Setelah memutuskan untuk menikah. Gaby dan Damian menemui keluarga mereka masing-masing secara bersama. Mereka semua setuju. Apalagi dengan menikahnya mereka berdua, akan membuka jalan bisnis antar perusahaan. Gaby menghela nafas berkali-kali di hadapan cermin. Ia berada di rumah orang tuanya. Menatap dirinya di hadapan cermin yang berada di depan wastafel. “Kau sungguh yakin ingin menikah dengan Damian?” tanya Gio yang tiba-tiba datang. Padahal terkenal sibuk, tapi ketika Gaby memberitahukan rencananya akan menikah, kakaknya itu langsung datang. “Kenapa? kau tidak yakin denganku?” tanya Gaby memutar tubuhnya. ia bersindekap—menatap kakaknya yang juga menatapnya. Namun Gio menatapnya tidak yakin. “Menikah itu keputusan besar…” Gio menghela nafas. “Kau akan bersama Damian selama seumur hidup. Mentalmu harus kuat. Pemikiranmu juga harus dewasa. Selesaikan setiap pertengkaran kalian dengan baik.” “Damian baik. dia pria yang baik, kak.” Gaby mendongak. “Aku bahkan tidak pernah
“Karena aku ingin kamu nanti fokus dengan keluarga kita.” Damian menunduk. “Tapi kalau kamu masih ingin berkarir aku tidak masalah.” Damian mengusap pipi Gaby. “Yang terpenting kita bisa membagi waktu untuk keluarga kita nanti.” Gaby mendongak. “Tapi sebenarnya kamu ingin aku di rumah saja?” Damian terdiam. Gaby menyenggol lengan Damian. “Jawab…” rengeknya. “Ya.” Damian mengangguk. “Tidak usah dipikirkan. Kita fokus saja pada pernikahan kita.” Sejak pembicaraan itu, Gaby terus berpikir haruskah ia menghentikan aktivitas bisnisnya. Kemudian fokus pada rumah. Fokus pada keluarga, anak dan suaminya. Apakah ia bisa? Gaby menghela nafas. Ia mendongak ke atas. Dari balkon kamarnya ia bisa melihat langit yang gelap. Akhirnya ia mengambil vapenya. Menghirupnya dan mengepulkan ke udara begitu saja. “Tidak..” Gaby menggeleng. “Aku harus tetap mengikuti keinginanku sendiri. aku tidak ingin hanya diam di rumah..” Gaby berkacak pinggang. “Perusahaanku sedang berada di puncak. Aku tida
Kembali ke kantor. Rutinitas Gaby akan terus berulang. Setelah dari kampus. Ia kembali ke kantor karena ada beberapa berkas yang membutuhkan tandatangannya. Ia berjalan santai masuk ke lantai ruangannya. Di sepanjang perjalanan. Ia mencium parfum yang tidak asing. Gaby terdiam di depan meja Vina. “Aku sudah menaruh beberapa berkas yang harus ditandatangani.” Vina baru saja kembali dari bawah. Gaby mengangguk dan menatap sebuah parfum yang berada di atas meja. “Parfummu baru kak?” tanya Gaby. “Sudah lama.” Vina meraih parfum itu. “Aku selalu menggunakan parfum ini… sama dengan merek yang kamu pakai. Tapi berbeda aroma saja.” Gaby mengangguk. “Aku boleh minta sedikit?” Vina menyemprotkan pelan parfum itu di pergelangan tangan Gaby. Gaby mengangguk suka. “Harum..” “Aku selalu mengabaikan aroma ini karena kurang cocok denganku. Tapi ternyata harum juga dan lebih pekat aromanya.” Gaby tahu betul merek mewah yang mengeluarkan parfum limited edision. Harganya bisa sangat mahal.
Gaby mengangguk sembari terkekeh. “Kau tidak percaya?” “Sangat tidak percaya..” Laura menatap Gaby. “Kau sungguh akan menikah? Damian?” Gaby mengangguk. “Kau yakin?” tanyanya lagi. “Gab..” lirihnya. “Menikah itu bukan main-main loh. Kau jangan mengambil keputusan terlalu cepat. Bagaimana kalau nanti kau bosan dengan Damian, kau mau selingkuh?” Gaby menghela nafas. Ia duduk dengan santai. “Aku tidak mungkin bosan. Aku sudah mati rasa dengan laki-laki. Aku tidak bisa suka dengan pria lain. pria yang sering aku temui juga rata-rata bajingan..” “Damian pria yang paling selama ini. aku tidak punya alasan untuk menolaknya. Apalagi dia tidak pernah membatasiku. Aku senang bersamanya, meskipun aku belum sepenuhnya menyukainya…” lirih Gaby. “Gila kau Gab.” Laura menggeleng. “Bagaimana nanti kalau kalian sudah menikah, tapi kau tidak mencintainya. Kau tetap tidak bisa mencintainya meski kalian sudah menghabiskan banyak waktu?” “Kau menakut-nakuti aku?” tanya Gaby. Laura menggeleng. “
2 jam kemudian. Perlahan tapi pasti. Gaby membuka mata. Melihat sekitar ternyata berada di ruangan bercat kream. Punggung tangannya diinfus. Gaby membuka matanya lebar dan akhirnya mendengar suara ibu dan ayahnya. “Mama… Gaby di mana?” tanya Gaby pelan. “Di rumah sakit. Jangan bergerak dulu sayang.” Aluna mengusap puncak kepala anaknya. Sudah berjam-jam menangisi keadaan anaknya yang babak belur. Gaby menatap mamanya. “Siapa yang membawa Gaby ke sini?” tanyanya. “Ada orang yang menelepon kami. Pria yang memukul kamu sudah ditangkap.” Aluna mengambil tangan Gaby. “Sudah jangan dipikirkan yang penting kamu baik-baik saja.” Aluna mengusap pelan punggung anaknya. “Papa akan buat pria itu mendekam seumur hidup di penjara,” ucap Ethan. “Berani-beraninya menyakiti anakku.” Gio yang menyandarkan di sofa hanya mengangguk saja. “Motifnya katanya tidak diterima di putuskan oleh Gaby.” Ethan berkacak pinggang. “Tidak terima? Sudah bagus putriku yang cantik ini pernah mau
Waktu berlalu. Gaby sudah pulih. Ia akan ikut berangkat ke study trip. Gaby berada di kursi yang sama dengan Firly. Saat ini mereka berada di pesawat dan dalam perjalanan ke Jepang. “Kau sungguh baik-baik saja?” tanya Firly pada Gaby. Gaby memejamkan mata dan mengangguk saja. “Kalau sakit beritahu aku saja.” Firly menatap Gaby lagi karena takut perempuan itu masih sakit tapi ditahan. “Aku baik-baik saja.” Gaby masih memejamkan mata. “Kau dengar dari berita aku sakit?” “Iya, beritamu menyebar begitu cepat. Kau diberitakan di mana-mana. lagipula siapa yang tidak heboh, keturunan Winston diserang pria sampai masuk rumah sakit.” Gaby terkekeh. “Aku tidak sepenuhnya kalah. aku sempat melawan. Dia memukulnya beberapa kali hingga dia jatuh dan kesakitan.” Firly menggeleng pelan. heran dengan Gaby yang membahas kejadian itu dengan tenang. Tanpa merasa trauma sedikitpun. “Kau tidak takut? tidak trauma?” Gaby membuka mata. “Ada trauma yang lebih menyeramkan dari ini…” lirihnya. F
Malam hari sampai di hotel. Gaby berada di dalam kamar yang sama dengan Firly. Sudah tidak heran dengen kehebohan wanita itu. “Aku keluar dulu.” Gaby keluar dari kamarnya. “Kau mau ke mana?” teriak Firly. Namun sudah tidak dihiraukan oleh Gaby. Gaby berjalan keluar. Ia malah pergi ke bar yang ada di hotel ini. Setelah itu duduk di pinggir dan memesan minuman. Gaby mengeluarkan vapenya—menghirupnya dan mengeluarkannya ke atas. Ia memejamkan mata dan menyugar rambutnya pelan. “Gaby?” tanya Pak Royin yang tiba-tiba datang dari belakangnya. Gaby menoleh. Ia menunduk sebentar. “Kamu di sini sendiri?” tanya dosennya itu. “Iya pak..” Gaby tersenyum. Dari belakang pak Royin, Haven muncul dan berjalan mendekati mereka. “Jangan hiraukan saya. Kalian bisa menikmati waktu di sini. anggap saja saya tidak ada..” ucap Gaby. Haven menatap Gaby sebentar. Pandangannya tertuju pada minuman dan juga alat vape di atas meja. “Baiklah. Jangan lupa istirahat..” Pak Royin pergi
Gaby menatap Haven yang terdiam dengan ucapannya. Haven mundur satu langkah. Memberikan jarak antara dirinya dan Gaby. “Aku pergi,” ucap Gaby. Bukannya membiarkan Gaby pergi. Haven justru menarik tengkuk Gaby dan mencium bibir wanita itu. Gaby yang awalnya menolak dan berusaha mendorong pria itu. kini malah terdiam. Terbuai dengan ciuman pria itu. Haven mengecup bibir Gaby lembut.. Memberikan kenyaman pada wanita itu. Sampai akhirnya Gaby tidak melawannya dan membuatnya tersenyum di sela-sela ciumannya. Haven mengusap pinggang Gaby dan memperdalam ciumannya. Dugh! “Akh!” Suara orang yang terjatuh membuat Gaby tersadar dan mendorog Haven. Haven dan Gaby menoleh dan menemukan satu orang yang tengah menatap mereka. “Firly…” lirih Gaby. Firly terkekeh. “Teruskan saja.. anggap saja aku tidak ada.” Buru-buru pergi. Firly berlari dan pergi meninggalkan mereka berdua. Lagipula salah siapa ciuman di lorong sehingga orang lain bisa melihat mereka dengan mudah.
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c
Agatha pulang. Berjalan gontai masuk ke dalam penthouse. Tadi.. di rumah sakit. Karena dirinya semuanya malah bertengkar. Orang tua Gio memang berpihak padanya. tapi tidak dengan nenek Gio yang begitu membencinya. Tadi di rumah sakit…. “Jangan lakukan hal itu, Mom.” Aluna lagi-lagi menarik margaret agar menjauh dari Agatha. “Gio bukan anak kecil. Dia dewasa dan dia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Dia ingin melindungi Agatha. aku sebagai orang tua tidak bisa mencegahnya dan akan mendukungnya.” “Kamu gila? setelah melihat anakmuu sekarat kamu mengatakan hal ini?” tanya Margaret memegang lengan Aluna. “Sadarlah Aluna, Gio ditusuk pria yang mengincar wanita itu.” margaret menatap Agatha begitu benci. Aluna memijjit keningnya. “Jangan membahas hal ini lebih dulu. Kita tunggu Gio..” “Gio tahu apa yang harus dilakukannya.” Margaret menatap Ethan. “Apa yang kamu lakukan?” “Semua keputusan ada di tangan Gio. Aku sebagai orang tua tidak bisa memaksanya. Begitupun
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve