Gaby mengibaskan tangan Haven. “Kau bisa bangun sendiri kan?” tanya Gaby. Ia berdiri dan tidak berniat membantu Haven untuk berdiri. Tapi Haven meraih tangan Gaby untuk berdiri. Hingga Gaby hampir saja oleng jika satu tangan Haven tidak menangkap pinggangnya. “Setidaknya kau harus bertanggung jawab atas lukaku ini.” Gaby menyingkir. Menjaga jarak dengan Haven. “Kau punya banyak uang. Pergilah ke rumah sakit sendiri.” Gaby mengernyit. Ia menatap Haven dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ternyata luka yang dibuatnya cukup banyak juga. Rahang Haven, sudut bibir pria itu berdarah. Untung saja Gaby tidak meninju hidung mancung Haven. Jika iya, sudah pasti akan patah dan pasti akan mendapatkan operasi. “Rasakan…” lirih Gaby sembari tersenyum puas. Haven terdiam. Akhirnya ia bisa melihat senyum Gaby kembali. Senyum natural yang tidak dipaksa sama sekali. “Kenapa kau terdiam?” tanya Gaby menyipitkan mata curiga. Terlalu curiga karena takut Haven pingsan. “Akhirnya aku meliha
Gaby mendorong Haven hingga pangutan bibir mereka bisa terlepas. Jika dibiarkan ia tidak tahu apakah bisa mengendalikan dirinya atau tidak. Gaby mendongak. “Brengsek!” “Panggil aku jika kau membutuhkanku.” Haven mendekat. Reflek Gaby menjaga jarak dari pria itu. “Jangan mendekat.” Haven menghela nafas. jemarinya mengusap sudut bibirnya yang masih terasa perih. “Aku tidak bercanda dengan ucapanku. Kau bisa menjadikanku selingkuhan.” Gaby mengernyit. “Kau gila!” Gaby melangkah pergi. tidak menoleh ke belakang lagi dan memilih untuk segera pergi dari sana. Gaby langsung pulang ke rumahnya dengan perasaan yang kacau. ~~ Pagi harinya. Gaby sudah berangkat ke kantor. Ia tidak langsung masuk melainkan menatap sebuah tas yang berada di atas meja. Tas mewah yang hanya bisa dibeli di luar negeri. Tapi Vina memilikinya? “Oh anda sudah datang,” ucap Vina yang baru saja kembali dari toilet. Vina tersenyum—ia meraih tas itu dan memilih menaruhnya ke bawah. “Tasmu b
Kelas yang sedikit membosankan. Gaby masih menyimak Haven yang berbicara di depan. Banyak mahasiswi yang terpesona dengan ketampanan Haven. Memang tidak bisa diragukan lagi pesona pria matang berusia 35 tahun itu sungguh menggoda. Untungnya Gaby tidak lagi terpesona. Bukan tidak lagi, tapi mencoba untuk tidak terpesona. “Jika masih bingung dengan tugas yang saya berikan, bisa menghubungi saya.” Haven menutup kelas. Tentu saja diakhiri dengan pemberian tugas. Gaby menghela nafas. Gampang! Hanya tugas saja ia bisa menyelesaikannya dalam semalam. Yang terpenting harus ada referensi buku dulu. Gaby pergi ke perpustakaan untuk mencari buku. Ia menyusuri rak-rak untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh Haven. Ada satu buku yang letaknya begitu tinggi. Gaby mencoba berjinjit, tapi tetap tidak bisa menggapainya. Sampai ada tubuh yang berada di belakangnya kemudian membantunya mengambil buku itu. “Sudah lima tahu berlalu tapi kau tidak bertumbuh juga.” Haven menyerahkan buku
Gaby berlari menyusul Haven. Ia langsung masuk ke dalam mobil pria itu tanpa berkata apa-apa lagi. Haven hanya tersenyum, setelah itu masuk ke dalam mobilnya. Duduk di kursi penumpang. Menjalankan mobilnya pelan. “Mau ke mana?” “Aku tidak tahu rumahmu.” Haven tidak berbohong. Ia memang tidak tahu rumah Gaby. Yang pasti ia sudah mencari tahu tapi tidak menemukannya. Mungkin saja wanita itu memang sengaja menyembunyikannya, agar tidak diketahui orang banyak. Apalagi Gaby juga terkenal di media sosial. “Ke restoran.” “Kau lapar?” Gaby mengangguk. kemudian menoleh dan tersenyum. “Pacarku sudah menunggu di restoran. Kita sudah berencana untuk dinner..” Haven terdiam. Tidak berbicara lagi setelah Gaby mengatakan itu. Gaby bersindekap menatap lurus ke depan. “Sudah cukup hubungan ini. aku tidak ingin terlibat denganmu lagi.” Haven menoleh ke samping sebentar. “Aku tidak mau berhubungan denganmu lagi. Aku akan menganggapmu sebagai dosenku. Tidak
“Aku mencium aroma parfum perempuan di tubuh kamu.” Gaby mendongak. Jemarinya terangkat mengusap dada Damian. “Berkumpul lagi dengan teman-temanmu?” “Tidak.” Damian menggeleng. “Aku tidak sengaja bertemu dengan temanku tadi. Kita mengobrol sebentar.. mungkin itu.” Gaby hanya mengangguk sekilas kemudian mengambil duduk. Damian merengkuh pinggang Gaby. “Apa kamu marah?” “Tidak.” Gaby menggeleng. “Aku lelah.” “Kamu selalu lelah setelah kuliah. Apa yang terjadi?” tanya Damian merangkul pinggang Gaby. Mengusapnya perlahan. Gaby menyandarkan kepalanya di bahu bidang Damian. “Aku hanya.. entahlah. Mungkin karena pekerjaan yang banyak. Aku sedikit kualahan.” “Mau cuti dulu?” Gaby mendongak. “Apakah aku harus melakukannya?” “Bisa saja. cuti satu semester kalau kamu lelah.” Damian tersenyuum. Ia mengusap dahi Gaby pelan. Lantas pria seperti apa yang dicari Gaby. Damian begitu sempurna. Pengertian tentunya. Tampan, kaya… dan cerdas. Lalu kenapa Gaby merasa ia b
Setelah mengganti pakaian masing-masing. Gaby berbaring di atas kasurnya. Namun ia merasa tidak enak karena Damian memilih tidur di luar. Di sofa. padahal ukuran sofanya kecil. Tidak bisa sepenuhnya menampung tubuh Damian yang besar. Padahal ada kamar tamu, tapi katanya letak kamarnya terlalu jauh dengan letak kamar Gaby. Sehingga Damian memilih untuk tidur di sofa dekat kamar Gaby. Gaby merubah posisinya menjadi menyamping. Tapi kemudian ia memutuskan untuk bangun. Benar saja Damian kini berbaring di atas sofa. Ia mendekat. Kemudian berjongkok dan menatap wajah tampan kekasihnya. “Kamu kenapa belum tidur?” tanya Damian kemudian membuka mata. “Aku kepikiran kamu.” Damian tersenyum pelan dan menarik tubuh Gaby hingga jatuh di atasnya. “Tidur saja, jangan pikirkan aku. Besok—” “Besok libur.” Gaby tertawa pelan.” “Mau ke mana?” tanya Damian. “Mau jalan-jalan?” Gaby mengerucutkan bibirnya. “Jangan mengajakku jika tiba-tiba kamu harus bekerja. Jangan membuatk
Lagi-lagi Damian berhasil membuat Gaby tersenyum. Kata-kata indah pria itu membuat dirinya merasa benar-benar dihargai. Gaby mendongak. “Ayo menikah.” “Kamu siap?” tanya Damian. Ia terbelalak karena sungguh kaget dengan ucapan Gaby yang begitu tiba-tiba. Gaby mengangguk. tidak bisa menahan tawanya karena Damian yang terlihat begitu terkejut. Damian menunduk dan mengecup dahi Gaby beberapa detik. Ia bangkit. pria itu pergi ke kamar Gaby—mengambil satu jasnya. Kemudian mengambil satu kotak berwarna hitam, membawanya mendekat ke arah calon istrinya itu. “Ayo menikah..” Damian membuka kotak kecil itu. Sehingga sebuah cincin berwarna silver itu bisa dilihat oleh Gaby. Gaby tidak bisa menahan keterkejutannya. Ia masih diam duduk di atas sofa sembari menatap Damian yang sudah berlutut di hadapannya. “Menikahlah denganku Gabriella Mona Winston.” Gaby menatap Damian sebentar sebelum mengangguk. Damian memasang cincin di jari manis Gaby. Apa yang dipikirkan Gaby selain menerima
Setelah memutuskan untuk menikah. Gaby dan Damian menemui keluarga mereka masing-masing secara bersama. Mereka semua setuju. Apalagi dengan menikahnya mereka berdua, akan membuka jalan bisnis antar perusahaan. Gaby menghela nafas berkali-kali di hadapan cermin. Ia berada di rumah orang tuanya. Menatap dirinya di hadapan cermin yang berada di depan wastafel. “Kau sungguh yakin ingin menikah dengan Damian?” tanya Gio yang tiba-tiba datang. Padahal terkenal sibuk, tapi ketika Gaby memberitahukan rencananya akan menikah, kakaknya itu langsung datang. “Kenapa? kau tidak yakin denganku?” tanya Gaby memutar tubuhnya. ia bersindekap—menatap kakaknya yang juga menatapnya. Namun Gio menatapnya tidak yakin. “Menikah itu keputusan besar…” Gio menghela nafas. “Kau akan bersama Damian selama seumur hidup. Mentalmu harus kuat. Pemikiranmu juga harus dewasa. Selesaikan setiap pertengkaran kalian dengan baik.” “Damian baik. dia pria yang baik, kak.” Gaby mendongak. “Aku bahkan tidak pernah
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c
Agatha pulang. Berjalan gontai masuk ke dalam penthouse. Tadi.. di rumah sakit. Karena dirinya semuanya malah bertengkar. Orang tua Gio memang berpihak padanya. tapi tidak dengan nenek Gio yang begitu membencinya. Tadi di rumah sakit…. “Jangan lakukan hal itu, Mom.” Aluna lagi-lagi menarik margaret agar menjauh dari Agatha. “Gio bukan anak kecil. Dia dewasa dan dia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Dia ingin melindungi Agatha. aku sebagai orang tua tidak bisa mencegahnya dan akan mendukungnya.” “Kamu gila? setelah melihat anakmuu sekarat kamu mengatakan hal ini?” tanya Margaret memegang lengan Aluna. “Sadarlah Aluna, Gio ditusuk pria yang mengincar wanita itu.” margaret menatap Agatha begitu benci. Aluna memijjit keningnya. “Jangan membahas hal ini lebih dulu. Kita tunggu Gio..” “Gio tahu apa yang harus dilakukannya.” Margaret menatap Ethan. “Apa yang kamu lakukan?” “Semua keputusan ada di tangan Gio. Aku sebagai orang tua tidak bisa memaksanya. Begitupun
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve