"Bisa tolong pejamkan matamu?" pinta penata rias padaku. Aku menurut saja dan menikmati setiap polesan diwajahku.
Aku sedang berada di dalam kamar pengantin. Kamar Alexey di rumah keluarga Ovechkin yang disulap menjadi kamar yang indah.Aku mendengar gumaman rendah para tamu yang hadir di pernikahan kami hari ini. Meskipun hanya pernikahan kontrak, tapi kegugupan membuat saraf-sarafku tegang.Setelah riasanku selesai, aku memakai gaun pengantin berwarna putih tulang. Gaun warisan ibunya Alexey yang ukurannya pas untukku.Alexey bersikeras ingin datang ke butik, tapi aku menolak karena Vladimir menunjukkanku gaun cantik itu. Vladimir sangat berterima kasih padaku dan memberikan cincin pernikahan mereka sebagai ungkapan bahagianya."Oh putriku yang cantik," Vladimir berseru di ambang pintu.Aku tersenyum malu seraya memperhatikan ekor gaun dengan detail payet berbentuk kupu-kupu.Vladimir datang untuk memelukku dan mengecup pucuk kepalaku."Jangan menangis, nanti maskaramu luntur," Bisiknya menggodaku."Tidak akan," gumamku memastikan."Ah, kau tidak tau rasanya sebagai orang tua yang melihat putranya selalu menyendiri, bersikap dingin kepada semua gadis. Meskipun dia memiliki prestasi yang gemilang, akhirnya menemukan pujaan hatinya," ujarnya terharu.Aku sedikit tersentak, mengingat saat Alexey menjelaskan kenapa kami harus menikah secara resmi meski diatas kontrak."Kau gadis baik-baik, dan aku ingin membahagiakan ayahku dihari tuanya dengan memberikannya seorang putri sepertimu. Maafkan aku melibatkanmu dalam masalah keluargaku," kata Alexey padaku malam itu."Aku tidak keberatan jika harus bersandiwara menjadi istrimu, tapi untuk menjadi putrinya itu bukan sandiwara bagiku, Alex," jawabku sedikit menahan tangis.Vladimir memperlakukanku dengan penuh kasih. Dia mengingatkanku pada ayah. Dan membuatku ingin memilikinya sebagai ayahku yang sesungguhnya."Ayo, Gregory sudah menunggumu dibawah,"Pria yang sebentar lagi menjadi ayah mertuaku itu dengan bangganya memberikan tangannya untuk ku gandeng."Ah, gagah sekali aku dengan tuksedo ini. Terima kasih nak, kau memberikan kebahagiaan padaku hari ini,""Hati-hati ayah, kita tidak mau pengantin cantik adikku tersandung," Goda kakak pertama Alexey yang baru saja datang minggu lalu."Frank, jaga sopan santunmu dan berhentilah mempermalukan wibawa ayahmu yang sudah tua ini!" gerutu Vladimir sambil melotot.Tapi tak urung dia meminta bantuan Frank juga. Membuatku terbahak selama menuruni tangga yang tidak terlalu tinggi."Greg!""Hai besan! Kau sangat gagah" Sergah kakek menyambut vladimir dengan memeluknya."Sebaiknya kau temani putramu, dia kelihatan sangat gugup diatas altar itu," kata kakek menyarankan."Ah ya, aku terlalu gembira dengan putri baruku hingga melupakan siapa yang sudah membawanya kerumah suram ini,"Celoteh ayah mertuaku riang.Vladimir berjalan cepat untuk menemani putranya. Sementara aku berhadapan dengan kakek dengan malu-malu."Cantik sekali cucuku, kau bahkan melebihi ibumu sayang," kata kakek memuji."Terima kasih kakek, seharusnya aku bisa memberikan pernikahan sungguhan untuk kakek dan vlad," jawabku sedikit merasa sedih seraya melihat vladimir yang sedang menyemangati Alexey.Kakek memeluk pundakku dengan erat, "sungguhan atau tidak, bukan kontrak yang menentukannya sayang. Setidaknya, kau bisa membahagiakan Vladimir. Kakek tau dia sangat kesepian,"Aku memeluk kakek karena terharu. Frank mengingatkan untuk tidak menangis sehingga aku pun tertawa."Terima kasih sudah mengingatkan aku, Frank,""Tentu dik, santai saja,"Musik sudah berganti, memanggilku untuk menuju ke altar menemui pengantin pria ku. Dengan gugup aku menggandeng tangan kakek dan berjalan perlahan keluar rumah menuju pekarangan yang sudah disulap menjadi pesta yang meriah.Sejenak aku terus menatap kakiku, tapi kakek mengangkat wajahku agar tegak dan bersikap berani. Sungguh, usiaku baru saja masuk 20 tahun. Menikah muda bukanlah impianku.Para tamu yang sebagian besar adalah anggota organisasi bergumam kagum saat aku berjalan menuju altar. Barisan paling depan paling heboh. Mereka barisan keluarga Alexey dari pihak ayah dan ibunya.Mataku lalu terpaku pada sosok tampan dan menawan diatas altar. Dia sama gugupnya denganku. Tatapan kami bertemu dan dia tersenyum dengan kikuk.Aku sedikit mengulas senyum. Saat ini, aku merasa Alexey lah alasan aku terus berjalan menuju altar pernikahan kami. Tangannya terulur tatkala aku hampir sampai.Kakek memberikan tanganku pada Alexey, dan berdiri disebelah nya dengan kaki yang bergetar."Aku sama gugupnya denganmu, Hannah," Bisik Alexey ditelingaku."Kakiku mati rasa," balasku berbisik.Kami cekikikan berdua sebelum janji suci diucapkan. Menyenangkan bisa menertawakan rasa gugup kami yang terasa konyol ini.Vladimir menatap kami berdua dengan mata berkaca-kaca. Sesaat, aku melihatnya mengusap ujung matanya yang basah. Janji suci telah diucapkan, dia menekan dadanya dengan mengucap syukur."Kau boleh mencium istrimu, Alexey,"Aku berhadapan dengan suami ku, dan dia menggaruk kepalanya dengan gugup. Hampir saja aku tergelak saat Vladimir sedikit mendorong putranya untuk mendekatiku."Oh ayolah nak, apa kau tidak tau cara mencium wanita?" gerutunya mengejek karena Alexey salah tingkah.Aku pun sama butanya dengan Alexey, tapi untuk mempercepat drama di atas altar ini aku pun mencium pipi Alexey sekilas.Mata Alexey menyiratkan keterkejutan, dan aku menatapnya lembut dan penuh makna. Kau tau maksudku seperti,"Lakukan saja ciuman bodoh itu Alex!"Alexey akhirnya tersadar dan mencium bibirku perlahan dan manis. Aku memeluknya agar tidak terlihat seperti pasangan robot yang menikah.Nah, ciuman canggung itu sudah selesai. Semua orang bertepuk tangan sangat meriah bahkan sampai ada yang bersiul."Terima kasih sudah mengizinkan aku, Hannah," ujar Alexey saat kami sedang bersalaman dengan beberapa tamu."Untuk apa?""Menciummu,""Tapi kita sudah menikah," jawabku heran."itu tidak ada dalam kesepakatan kita,""Alex, kita harus berimprovisasi. Bagaimana tanggapan orang-orang kalau kau tidak mau mencium ku?"Alexey mengedikkan bahunya acuh, "mereka akan berpikir pengantin wanitanya pasti bau mulut,"Aku menjitak kepala Alex dengan kesal. Dia mengaduh dan ditertawakan oleh Frank dan Shawn, kakak kedua Alex yang menjadi seorang pilot angkatan udara Rusia."Bagus dik, Alex itu tidak tersentuh. Akhirnya kami puas kau mewakili kami,"Alexey diam saja sementara aku menahan rasa geliku karena suamiku masih bersikap sangat sopan pada kedua kakaknya yang usil.Langit cerah berganti menjadi temaram dengan semburat senja yang syahdu. Acara dilanjutkan dengan resepsi yang meriah. Musik terus berganti sesuai request. Kebanyakan itu ulah Frank.Kadang dia bernyanyi dengan percaya diri meski suaranya cempreng dan nada yang berkejar-kejaran. Shawn hanya menonton dan terbahak-bahak sambil menjauhkan mikrofon yang dipegangnya.Pemandangan keluarga yang indah, jika saja ada sosok ibu Alexey dan orang tuaku yang sudah tiada. Meskipun awalnya ku pikir ini akan menjadi pernikahan yang kaku dan menyebalkan.Alexey ternyata berhati baik dan hangat. Anggota organisasi yang menjadi tamu memasang wajah terkejut ketika setiap kali Alexey tersenyum atau menggandengku dengan mesra.Beberapa kali aku mendapat bisikan keheranan melihat Alexey yang menjadi berbeda. Meskipun aku yakin saat di kastil nanti dia akan berubah jadi batu lagi.Sebuah helikopter militer turun tepat dihalaman belakang rumah. Dua orang pria turun dengan menggunakan setelan jas rapi dan gagah.Banyak orang menganga melihat pemandangan mengagumkan itu terutama wanita. Alexey berdiri disampingku sambil berpangku tangan sambil tersenyum simpul."Bro!" kedua pria tadi langsung menyalami kami"Ayo berangkat sekarang!"Aku melongo saat Alexey menarik tanganku bersamanya. Dia memeluk ayah dan kedua kakaknya. Aku pun melakukan hal yang sama tanpa tau apa yang sedang terjadi."Selamat bulan madu dik," kata Frank dengan wajah jahilnya."Apa?" aku begitu terkejut dan menatap Alexey tidak percaya.Alexey hanya mengangkat bahunya acuh sambil menunjuk kakekku yang berdiri dengan wajah sendu. Aku memeluknya."Untuk apa ini kek?""Setidaknya kalian bisa merasakan bulan madu sayang, entah itu sungguhan atau tidak," Aku mengangguk paham. Kakek hanya ingin membuatku bahagia, meskipun pernikahan yang aku jalani ini palsu."Kita akan kemana?" tanyaku pada Alexey yang menggandeng tanganku erat saat berjalan ke helikopter.Gaun pengantin masih melekat di tubuhku dan aku menggulung ekornya agar tidak tersandung."Ini kejutan, jadi kita akan tau saat sampai nanti,"Aku sangat tidak suka dengan kejutan rahasia jika aku tidak termasuk didalamnya.Deru angin menghiasi perjalanan udara kami. Pemandangan indah terhampar begitu hijau dengan undakan bukit-bukit batu yang curam dan terlihat berbahaya. Alexey mencoba menggenggam tanganku. Dia tampak terkejut karena tanganku yang dingin dan sedikit gemetar. Tatapan matanya seakan bertanya kenapa?Aku menggeleng lembut seraya tersenyum. Percuma berbicara di atas sini. Tidak akan terdengar apapun kecuali suara baling-baling dan angin. Helikopter itu membawa kami ke sebuah landasan yang tampak sepi. Alexey membantu melepaskan sabuk pengaman dan menarikku bersamanya menuruni helikopter itu.Aku merunduk sampai terasa suara baling-baling mulai menjauh. Alexey melambai tangan pada mereka dan terus membawaku bersamanya."Kita akan kemana?" tanyaku bingung."Ganti pesawat," jawab Alexey singkat padat dan jelas. Benar saja, sebuah pesawat jenis Airbus ACJ319neo terparkir cantik di landasan dan sudah siap berangkat . Aku sempat tertegun, seberapa jauh Alexey akan membawaku dengan pesawat itu
"apa kau gila Alex? Hongkong?" pekikku tak percaya."sstttt, tenanglah istriku yang manis. kita akan memulai hidup baru disini," "disini " mataku semakin melotot.Alexey mengangguk sambil tersenyum cerah, "kita baru saja mendarat di hongkong," Aku ingin pingsan saja, tapi ingat kami memiliki misi penting untuk dilakukan. Meskipun Alexey sudah memastikan tidak banyak adegan berbahaya dalam tugas pertama ku ini, tapi aku tetap saja merasa gugup.Alexey membawa koper kami berdua keluar pesawat dengan dua tangannya, tapi memintaku menggandeng tangan kanannya. Aku menurut saja, daripada aku kesasar.Jika berangkat di landasan yang sepi, kali ini kami mendarat di bandara yang cukup padat. Beberapa mata menatap kami yang baru saja keluar dari pesawat jet pribadi.Aku begitu lengket pada Alexey, takut dengan suasana negara baru yang belum pernah aku kunjungi. Jika saja ini liburan sungguhan, mungkin aku akan menikmatinya. "bersikap santailah, Hannah, tidak ada yang akan mengenalimu disini,
Mobil berhenti didepan gang sempit yang sama sekali tidak muat dilalui kendaraan bermotor. Meskipun itu hanya sekedar sebuah sepeda motor. Sang sopir membantu kami membawakan koper Sementara aku berjalan mesra bersama Alexey menuju rumah baru kami.Rumah sederhana yang tidak terlalu besar. Aku merasa sangat heran karena aku sangat menyukai rumah baru kami. Senyuman cerah terbit diwajahku setelah merasa bisa betah disini. Tapi yang membuatku merasa pusing, beberapa barang rumah tangga berjejalan dihalaman. Sampai hampir menutupi halaman rumah tetangga baru kami.Saat Alexey membuka pintu. Seorang pria baru saja sampai dan dia merupakan tetangga baru kami.Alexey langsung menghampirinya dengan keramah tamahan yang belum pernah aku lihat."hai, kami baru saja pindah. maafkan barang-barang kami yang berserakan di halamanmu," kata Alexey basa- basi."oh tidak masalah, aku juga dulu pernah jadi orang baru. bahkan lebih parah dari ini," jawab pria itu sambil menertawakan diri sendiri. "
Harry dan Lily benar-benar sangat membantu. Alexey yang biasanya selalu bugar juga tampak kelelahan. Banyak sekali barang-barang yang menurutku tidak terlalu dibutuhkan. "Alex," aku mencoba membangunkannya saat sudah selesai memasak makan malam. Dia bergumam sedikit lalu kembali terlelap.Terpaksa aku duduk di depan wajahnya. Alex memiliki wajah yang sempurna, bahkan tubuhnya. Aku tidak dapat mencegah tanganku menyusuri lengan Alex yang di hiasi otot juga urat-urat yang menonjol. "Apa kau sedang mengagumi suamimu yang sedang tidur, sayang?" Aku terlompat kaget, mungkin dengan ekspresi yang lucu hingga Alexey tertawa terbahak-bahak. Menunduk malu merupakan jalan terbaik saat ini."Hei," Alex menangkap daguku, "aku tidak masalah sayang, aku senang kau mengagumi ku, hmmm," "Maaf," jawabku merasa malu,"Untuk apa?" Alexey memaksaku menatap matanya yang indah. Sewarna ombak yang berpadu dengan badai, itu mempesonaku."Karena bertindak tidak sopan," suaraku seperti orang yang terhipnoti
Aku memandang nanar kedalam liang lahat. Menyaksikan peti mati itu perlahan tenggelam didalam sana. Rasanya aku sudah tidak bisa menangis lagi.Adik kecilku terus meraung menangisi ibu kami yang telah terkubur bersama harapan kami. Josh kecil yang malang.Adikku pengidap autisme, tapi dia sangat mencintai ibu. Aku tidak tau bagaimana aku merawatnya tanpa ibu. Meskipun sebelum ini, ibu sudah setengah gila karena kehilangan ayah. Tanah makam ayah masih basah ketika ibu juga di makamkan disebelahnya. Karena belum dua bulan sejak kepergiannya. Masih teringat jelas di mataku bagaimana kecelakaan yang kami alami hari itu menewaskan ayah. Entah bagaimana kejadian itu begitu mengerikan tapi kami bertiga selamat. Hanya ayah yang langsung tewas ditempat.Ibu menjadi depresi. Satu minggu kami dirawat dirumah sakit dan sejak kejadian itu ibu sering diam dan melamun. Dia tidak pernah memikirkan bagaimana aku dan Josh melewati hari-hari menyedihkan itu.Ayahku seorang pemimpin organisasi rahasia
Aku mengemudi sendiri saat pulang kerumah. Paman Moriarty ingin mengantarkan tapi aku menolaknya karena ingin mendapatkan waktu untuk memikirkan tawaran paman.Ada sebuah mobil yang aku kenali terparkir di depan rumah saat aku sampai. Dengan perasaan campur aduk aku berusaha menenangkan diri.Itu adalah kakek, ayah dari ibuku. Jika semua identitas ibu palsu, bisa jadi dia juga kakek palsu bukan?. Sebelum turun dari mobil, aku minum sebotol air mineral untuk membasahi tenggorokanku yang tercekat.Aku menatap cermin sebentar dan melakukan senam wajah. Apapun yang aku tau akan aku lupakan selama bersama kakek. Aku berlari dengan senyuman getir dengan air mata tertahan. Saat melihat kakek berdiri di depan pintu aku langsung memeluknya erat, seperti biasa yang aku lakukan sejak kecil."Cucuku sayang," Kakek juga memelukku dengan hangat.Aku mulai menangis sesegukan di dadanya yang bidang. Semua rasa sakit, kekhawatiran dan pikiranku yang kalut tertumpah ruah di depan kakek."Kakek hanya i
Hannah! Hannah!Hannah!Aku menoleh ke arah suara. Tempat ini sunyi, yang aku lihat hanya warna putih. Tidak ada apapun yang bisa aku lihat. Tapi suara itu begitu mendesakku untuk menemukan nya. Siapa disana? Aneh, aku tidak dapat bersuara. Aku menyentuh wajahku, dan bibir ku masih tertempel di tempatnya. Tapi kenapa aku tidak bisa bicara sama sekali?Keanehan ini hanya dapat terjadi di alam mimpi. Begitu lah otakku menyadarkan ku. Hingga aku berusaha sekuat tenaga untuk bangun. Hannah!Suara itu semakin dekat. Dan kali ini, aku bisa merasakan bibirku bergerak, kelopak mataku berkedut, dan tanganku dipegang seseorang.Aku membuka mata, tapi kemudian aku menjerit ketakutan. "Ada apa ini?" Pekik ku ketakutan.Paman Moriarty berdiri disebelahku. Sementara aku duduk di kursi roda seraya diikat kuat. Untung saja mulutku tidak di bungkam."Paman! Ada apa ini? Kenapa aku diikat dan siapa mereka semua!" aku berkata dengan marah. Baru saja aku mempercayainya.Paman tidak melihat ke arahk
" Sudah saatnya kau bangkit, sayang," ujar kakek seraya membuka hordeng jendela. Cahaya silau masuk membuatku menggeliat. Rasanya nyaman sekali berada dikasur empuk di pagi yang sejuk ini. Aku sudah satu minggu berada dirumah kakek tanpa keluar sama sekali. Kerja ku hanya makan tidur dan berpikir. Aku berjanji akan ikut kakek hari ini ke suatu tempat.Kakek hanya tinggal seorang diri dirumah yang sederhana ini. Sebenarnya selama ini, aku hanya tau rumah kakek yang ada di kanada. Setiap liburan aku dan Josh akan menginap disana selama beberapa hari. Disana ada asisten rumah tangga kakek yang mengurus semua keperluan kami. Kakek selalu mengajak kami main ski saat bersalju. Melatihku memanah dengan berburu rusa di hutan bersamanya. Kadang kami juga main baseball untuk melatih kecepatanku.Aku tidak menyadari sudah dilatih sejak kecil. Di sekolah juga aku mengikuti kelas karate meskipun aku tidak pernah ikut dalam turnamen. Ibu dan ayah melarangku untuk ikut serta. Setelah selesai b
Harry dan Lily benar-benar sangat membantu. Alexey yang biasanya selalu bugar juga tampak kelelahan. Banyak sekali barang-barang yang menurutku tidak terlalu dibutuhkan. "Alex," aku mencoba membangunkannya saat sudah selesai memasak makan malam. Dia bergumam sedikit lalu kembali terlelap.Terpaksa aku duduk di depan wajahnya. Alex memiliki wajah yang sempurna, bahkan tubuhnya. Aku tidak dapat mencegah tanganku menyusuri lengan Alex yang di hiasi otot juga urat-urat yang menonjol. "Apa kau sedang mengagumi suamimu yang sedang tidur, sayang?" Aku terlompat kaget, mungkin dengan ekspresi yang lucu hingga Alexey tertawa terbahak-bahak. Menunduk malu merupakan jalan terbaik saat ini."Hei," Alex menangkap daguku, "aku tidak masalah sayang, aku senang kau mengagumi ku, hmmm," "Maaf," jawabku merasa malu,"Untuk apa?" Alexey memaksaku menatap matanya yang indah. Sewarna ombak yang berpadu dengan badai, itu mempesonaku."Karena bertindak tidak sopan," suaraku seperti orang yang terhipnoti
Mobil berhenti didepan gang sempit yang sama sekali tidak muat dilalui kendaraan bermotor. Meskipun itu hanya sekedar sebuah sepeda motor. Sang sopir membantu kami membawakan koper Sementara aku berjalan mesra bersama Alexey menuju rumah baru kami.Rumah sederhana yang tidak terlalu besar. Aku merasa sangat heran karena aku sangat menyukai rumah baru kami. Senyuman cerah terbit diwajahku setelah merasa bisa betah disini. Tapi yang membuatku merasa pusing, beberapa barang rumah tangga berjejalan dihalaman. Sampai hampir menutupi halaman rumah tetangga baru kami.Saat Alexey membuka pintu. Seorang pria baru saja sampai dan dia merupakan tetangga baru kami.Alexey langsung menghampirinya dengan keramah tamahan yang belum pernah aku lihat."hai, kami baru saja pindah. maafkan barang-barang kami yang berserakan di halamanmu," kata Alexey basa- basi."oh tidak masalah, aku juga dulu pernah jadi orang baru. bahkan lebih parah dari ini," jawab pria itu sambil menertawakan diri sendiri. "
"apa kau gila Alex? Hongkong?" pekikku tak percaya."sstttt, tenanglah istriku yang manis. kita akan memulai hidup baru disini," "disini " mataku semakin melotot.Alexey mengangguk sambil tersenyum cerah, "kita baru saja mendarat di hongkong," Aku ingin pingsan saja, tapi ingat kami memiliki misi penting untuk dilakukan. Meskipun Alexey sudah memastikan tidak banyak adegan berbahaya dalam tugas pertama ku ini, tapi aku tetap saja merasa gugup.Alexey membawa koper kami berdua keluar pesawat dengan dua tangannya, tapi memintaku menggandeng tangan kanannya. Aku menurut saja, daripada aku kesasar.Jika berangkat di landasan yang sepi, kali ini kami mendarat di bandara yang cukup padat. Beberapa mata menatap kami yang baru saja keluar dari pesawat jet pribadi.Aku begitu lengket pada Alexey, takut dengan suasana negara baru yang belum pernah aku kunjungi. Jika saja ini liburan sungguhan, mungkin aku akan menikmatinya. "bersikap santailah, Hannah, tidak ada yang akan mengenalimu disini,
Deru angin menghiasi perjalanan udara kami. Pemandangan indah terhampar begitu hijau dengan undakan bukit-bukit batu yang curam dan terlihat berbahaya. Alexey mencoba menggenggam tanganku. Dia tampak terkejut karena tanganku yang dingin dan sedikit gemetar. Tatapan matanya seakan bertanya kenapa?Aku menggeleng lembut seraya tersenyum. Percuma berbicara di atas sini. Tidak akan terdengar apapun kecuali suara baling-baling dan angin. Helikopter itu membawa kami ke sebuah landasan yang tampak sepi. Alexey membantu melepaskan sabuk pengaman dan menarikku bersamanya menuruni helikopter itu.Aku merunduk sampai terasa suara baling-baling mulai menjauh. Alexey melambai tangan pada mereka dan terus membawaku bersamanya."Kita akan kemana?" tanyaku bingung."Ganti pesawat," jawab Alexey singkat padat dan jelas. Benar saja, sebuah pesawat jenis Airbus ACJ319neo terparkir cantik di landasan dan sudah siap berangkat . Aku sempat tertegun, seberapa jauh Alexey akan membawaku dengan pesawat itu
"Bisa tolong pejamkan matamu?" pinta penata rias padaku. Aku menurut saja dan menikmati setiap polesan diwajahku.Aku sedang berada di dalam kamar pengantin. Kamar Alexey di rumah keluarga Ovechkin yang disulap menjadi kamar yang indah.Aku mendengar gumaman rendah para tamu yang hadir di pernikahan kami hari ini. Meskipun hanya pernikahan kontrak, tapi kegugupan membuat saraf-sarafku tegang.Setelah riasanku selesai, aku memakai gaun pengantin berwarna putih tulang. Gaun warisan ibunya Alexey yang ukurannya pas untukku. Alexey bersikeras ingin datang ke butik, tapi aku menolak karena Vladimir menunjukkanku gaun cantik itu. Vladimir sangat berterima kasih padaku dan memberikan cincin pernikahan mereka sebagai ungkapan bahagianya."Oh putriku yang cantik," Vladimir berseru di ambang pintu. Aku tersenyum malu seraya memperhatikan ekor gaun dengan detail payet berbentuk kupu-kupu. Vladimir datang untuk memelukku dan mengecup pucuk kepalaku."Jangan menangis, nanti maskaramu luntur," B
"Ayah, kenalkan calon istriku," kata Alexey pada seorang pria tua beruban yang sedang menikmati sore yang cerah di halaman belakang rumahnya.Dia menatap ke arahku dan tersenyum begitu lebar. Barisan giginya yang rapi tampak sumringah, dia berdiri seraya merentangkan tangan padaku. Aku maju, dengan canggung menerima pelukan dari pria yang baru saja aku temui. Meski sudah tua, dia tampak sangat sehat dan berotot. Aku jadi tau dari mana Alexey mendapatkan senyumannya yang menawan."Vladimir, siapa namamu nona?" tanya nya sopan."Hannah Thompson," jawabku gugup."Cantik sekali seperti orangnya. Nah nak, mari temani aku bermain catur," ajak Vladimir pada putranya."Boleh aku saja yang temani?" tanyaku menawarkan diri. Aku sering mengalahkan ayah bermain catur. Dia sangat bangga padaku karena aku ahli dalam strategi. Dan sekarang, aku ingin mencoba kemampuanku pada orang lain. Apakah itu benar-benar kemampuanku atau ayah hanya mengalah untuk membesarkan hatiku.Vladimir cukup terkejut de
"Kastil?" tanyaku takjub pada kakek.Kakek tersenyum, "ya, kau menyukainya?""Hidup dikastil kerajaan mungkin menjadi impian setiap gadis kecil kakek,""Tapi itu bukan kastil kerajaan, sayangku,"Senyumanku lenyap, " Tentu saja," gumamku kecewa."Anna juga memandangi kastil itu dengan takjub sebelum dia pergi kesana sebagai gadis bertekad kuat, dan dia keluar sebagai " The Wife" Paling berbakat," ujar kakek sangat bangga."The wife?" aku sedikit bingung dengan sebutan itu,"Kau akan mengerti saat sudah tiba disana, sekarang ayo kita terbang kesana," Ajak kakek semangat."Terbang?" kali ini aku geli mendengarnya.Tapi kakek tidak bercanda soal terbang itu, terbang yang dia maksud merupakan bergelantungan diatas tali panjang sejauh mata memandang ke arah kastil.Aku berjingkrak senang karena kami sangat sering melakukan permainan ini ditaman hiburan. Awalnya aku takut, tapi karena paksaan kakek dan bimbingan darinya, aku jadi ketagihan.Setelah memasang sabuk pengaman kami berdua pun me
" Sudah saatnya kau bangkit, sayang," ujar kakek seraya membuka hordeng jendela. Cahaya silau masuk membuatku menggeliat. Rasanya nyaman sekali berada dikasur empuk di pagi yang sejuk ini. Aku sudah satu minggu berada dirumah kakek tanpa keluar sama sekali. Kerja ku hanya makan tidur dan berpikir. Aku berjanji akan ikut kakek hari ini ke suatu tempat.Kakek hanya tinggal seorang diri dirumah yang sederhana ini. Sebenarnya selama ini, aku hanya tau rumah kakek yang ada di kanada. Setiap liburan aku dan Josh akan menginap disana selama beberapa hari. Disana ada asisten rumah tangga kakek yang mengurus semua keperluan kami. Kakek selalu mengajak kami main ski saat bersalju. Melatihku memanah dengan berburu rusa di hutan bersamanya. Kadang kami juga main baseball untuk melatih kecepatanku.Aku tidak menyadari sudah dilatih sejak kecil. Di sekolah juga aku mengikuti kelas karate meskipun aku tidak pernah ikut dalam turnamen. Ibu dan ayah melarangku untuk ikut serta. Setelah selesai b
Hannah! Hannah!Hannah!Aku menoleh ke arah suara. Tempat ini sunyi, yang aku lihat hanya warna putih. Tidak ada apapun yang bisa aku lihat. Tapi suara itu begitu mendesakku untuk menemukan nya. Siapa disana? Aneh, aku tidak dapat bersuara. Aku menyentuh wajahku, dan bibir ku masih tertempel di tempatnya. Tapi kenapa aku tidak bisa bicara sama sekali?Keanehan ini hanya dapat terjadi di alam mimpi. Begitu lah otakku menyadarkan ku. Hingga aku berusaha sekuat tenaga untuk bangun. Hannah!Suara itu semakin dekat. Dan kali ini, aku bisa merasakan bibirku bergerak, kelopak mataku berkedut, dan tanganku dipegang seseorang.Aku membuka mata, tapi kemudian aku menjerit ketakutan. "Ada apa ini?" Pekik ku ketakutan.Paman Moriarty berdiri disebelahku. Sementara aku duduk di kursi roda seraya diikat kuat. Untung saja mulutku tidak di bungkam."Paman! Ada apa ini? Kenapa aku diikat dan siapa mereka semua!" aku berkata dengan marah. Baru saja aku mempercayainya.Paman tidak melihat ke arahk