"Kastil?" tanyaku takjub pada kakek.
Kakek tersenyum, "ya, kau menyukainya?""Hidup dikastil kerajaan mungkin menjadi impian setiap gadis kecil kakek,""Tapi itu bukan kastil kerajaan, sayangku,"Senyumanku lenyap, " Tentu saja," gumamku kecewa."Anna juga memandangi kastil itu dengan takjub sebelum dia pergi kesana sebagai gadis bertekad kuat, dan dia keluar sebagai " The Wife" Paling berbakat," ujar kakek sangat bangga."The wife?" aku sedikit bingung dengan sebutan itu,"Kau akan mengerti saat sudah tiba disana, sekarang ayo kita terbang kesana," Ajak kakek semangat."Terbang?" kali ini aku geli mendengarnya.Tapi kakek tidak bercanda soal terbang itu, terbang yang dia maksud merupakan bergelantungan diatas tali panjang sejauh mata memandang ke arah kastil.Aku berjingkrak senang karena kami sangat sering melakukan permainan ini ditaman hiburan. Awalnya aku takut, tapi karena paksaan kakek dan bimbingan darinya, aku jadi ketagihan.Setelah memasang sabuk pengaman kami berdua pun melompat, dan bergelayutan sepanjang lebih dari satu kilometer. Aku menjerit kegirangan ketika melihat pemandangan dibawah kami.Danau berkelip-kelip dibawah kakiku, diiringi riak ikan yang berenang didalamnya. Aku membayangkan betapa menyenangkannya bisa mancing dengan santai disana.Kami sampai di sebuah dek dari salah satu menara kastil. Seorang penjaga wanita menyambut kami. Dia juga membantuku melepas sabuk.Aku melihat kebawah dan yang aku lihat hanyalah jurang yang dalam dan berbatu besar. Bisa dibayangkan jika terjatuh kebawah sana."Kenapa tidak lewat jalur darat saja kek?" tanyaku heran saat kami menyusuri koridor kastil yang pengap."Karena memang tidak ada jalur darat," jawab kakek enteng."Apakah jurang yang aku lihat hanya salah satunya?""Kau benar,""Wow, jelas sekali tidak ada jalan keluar dari sini,""Kau takjub? Atau takut?""Keduanya," jawabku mengakui.Menilik bagaimana cara kami bisa masuk kesini. Tentu saja organisasi ini sangat serius. Apakah penyiksaannya begitu kejam hingga mereka sangat takut kami akan kabur?Kita akan lihat nanti."Perkenalkan, cucuku Hannah," kata kakek pada seorang wanita paruh baya dengan wajah seperti kodok.Aku menahan tawa, karena hidungnya mirip bentuk tubuh kodok bangkong yang besar. Matanya kecil dengan alis tipis yang aneh. Ditambah bibirnya yang melengkung dengan satu garis keatas."Apa kau takut aku menyiksa cucumu hingga harus mengantarkannya secara langsung padaku?" tanya wanita itu tersinggung. Dia tidak sedang bercanda.Kakek hanya tertawa kecil, "aku yakin dia akan nyasar ke danau jika tidak aku temani, sofia,""Ke danau?"" Dia suka berenang dan memancing, bertualang adalah kegiatan liburannya sejak kecil. Tentu dia akan lebih memilih itu dari pada lompat ke kastil tua ini," timpal kakek merasa geli."Ayo, ikut bersamaku," kata Sofia kaku, seolah sedang menahan sesuatu yang meronta-ronta dalam dirinya."Dia kenapa kek?" tanyaku berbisik"Dia mengalami sindrom susah tertawa," jawab kakek yang juga berbisik.Air ludah menyembur dari mulutku. Kami bergosip dibelakang Sofia yang berjalan begitu cepat.Kastil "The wife" Ini mirip kastil pada umumnya. Kecuali pintu-pintu besarnya sudah diganti dengan pintu baja yang berat dan tebal.Aku yakin butuh waktu berhari-hari untuk melubanginya bahkan dengan bor listrik sekalipun.Sofia berhenti di satu pintu yang lebih kecil dari yang kami lewati sebelumnya. Membukanya dengan kedua tangan seolah pintu itu terbuka karena sidik jarinya. Aku yakin tidak salah menebak.Aku terkejut dan ingin berbalik pergi. Karena pemandangan didalam sana benar-benar membuatku ingin menutup mata.Puluhan pria sedang berdiri berbaris rapi tanpa mengenakan busana. Kau tau? Telanjang!.Aku menunduk karena malu. Sampai Sofia berdehem. Saat melihatnya, dia sedang melotot padaku."Tegakkan kepalamu dan pilih salah seorang dari mereka," kata Sofia lantang.Aku terpaksa melihat mereka semua, meskipun pandangan ku tertuju pada wajah mereka dan berusaha tidak melirik kebawahnya."Memilih?" tanyaku bingung."Kau tau sebutan " The wife"? Sofia malah balik bertanya. Aku menggeleng." The Wife artinya seorang istri. Dan untuk menjadi istri, kau membutuhkan suami. Sekarang pilihlah suami yang akan menjalani pelatihan bersamamu," ujar Sofia menjelaskan dengan sabar.Aku menganga menatapnya tak percaya. Meskipun aku harus memilih seorang suami, bukan berarti mereka harus bertelanjang bulat bukan? Tempat ini sungguh aneh."Pilihlah sayang, sebelum dia yang memilihkannya untukmu," kata kakek menyemangati.Aku menelan air liurku dengan susah payah. Saraf-sarafku tegang dan tengkukku merinding. Sepertinya, ada hal penting dari senjata rahasia pria sehingga harus di pertontonkan seperti itu.Dengan mengumpulkan keberanian dan membuang rasa malu, aku memperhatikan mereka satu persatu. Kakiku entah mengapa malah bergerak maju seakan ingin menyeleksi mereka dengan seksama."Boleh aku mendekat?" tanyaku takut pada Sofia."Tentu, kau bahkan boleh memegangnya satu persatu jika penasaran," jawab Sofia enteng.Perlahan, aku mendekat ke barisan pria paling depan. Memeriksa sisi menarik dari wajah dan tubuh mereka. Dan yang terakhir, aku begitu seksama membedakan senjata mereka yang beragam."Boleh aku tau apa fungsi ini dalam tugas kami nantinya?" tanyaku menunjuk benda itu.Kakek tergelak tak dapat menahan gelinya. Bahkan Sofia mukanya merah padam. Dia benar-benar menahan sesuatu yang meronta dalam dirinya. Hingga akhirnya dia pun tertawa."Dia sepolos Anna, Greg," kata Sofia disela tawanya."Aku tau, dia cucuku Sofia. Dan dia telah membuatmu tertawa," jawab kakek semakin tertawa keras."Wah..wah..wah.. Ada gelaran komedi disini?"Seorang pria masuk dengan sikap angkuh. Kakek dan Sofia melihat kearahnya dan langsung diam. Aku tau pria itu.Dia yang terus memandangiku dengan mata elangnya kemarin. Melihat dari pakaiannya, dia bukan orang sembarangan disini."Alexey," kata kakek dengan penuh hormat.Alexey hanya mengangguk sekali. Matanya lalu tertuju padaku dengan sorot tajam. Aku juga memandangnya seakan membencinya. Entah kenapa dia memiliki aura menyebalkan.Sofia maju, menghalangi pandanganku pada Alexey. Matanya memberikan isyarat padaku untuk mengikutinya. Aku pun menuruti perintah Sofia.Aku berjalan dengan gusar bersama Sofia, sementara kakek mengikuti dibelakang kami. Suasana menjadi hening dan dingin.Kami masuk ke dalam sebuah ruangan yang mirip kantor. Aku yakin ini ruangan khusus Alexey. Karena wajahnya terpampang begitu besar bagai potret seorang raja."Duduk," kata Alexey dengan nada kaku.Aku duduk disebelah Sofia yang duduk dengan tegap. Sementara kakek bersikap lebih santai, lalu menuangkan teh yang sudah tersaji diatas meja."Jadi, kau sudah memutuskan?" tanya Alexey langsung padaku.Aku cukup terkejut dan jadi salah tingkah. Meskipun sorot matanya tajam dan nada bicaranya sangat formal, tapi Alexey luar biasa tampan dan dewasa."Belum," jawabku seadanya. Mataku tak dapat terlepas dari jerat tatapan Alexey."Bagus kalau begitu," kata Alexey mulai duduk dengan rileks.Kakek yang mendengar itu lantas sedikit menyemburkan tehnya. Dia saling bertatapan dengan Sofia."Apa mungkin...?" Sofia menggantung pertanyaannya.Alexey mengangguk tegas. Jarinya yang panjang menyusuri dagunya yang berjanggut tipis."Aku punya tugas khusus, dan Dia sangat cocok untuk itu," Jawab Alexey santai.Kakek menelan air ludahnya dengan berat, matanya menyiratkan keterkejutan."Tapi Hannah bahkan belum mendapatkan pelatihan, Alexey," sergah kakek keberatan."Justru karena Hannah masih baru, dia sangat cocok untuk mendampingiku. Kau tau kebanyakan dari " The wife" Sudah melakukan tugas lebih dari tiga kali. Dan itu sangat rentan dikenali orang lain,"Sofia memegang tanganku untuk menyemangati. Aku merasa ini akan lebih berat daripada mengikuti pelatihan di kastil. Mengingat bagaimana Sofia dan kakek bereaksi.Aku menegakkan posisi dudukku. Menjadi percaya diri dan yakin adalah motto yang ibu ajarkan padaku. Jika tidak mau mencoba, kita tidak akan pernah berkembang."Bagaimana Hannah?" tanya Kakek padaku.Alexey bangkit lalu mengambil sesuatu di laci mejanya. Dia meletakkan sebuah amplop besar diatas meja dan menyodorkannya padaku."Untuk hal ini, kita harus terikat dalam perjanjian. Dan kau harus tau peraturannya," kata Alexey seraya mendorong berkas itu padaku.Kali ini, aku jadi ciut. Kepercayaan diriku langsung sirna saat melihat halaman pertama perjanjian itu. Mataku semakin melotot tatkala membaca satu persatu isi perjanjian itu.Berkas itu bisa dibilang sebuah kontrak. Dan yang lebih membuatku syok karena;"Kita harus menikah secara hukum?" tanyaku begitu terkejut hingga harus mengucapkannya dengan lantang.Alexey menautkan kedua tangannya didepan wajah dengan senyuman sinis. Aku merasa ingin lantai menelanku bulat-bulat.Haruskah aku menerima perjanjian ini? Tapi menurut analisaku, Alexey bukanlah pria sembarangan. Dan hal itu memberikan keuntungan lebih untukku."Ayah, kenalkan calon istriku," kata Alexey pada seorang pria tua beruban yang sedang menikmati sore yang cerah di halaman belakang rumahnya.Dia menatap ke arahku dan tersenyum begitu lebar. Barisan giginya yang rapi tampak sumringah, dia berdiri seraya merentangkan tangan padaku. Aku maju, dengan canggung menerima pelukan dari pria yang baru saja aku temui. Meski sudah tua, dia tampak sangat sehat dan berotot. Aku jadi tau dari mana Alexey mendapatkan senyumannya yang menawan."Vladimir, siapa namamu nona?" tanya nya sopan."Hannah Thompson," jawabku gugup."Cantik sekali seperti orangnya. Nah nak, mari temani aku bermain catur," ajak Vladimir pada putranya."Boleh aku saja yang temani?" tanyaku menawarkan diri. Aku sering mengalahkan ayah bermain catur. Dia sangat bangga padaku karena aku ahli dalam strategi. Dan sekarang, aku ingin mencoba kemampuanku pada orang lain. Apakah itu benar-benar kemampuanku atau ayah hanya mengalah untuk membesarkan hatiku.Vladimir cukup terkejut de
"Bisa tolong pejamkan matamu?" pinta penata rias padaku. Aku menurut saja dan menikmati setiap polesan diwajahku.Aku sedang berada di dalam kamar pengantin. Kamar Alexey di rumah keluarga Ovechkin yang disulap menjadi kamar yang indah.Aku mendengar gumaman rendah para tamu yang hadir di pernikahan kami hari ini. Meskipun hanya pernikahan kontrak, tapi kegugupan membuat saraf-sarafku tegang.Setelah riasanku selesai, aku memakai gaun pengantin berwarna putih tulang. Gaun warisan ibunya Alexey yang ukurannya pas untukku. Alexey bersikeras ingin datang ke butik, tapi aku menolak karena Vladimir menunjukkanku gaun cantik itu. Vladimir sangat berterima kasih padaku dan memberikan cincin pernikahan mereka sebagai ungkapan bahagianya."Oh putriku yang cantik," Vladimir berseru di ambang pintu. Aku tersenyum malu seraya memperhatikan ekor gaun dengan detail payet berbentuk kupu-kupu. Vladimir datang untuk memelukku dan mengecup pucuk kepalaku."Jangan menangis, nanti maskaramu luntur," B
Deru angin menghiasi perjalanan udara kami. Pemandangan indah terhampar begitu hijau dengan undakan bukit-bukit batu yang curam dan terlihat berbahaya. Alexey mencoba menggenggam tanganku. Dia tampak terkejut karena tanganku yang dingin dan sedikit gemetar. Tatapan matanya seakan bertanya kenapa?Aku menggeleng lembut seraya tersenyum. Percuma berbicara di atas sini. Tidak akan terdengar apapun kecuali suara baling-baling dan angin. Helikopter itu membawa kami ke sebuah landasan yang tampak sepi. Alexey membantu melepaskan sabuk pengaman dan menarikku bersamanya menuruni helikopter itu.Aku merunduk sampai terasa suara baling-baling mulai menjauh. Alexey melambai tangan pada mereka dan terus membawaku bersamanya."Kita akan kemana?" tanyaku bingung."Ganti pesawat," jawab Alexey singkat padat dan jelas. Benar saja, sebuah pesawat jenis Airbus ACJ319neo terparkir cantik di landasan dan sudah siap berangkat . Aku sempat tertegun, seberapa jauh Alexey akan membawaku dengan pesawat itu
"apa kau gila Alex? Hongkong?" pekikku tak percaya."sstttt, tenanglah istriku yang manis. kita akan memulai hidup baru disini," "disini " mataku semakin melotot.Alexey mengangguk sambil tersenyum cerah, "kita baru saja mendarat di hongkong," Aku ingin pingsan saja, tapi ingat kami memiliki misi penting untuk dilakukan. Meskipun Alexey sudah memastikan tidak banyak adegan berbahaya dalam tugas pertama ku ini, tapi aku tetap saja merasa gugup.Alexey membawa koper kami berdua keluar pesawat dengan dua tangannya, tapi memintaku menggandeng tangan kanannya. Aku menurut saja, daripada aku kesasar.Jika berangkat di landasan yang sepi, kali ini kami mendarat di bandara yang cukup padat. Beberapa mata menatap kami yang baru saja keluar dari pesawat jet pribadi.Aku begitu lengket pada Alexey, takut dengan suasana negara baru yang belum pernah aku kunjungi. Jika saja ini liburan sungguhan, mungkin aku akan menikmatinya. "bersikap santailah, Hannah, tidak ada yang akan mengenalimu disini,
Mobil berhenti didepan gang sempit yang sama sekali tidak muat dilalui kendaraan bermotor. Meskipun itu hanya sekedar sebuah sepeda motor. Sang sopir membantu kami membawakan koper Sementara aku berjalan mesra bersama Alexey menuju rumah baru kami.Rumah sederhana yang tidak terlalu besar. Aku merasa sangat heran karena aku sangat menyukai rumah baru kami. Senyuman cerah terbit diwajahku setelah merasa bisa betah disini. Tapi yang membuatku merasa pusing, beberapa barang rumah tangga berjejalan dihalaman. Sampai hampir menutupi halaman rumah tetangga baru kami.Saat Alexey membuka pintu. Seorang pria baru saja sampai dan dia merupakan tetangga baru kami.Alexey langsung menghampirinya dengan keramah tamahan yang belum pernah aku lihat."hai, kami baru saja pindah. maafkan barang-barang kami yang berserakan di halamanmu," kata Alexey basa- basi."oh tidak masalah, aku juga dulu pernah jadi orang baru. bahkan lebih parah dari ini," jawab pria itu sambil menertawakan diri sendiri. "
Harry dan Lily benar-benar sangat membantu. Alexey yang biasanya selalu bugar juga tampak kelelahan. Banyak sekali barang-barang yang menurutku tidak terlalu dibutuhkan. "Alex," aku mencoba membangunkannya saat sudah selesai memasak makan malam. Dia bergumam sedikit lalu kembali terlelap. Terpaksa aku duduk di depan wajahnya. Alex memiliki wajah yang sempurna, bahkan tubuhnya. Aku tidak dapat mencegah tanganku menyusuri lengan Alex yang di hiasi otot juga urat-urat yang menonjol. "Apa kau sedang mengagumi suamimu yang sedang tidur, sayang?" Aku terlompat kaget, mungkin dengan ekspresi yang lucu hingga Alexey tertawa terbahak-bahak. Menunduk malu merupakan jalan terbaik saat ini. "Hei," Alex menangkap daguku, "aku tidak masalah sayang, aku senang kau mengagumi ku, hmmm," "Maaf," jawabku merasa malu, "Untuk apa?" Alexey memaksaku menatap matanya yang indah. Sewarna ombak yang berpadu dengan badai, itu mempesonaku. "Karena bertindak tidak sopan," suaraku seperti orang
Aku memandang nanar kedalam liang lahat. Menyaksikan peti mati itu perlahan tenggelam didalam sana. Rasanya aku sudah tidak bisa menangis lagi.Adik kecilku terus meraung menangisi ibu kami yang telah terkubur bersama harapan kami. Josh kecil yang malang.Adikku pengidap autisme, tapi dia sangat mencintai ibu. Aku tidak tau bagaimana aku merawatnya tanpa ibu. Meskipun sebelum ini, ibu sudah setengah gila karena kehilangan ayah. Tanah makam ayah masih basah ketika ibu juga di makamkan disebelahnya. Karena belum dua bulan sejak kepergiannya. Masih teringat jelas di mataku bagaimana kecelakaan yang kami alami hari itu menewaskan ayah. Entah bagaimana kejadian itu begitu mengerikan tapi kami bertiga selamat. Hanya ayah yang langsung tewas ditempat.Ibu menjadi depresi. Satu minggu kami dirawat dirumah sakit dan sejak kejadian itu ibu sering diam dan melamun. Dia tidak pernah memikirkan bagaimana aku dan Josh melewati hari-hari menyedihkan itu.Ayahku seorang pemimpin organisasi rahasia
Aku mengemudi sendiri saat pulang kerumah. Paman Moriarty ingin mengantarkan tapi aku menolaknya karena ingin mendapatkan waktu untuk memikirkan tawaran paman.Ada sebuah mobil yang aku kenali terparkir di depan rumah saat aku sampai. Dengan perasaan campur aduk aku berusaha menenangkan diri.Itu adalah kakek, ayah dari ibuku. Jika semua identitas ibu palsu, bisa jadi dia juga kakek palsu bukan?. Sebelum turun dari mobil, aku minum sebotol air mineral untuk membasahi tenggorokanku yang tercekat.Aku menatap cermin sebentar dan melakukan senam wajah. Apapun yang aku tau akan aku lupakan selama bersama kakek. Aku berlari dengan senyuman getir dengan air mata tertahan. Saat melihat kakek berdiri di depan pintu aku langsung memeluknya erat, seperti biasa yang aku lakukan sejak kecil."Cucuku sayang," Kakek juga memelukku dengan hangat.Aku mulai menangis sesegukan di dadanya yang bidang. Semua rasa sakit, kekhawatiran dan pikiranku yang kalut tertumpah ruah di depan kakek."Kakek hanya i
Harry dan Lily benar-benar sangat membantu. Alexey yang biasanya selalu bugar juga tampak kelelahan. Banyak sekali barang-barang yang menurutku tidak terlalu dibutuhkan. "Alex," aku mencoba membangunkannya saat sudah selesai memasak makan malam. Dia bergumam sedikit lalu kembali terlelap. Terpaksa aku duduk di depan wajahnya. Alex memiliki wajah yang sempurna, bahkan tubuhnya. Aku tidak dapat mencegah tanganku menyusuri lengan Alex yang di hiasi otot juga urat-urat yang menonjol. "Apa kau sedang mengagumi suamimu yang sedang tidur, sayang?" Aku terlompat kaget, mungkin dengan ekspresi yang lucu hingga Alexey tertawa terbahak-bahak. Menunduk malu merupakan jalan terbaik saat ini. "Hei," Alex menangkap daguku, "aku tidak masalah sayang, aku senang kau mengagumi ku, hmmm," "Maaf," jawabku merasa malu, "Untuk apa?" Alexey memaksaku menatap matanya yang indah. Sewarna ombak yang berpadu dengan badai, itu mempesonaku. "Karena bertindak tidak sopan," suaraku seperti orang
Mobil berhenti didepan gang sempit yang sama sekali tidak muat dilalui kendaraan bermotor. Meskipun itu hanya sekedar sebuah sepeda motor. Sang sopir membantu kami membawakan koper Sementara aku berjalan mesra bersama Alexey menuju rumah baru kami.Rumah sederhana yang tidak terlalu besar. Aku merasa sangat heran karena aku sangat menyukai rumah baru kami. Senyuman cerah terbit diwajahku setelah merasa bisa betah disini. Tapi yang membuatku merasa pusing, beberapa barang rumah tangga berjejalan dihalaman. Sampai hampir menutupi halaman rumah tetangga baru kami.Saat Alexey membuka pintu. Seorang pria baru saja sampai dan dia merupakan tetangga baru kami.Alexey langsung menghampirinya dengan keramah tamahan yang belum pernah aku lihat."hai, kami baru saja pindah. maafkan barang-barang kami yang berserakan di halamanmu," kata Alexey basa- basi."oh tidak masalah, aku juga dulu pernah jadi orang baru. bahkan lebih parah dari ini," jawab pria itu sambil menertawakan diri sendiri. "
"apa kau gila Alex? Hongkong?" pekikku tak percaya."sstttt, tenanglah istriku yang manis. kita akan memulai hidup baru disini," "disini " mataku semakin melotot.Alexey mengangguk sambil tersenyum cerah, "kita baru saja mendarat di hongkong," Aku ingin pingsan saja, tapi ingat kami memiliki misi penting untuk dilakukan. Meskipun Alexey sudah memastikan tidak banyak adegan berbahaya dalam tugas pertama ku ini, tapi aku tetap saja merasa gugup.Alexey membawa koper kami berdua keluar pesawat dengan dua tangannya, tapi memintaku menggandeng tangan kanannya. Aku menurut saja, daripada aku kesasar.Jika berangkat di landasan yang sepi, kali ini kami mendarat di bandara yang cukup padat. Beberapa mata menatap kami yang baru saja keluar dari pesawat jet pribadi.Aku begitu lengket pada Alexey, takut dengan suasana negara baru yang belum pernah aku kunjungi. Jika saja ini liburan sungguhan, mungkin aku akan menikmatinya. "bersikap santailah, Hannah, tidak ada yang akan mengenalimu disini,
Deru angin menghiasi perjalanan udara kami. Pemandangan indah terhampar begitu hijau dengan undakan bukit-bukit batu yang curam dan terlihat berbahaya. Alexey mencoba menggenggam tanganku. Dia tampak terkejut karena tanganku yang dingin dan sedikit gemetar. Tatapan matanya seakan bertanya kenapa?Aku menggeleng lembut seraya tersenyum. Percuma berbicara di atas sini. Tidak akan terdengar apapun kecuali suara baling-baling dan angin. Helikopter itu membawa kami ke sebuah landasan yang tampak sepi. Alexey membantu melepaskan sabuk pengaman dan menarikku bersamanya menuruni helikopter itu.Aku merunduk sampai terasa suara baling-baling mulai menjauh. Alexey melambai tangan pada mereka dan terus membawaku bersamanya."Kita akan kemana?" tanyaku bingung."Ganti pesawat," jawab Alexey singkat padat dan jelas. Benar saja, sebuah pesawat jenis Airbus ACJ319neo terparkir cantik di landasan dan sudah siap berangkat . Aku sempat tertegun, seberapa jauh Alexey akan membawaku dengan pesawat itu
"Bisa tolong pejamkan matamu?" pinta penata rias padaku. Aku menurut saja dan menikmati setiap polesan diwajahku.Aku sedang berada di dalam kamar pengantin. Kamar Alexey di rumah keluarga Ovechkin yang disulap menjadi kamar yang indah.Aku mendengar gumaman rendah para tamu yang hadir di pernikahan kami hari ini. Meskipun hanya pernikahan kontrak, tapi kegugupan membuat saraf-sarafku tegang.Setelah riasanku selesai, aku memakai gaun pengantin berwarna putih tulang. Gaun warisan ibunya Alexey yang ukurannya pas untukku. Alexey bersikeras ingin datang ke butik, tapi aku menolak karena Vladimir menunjukkanku gaun cantik itu. Vladimir sangat berterima kasih padaku dan memberikan cincin pernikahan mereka sebagai ungkapan bahagianya."Oh putriku yang cantik," Vladimir berseru di ambang pintu. Aku tersenyum malu seraya memperhatikan ekor gaun dengan detail payet berbentuk kupu-kupu. Vladimir datang untuk memelukku dan mengecup pucuk kepalaku."Jangan menangis, nanti maskaramu luntur," B
"Ayah, kenalkan calon istriku," kata Alexey pada seorang pria tua beruban yang sedang menikmati sore yang cerah di halaman belakang rumahnya.Dia menatap ke arahku dan tersenyum begitu lebar. Barisan giginya yang rapi tampak sumringah, dia berdiri seraya merentangkan tangan padaku. Aku maju, dengan canggung menerima pelukan dari pria yang baru saja aku temui. Meski sudah tua, dia tampak sangat sehat dan berotot. Aku jadi tau dari mana Alexey mendapatkan senyumannya yang menawan."Vladimir, siapa namamu nona?" tanya nya sopan."Hannah Thompson," jawabku gugup."Cantik sekali seperti orangnya. Nah nak, mari temani aku bermain catur," ajak Vladimir pada putranya."Boleh aku saja yang temani?" tanyaku menawarkan diri. Aku sering mengalahkan ayah bermain catur. Dia sangat bangga padaku karena aku ahli dalam strategi. Dan sekarang, aku ingin mencoba kemampuanku pada orang lain. Apakah itu benar-benar kemampuanku atau ayah hanya mengalah untuk membesarkan hatiku.Vladimir cukup terkejut de
"Kastil?" tanyaku takjub pada kakek.Kakek tersenyum, "ya, kau menyukainya?""Hidup dikastil kerajaan mungkin menjadi impian setiap gadis kecil kakek,""Tapi itu bukan kastil kerajaan, sayangku,"Senyumanku lenyap, " Tentu saja," gumamku kecewa."Anna juga memandangi kastil itu dengan takjub sebelum dia pergi kesana sebagai gadis bertekad kuat, dan dia keluar sebagai " The Wife" Paling berbakat," ujar kakek sangat bangga."The wife?" aku sedikit bingung dengan sebutan itu,"Kau akan mengerti saat sudah tiba disana, sekarang ayo kita terbang kesana," Ajak kakek semangat."Terbang?" kali ini aku geli mendengarnya.Tapi kakek tidak bercanda soal terbang itu, terbang yang dia maksud merupakan bergelantungan diatas tali panjang sejauh mata memandang ke arah kastil.Aku berjingkrak senang karena kami sangat sering melakukan permainan ini ditaman hiburan. Awalnya aku takut, tapi karena paksaan kakek dan bimbingan darinya, aku jadi ketagihan.Setelah memasang sabuk pengaman kami berdua pun me
" Sudah saatnya kau bangkit, sayang," ujar kakek seraya membuka hordeng jendela. Cahaya silau masuk membuatku menggeliat. Rasanya nyaman sekali berada dikasur empuk di pagi yang sejuk ini. Aku sudah satu minggu berada dirumah kakek tanpa keluar sama sekali. Kerja ku hanya makan tidur dan berpikir. Aku berjanji akan ikut kakek hari ini ke suatu tempat.Kakek hanya tinggal seorang diri dirumah yang sederhana ini. Sebenarnya selama ini, aku hanya tau rumah kakek yang ada di kanada. Setiap liburan aku dan Josh akan menginap disana selama beberapa hari. Disana ada asisten rumah tangga kakek yang mengurus semua keperluan kami. Kakek selalu mengajak kami main ski saat bersalju. Melatihku memanah dengan berburu rusa di hutan bersamanya. Kadang kami juga main baseball untuk melatih kecepatanku.Aku tidak menyadari sudah dilatih sejak kecil. Di sekolah juga aku mengikuti kelas karate meskipun aku tidak pernah ikut dalam turnamen. Ibu dan ayah melarangku untuk ikut serta. Setelah selesai b
Hannah! Hannah!Hannah!Aku menoleh ke arah suara. Tempat ini sunyi, yang aku lihat hanya warna putih. Tidak ada apapun yang bisa aku lihat. Tapi suara itu begitu mendesakku untuk menemukan nya. Siapa disana? Aneh, aku tidak dapat bersuara. Aku menyentuh wajahku, dan bibir ku masih tertempel di tempatnya. Tapi kenapa aku tidak bisa bicara sama sekali?Keanehan ini hanya dapat terjadi di alam mimpi. Begitu lah otakku menyadarkan ku. Hingga aku berusaha sekuat tenaga untuk bangun. Hannah!Suara itu semakin dekat. Dan kali ini, aku bisa merasakan bibirku bergerak, kelopak mataku berkedut, dan tanganku dipegang seseorang.Aku membuka mata, tapi kemudian aku menjerit ketakutan. "Ada apa ini?" Pekik ku ketakutan.Paman Moriarty berdiri disebelahku. Sementara aku duduk di kursi roda seraya diikat kuat. Untung saja mulutku tidak di bungkam."Paman! Ada apa ini? Kenapa aku diikat dan siapa mereka semua!" aku berkata dengan marah. Baru saja aku mempercayainya.Paman tidak melihat ke arahk