Share

2. Haruskah Bertunangan?

Sontak Inayah dan Taksa saling berpandangan sesaat sebelum berpaling menatap Aretha penuh keheranan.

Semua tau kalau Aretha dan Taksa sudah bertunangan, bahkan pernikahan mereka akan diadakan dua bulan lagi. Lalu, mengapa Aretha justru meminta Inayah untuk menikah dengan Taksa?

"Kak?" Inayah tentu kebingungan.

"Aretha, jangan bercanda," sela Taksa cepat. "Kamu sepertinya butuh istirahat. Istirahat dulu, ya. Nanti kita lanjut ngobrol lagi."

Aretha menggeleng dan setetes air mata ikut jatuh. "Aku ingin kamu menikah dengan I...nayah."

"Kak, jangan sembarangan bicara. Kakak pasti sembuh. Mama udah janji mau wujudkan pesta seperti impian kakak. Aba pasti nggak suka dan bakalan marah kalo kakak ngomong sembarangan begini," marah Inayah.

Tak pernah terlintas di pikiran Inayah kakaknya bisa menginginkan hal aneh seperti ini. Menikah dengan Taksa? Lelaki dingin itu? Yang benar saja!

"Retha, kamu harus sembuh, jangan ngomong yang nggak-nggak." Taksa sepemikiran dengan Inayah. Ia pun ikut marah.

"Taksa, kamu udah janji mau turutin semua inginku," tagih Aretha dengan suara terputus-putus.

"Tapi nggak menikah dengan Inayah juga, Ta. Inayah itu adik kamu, yang akan menikah itu kita. Kamu harus sembuh."

"Ka...mu lelaki paling baik yang aku kenal selain aba. Ka...mu le...laki yang paling bisa aku percaya bi...sa jaga adik aku. To... long nikahi Inayah demi aku. A...ku nggak bisa hidup lebih lama lagi, a...aku ca...pek."

"Kak, kakak pasti sembuh, aku yakin." Inayah meyakinkan. Ia tak mau menikah dengan Taksa. Taksa itu tunangan kakaknya seharusnya lelaki itulah yang akan menikah dengan kakaknya bukan dengan dirinya.

Aretha justru menggeleng. Air matanya semakin deras mengalir. Inayah pun tak henti-hentinya menyusut air mata. Hanya Taksa yang bertahan tak menangis walau matanya terlihat merah.

"Menikahlah se...belum aku pergi. I...ni permintaan terakhirku."

Inayah dan Taksa kompak menggeleng.

Aretha tampak memegangi dadanya, terlihat jelas Aretha kesakitan membuat Inayah dan Taksa panik. Inayah langsung berlari memanggil dokter, berteriak bagai orang gila. Mama Ratih dan aba Fahrazi yang duduk di ruang tunggu seketika berdiri dan ikut panik.

"Ada apa, Nay?" tanya mama Ratih panik.

"Kakak, Ma. Kakak...."

"Kakak kenapa?" tanya mama Ratih semakin panik karena Inayah hanya menangis.

Dokter memasuki ruangan dengan sedikit tergesa. Inayah dan yang lainnya menunggu dengan gelisah. Aretha memang tampak lebih kesakitan daripada biasanya.

Inayah menunduk dengan resah dan penuh harap. Berharap kakaknya segera sembuh dan sehat seperti sedia kala. Inayah tak bisa membayangkan kalau ia harus menjalankan pernikahan dengan Taksa seperti yang diminta kakaknya. Inayah tak mau.

Takdir kakaknya harus menikah dengan Taksa karena memang lelaki itu tunangan kakaknya selama ini.

Inayah mendongak dan tatapannya justru tepat kearah Taksa yang sedang menunduk. Lelaki itu pun sepertinya sedang khusyuk berdoa. Inayah menurunkan pandangan karena tak ingin terpergok tengah memandang Taksa lagi, padahal ia tak berniat untuk memandang lelaki itu.

Taksa memang tampan, Inayah mengakui itu tetapi, sekali lagi harus Inayah katakan, lelaki itu begitu dingin dan irit bicara. Inayah tak bisa membayangkan kalau harus menikah dengan lelaki itu dan hidup serumah dengannya. Bisa dipastikan Inayah akan tiba-tiba bisu karena mulutnya jarang digunakan untuk berbicara.

Inayah langsung menggelengkan kepala dan merutuki isi pikirannya. Kakaknya pasti sembuh, kakaknya pasti yang akan menikah dengan Taksa, bukan dirinya.

Sementara itu, Taksa sendiri juga sungguh-sungguh berdoa agar Aretha segera sembuh dan tak lagi membicarakan rencana gilanya. Semenjak bertemu dengan Aretha sepuluh tahun silam, hanya Aretha yang ada di hatinya, hanya Aretha yang mampu menggetarkan seluruh kehidupannya. Tak pernah ia menemui perempuan sespesial Aretha.

Dokter Husni keluar dari ruangan Aretha kembali. Wajahnya tegang dan serius, Taksa sampai bisa merasakan firasat buruk apa yang akan terjadi.

"Keadaan Aretha semakin memburuk." Beritahu dokter tersebut.

Taksa mundur selangkah. Telinganya bahkan tak lagi bisa mendengar apa penjelasan dokter selanjutnya. Satu yang pasti, hidupnya juga ikut memburuk mendengar kabar tersebut.

"Taksa, maukah kamu mengabulkan permintaan Aretha?"

Taksa menoleh kebingungan. Aba Aretha menatapnya dengan pandangan memohon. Taksa sendiri tak bisa mencerna situasi yang saat ini ia hadapi. Telinganya hanya mendengungkan kata "keadaan Aretha semakin memburuk"

"Aba, kak Aretha pasti sembuh." Isak Inayah. Ia menyesal karena sempat menceritakan keinginan gila kakaknya. Abanya sekarang justru ingin mereka mengabulkan permintaan aneh itu.

Inayah tak bisa! Menikah itu seumur hidup dan ia tak mau seumur hidup itu harus ia jalani bersama Taksa.

"Nay, maafkan Aba. Tolong, kabulkanlah keinginan kakakmu," pinta aba Fahrazi mengiba.

"Apa ada jaminan kalau Naya menikah dengan kak Taksa, kakak akan sembuh?" tanya Inayah butuh kepastian.

Aba Fahrazi dan mama Ratih saling berpandangan sejenak, mereka juga sempat menatap Taksa.

"Aba juga tidak tau. Tapi setidaknya kita sudah berusaha memenuhi permintaan Aretha."

"Aku bersedia. Aku rela melakukan apapun demi kesembuhan Aretha," sahut Taksa membuat semua mata memandangnya.

Inayah menggeleng dengan cemas. Haruskah hidupnya berakhir menikah dengan Taksa? Tunangan kakaknya sendiri?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status