Share

2. Perselingkuhan.

"A-ah–pelan-pelan, Kak Ridwan–" 

Tubuh Mika membeku. Suara familier yang disertai desahan itu membuat jantungnya berdebar tak karuan.

Tidak … tidak mungkin–

“Ah! Ya–umh, lebih cepat, Kak ….”

Suara itu kembali terdengar. Mika mendekati sumber suara, sebuah pintu di mana dia tahu itu adalah kamar sang kekasih. 

Logikanya sudah bisa menduga apa yang terjadi di dalam, tapi hatinya menolak untuk percaya.

Hingga perlahan, tangannya bergerak pelan meraih handle pintu lalu membukanya. 

Dia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kekasihnya bergerak liar di atas tubuh sang adik tanpa memakai busana apa pun. Tanpa terasa air asin sudah jatuh membasahi pipi.

"Jadi ini kelakuan kalian di belakangku?'' ucap Mika kemudian dengan suara tertahan, tapi cukup keras untuk bisa didengar. Wajahnya sudah basah dengan air mata.

Ridwan dan Olip yang mendengar itu pun terkejut. Ridwan langsung melepaskan penyatuannya dengan Olip dan bangkit. 

"Mi---Mika." Suara Ridwan terbata. Pandangannya mengedar dan langsung meraih celananya.

Namun, Mika tidak menunggu pria itu menyelesaikan urusannya dan langsung berbalik, lalu berjalan pergi.

"Mika, tunggu!" Ridwan meraih tangan Mika dan menahannya di ruang tamu.

Di saat yang sama, Mika membalikkan badan dan memberikan sebuah tamparan pada Ridwan. 

Tampak Ridwan syok dengan apa yang baru saja dia terima.

Berbeda Ridwan, berbeda Olip. Perempuan itu malah terlihat santai. meraih selimut lalu melilitkan pada tubuhnya, dia berdiri di ambang pintu sembari melipat tangan di depan dada. 

"Sudah aku katakan semalam, Kak. Berikan Kak Ridwan padaku,” ucap adik Mika itu. “Coba kalau Kakak nurut, pasti kakak tidak akan sakit hati.''

''Olip, diam." Ridwan memperingati.

"Duh, apalagi yang mau ditutupi sih, Kak?" ujar Olip dengan santai. “Dia sudah lihat sendiri loh. Kita kasih tahu aja sekalian kalau kita memiliki hubungan sejak lama.”

''Olip, diam!" 

“Sejak kapan? Tanya Mika, membuat perhatian Ridwan kembali padanya.

"Mik. Aku bisa jelasin. Aku ha---"

"Sejak kapan?" tanya Mika kembali penuh penekanan.

"Sudah lama. Bahkan apa yang Kakak lihat barusan bukan pertama untuk kami. Kami sudah sering melakukannya. Bahkan di rumah kita juga loh, kak." Olip menjawab dengan senyuman.

Mika semakin merasa terpukul dengan semua ini. Dia mengangkat tangan ketika melihat Ridwan ingin berbicara lalu menggeleng pelan.

"Kalau begitu, kita akhiri sampai di sini saja, Ridwan." Mika menghapus pipinya yang basah. "Selamat melanjutkan aktivitas kalian berdua yang terganggu."

Selesai mengatakan itu, Mika berbalik dan pergi, setengah berlari keluar dari sana.

Ia bisa tampil cukup tenang di hadapan dua orang tidak bermoral itu. Namun, saat Mika mengendarai motornya, tak urung pandangannya mengabur akibat air mata. Meskipun salah satu tangannya terus bergerak menghapusnya.

Ini berbahaya. 

“Hei!”

Benar saja. Setelah itu Mika sudah hampir menabrak orang barusan jika saja orang itu tidak menghindar.

Gadis itu kemudian mengerem motornya mendadak dan melihat ke belakang menatap seorang pria yang nyaris terserempet tadi sebelum turun dan mendekati pria itu. 

"Ma-maaf." Dia berucap saat melihat luka di siku pria itu.

“Ck.” Pria tadi berdecak, membuat Mika mendongak dan menatap wajah sosok yang nyaris menjadi korbannya.

“Noval,” ucap gadis itu kemudian, menggumamkan nama pacar adiknya dengan lirih.

“Hati-hati,” balas sosok itu sembari menatap Mika lurus-lurus. Tampaknya pria itu menyadari mata Mika yang sembab, karena kemudian ia mengernyit. “Kamu kenapa?”

Pertanyaan itu membuat tangis Mika kembali pecah.

Kedua alis Noval makin mengerut ke tengah. Dalam diamnya, pria itu memerhatikan Mika dari atas sampai bawah, memastikan bahwa tidak ada lecet sama sekali di tubuh gadis itu. 

"Hei. Yang lecet aku. Kenapa kamu yang menangis?" tanyanya kemudian.

Bukannya berhenti, tangis Mika justru makin keras. 

Noval pun kembali berdecak karena kesal karena tidak mendapatkan jawaban. Namun, ia menunggu, tidak meninggalkan Mika begitu saja. 

“Ridwan selingkuh,” ucap Mika pada akhirnya. Bayangan yang dilihatnya tadi masih membekas kuat dalam otaknya. “Dengan pacarmu. Aku melihat mereka berhubungan badan tadi.”

Noval diam. Pria itu hanya menatap Mika dengan ekspresi yang tidak terbaca.

“Ikut aku.” Noval akhirnya berkata sembari menarik tangan Mika ke arah motor perempuan itu. Pria berwajah garang tersebut langsung duduk di depan. “Naik,” titahnya pada Mika.

Anehnya Mika menurut. Ia tidak punya tenaga untuk mendebat ataupun sekadar bertanya.

Noval segera menjalankan kuda besi itu menuju bengkel miliknya setelah Mika naik dan membawa perempuan itu ke kursi dalam ruangan berukuran 2 x 2 meter tersebut.

“Tenangkan dirimu.” Noval berkata sembari menyodorkan segelas air putih pada Mika. “Wajahmu terlihat tidak karuan.”

Baru kemudian, Mika sadar kalau dirinya haus. Tenggorokannya terasa kering karena menangis.

Perempuan itu mengambil minuman yang disodorkan Noval dan meneguknya pelan.

“... Kamu tidak terkejut?” Akhirnya Mika bertanya. Ia mendongak menatap Noval yang berdiri di depannya. “Marah? Sedih? Kenapa kamu terlihat biasa saja? Apa kamu tidak percaya pada ucapanku? Pacarmu, Olip, benar-benar tidur dengan Ridwan, Val.”

Noval menghela napas. “Jangan bicara omong kosong,” balasnya. Ia menoleh ke arah pintu. “Aku ada kerjaan. Tenangkan dirimu dulu di sini. Kalau butuh apa-apa, aku di luar.”

Ucapan pria itu membuat Mika tak habis pikir.

Posisi Noval sama sepertinya. Tapi kenapa Noval tidak bereaksi apa-apa? Apakah pria itu benar-benar tidak memercayainya?

Ada banyak tanya dalam kepala Mika. Karenanya, saat Noval berbalik dan mulai berjalan ke pintu, perempuan itu langsung meraih tangan Noval dan menariknya. 

Pria itu langsung menatap Mika, membuatnya agak menciut.

Bukannya apa, perawakan Noval yang berbadan tinggi serta mempunyai ekspresi yang datar dan dingin membuat Mika agak segan pada pria itu, sekalipun dulu keduanya kuliah di tempat yang sama.

“Apa?” tanya pria itu. Sama sekali tidak terdengar ramah.

Mika menggigit bibirnya. “Apa … kamu sebenarnya ada masalah dengan Olip?” tanyanya. “Aku kira kalian baik-baik saja. Tapi dari pengakuannya, sudah sejak lama dia diam-diam–”

“Aku sedang sibuk,” potong Noval. “Jika kamu hanya ingin bicara tidak penting, lebih baik aku pergi.”

Ia melepaskan genggaman Mika padanya lalu menambahkan, “Fokuslah menenangkan dirimu. Jangan mempermalukan dirimu sendiri dengan pulang dalam penampilan seperti itu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status