Damian memandang Gaby lebih lama. Ia akan merindukan gadisnya itua. "Bagaimana kalau kamu ikut?" Damian mengusap dagu Gaby pelan. "Bolehkah?" tanya Gabya sembari menyipitkan mata. pria tampan di hadapannya ini sangat sempurna. cerdas dan tentu saja pintar. tapi.... Gaby tidak mempunyai perasaan yang lebih dalam selain sekedar suka. merasa bangga karena Damian termasuk pria yang banyak diincar oleh gadis diluar sana. Tapi pria ini memilihnya. Pria ini dengan sabar menunggunya... Damian mendekat.. menyatukan hidung mereka sembari menutup mata. "Apa yang kamu pikirkan? Jangan pernah berpikir meninggalkanku.." Gaby tertawa pelan. ia menggeleng sembelum mendekat dan mencium bibir pria itu lebih dahulu. Damian menarik pinggang Gaby sehingga tubuh mereka semakin menempel. Damian mengusap pelan pinggang Gaby sebelum memasukkan tangannya ke dalam kemeja Gaby. mengusap punggung mulus Gaby. bibir mereka saling bertaut. Gaby melepaskan pangutan mereka
5 tahun yang cukup sulit bagi Gaby. Ia terus menyibukkan diri sehingga bisa lupa dengan kenangannya bersama Haven. Bukan orangnya tapi kenangannya. Gaby keluar dari kantor majalah dengan uring-uringan. Ia menancap gas mobilnya dengan kencang sampai kembali ke kantor. wajah ganasnya sudah bisa ditebak oleh bawahannya. mereke menebak-nebak kenapa bos mereka seperti itu. kemungkinan ada dua, karena pms atau karena ada hal buruk terjadi. Gaby mengusap rambutnya kasar dan berjalan masuk ke ruangannya. tok tok Vina masuk ke dalam. "Ada yang kamu inginkan? Cokelat atau makanan manis untuk mengembalikan mood kamu?" Gaby menoleh dan mengangguk. "Cokelat aja." Vina pergi dan tidak lama kembali membawa cokelat. "Ini." Menaruh Cokelat di atas meja. Cokelat bulat-bulat kecil yang memang disukai Gaby. Vina benar-benar melakukan tugasnya sebagai Sekretari. Maka dari itu, di perusahaan yang benar-benar dipercaya Gaby hanyalah Vina. "Pemotretanmu berjalan buru
Hari ini Gaby ada jam kelas untuk Studinya S2nya. Ia melangkah pelan menuju ruangannya. Gaby tidak yakin dengan kelas hari ini karena tidak terlalu melihat jadwal. Gaby tidak mempunyai teman. Ia menganggap teman kampus hanyalah sebatas formalitas. Apalagi kebanyakan dari mereka merupakan pekerja yang sama-sama sibuk. Gaby mengambil duduk di bangku paling terdepan. Gaby yang sibuk mengeluarkan tabletnya sampai tidak sadar bahwa dosennya sudah masuk. “Perkenalkan saya Dosen tamu dan akan mengajar selama setengah semester.” Tunggu! Gaby tidak asing dengan suara orang itu. Benar saja ketika ia mendongak. kedua matanya berhadapan dengan mata elang seorang pria yang sudah lama tidak ia lihat. Gaby membeku untuk beberapa saat. Sampai akhirnya Haven tersenyum miring padanya. “Perkenalkan saya Haven Edison, saya adalah pemimpin Edison Corp. Saya lulusan Harvard university jurusan management bussines. Saya harap saya bisa memberikan ilmu kepada kalian.” Gaby menyipitkan ma
Gaby menunduk mengambil buku-bukunya. Ia terhenti ketika sebuah tangan mengambil bukunya. Gaby terdiam—untuk sesaat pandangan mereka bertemu. Gaby memutuskan untuk mengabaikannya. “Gabriella..” panggil Haven pelan. Gaby mendongak. “ada yang ingin anda katakan pak?” Haven menggeram pelan. “Gaby bisakah kita mengobrol sebentar?” Gaby menggeleng sembari menatap jam di tangannya. “Sebentar lagi saya harus bertemu dengan klien.” Haven menghela sebentar. “Saya pergi, pak..” Gaby pergi setelah menegaskan hubungan mereka.Ia tidak ingin berhubungan lagi dengan pria itu. apalagi memberi kesempatan pada mereka untuk lebih dekat lagi. Haven menggeleng pelan. Akhirnya ia menangkap pergelangan tangan Gaby. “Tunggu.” “Apa yang anda inginkan?” Gaby mengangkat salah satu alisnya ke atas. Jika bertanya bagaimana perasaannya? Gaby tidak bisa mendeskripsikannya. Yang pasti Haven masih seperti dulu. Tampan. Dan yang pasti juga semakin dewasa. Gaby menyadarkan diri untuk tidak jatuh ke
Damian menepati janjinya. Setelah melakukan perjalanan bisnis, pria itu benar-benar pulang dan langsung menemui Gaby. Gaby menyambut kedatangan kekasihnya itu dengan senang hati. Gaby langsung memeluk Damian ketika membuka pintu penthousenya. “Aku merindukanmu!” ucap Gaby dengan antusias. Damian mengecup beberapa kali puncak kepala Gaby. Gaby menarik Damian masuk. “Kamu beli apa?” tanya Gaby melihat paper bag yang dibawa oleh Damian. Damian menaruh paper bag itu di atas meja. “Apa yaa…” sembari membuka paper bag itu. Gaby tersenyum. Damian membuka paper bag itu dan mengambil satu buah jam tangan. Jam tangan vintage. Bukan jam tangan dengan merek mahal. Melainkan jam tangan kuno yang sepertinya berharga. “Untukku?” tanya Gaby. “Modelnya untuk wanita. Aku beli karena mengingat kamu. karena kamu suka jam tangan.” Damian memasangkan jam tangan itu di tangan Gaby. “Katanya jam tangan ini dulu adalah milik ratu kerajaan. Aku langsung beli karena mengingat ada ratuku yaitu kamu.
“Silahkan tuan putriku.” Damian membukakan pintu. Gaby tersenyum sembari masuk ke dalam mobil. Hari ini ia menggunakan dress cantik berwarna hitam. Sedikit terbuka di bagian dada. Its fine. Kata Damnian yang penting Gaby nyaman. Kalau tidak nyaman nanti bisa ditutup dengan jasnya. Damian menyetir satu tangan dengan satu tangan lagi menggenggam tangan Gaby. Cekrek! Gaby memotret Damian Damian dari samping. “My hot boyfriend,” lirih Gaby sembari terkikik geli. “Post kalau berani.” Gaby berdecak. “Hanya post saja kan? Siapa takut.” “Post wajahku dengan jelas kalau berani.” Gaby menggeleng. “Privat but not secret baby.” Mengecup pipi Damian. Gaby memiliki banyak sekali pengikut, hal itu yang sekarang membuatnya berhati-hati saat memposting sesuatu. Sedangkan Damian sosial medianya dikunci dan hanya diikuti oleh orang terdekat saja. Sehingga pria itu begitu leluasa memposting foto-foto kebersamaan mereka. Damian mengecup punggung tangan Gaby pelan. Tidak m
“Maaf,” lirih Damian. Ia mengecup pelan pipi Gaby dari samping. “Aku meninggalkan kamu terlalu lama.” Gaby mendongak. “Tidak masalah.” Gaby hendak berbicara namun ia ragu. “Kamu…” Ia melirik seorang pria yang kini sibuk berbicara. “Kamu akrab dengannya?” tanya Gaby menunjuk Haven dengan dagunya. “Aku pernah tidak sengaja bertemu dengannya di beberepa acara.” Damian menangkup wajah Gaby. “Aku tahu. Aku pernah dengar kamu pernah menjalin hubungan dengannya.” Damian menghela nafas. “Tapi aku tidak tahu apapun tentangmu dan dia. Karena kamu yang tidak pernah menceritakan apa-apa padaku.” Damian mengusap pipi Gaby. “Sampai saat ini aku hanya menganggapnya sebagai kenalan bisnis. bukan sebagai mantan kekasihku..” Gaby mendongak. ia tahu, ini memang kesalahannya yang tidak memberitahu apapun pada Damian tentang masa lalunya. Tapi ia tidak pernah membahas masa lalu karena ingin fokus pada hubungannya saat ini.“Maaf,” lirih Gaby. “Aku hanya ingin melupakan masa laluku.” Damian men
“Kau masih merokok?” seorang pria yang diam-diam mengikuti Gaby. Gaby menghela nafas. “Jangan mengikutiku sialan!” Gaby berbalik. Ia berjalan ingin pergi dan meninggalkan Haven. Namun pria itu lagi-lagi mencegahnya. Pria itu mencekal pergelangan tangannya. “Aku minta maaf,” ucap Haven. “Untuk apa?” Gaby mendongak. “Atas kesalahanku dulu.” Gaby bersindekap. “Memangnya apa kesalahanmu?” “Aku membuatmu menderita. Aku tidak bisa memberimu kepastian tentang hubungan kita. Maaf, karena aku dulu berniat menjadikanmu mainanku. Maaf karena aku berniat jahat padamu. Dan maaf atas semua tindakanku yang membuatmu sakit hati.” Gaby memejamkan mata sebentar. “Brengsek!” umpat Gaby begitu keras. “Aku menyesal. Tidak seharusnya aku melakukan semua itu padamu.” Haven meraih tangan Gaby dan menggenggamnya. “Maafkan aku Gabriella. Aku janji aku tidak akan menyakitimu..” Gaby mendongak. “KENAPA KAU BARU MINTA MAAF SEKARANG? KEMANA SAJA LIMA TAHU INI?” “Kau tidak tahu betapa hanc