“Aku tidak takut kepadamu.”
Meski tidak sepenuhnya benar, tetapi Moreau telah mengungapkan sisi tersembunyi dari nalurinya yang riskan. Abihirt mungkin sedang menyimpulkan sesuatu sehingga sudut bibir yang berkedut samar seperti berusaha membeberkan beberapa hal. “Jika tidak takut, mengapa kau seperti ingin menghindariku?” Sesaat Moreau menahan napas menghadapi pertanyaan dari ayah sambungnya. Semudah itukah Abihirt menyingkirkan tembok – tombok menjulang tinggi di sekitar mereka? Moreau sudah berusaha keras tidak terlihat mencolok dan pada akhirnya dia seperti ditangkap dalam keadaan tubuh yang basah. Tidak. Moreau menggeleng samar, memiliki beberapa alasan untuk menyangkal. “Aku menghindar, karena tidak mau kau ajak berbuat dosa. Aku tidak mau mengkhianati ibuku!” ucapnya nyaris meninggikan suara, tetapi segera menyadari di mana dia terjebak saat ini.Berpikir Juan akan menyerah pada rahasia – rahasia di sekitar. Tidak. Moreau salah menganggap pria itu akan melupakan segala sesuatu yang paling tidak memiliki kesan di antara mereka. Dengan rasa ingin tahu membludak, sengaja menghubunginya di waktu – waktu tertentu, di dapur setelah Moreau hampir selesai menyiapkan makan malam untuk Abihirt. Ya, persis permintaan Barbara di restoran beberapa saat lalu. Dia tidak terlalu yakin, tetapi menu yang sama seperti semalam terdengar tidak terlalu buruk. [Cepatlah cerita, Amiga. Bagaimana bisa mantan kekasihmu ternyata keponakan dari ayah sambungmu?] Moreau mendengkus sesaat, lalu menatap ke layar ponselnya dengan setengah minat. Wajah Juan masih terungkap begitu dekat di sana, seperti sengaja menunjukkan betapa pria itu membutuhkan jawaban cepat. Tidak ada yang bisa Moreau katakan dengan pasti. Beberapa hal berada di luar kendali. Sama seperti dia begitu terkejut mengetahui pertama kali bahwa Abihirt menikahi Barbara, pria yang nyata – ny
Celakalah. Moreau begitu terkejut dan secara naluriah mendorong Abihirt jauh beberapa jarak, sementara dia buru – buru melompat turun dan membenahi celana yang pria itu lucuti. Ketegangan begitu menyakitkan. Jantung Moreau menggebu – gebu, nyaris tak mengerti mengapa Abihirt begitu tenang mengambil sepiring pasta di atas meja, bahkan pria itu seperti tidak sama sekali menghadapi masalah ketika mengatur posisi persis menatap ke sumber suara. Di sana Barbara muncul dengan pakaian kerja seperti biasanya. Hampir saja. Moreau sungguh tak bisa mengatakan apa pun selama sesaat mengambil jeda untuk menenangkan diri. Harus benar – benar bersembunyi di belakang tubuh ayah sambungnya, sambil sesekali mencoba menutupi keganjilan di antara mereka. Sebagai tambahan, dia tak berani melirik ke wajah Barbara ketika langkah wanita itu berakhir lebih dekat. Aroma parfum semerbak menyeruak memaksa Moreau menahan napas sejenak. Barusan Barbara mencium ra
Seketika Moreau menahan napas menyimpulkan hal yang nyaris tidak pernah dia pikirkan. Barbara sedang menyerahkan tawaran agar dia menjadi tumbal? Apa yang wanita itu pikirkan sebenarnya? Menyedihkan. Ternyata Moreau sudah berusaha berada di pihak yang salah. Pernyataan ibunya tidak lebih baik dari pilihan yang Abihirt berikan. Padahal dia mati – matian tidak menjadi sumbu perusak, tetapi niat Barbara yang jahat segera mengubah beberapa sudut pandang Moreau. Dia tidak akan lagi memikirkan tentang perasaan ibunya saat wanita itu sendiri bahkan sama sekali tidak peduli apakah dia akan baik – baik saja atau celaka. Yang Barbara inginkan hanyalah keuntungan, kebebasan, keindahan, dan kekayaan. Wanita itu tidak akan pernah bersimpati pada apa pun, termasuk jika dia sebenarnya adalah sumber penting dalam pengambilan langkah Barbara. Mungkin masih, tetapi Moreau tidak akan membiarkan Barbara mengambil tindakan terlalu jauh. D
Moreau tersentak, dan baru kali ini dia mendapati ayah sambungnya seperti merasakan hal serupa. Tautan bibir mereka terlepas, secara kompak melirik ke arah pintu. “Sembunyi.” Itu perintah darurat yang nyaris tak dapat Moreau hadapi. Dia masih menahan napas, kebingungan mencari tempat persembunyian yang layak. Kamar mandi? Tidak. Ibunya bahkan belum sama sekali menginjakkan kaki di kamar, selain lebih dulu mendatangi dapur. Satu – satunya tempat paling mungkin dilalui Barbara terduga di sana. Wanita itu akan melakukan ritual membasah setelah sepanjang hari berada di kantor. Balkon? Benak Moreau memberi sugesti, tetapi dia juga menolak tempat tersebut. Bagaimana jika secara tak terduga Barbara melangkahkan kaki mencari udara segar lainnya? Moreau tak ingin mengambil risiko besar atas keputusannya beberapa saat lalu. Dia menunduk. Akhirnya menemukan tempat pa
“Hari ini kau tidak terlalu sibuk, kan, Moreau? Aku mau meminta bantuanmu.” Moreau mengangkat sebelah alis tinggi, berusaha memastikan apa tujuan Barbara ketika memutuskan untuk mendatanginya pada saat – saat seperti ini. Di tangan wanita itu terdapat beberapa berkas yang dibalut satu ke dalam map. Barangkali terlalu penting hingga ekspresi wajah yang menatap ke sekitar, seolah mencari pelbagai cara untuk menyelesaikan masalah. Moreau menahan napas sebentar, mengembuskannya nyaris tanpa memberi petunjuk. Dia tak lupa bahwa kemunculan wanita itu di sini adalah untuk menuntaskan rencana yang dibuat bersama seseorang di telepon semalam. Sambil mencoba melupakan raut wajah Barbara yang terlihat ganjil. Moreau kembali melanjutkan kegiatan menyusun setangkai demi tangkai bunga lily yang dicampur dengan krisan dan anyelir merah. Perpaduan beberapa bunga ... menawarkan kedamaian, cinta hingga keka
Lengan Moreau terulur, secara tentatif meletakkan buket bunga yang dia buat di samping nisan bertuliskan nama ayahnya, Jeremias Riveri, dengan perasaan ntah harus berdecak kagum atau justru diliputi pelbagai perasaan ganjil. Moreau mengurai senyum begitu tipis. Ujung jarinya mengusap permukaan keramik licin sarat tindakan hati – hati dan lembut. Dia tidak membawakan hadiah. Tidak tahu apa yang perlu dijadikan pilihan. Bisanya akan selalu dengan permintaan. Moreau bertanya kemudian ayahnya akan menjawab—apa yang pria itu mau, dan kertas kado bercorak apa yang perlu digunakan. Kali kedua perayaan ulang tahun ini terasa berbeda, tetapi Moreau berinisiatif terhadap sesuatu. Dalam perjalanan menuju makam, dia berhenti untuk beberapa saat sekadar memilih kue yang dibaluri lelehan krim. Ayahnya menyukai cokelat dan Moreau telah membeli kue dengan taburan warna gelap. Dia tanpa sadar kembali tersenyum saat membuka kotak membungkus itu. Korek sudah
Mobil sudah terparkir rapi. Moreau melirik ke sekitar sudut basement hotel yang terletak di pusat kota. Setengah heran apakah mungkin dia melakukan perjalanan yang salah. Barangkali sedikit kekeliruan sedang berusaha mengendalikan kenyataan tak terlewatkan? Hampir begitu banyak keraguan menyergap di benak Moreau, tetapi dia berusaha keras menyangkal. Mustahil Barbara memberikan alamat palsu. Seharusnya, memang tidak. Bukankah wanita itu juga menambahkan bahwa pertemuan bersama Mr. Halland akan dilakukan di restoran hotel? Moreau mendengkus kasar, mengakui bahwa dialah yang terlalu serius menanggapi percakapan wanita itu semalam di telepon. Sesaat matanya melirik ke kursi penumpang. Sesuatu di sana telah begitu disiapkan. Berharap ini secepatnya selesai. Harus benar – benar selesai. Perlahan Moreau mengendurkan genggaman pada setir kemudi, dia bahkan tak sadar sedang menggeng
Kekehan menjengkelkan, hingga nada puas seperti sambaran petir yang menggelegar. Moreau menunduk dalam – dalam demi menghindari ciuman apa pun akan mendarat di sana. Bahkan dengan keras dia berteriak kepada siapa pun, yang barangkali akan datang menghentikan bajingan kurang ajar, ketika bibir pria itu benar – benar akan menyentuh di pipinya. “Lepas!” Sekali lagi Moreau masih memberontak. Satu tangannya yang mengepal erat secara naluriah menghantam rahang Mr. Halland. Pria itu menggeram, meski sama sekali bukan akhir dari tindakan licik—sedang pria itu ungkapkan. Moreau meringis menghadapi tuntutan yang berubah menjadi cengkeraman kasar. Tidak mau diseret masuk ke dalam satu ruang saat pintu kamar telah terbuka. Masih berusaha menarik diri mundur, tiba – tiba pukulan keras meninggalkan peristiwa tak terduga, tubuh Mr. Halland tersungkur jatuh nyaris bertabrakan dengan lantai lorong hotel. “Abi.” Moreau bergumam tanpa sadar. Di
Moreau dapat merasakan bagaimana Juan memegangi kakinya dengan erat, sementara dia berada pada posisi cukup tinggi di udara. Kedua lengan lentik Moreau bergerak diikuti irama musik. Semua berjalan seperti yang mereka rencanakan. Seharusnya .... Seharusnya tidak lama lagi menuju tari penutupan, tetapi tiba – tiba bayangan tubuh Barbara naik ke atas panggung membingungkan siapa pun yang menyadarinya. Wanita itu membersihkan tenggorokan di depan mic, seperti memang sengaja, kemudian lagu berhenti berputar. Demikian pula, gerakan Moreau dan Juan kompak berhenti di tempat. Sedikit yang dia tahu, proses acara Abihirt tidak berjalan seperti ini. Tidak ada riwayat agenda di mana Barbara tampil di atas panggung diliputi kebutuhan bicara di sana, seolah ada hal yang telah wanita itu rencanakan dan mereka sama sekali tidak mendapat petunjuk tentang apa pun itu. “Aku tahu kalian semua pasti bingung dengan keberadaanku di sini, terutama karena aku baru saja menghentikan para atli
Ini waktu – waktu yang ditunggu. Moreau berulang kali mengendalikan ketegangan dalam dirinya. Sedikit tidak menyangka jika Abihirt akan membuat program acara yang terlihat luar biasa penuh persiapan. Mungkin—memang, keberadaan dia dan Juan di sini tergolong bukan kali pertama. Di saat – saat terakhir latihan, mereka lebih sering menghabiskan waktu di lapangan secara langsung; melakukan gladi bersih dan kotor. Semua selalu dalam pengawasan Anitta. Pun ... terkadang Abihirt melibatkan diri ketika pria itu memiliki waktu luang. Ya, tidak dimungkiri mereka jarang terlibat dalam pertemuan langsung. Sepertinya Abihirt terlalu sibuk, sehingga mereka cenderung melakukan kontak lewat sambungan telepon. Moreau juga tidak terlalu memikirkan karena dia benar – benar serius dengan beberapa urusan penting; ujian masuk perguruan tinggi masih menjadi desakan krusial yang dilakukan Barbara. Namun, juga tak menyangkal ada keganjilan spesifik dari sikap ibunya. Ntahlah. Barangkali dia m
“Aku tidak mau,” Moreau berkata dengan nada tegas, sementara respons Abihirt di balik pintu, membuat antisipasi dalam dirinya meningkat pesat. Pria itu sungguh akan membuat celah lebih besar dan dia harus mati – matian menahan diri. “Sepertinya aku lebih senang kau bersikap kaku dan dingin, Daddy.” Napas Moreau pendek – pendek ketika menambahkan komentar terhadap sikap Abihirt. Pintu semakin didorong dan dia hampir tidak memiliki kemampuan khusus mempertahankan apa yang seharusnya. Mengalah. Itu terdengar lebih adil daripada membiarkan semua berakhir dengan sangat buruk. Senyum begitu samar di wajah Abihirt ketika pria itu melangkahkan kaki masuk, lalu mengunci pintu dari luar; sangat meninggalkan sesuatu untuk Moreau sesali. Kali ini, dia tidak akan terpukau. Percuma. Lekuk bibir pria itu hanya seperkian detik, bahkan nyaris tidak ada kesempatan sekadar mengaguminya. “Abi, lepaskan aku!” Moreau berteriak keras ketika Abihirt mengangkat tubuhnya menuju ba
Abihirt bergerak tentatif. Itu meninggalkan banyak sensasi tak terjabarkan. Moreau merasa inti tubuhnya terisi penuh. Dia bahkan mengeratkan cengkeraman saat tempo pinggul ayah sambungnya semakin cepat. Tumbukkan Abihirt benar – benar nikmat. Moreau bisa mendengar sendiri bagaimana suaranya nyaris mendekati desahan panjang, tetapi Abihirt seperti menginginkannya mengeluarkan respons lebih banyak. Tangan pria itu dengan mantap meremas payudara yang terlempar ke pelbagai arah, membuat wajah Moreau segera terangkat. Abihirt memainkan beberapa bagian sensitif di tubuhnya dengan baik dan pria itu tahu kapan harus berhenti maupun tidak, seperti ingin menguji sejauh mana dia bisa menahan diri untuk tidak memohon kepada ayah sambungnya. “Engh—Abi ....” Kelopak mata Moreau memejam, menikmati saat – saat luapan kenikmatan akan meledak. Dia membiarkan kedua kaki mengapit pinggul seksi pria itu. Abihirt masih bergerak. Kali ini ditambahkan ciuman yang mendarat di bibirnya.
“Kau tadi hanya tidur 15 menit. Memangnya itu cukup untuk waktu istirahatmu, huh?” tanya Moreau di sela – sela kebutuhan hampir mengeluarkan desahan samar. Abihirt luar biasa pandai dan sekarang sentuhan pria itu telah menyelinap masuk di balik kain yang membalut di tubuhnya. “Abi—“ ucap Moreau tertahan saat mendeteksi pria itu telah berhasil menarik bra hingga membuat puncak payudara yang mencuak dari bahan pakaian tipis di sana. Mata mereka bertemu. Rasanya dia hampir tersesat dan lupa bagaimana cara melarikan diri dari gairah yang telah membara. Abihirt kembali melumat bibirnya dan memainkan puting yang menegang. Moreau tidak akan diam; tidak akan kalah begitu saja saat pria itu telah membuatnya nyaris tak berdaya di bawah kurungan. Dia mulai bergerak. Membantu Abihirt menyingkirkan jas yang masih merekat, kemudian jatuh membuka satu demi satu kancing kemeja pria itu. Otot – otot yang tampak liat di permukaan dada ayah sambungnya hampir membuat Moreau tidak
“Aku pikir kau tidak akan kembali,” ucap Moreau saat menyambut Abihirt yang sekarang menjulang tinggi di hadapannya. Pria itu masih dengan tampilan yang sama dari terakhir kali mereka berpisah. Dia mendadak takut membayangkan ayah sambungnya benar – benar tidak memiliki minat sekadar pulang sebentar ke rumah—menemui Barbara yang mungkin sedang menunggu dengan tidak sabar. Setelah meneguk habis jus stroberi, wanita itu langsung berpamitan pergi. Aneh. “Aku masih ingin menikmati waktu lebih lama bersamamu.” Suara serak dan dalam Abihirt secara naluriah membuat Moreau mengangkat sebelah alis tinggi. Mereka sering bertemu, tetapi pria itu selalu menyerahkan sentuhan memanas di wajahnya. “Kau tidak takut ibuku mencarimu?” dia bertanya sarat nada waspada. Abihirt baru saja berjalan masuk melewati pintu utama. Reaksi pria itu tampak sedikit tidak peduli. “Sudah kukatakan kepadamu kalau dia akan sibuk selama beberapa hari.” Kelopak mata Moreau menyipit. Rasanya, tid
“Kau menata rumah ini dengan bagus. Apa ada yang membantumu?” Moreau merasa cukup canggung ketika membuntuti ke mana langkah ibunya terus menjelajah beberapa bagian dari sudut rumah. Hanya merasa harus dan mungkin bisa bersikap waspada saat ada sesuatu yang salah di antara mereka. “Aku kadang – kadang meminta bantuan Juan, kalau barang – barang berat yang perlu disusun atau dipindahkan ke tempat seharusnya.” Padahal, bukan. Moreau tidak bisa mengatakan bahwa Abihirt berkontribusi besar terhadap suasana rumahnya yang menenangkan. Mereka bekerja sama untuk banyak hal. Apa pun yang telah disepati—barangkali tidak pernah luput dari selera Barbara. Wanita itu tampak luar biasa takjub, lalu kembali melanjutkan langkah menuju beberapa bagian lainnya. “Daripada kau terus mengikutiku, mengapa tidak kau buatkan minum untuk ibumu? Apa kau tidak ingat aku harus melakukan perjalanan jauh dari kantor ke rumahmu?” Oh—ya, benar .... Moreau hampir melupakannya. Ti
“Jangan lupa menghubungiku kalau kau sudah sampai,” ucap Moreau setengah berteriak. Mobil Abihirt sudah melesat di kejauhan. Tidak ada lagi hal yang perlu dia lakukan di sini. Melanjutkan pekerjaan tertunda merupakan gagasan terbaik. Dia perlu memindahkan beberapa bahan makanan mentah ke lemari pendingin. Kali pertama menginjakkan kaki ke dapur, perhatian Moreau terpaku pada kertas belanjaan yang tersusun rapi. Tampaknya Abihirt cukup peduli untuk tidak meninggalkan kekacauan di sini. Sudut bibir Moreau melekuk tanpa sadar, kemudian memulai segala sesuatu dengan pemikiran tenang. Banyak buah yang perlu dipindahkan ke keranjang, ini tidak akan lama. Dia masih begitu serius menyelesaikan semua, tetapi kemudian menyadari mesin mobil seseorang terdengar sayup – sayup menyelinap dari luar. Abihirt kembali lagi? Untuk apa? Benak Moreau bertanya – tanya. Sedikit tidak berusaha mempedulikan apa pun yang mungkin ayah sambungnya lakukan. Dia akan tetap di
Sudut bibir Moreau melekuk tipis saat dia menunduk, memperhatikan ekspresi wajah Abihirt yang tampak begitu tenang. Tidak dimungkiri, sesuatu seperti berusaha menyelinap di benaknya; lagi – lagi memberi tahu bahwa ada sekelebat bayangan—membentuk suatu rahasia yang tidak pernah bocor ke permukaan. Dia membayangkan, andai ... Abihirt sekali saja, bersedia menceritakan beberapa hal untuknya, tetapi itu merupakan gambaran paling mustahil. Moreau tidak akan pernah dipertemukan pada saat – saat tersebut dan dia seharusnya menjaga pelbagai kebutuhan di benaknya supaya tidak merasa haus terhadap informasi yang jelas tak akan sampai. Waktu terus berjalan. 15 belas menit terasa cukup sebentar. Moreau hampir tidak sadar bahwa dia nyaris menghabiskan momen sendirian di sini—tidak sebenarnya sendiri, tetapi secara teknis Abihirt meninggalkannya ... dengan tidur masih begitu lelap. Ada tuntutan mendesak supaya dia tidak membangunkan pria itu. Hanya saja, logika terus mengingat