Share

Permintaan Gila Adikku
Permintaan Gila Adikku
Penulis: Evie Edha

1. Berikan Pacarmu Padaku

"Berikan Kak Ridwan padaku, Kak." 

Mika yang mendengar ucapan adiknya yang santai itu melotot seketika. Ditatapnya Olip, sang adik, yang tampak sibuk dengan kuku-kuku jarinya. Mengagumi mereka yang baru saja mendapatkan perawatan.

"Kamu ngomong apa tadi?'' Mika memastikan apa yang baru saja dia dengar.

"Aku yakin Kak Mika mendengar dengan jelas,” balas Olip tenang. “Aku ingin Kak Mika memberikan Kak Ridwan untuk aku." 

"Gila kamu?" tanya Mika kemudian. Masih tidak percaya dengan yang ia dengar. "Yang kamu minta barusan itu orang loh, Lip. Pacar kakak. Bukan makanan.”

Olip hanya mengedikkan bahunya tak acuh. 

"Aku hanya merasa kalau Kak Ridwan itu lebih pantas untuk aku ketimbang Kakak,” ucap Olip kemudian. “Makanya aku minta Kakak putus saja sama dia dan berikan dia padaku."

Mika menunjukkan ekspresi tidak paham. Satu alisnya menukik naik.

"Dari mana kamu bisa mengatakan hal itu?" tanya gadis itu.

Bagian mananya yang tidak pantas antara dirinya dan sang pacar? 

Olip mengembuskan napas malas. "Kak. Kak Ridwan itu guru, dan aku calon perawat. Kami lebih pantas untuk bersanding ketimbang sama Kakak yang hanya seorang penjaga toko." 

"Apa yang salah dengan penjaga toko?” tanya Mika kemudian. “Memangnya penjaga toko tidak boleh memiliki suami seorang guru?" 

"Ya jelas lah, Kak.” Olip memutar bola matanya malas dengan ekspresi yang sangat merendahkan. “Pada dasarnya, yang berseragam itu harus mendapatkan pasangan yang berseragam juga. Biar seimbang. Kalau Kak Ridwan sama Kakak, yang ada nanti Kak Ridwan bisa malu." 

"Pendapat dari mana itu?" balas Mika yang merasa perkataan adiknya tidak benar pun menyangkal.

Olip berdecak. "Masih aja ngeyel,” katanya kesal. “Udah deh, Kak. Intinya Kak Ridwan itu hanya cocoknya sama aku. Lebih baik Kak Mika turuti apa yang aku pengen. Berikan pacar Kakak itu untuk aku. Nanti malah Kak Mika gigit jari, malu sendiri kalau masih bertahan dengan Kak Ridwan."

Mika semakin tidak habis pikir dengan adiknya. Tentu dia menggeleng untuk menolak. 

"Kamu ini apa-apaan, Lip. Bukankah kamu juga mempunyai seorang kekasih?" tanya Mika kemudian.

"Oh Noval?”  Olip memberikan senyum tipis. “Ya ... itu buat Kakak aja deh. Anggap aja kita tukeran pacar gituloh. Gampang, kan?"

Satu lagi hal mengejutkan yang membuat Mika tak habis pikir. Ia menggeleng pelan.

"Gila kamu, Lip. Bener-bener Gila. Nggak bener ini."

Mika menatap kedua orang tuanya yang juga ada di sana. 

"Pak. Bu. Kenapa kalian diam saja? Bantu ngomong dong sama Olip apa yang dia minta itu tidak masuk akal," ujarnya kemudian dengan tatapan memelas berharap kedua orang tuanya menasihati Olip.

Sayangnya, apa yang dia harapkan tidak terjadi. Jika Pak Purnomo hanya diam saja, Bu Tuti malah mengedikkan bahu. 

"Ibu rasa apa yang dikatakan Olip itu tidak ada salahnya, Mika.” Sang ibu berujar, mendukung putri bungsunya. “Dia sedang menolong kamu loh. Bayangkan saja jika nanti kamu sama Ridwan menikah, lalu Ridwan memiliki pertemuan penting, apa kamu bisa mensejajarkan diri dengan istri-istri guru lain yang ibu juga yakin mereka memiliki seragam untuk dibanggakan? Adik kamu ini menolong kamu loh. Mungkin lebih baik ya kamu berikan saja Ridwan ke Olip."

Mika menatap tidak percaya pada sang ibu. Dia syok dengan jawaban ibunya. 

Namun, sebenarnya kenapa tadi dia sempat berharap? Bukankah selama ini kedua orang tuanya memang mengedepankan Olip dari dirinya. 

Mika hanya punya dirinya sendiri di sini.

"Enggak, Bu. Ini bukan hanya tentang seragam.” Mika menggeleng. “Tapi tentang perasaan. Lagi pun mana mungkin mau Kak Ridwan melakukan ini. Hubungan kami sudah lama, tidak hanya sebentar dan main-main."

Olip yang mendengar itu menjadi kesal. Dia bangkit dari duduknya. 

"Terserah mau bilang apa. Yang penting keinginanku tadi udah aku katakan. Sekarang, Mau tidak mau Kakak harus memberikan Kak Ridwan sama aku. Titik."

Setelahnya Olip pun meninggalkan ruang tamu itu sembari menggerutu, "Seperti Kak Ridwan cinta mati saja sama dia.''

Mika kembali menatap kedua orang tuanya lagi. "Pak, Bu---"

"Sudahlah, Mika. Lebih baik kamu turuti saja,” ujar Pak Purnomo yang langsung bangkit dan meninggalkan Mika. “Ngalah sama adik sendiri. Jadi kakak yang baik.” 

***

Kejadian semalam membuat Mika terusik. Dengan gelisah, Mika memandangi ponselnya. 

Sejak kemarin Mika berusaha untuk menghubungi kekasihnya itu untuk membicarakan kejadian semalam pada Ridwan, mengenai Olip dan permintaannya yang tidak masuk akal.

Namun, pria itu tidak kunjung membalas pesan ataupun mengangkat teleponnya. Benar-benar tidak bisa dihubungi. Bahkan, pesannya saja tidak dibalas.

Hal ini membuat Mika makin gelisah. Apalagi memang, belakangan ini pacarnya itu seperti mengabaikannya. Jarang memberi kabar, tidak lagi menyempatkan diri bertemu dengannya.

Sekalipun Mika mencoba berpikir positif bahwa Ridwan sibuk dengan pekerjaannya sebagai guru, tapi mungkinkah ia sampai tidak sempat membalas pesannya satu pun?

“Atau dia sedang sakit ya?” Mika masih mencoba berpikir positif. 

“Sudah, kamu ke rumahnya saja,” tanggap Sinta, rekan Mika yang ikut gerah melihat temannya itu gelisah sejak tadi. “Mumpung ini ada pesanan ke daerah rumahnya. Kamu bisa mampir sekalian.”

Mika melirik jam. Pukul 2 siang. Seharusnya Ridwan sudah ada di rumah saat ini.

“Baiklah. Sini aku antar.” Mika akhirnya memutuskan.

Gadis itu mengantarkan pesanan terlebih dahulu sebelum mengemudikan motornya ke rumah sang kekasih.

Senyum Mika terbit kala melihat motor Ridwan terparkir di depan rumah. Dia memarkirkan motornya di samping motor sang kekasih dan menghampiri pintu depan terbuka lebar.

Ketika dia sampai di ambang pintu rumah dan bersiap mengucapkan salam, Mika mendengar suara aneh.

"A-ah–pelan-pelan, Kak Ridwan–" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status