Share

5. Surat Cerai

Malam saat jenazah Aretha masih disemayamkan di rumah duka, Taksa duduk terpekur di sudut ruangan. Matanya menatap kosong ditempat jenazah Aretha terbaring. Dirinya tak sanggup mendekati Aretha. Taksa khawatir dirinya akan meraung-raung atau justru akan pingsan seperti mama Ratih dan Inayah. Kedua wanita itu sudah berkali-kali jatuh pingsan dan Taksa tak ingin mengikuti jejak mereka walau sesungguhnya ia ingin menjerit memanggil nama Aretha agar rasa sesak di dada lepas seketika.

Taksa tak menyangka kisah cintanya akan seperti ini. Aretha pergi meninggalkannya untuk selamanya, memberi amanah untuk mempersunting Inayah dan disaat amanah itu sudah ia laksanakan, Aretha pergi meninggalkannya. Sekarang ia harus bagaimana? Statusnya sudah menjadi suami dan Taksa sama sekali tidak tau harus melakukan apa setelah ini.

Taksa bangkit berdiri dan menuju kamar Aretha. Ia sempat terdiam setelah berdiri didepan pintu kamar Aretha dan akhirnya memutuskan membuka pintu kamar Inayah terlebih dahulu. Ia tau kamar itu milik Inayah karena terdapat hiasan pintu bertuliskan nama Inayah di sana. Taksa merasa seperti sedang berdiri didepan pintu kamar anak SD.

Inayah ternyata belum tidur. Perempuan itu terlihat melamun sembari memeluk boneka kuromi berwarna ungu. Wajahnya pucat dan rambutnya berantakan. Taksa memutuskan menutup pintu kamar itu, tak ingin menganggu Inayah dengan segala lamunannya. Lagipula, akan terasa canggung jika Taksa nekat mendekati Inayah. Mereka tak pernah mengobrol akrab sebelumnya.

Taksa menuju kamar Aretha seperti tujuannya semula. Ia pernah sekali memasuki kamar ini saat mereka melangsungkan pertunangan setahun lalu dan tak ada yang berubah dari kamar ini. Masih rapi dan wangi. Taksa jadi ingin menangis.

"Aretha," gumam Taksa dan memilih berbaring di ranjang dengan seprei berwarna kuning. Aroma Aretha semakin kuat tercium.

Cukup lama Taksa berbaring di posisi tersebut sampai akhirnya ia bangkit dan menuju meja belajar yang terdapat di kamar itu. Ada banyak buku milik Aretha di sana. Laptop Aretha juga masih tersusun rapi dan Taksa nekat membukanya. Taksa tau ia tak sopan melakukan hal ini. Benda ini bukan miliknya tapi saat ini Taksa butuh. Ia tak memeriksa apa yang ada di dalam laptop itu, ia hanya meminjam sebentar karena sebuah keperluan.

Surat cerai.

Taksa menulis surat cerai untuk Inayah. Ia tak sanggup menjalani pernikahan dengan orang yang tidak ia cintai. Pernikahan mereka karena terpaksa. Inayah juga tak menginginkan pernikahan ini. Aretha sudah tiada, tak ada hal yang harus mereka pertahankan dari pernikahan yang tak seharusnya terjadi ini.

"Jaga Inayah untukku."

Kata-kata terakhir Aretha terngiang-ngiang di telinga Taksa, tapi Taksa abaikan. Ia segera mencetak surat cerai dadakan itu dan melipatnya. Taksa keluar dari kamar dan menyimpan surat cerai itu di mobilnya, di tempat yang menurutnya paling aman lalu kembali lagi ke kamar Aretha. Menghabiskan waktu untuk yang terakhir kalinya mengenang kekasih yang telah tiada.

***

Taksa tak bisa memejamkan mata sedetik pun hingga pagi bahkan setelah Aretha di kebumikan, Taksa tak merasakan kantuk walau kepalanya sedikit pusing. Setelah kembali dari pemakaman, Taksa memutuskan kembali ke kamar Aretha. Suasana di rumah mertuanya itu masih ramai oleh sanak saudara dan Taksa tak peduli. Ia tetap melenggang masuk ke kamar Aretha.

Untuk sedikit meredakan pusing di kepala, Taksa memilih ke kamar mandi untuk mencuci muka. Matanya menjelajah kamar mandi tersebut dan menemukan peralatan cuci muka Aretha masih tersimpan rapi di rak.

Taksa tersenyum sedih sebelum akhirnya keluar dan kamar mandi dan mendapati Inayah sudah berada di kamar itu. Penampilannya masih berantakan. Wajahnya masih pucat dan matanya masih sembab. Wanita itu memandangi bingkai foto dan Taksa memutuskan untuk ikut memandangi foto tersebut.

Inayah tampak terkejut ketika menoleh dan menemukan Taksa berada di sana.

"Kamu sejak kapan ada di sini?" tanya Inayah.

Taksa melirik sekilas dan kembali menatap foto Aretha. "Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, sejak kapan kamu ada di sini?"

"Kamar ini kosong sewaktu aku masuk," sahut Inayah sedikit kesal.

"Sewaktu aku masuk, kamar ini juga kosong." Taksa menyahut tak mau kalah. Wajahnya datar menyebalkan di pandangan Inayah.

"Apa kamu di kamar mandi?" tanya Inayah penasaran. Taksa hanya mengangguk.

"Bagaimana kak Aretha menurutmu?" tanya Inayah karena merasa jengah. Hampir sepuluh menit mereka hanya diam dan Inayah tak tahan.

"Aretha perempuan istimewa. Tak akan ada yang bisa menggantikan Aretha apalagi kamu, walau status kita sudah suami istri."

Inayah menatap wajah datar Taksa. Larut dalam kesedihan, Inayah sampai lupa kalau lelaki yang berdiri di sebelahnya ini adalah suaminya dan tak perlu diingatkan pun ia tau, dirinya tak seistimewa kak Aretha. Tapi, perlukah diperjelas?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status