyiapkan makanan dengan bantuan beberapa pelayan. Mereka mengacuhkan kehadiran sang nyonya yang masih berdiri di sana sambil melipat kedua tangannya di depan dada, dan memperhatikan semuanya. 'Ada apa sebenarnya ini?' batinnya bertanya-tanya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu terbuka. Dari suara sepatu dan langkah kaki yang semakin men
"Apa yang kalian lakukan?!" Seketika ekspresi wajah para wanita tersebut berubah menegang. Suara berat dan tegas yang menegur mereka, seolah tamparan keras bagi semuanya. Pria tersebut menerobos masuk di antara para wanita yang mengerumuni Luna. Dengan gerakan cepatnya, wanita muda yang sedang hamil tersebut berada di belakang tubuhnya. Sorot mata tajamnya menghunus satu per satu dari para wanita yang merendahkan, serta mengancam istri keduanya. "Apa yang kalian lakukan padanya?!" tanyanya kembali dengan tegas. "Ka-kami--" "Kenapa kamu menyalahkan mereka, Sayang?!" sahut Serena sembari berjalan menghampiri suaminya. "Lebih baik kalian semua pergi," bisiknya ketika berada di belakang salah satu dari para wanita tersebut. Sontak saja wanita itu memberi tanda menggunakan matanya pada mereka semua untuk pergi dari tempat itu. Sayangnya, semua itu dapat dibaca dengan jelas oleh Kenzo. Pria yang akan segera dinobatkan sebagai penguasa kerajaan bisnis keluarga Matteo itu se
Suara dering telepon yang berasal dari sebuah ponsel, membuat Serena terbangun dari tidurnya. Baru beberapa jam yang lalu matanya bisa terpejam, dan kini tidurnya terganggu oleh suara bising yang membangkitkan kemarahannya. Dengan mata yang terpejam, tangannya meraba-raba nakas untuk mengambil ponsel miliknya. "Hmmmm," gumamnya setelah menekan tombol hijau pada layar ponselnya.Seketika matanya terbelalak mendengar perkataan dari sang penelpon. Saat itu juga dia beranjak duduk, dan memasang telinganya baik-baik untuk mendengarnya. "Apa kamu bisa mengirimkan gambar wanita yang sedang bersamanya?" Beberapa detik kemudian, terdengar suara notifikasi pesan yang dikirimkan oleh sang penelpon. Matanya kembali terbelalak melihat foto wanita yang dibicarakan oleh sang penelpon."Sial! Bisa-bisanya dia menampakkan diri di hadapan semua orang!" ujarnya dengan mengeratkan gigi-giginya. Tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering. Tertera pada layar ponsel tersebut nama orang yang sama sedang
Bak petir yang menyambar di sekitar mereka, kedua wanita yang berstatus sebagai istri Kenzo Matteo terperangah mendengar sang suami menyerukan perceraian pada salah satu istrinya. "Apa? Kamu menceraikan ku, Ken?!" tanya Serena dengan menatap tidak percaya pada suaminya. Kenzo meraih tubuh Luna, dan menjauhkan dari istri pertamanya. Akan tetapi, Serena tidak menyerah begitu saja. Wanita yang telah lebih dulu menikah dengan Kenzo Matteo, merasa tidak terima diceraikan olehnya. Tangannya berusaha kembali meraih bagian tubuh madunya yang sedang berada dalam pelukan suami mereka. Dengan gerakan cepatnya, Kenzo menghalangi tubuh istri mudanya, ketika melihat pergerakan tangan dari istri pertamanya. Tanpa disadari Luna, kini dirinya berada di belakang tubuh suaminya. "Hentikan, Serena!" bentak Kenzo dengan tatapan penuh amarah."Tidak! Aku tidak akan berhenti sampai dia pergi dari rumah ini!" ujar Serena dengan sangat berani menantang suaminya. Tidak puas dengan tindakannya, Serena mela
Serena menoleh ke arah sumber suara. Matanya terbelalak. Jantungnya berdebar kencang melihat api kemarahan pada tatapan suaminya. "Ken?!""Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Serena?!" tanya Kenzo dengan tegas."A-aku ...," ucapnya dengan gugup. Otaknya bekerja keras untuk berpikir, mencari alasan yang tepat, sambil menggerakkan bola matanya ke kiri, dan kanan.Tiba-tiba saja terdengar suara lenguhan dari orang yang berada di atas ranjang tersebut."Ada apa? Kenapa berisik sekali?" tanyanya sembari mengusap kedua matanya.Sontak saja semua pasang mata mengarah pada orang tersebut. Saat itu juga bibir Serena melengkung ke atas. Dalam keadaan terjepit, dia menemukan sebuah ide yang sangat cerdas. "Sayang, aku--""Lihatlah dia, Ken!" sahut Serena seraya menyeringai, dan menunjuk ke arah wanita yang duduk di atas ranjang dengan selimut menutupi tubuhnya. Serena mengalihkan pandangannya pada pria yang berdiri di depan pintu kamar tersebut. "Wanita ini sengaja membuat kamu membenciku!
Wanita tua yang menjadi kepala pelayan di rumah Kenzo merasa bersalah pada Luna, istri kedua dari Kenzo Matteo. Pasalnya, dialah yang membawa Luna untuk bersembunyi di sebuah rumah sekitar kediaman Kenzo berada. Rumah tersebut adalah milik sang nenek yang dihuninya sebelum pindah ke rumah milik tuannya. Memang benar rumah itu sudah lama tidak dihuninya, tapi nenek pemilik rumah selalu membersihkan rumahnya setelah pekerjaan intinya di rumah Kenzo selesai. Tidak ada yang tahu rumah tersebut kecuali Kenzo. Sang nenek pernah mengajak Kenzo ke rumah miliknya untuk mengetahui bagaimana kehidupan wanita tua tersebut sehari-hari. Di luar dugaan sang nenek, Kenzo sama sekali tidak keberatan masuk ke dalam rumah kecil itu. Bahkan dia duduk pada kursi tua ruang tamu sambil menikmati teh hangat buatan sang nenek. "Cepat tunjukkan tempatnya, Nenek tua!" ujar Serena sembari menarik dengan kuat tangan sang nenek. Wanita tua itu tidak bisa mempertahankan tubuhnya. Kekuatan Serena lebih kuat