Share

4. Tumbal Pernikahan.

“Noval mengatakan kalau ia ingin melamar Nak Mika.”

Kalimat itu sontak mengejutkan tidak hanya kedua orang tua Mika dan Olip, melainkan juga Mika yang mau tidak mau mendengarnya karena antara kamar dan ruang tamu hanya dibatasi kain kelambu tipis saja.

“Apa? Maksudnya bagaimana, Pak?”

Mika langsung keluar kamar. Tangisannya tadi sudah hilang sempurna. Ia menatap Pak Heru dengan sepasang mata yang membola, terkejut dan bingung. 

"Kenapa Noval melamar saya, Pak? Noval kan pacarnya Olip?" tanya Mika dengan rasa bingung yang tidak bisa ditutupi.

Padahal ia baru saja bertemu Noval tadi. Pria itu juga tidak mengatakan apa-apa. Kenapa tiba-tiba Noval melamarnya? Mika tidak habis pikir.

Sedangkan Pak Heru sendiri juga merasa bingung. Dia menatap Pak Purnomo dan juga Mika secara bergantian. 

''Sa–saya juga tidak tahu. Noval tadi hanya mengatakan kalau dia ingin saya melamarkan Mika untuk dia,'' ujarnya dengan jujur.

“Mungkin salah, Pak.”

Pak Heru menggeleng. “Saya dengan jelas dengar dia menyebut nama Nak Mika.”

Di saat Mika dan Pak Heru bicara, Olip tiba-tiba berbisik lirih pada sang ibu di sebelahnya.

"Bu. Terima aja. Kalau Noval sama Mika, aku sama Kak Ridwan semakin mudah jalannya untuk bersatu." Olip berujar dengan penuh penekanan.

Seakan langsung paham, Bu Titi pun mengangguk. Dia langsung mendekati suaminya dan duduk di samping Pak Purnomo. 

''Pak. Terima aja lamaran itu untuk Mika." Dia berbisik lirih. “Biar Olip bisa makin lancar dengan Ridwan.”

Pak Purnomo tertegun.

Sementara itu, Pak Heru berniat bangkit dari posisinya. "Waduh. Sepertinya ada kesalahpahaman ini,” ucapnya. “Saya minta maaf kalau begitu, karena sudah membuat kegaduhan. Saya pastikan terlebih dahulu dengan Noval ya. Permisi."

"Eh tunggu, Pak." Pak Purnomo yang mencegahnya langsung membuat dia menjadi pusat perhatian. Pria itu tersenyum. “Jika memang Nak Noval ingin melamar Mika, kami menerimanya.”

Bola mata Mika semakin melotot lebar. "Apa? Pak. Tap--"

"Mika. Tidak baik menolak niatan baik seseorang. Apalagi umur kamu, kan sudah cukup untuk menikah. Jadi, kalau ada pria yang berniat baik kenapa harus kita tolak? ujar Bu Tuti sembari bangkit dari tempat duduknya dan langsung mendekati Mika.

Perempuan paruh baya itu memegangi lengan Mika dengan sedikit kuat. 

"Nak Noval itu pasti sangat bertanggung jawab karena berani melamar loh. Jadi, terima, ya." Dia berujar dengan penekanan. Tidak peduli dia melihat ekspresi kesakitan Mika saat ini.

"Iya, Pak Heru. Katakanlah pada Noval kalau kami menerima lamaran dia, dan kami menunggu untuk penetapan tanggalnya," ujar Pak Purnomo

Pak Heru pun tersenyum. Dia merasa bahagia karena niat baik Noval diterima oleh keluarga ini. 

"Baiklah, Pak Purnomo, Bu Tuti. Saya akan sampaikan kabar baiik ini pada Noval. Kami akan segera memberitahu untuk kelanjutannya." Pria itu pun langsung berpamitan pada keluarga Mika.

Tepat setelah kepergian Pak Heru, Mika langsung menanyakan apa maksud dari kedua orang tuanya. 

"Pak, Bu. Apa maksud kalian dengan menerima lamaran Noval? Kalian, kan tahu kalau Noval itu kekasihnya Olip," ujarnya sembari menunjuk ke arah Olip.

Olip berdecak. "Kak. Sudahlah. Kamu juga tahu kalau aku memiliki hubungan dengan Kak Ridwan. Itu artinya aku tidak memiliki hubungan dengan Noval. Jadi apa salahnya kalau kamu menerima lamaran pria itu? Biar kamu tidak mengganggu aku sama Kak Ridwan." 

Mika membelalak. "Mengganggu?" ulangnya. Dia merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Olip barusan. "Kamu yang mengganggu hubunganku dengan Ridwan. Bukan begitu?”

Ia tidak tahan untuk tidak mengatakannya.

Olip mendelik. ''Kata siapa?” balasnya. “Kami itu memiliki perasaan yang sama. Saling mencintai. Jadi, yang pengganggu itu Kak Mika." 

“Kalau punya perasaan yang sama, kenapa kalian justru bermain di belakangku?” sahut Mika. “Bukannya jujur. Dari situ harusnya kamu sadar kalau kamu orang ketiga di antara aku dan Ridwan, Lip.”

Sang adik cemberut. “Kami kasihan pada Kak Mika,” alasannya. “Tapi kan sekarang kami sudah jujur. Kakak sudah tahu. Apa Kak Mika berniat untuk menghalangi kami karena sakit hati?” Jeda sejenak. “Aku juga ingin cepat menikah dengan Kak Ridwan.”

"Kamu itu–"

"Ah, sudah!" Pak Purnomo melerai dengan keras menghentikan perdebatan ini. Dia menatap Mika dengan tajam. "Mika. Apa salahnya menikah dengan Noval?”

Pertanyaan dari sang ayah membuat Mika tidak percaya dengan pendengarannya. Namun, sebelum ia menjawab pertanyaan yang sebenarnya sudah jelas jawabannya tersebut, Pak Purnomo sudah melanjutkan.

“Ini demi kebaikanmu juga. Karenanya, kami menerima lamaran Noval,” ucap Pak Purnomo. “Adikmu itu sudah lebih siap menikah, karena sudah ada Ridwan. Sementara kamu belum. Aku tidak mau kamu sampai dilangkahi oleh Olip, nanti pamali. Bisa-bisa kamu jadi perawan tua!”

Mika terdiam. Ia terlalu bingung harus mulai menyahuti yang mana.

Sudah ada Ridwan? Sampai tadi siang, Ridwan masih pacarnya!

Kenapa tiba-tiba semuanya terdengar seakan-akan Mika adalah sosok paling egois di sini?

“Pak, tapi aku–”

"Sudah. Kita akhiri pembicaraan ini.” Sebelum Mika bisa menyahut, Pak Purnomo mengibaskan tangannya. “Sudah malam."

Tepat setelah mengatakan itu, Pak Purnomo kembali ke kamar bersama istrinya. 

Sepeninggal kedua orang tua mereka, Olip menatap remeh ke arah Mika. 

"Selamat ya, Kak. Memang Kakak berjodoh dengan Noval. Cocok kok. Penjaga toko dan tukang bengkel,” ucap Olip penuh ejekan. “Dan Kak Ridwan, memang cocoknya sama aku. Guru dan calon bidan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status