Hannah!
Hannah!Hannah!Aku menoleh ke arah suara. Tempat ini sunyi, yang aku lihat hanya warna putih. Tidak ada apapun yang bisa aku lihat.Tapi suara itu begitu mendesakku untuk menemukan nya.Siapa disana?Aneh, aku tidak dapat bersuara. Aku menyentuh wajahku, dan bibir ku masih tertempel di tempatnya. Tapi kenapa aku tidak bisa bicara sama sekali?Keanehan ini hanya dapat terjadi di alam mimpi. Begitu lah otakku menyadarkan ku. Hingga aku berusaha sekuat tenaga untuk bangun.Hannah!Suara itu semakin dekat. Dan kali ini, aku bisa merasakan bibirku bergerak, kelopak mataku berkedut, dan tanganku dipegang seseorang.Aku membuka mata, tapi kemudian aku menjerit ketakutan."Ada apa ini?" Pekik ku ketakutan.Paman Moriarty berdiri disebelahku. Sementara aku duduk di kursi roda seraya diikat kuat. Untung saja mulutku tidak di bungkam."Paman! Ada apa ini? Kenapa aku diikat dan siapa mereka semua!" aku berkata dengan marah. Baru saja aku mempercayainya.Paman tidak melihat ke arahku. Dia hanya tersenyum mencebik. Aku melihat arah pandangannya dan melihat kakek berdiri di sana.Sebuah helikopter militer dengan mesin menyala masih menunggu dibelakangnya. Aku menatap nanar paman Moriarty. Untuk apa dia melakukan ini padaku.Tidak terasa pipiku basah. Bibirku kelu sambil kugigit kuat-kuat lidahku. Entah siapa lagi yang bisa aku percaya. Disaat menyedihkan seperti ini, aku baru ingat Josh."Dimana adikku, Paman?" Tanyaku marah."Dia baik-baik saja," hanya itu yang keluar dari mulutnya, tapi dia sama sekali tidak menatapku.Aku merasa janggal dengan sikap paman. Dan soal kakek, aku lebih tidak percaya lagi. Meskipun aku sudah dapat menduga siapa dia sebenarnya."Lepaskan cucuku, Moriarty!" Bentak kakek marah."Aku yakin dia tidak akan kabur, jangan membuatnya tergores sedikitpun!" tambah kakek lagi.Aku hanya diam memandanginya dari jauh.Tawa geli keluar hingga bergemuruh dari dada pamanku. Dia mencebik mengejek kakek seraya mengusap hidungnya." Gregory Zakharov! Kau pikir aku sekejam dirimu hah? " jawab paman begitu tenang.Apa maksud perkataan paman? Tapi sepertinya kakek terlihat sangat mengkhawatirkan aku?"Diam!" Geram kakek kesal. Dia melihatku dengan memohon."Kau pasti bertanya nak, apa dia benar kakekmu?" tanya paman padaku. Aku hanya diam."Dia benar-benar kakek kandungmu, ayah dari ibumu Anna Zakharov. Tapi sayangnya, dia begitu kejam hingga mampu mengorbankan putri semata wayangnya untuk misi bunuh diri!"Pernyataan bagaikan petir di siang bolong bagiku. Sekejam itukah kakek? Apakah kepentingan negaranya dapat membutakan mata hatinya? Aku menggeleng sambil menangis.Kakek menatapku dengan wajah bersalah. Dia kemudian mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Menatap benda itu lama hingga ia dapat mengumpulkan kembali keberaniannya."Aku punya apa yang kau minta!" kata kakek seperti ingin mengalihkan arus pembicaraan."Ingat cucuku sebagai gantinya!""Tentu saja, ambil saja dia!" kata Paman seraya tertawa."Paman!, apa-apaan ini?" tanyaku gusar. Meminta penangkalan dari paman."Maaf Hannah, paman lebih membutuhkan informasi itu daripada kau. Seorang gadis hanya membuatku semakin kerepotan,"Paman meminta maaf, tapi tidak sedikitpun rasa sesal tersirat dari kata-katanya yang ambigu. Tapi yang aku pikirkan hanya adikku saat ini."Mana Josh! Aku ingin membawa adikku Josh!" aku berusaha meronta-ronta dari ikatan.Paman dengan tenang menunggu kakek yang sedang berjalan kearah kami. Sementara aku masih berusaha melepaskan diri."Kumohon! Biarkan aku membawa adikku paman! Dia butuh aku!"Aku begitu putus asa, meminta seperti pengemis. Tapi paman sedikitpun tidak bersimpati padaku. Dia masih menatap lekat kehadiran kakek."Mana Josh!" tanya kakek dengan suara menggelegar."Kesepakatan kita hanya Hannah, Josh masih dalam perawatan. Tenang saja, dia akan baik-baik saja," jawab paman tenang.Kakek memberikan sebuah tas kecil pada paman. Kemudian paman memberikan kunci untuk membuka rantai yang membelengguku.Aku tidak peduli dan tidak ingin mengetahui apa yang menjadi alat tukar untukku. Aku hanya ingin mengambil adikku bersamaku.Josh!"Tenanglah, kakek harus menyelamatkanmu lebih dulu. Nanti kita akan pikirkan cara menyelamatkan Josh," Bisik kakek seraya melepas ikatanku.Aku diam, tapi dadaku terasa dihimpit batu raksasa hingga membuat hatiku remuk. Adikku yang malang. Padahal aku membayangkan akan melihatnya bangun setelah aku sadar .Kakek membawaku dengan kursi roda. Kakiku masih lemas, dan baru tersadar air minum yang diberikan paman pasti mengandung obat bius.Aku melihat paman dengan tatapan memohon. Tapi dia bersikap dingin lalu pergi masuk kedalam mobilnya. Aku merasa sangat lemas, terlepas dari sisa obat yang aku minum."Kakek, tolong selamatkan Josh, dia membutuhkan aku kek," rengekku sesegukkan"Tenang sayang, kita pasti kembali untuk menyelamatkan adikmu. Bedebah itu tidak akan mau memberi adikmu secara percuma," jawab kakek marah.Alu sangat terpukul. Sepanjang perjalanan menggunakan helikopter yang harusnya menjadi pengalaman pertama bagiku, berasa biasa saja. Seolah itu hanya membawaku pada kematian.Seandainya Josh ada bersamaku saat ini. Bisa kubayangkan bagaimana senangnya dia. Josh pasti akan terus bertanya banyak hal, saat sudah sampai rumah , dia akan menggambarnya dan menyebutkannya satu persatu.Josh memang autis. Tapi dia memiliki otak superior. Ayah sudah melakukan tes IQ saat Josh berkelakuan aneh. Dia di diagnosa mengidap Autis tapi memilki kecerdasan luar biasa.Bahkan Josh sangat mahir dalam ilmu IT. Membenahi barang-barang elektronik merupakan hal yang mudah bagi adik kesayanganku itu.Sekarang, aku semakin jauh darinya. Entah bagaimana keadaannya saat ini. Aku masih mengingat suaranya memanggilku ketika aku hampir tidak sadarkan diri."Sayang, tenanglah nak. Kita harus kuat untuk Josh!" kakek berusaha menenangkan ku.Aku hanya diam. Mencoba mencerna kembali apa yang sedang terjadi. Begitu teganya paman menjualku untuk sebuah informasi militer.Dia menuduh kakek kejam, lalu dia apa? Aku tidak kuat lagi.***"Kau sudah meras lebih baik?" tanya kakek khawatir.Aku hanya mengangguk lemah. Terpaksa bangun karena aku merasa lapar. Kakek bilang, aku pingsang selama beberapa jam. Mungkin sisanya aku hanya tertidur."Kita dimana kek?" tanyamu sambil mengedarkan pandangan.Keliling ruangan itu memiliki desain berbeda dari rumah amerika kebanyakan. Aku sudah tau kami dimana meskipun kakek tidak menjelaskannya."Dirumah kakek, sayang. Kau istirahat saja lagi. Kita akan membicarakan langkah selanjutnya ketika sudah siap,"Aku berpikir sebentar. Yang dikatakan kakek ada benarnya juga. Aku harus segar bugar untuk dapat berpikir jernih. Jika dipikirkan sekarang, aku rasanya hanya ingin menembak paman Moriarty." Sudah saatnya kau bangkit, sayang," ujar kakek seraya membuka hordeng jendela. Cahaya silau masuk membuatku menggeliat. Rasanya nyaman sekali berada dikasur empuk di pagi yang sejuk ini. Aku sudah satu minggu berada dirumah kakek tanpa keluar sama sekali. Kerja ku hanya makan tidur dan berpikir. Aku berjanji akan ikut kakek hari ini ke suatu tempat.Kakek hanya tinggal seorang diri dirumah yang sederhana ini. Sebenarnya selama ini, aku hanya tau rumah kakek yang ada di kanada. Setiap liburan aku dan Josh akan menginap disana selama beberapa hari. Disana ada asisten rumah tangga kakek yang mengurus semua keperluan kami. Kakek selalu mengajak kami main ski saat bersalju. Melatihku memanah dengan berburu rusa di hutan bersamanya. Kadang kami juga main baseball untuk melatih kecepatanku.Aku tidak menyadari sudah dilatih sejak kecil. Di sekolah juga aku mengikuti kelas karate meskipun aku tidak pernah ikut dalam turnamen. Ibu dan ayah melarangku untuk ikut serta. Setelah selesai b
"Kastil?" tanyaku takjub pada kakek.Kakek tersenyum, "ya, kau menyukainya?""Hidup dikastil kerajaan mungkin menjadi impian setiap gadis kecil kakek,""Tapi itu bukan kastil kerajaan, sayangku,"Senyumanku lenyap, " Tentu saja," gumamku kecewa."Anna juga memandangi kastil itu dengan takjub sebelum dia pergi kesana sebagai gadis bertekad kuat, dan dia keluar sebagai " The Wife" Paling berbakat," ujar kakek sangat bangga."The wife?" aku sedikit bingung dengan sebutan itu,"Kau akan mengerti saat sudah tiba disana, sekarang ayo kita terbang kesana," Ajak kakek semangat."Terbang?" kali ini aku geli mendengarnya.Tapi kakek tidak bercanda soal terbang itu, terbang yang dia maksud merupakan bergelantungan diatas tali panjang sejauh mata memandang ke arah kastil.Aku berjingkrak senang karena kami sangat sering melakukan permainan ini ditaman hiburan. Awalnya aku takut, tapi karena paksaan kakek dan bimbingan darinya, aku jadi ketagihan.Setelah memasang sabuk pengaman kami berdua pun me
"Ayah, kenalkan calon istriku," kata Alexey pada seorang pria tua beruban yang sedang menikmati sore yang cerah di halaman belakang rumahnya.Dia menatap ke arahku dan tersenyum begitu lebar. Barisan giginya yang rapi tampak sumringah, dia berdiri seraya merentangkan tangan padaku. Aku maju, dengan canggung menerima pelukan dari pria yang baru saja aku temui. Meski sudah tua, dia tampak sangat sehat dan berotot. Aku jadi tau dari mana Alexey mendapatkan senyumannya yang menawan."Vladimir, siapa namamu nona?" tanya nya sopan."Hannah Thompson," jawabku gugup."Cantik sekali seperti orangnya. Nah nak, mari temani aku bermain catur," ajak Vladimir pada putranya."Boleh aku saja yang temani?" tanyaku menawarkan diri. Aku sering mengalahkan ayah bermain catur. Dia sangat bangga padaku karena aku ahli dalam strategi. Dan sekarang, aku ingin mencoba kemampuanku pada orang lain. Apakah itu benar-benar kemampuanku atau ayah hanya mengalah untuk membesarkan hatiku.Vladimir cukup terkejut de
"Bisa tolong pejamkan matamu?" pinta penata rias padaku. Aku menurut saja dan menikmati setiap polesan diwajahku.Aku sedang berada di dalam kamar pengantin. Kamar Alexey di rumah keluarga Ovechkin yang disulap menjadi kamar yang indah.Aku mendengar gumaman rendah para tamu yang hadir di pernikahan kami hari ini. Meskipun hanya pernikahan kontrak, tapi kegugupan membuat saraf-sarafku tegang.Setelah riasanku selesai, aku memakai gaun pengantin berwarna putih tulang. Gaun warisan ibunya Alexey yang ukurannya pas untukku. Alexey bersikeras ingin datang ke butik, tapi aku menolak karena Vladimir menunjukkanku gaun cantik itu. Vladimir sangat berterima kasih padaku dan memberikan cincin pernikahan mereka sebagai ungkapan bahagianya."Oh putriku yang cantik," Vladimir berseru di ambang pintu. Aku tersenyum malu seraya memperhatikan ekor gaun dengan detail payet berbentuk kupu-kupu. Vladimir datang untuk memelukku dan mengecup pucuk kepalaku."Jangan menangis, nanti maskaramu luntur," B
Deru angin menghiasi perjalanan udara kami. Pemandangan indah terhampar begitu hijau dengan undakan bukit-bukit batu yang curam dan terlihat berbahaya. Alexey mencoba menggenggam tanganku. Dia tampak terkejut karena tanganku yang dingin dan sedikit gemetar. Tatapan matanya seakan bertanya kenapa?Aku menggeleng lembut seraya tersenyum. Percuma berbicara di atas sini. Tidak akan terdengar apapun kecuali suara baling-baling dan angin. Helikopter itu membawa kami ke sebuah landasan yang tampak sepi. Alexey membantu melepaskan sabuk pengaman dan menarikku bersamanya menuruni helikopter itu.Aku merunduk sampai terasa suara baling-baling mulai menjauh. Alexey melambai tangan pada mereka dan terus membawaku bersamanya."Kita akan kemana?" tanyaku bingung."Ganti pesawat," jawab Alexey singkat padat dan jelas. Benar saja, sebuah pesawat jenis Airbus ACJ319neo terparkir cantik di landasan dan sudah siap berangkat . Aku sempat tertegun, seberapa jauh Alexey akan membawaku dengan pesawat itu
"apa kau gila Alex? Hongkong?" pekikku tak percaya."sstttt, tenanglah istriku yang manis. kita akan memulai hidup baru disini," "disini " mataku semakin melotot.Alexey mengangguk sambil tersenyum cerah, "kita baru saja mendarat di hongkong," Aku ingin pingsan saja, tapi ingat kami memiliki misi penting untuk dilakukan. Meskipun Alexey sudah memastikan tidak banyak adegan berbahaya dalam tugas pertama ku ini, tapi aku tetap saja merasa gugup.Alexey membawa koper kami berdua keluar pesawat dengan dua tangannya, tapi memintaku menggandeng tangan kanannya. Aku menurut saja, daripada aku kesasar.Jika berangkat di landasan yang sepi, kali ini kami mendarat di bandara yang cukup padat. Beberapa mata menatap kami yang baru saja keluar dari pesawat jet pribadi.Aku begitu lengket pada Alexey, takut dengan suasana negara baru yang belum pernah aku kunjungi. Jika saja ini liburan sungguhan, mungkin aku akan menikmatinya. "bersikap santailah, Hannah, tidak ada yang akan mengenalimu disini,
Mobil berhenti didepan gang sempit yang sama sekali tidak muat dilalui kendaraan bermotor. Meskipun itu hanya sekedar sebuah sepeda motor. Sang sopir membantu kami membawakan koper Sementara aku berjalan mesra bersama Alexey menuju rumah baru kami.Rumah sederhana yang tidak terlalu besar. Aku merasa sangat heran karena aku sangat menyukai rumah baru kami. Senyuman cerah terbit diwajahku setelah merasa bisa betah disini. Tapi yang membuatku merasa pusing, beberapa barang rumah tangga berjejalan dihalaman. Sampai hampir menutupi halaman rumah tetangga baru kami.Saat Alexey membuka pintu. Seorang pria baru saja sampai dan dia merupakan tetangga baru kami.Alexey langsung menghampirinya dengan keramah tamahan yang belum pernah aku lihat."hai, kami baru saja pindah. maafkan barang-barang kami yang berserakan di halamanmu," kata Alexey basa- basi."oh tidak masalah, aku juga dulu pernah jadi orang baru. bahkan lebih parah dari ini," jawab pria itu sambil menertawakan diri sendiri. "
Harry dan Lily benar-benar sangat membantu. Alexey yang biasanya selalu bugar juga tampak kelelahan. Banyak sekali barang-barang yang menurutku tidak terlalu dibutuhkan. "Alex," aku mencoba membangunkannya saat sudah selesai memasak makan malam. Dia bergumam sedikit lalu kembali terlelap.Terpaksa aku duduk di depan wajahnya. Alex memiliki wajah yang sempurna, bahkan tubuhnya. Aku tidak dapat mencegah tanganku menyusuri lengan Alex yang di hiasi otot juga urat-urat yang menonjol. "Apa kau sedang mengagumi suamimu yang sedang tidur, sayang?" Aku terlompat kaget, mungkin dengan ekspresi yang lucu hingga Alexey tertawa terbahak-bahak. Menunduk malu merupakan jalan terbaik saat ini."Hei," Alex menangkap daguku, "aku tidak masalah sayang, aku senang kau mengagumi ku, hmmm," "Maaf," jawabku merasa malu,"Untuk apa?" Alexey memaksaku menatap matanya yang indah. Sewarna ombak yang berpadu dengan badai, itu mempesonaku."Karena bertindak tidak sopan," suaraku seperti orang yang terhipnoti
Harry dan Lily benar-benar sangat membantu. Alexey yang biasanya selalu bugar juga tampak kelelahan. Banyak sekali barang-barang yang menurutku tidak terlalu dibutuhkan. "Alex," aku mencoba membangunkannya saat sudah selesai memasak makan malam. Dia bergumam sedikit lalu kembali terlelap.Terpaksa aku duduk di depan wajahnya. Alex memiliki wajah yang sempurna, bahkan tubuhnya. Aku tidak dapat mencegah tanganku menyusuri lengan Alex yang di hiasi otot juga urat-urat yang menonjol. "Apa kau sedang mengagumi suamimu yang sedang tidur, sayang?" Aku terlompat kaget, mungkin dengan ekspresi yang lucu hingga Alexey tertawa terbahak-bahak. Menunduk malu merupakan jalan terbaik saat ini."Hei," Alex menangkap daguku, "aku tidak masalah sayang, aku senang kau mengagumi ku, hmmm," "Maaf," jawabku merasa malu,"Untuk apa?" Alexey memaksaku menatap matanya yang indah. Sewarna ombak yang berpadu dengan badai, itu mempesonaku."Karena bertindak tidak sopan," suaraku seperti orang yang terhipnoti
Mobil berhenti didepan gang sempit yang sama sekali tidak muat dilalui kendaraan bermotor. Meskipun itu hanya sekedar sebuah sepeda motor. Sang sopir membantu kami membawakan koper Sementara aku berjalan mesra bersama Alexey menuju rumah baru kami.Rumah sederhana yang tidak terlalu besar. Aku merasa sangat heran karena aku sangat menyukai rumah baru kami. Senyuman cerah terbit diwajahku setelah merasa bisa betah disini. Tapi yang membuatku merasa pusing, beberapa barang rumah tangga berjejalan dihalaman. Sampai hampir menutupi halaman rumah tetangga baru kami.Saat Alexey membuka pintu. Seorang pria baru saja sampai dan dia merupakan tetangga baru kami.Alexey langsung menghampirinya dengan keramah tamahan yang belum pernah aku lihat."hai, kami baru saja pindah. maafkan barang-barang kami yang berserakan di halamanmu," kata Alexey basa- basi."oh tidak masalah, aku juga dulu pernah jadi orang baru. bahkan lebih parah dari ini," jawab pria itu sambil menertawakan diri sendiri. "
"apa kau gila Alex? Hongkong?" pekikku tak percaya."sstttt, tenanglah istriku yang manis. kita akan memulai hidup baru disini," "disini " mataku semakin melotot.Alexey mengangguk sambil tersenyum cerah, "kita baru saja mendarat di hongkong," Aku ingin pingsan saja, tapi ingat kami memiliki misi penting untuk dilakukan. Meskipun Alexey sudah memastikan tidak banyak adegan berbahaya dalam tugas pertama ku ini, tapi aku tetap saja merasa gugup.Alexey membawa koper kami berdua keluar pesawat dengan dua tangannya, tapi memintaku menggandeng tangan kanannya. Aku menurut saja, daripada aku kesasar.Jika berangkat di landasan yang sepi, kali ini kami mendarat di bandara yang cukup padat. Beberapa mata menatap kami yang baru saja keluar dari pesawat jet pribadi.Aku begitu lengket pada Alexey, takut dengan suasana negara baru yang belum pernah aku kunjungi. Jika saja ini liburan sungguhan, mungkin aku akan menikmatinya. "bersikap santailah, Hannah, tidak ada yang akan mengenalimu disini,
Deru angin menghiasi perjalanan udara kami. Pemandangan indah terhampar begitu hijau dengan undakan bukit-bukit batu yang curam dan terlihat berbahaya. Alexey mencoba menggenggam tanganku. Dia tampak terkejut karena tanganku yang dingin dan sedikit gemetar. Tatapan matanya seakan bertanya kenapa?Aku menggeleng lembut seraya tersenyum. Percuma berbicara di atas sini. Tidak akan terdengar apapun kecuali suara baling-baling dan angin. Helikopter itu membawa kami ke sebuah landasan yang tampak sepi. Alexey membantu melepaskan sabuk pengaman dan menarikku bersamanya menuruni helikopter itu.Aku merunduk sampai terasa suara baling-baling mulai menjauh. Alexey melambai tangan pada mereka dan terus membawaku bersamanya."Kita akan kemana?" tanyaku bingung."Ganti pesawat," jawab Alexey singkat padat dan jelas. Benar saja, sebuah pesawat jenis Airbus ACJ319neo terparkir cantik di landasan dan sudah siap berangkat . Aku sempat tertegun, seberapa jauh Alexey akan membawaku dengan pesawat itu
"Bisa tolong pejamkan matamu?" pinta penata rias padaku. Aku menurut saja dan menikmati setiap polesan diwajahku.Aku sedang berada di dalam kamar pengantin. Kamar Alexey di rumah keluarga Ovechkin yang disulap menjadi kamar yang indah.Aku mendengar gumaman rendah para tamu yang hadir di pernikahan kami hari ini. Meskipun hanya pernikahan kontrak, tapi kegugupan membuat saraf-sarafku tegang.Setelah riasanku selesai, aku memakai gaun pengantin berwarna putih tulang. Gaun warisan ibunya Alexey yang ukurannya pas untukku. Alexey bersikeras ingin datang ke butik, tapi aku menolak karena Vladimir menunjukkanku gaun cantik itu. Vladimir sangat berterima kasih padaku dan memberikan cincin pernikahan mereka sebagai ungkapan bahagianya."Oh putriku yang cantik," Vladimir berseru di ambang pintu. Aku tersenyum malu seraya memperhatikan ekor gaun dengan detail payet berbentuk kupu-kupu. Vladimir datang untuk memelukku dan mengecup pucuk kepalaku."Jangan menangis, nanti maskaramu luntur," B
"Ayah, kenalkan calon istriku," kata Alexey pada seorang pria tua beruban yang sedang menikmati sore yang cerah di halaman belakang rumahnya.Dia menatap ke arahku dan tersenyum begitu lebar. Barisan giginya yang rapi tampak sumringah, dia berdiri seraya merentangkan tangan padaku. Aku maju, dengan canggung menerima pelukan dari pria yang baru saja aku temui. Meski sudah tua, dia tampak sangat sehat dan berotot. Aku jadi tau dari mana Alexey mendapatkan senyumannya yang menawan."Vladimir, siapa namamu nona?" tanya nya sopan."Hannah Thompson," jawabku gugup."Cantik sekali seperti orangnya. Nah nak, mari temani aku bermain catur," ajak Vladimir pada putranya."Boleh aku saja yang temani?" tanyaku menawarkan diri. Aku sering mengalahkan ayah bermain catur. Dia sangat bangga padaku karena aku ahli dalam strategi. Dan sekarang, aku ingin mencoba kemampuanku pada orang lain. Apakah itu benar-benar kemampuanku atau ayah hanya mengalah untuk membesarkan hatiku.Vladimir cukup terkejut de
"Kastil?" tanyaku takjub pada kakek.Kakek tersenyum, "ya, kau menyukainya?""Hidup dikastil kerajaan mungkin menjadi impian setiap gadis kecil kakek,""Tapi itu bukan kastil kerajaan, sayangku,"Senyumanku lenyap, " Tentu saja," gumamku kecewa."Anna juga memandangi kastil itu dengan takjub sebelum dia pergi kesana sebagai gadis bertekad kuat, dan dia keluar sebagai " The Wife" Paling berbakat," ujar kakek sangat bangga."The wife?" aku sedikit bingung dengan sebutan itu,"Kau akan mengerti saat sudah tiba disana, sekarang ayo kita terbang kesana," Ajak kakek semangat."Terbang?" kali ini aku geli mendengarnya.Tapi kakek tidak bercanda soal terbang itu, terbang yang dia maksud merupakan bergelantungan diatas tali panjang sejauh mata memandang ke arah kastil.Aku berjingkrak senang karena kami sangat sering melakukan permainan ini ditaman hiburan. Awalnya aku takut, tapi karena paksaan kakek dan bimbingan darinya, aku jadi ketagihan.Setelah memasang sabuk pengaman kami berdua pun me
" Sudah saatnya kau bangkit, sayang," ujar kakek seraya membuka hordeng jendela. Cahaya silau masuk membuatku menggeliat. Rasanya nyaman sekali berada dikasur empuk di pagi yang sejuk ini. Aku sudah satu minggu berada dirumah kakek tanpa keluar sama sekali. Kerja ku hanya makan tidur dan berpikir. Aku berjanji akan ikut kakek hari ini ke suatu tempat.Kakek hanya tinggal seorang diri dirumah yang sederhana ini. Sebenarnya selama ini, aku hanya tau rumah kakek yang ada di kanada. Setiap liburan aku dan Josh akan menginap disana selama beberapa hari. Disana ada asisten rumah tangga kakek yang mengurus semua keperluan kami. Kakek selalu mengajak kami main ski saat bersalju. Melatihku memanah dengan berburu rusa di hutan bersamanya. Kadang kami juga main baseball untuk melatih kecepatanku.Aku tidak menyadari sudah dilatih sejak kecil. Di sekolah juga aku mengikuti kelas karate meskipun aku tidak pernah ikut dalam turnamen. Ibu dan ayah melarangku untuk ikut serta. Setelah selesai b
Hannah! Hannah!Hannah!Aku menoleh ke arah suara. Tempat ini sunyi, yang aku lihat hanya warna putih. Tidak ada apapun yang bisa aku lihat. Tapi suara itu begitu mendesakku untuk menemukan nya. Siapa disana? Aneh, aku tidak dapat bersuara. Aku menyentuh wajahku, dan bibir ku masih tertempel di tempatnya. Tapi kenapa aku tidak bisa bicara sama sekali?Keanehan ini hanya dapat terjadi di alam mimpi. Begitu lah otakku menyadarkan ku. Hingga aku berusaha sekuat tenaga untuk bangun. Hannah!Suara itu semakin dekat. Dan kali ini, aku bisa merasakan bibirku bergerak, kelopak mataku berkedut, dan tanganku dipegang seseorang.Aku membuka mata, tapi kemudian aku menjerit ketakutan. "Ada apa ini?" Pekik ku ketakutan.Paman Moriarty berdiri disebelahku. Sementara aku duduk di kursi roda seraya diikat kuat. Untung saja mulutku tidak di bungkam."Paman! Ada apa ini? Kenapa aku diikat dan siapa mereka semua!" aku berkata dengan marah. Baru saja aku mempercayainya.Paman tidak melihat ke arahk