“Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku di sini? kenapa aku di rumahmu…” lirih Gaby. Haven bersindekap. “Perlu aku jelaskan dengan detail kejadian tadi malam?” tanyanya santai. Ingatan tentang tadi malam muncul. Sekelebat bayangan saat mereka sedang berciuman dengan gairah. “Tidak. Tidak usah..” Gaby terkekeh pelan. Ia berusaha turun dari ranjang dengan cepat. Namun ternyata selimut itu melilit tubuhnya terlalu kencang hingga membuatnya jatuh tersandung ke lantai. “Akh!” Gaby merasakan pantatnya menyentuh lantai dengan keras. Double kill. Kepalanya pusing sekarang malah pantatnya yang sakit. Haven mendekat dan mengulurkan tangannya. Dengan sedikit malu. Gaby menerima uluran tangan Haven untuk berdiri. “Kamu bisa membersihkan diri sebelum keluar….” menunjuk dengan dagu sebuah kamar mandi. Gaby mendongak menatap lebih jelas Haven yang sudah rapi dengan kemeja putih dan celana hitam. Sedangkan dirinya pasti acak-acakan seperti singa yang baru bangun tidur. Gaby
21++ Dengan tindakan Gaby yang mencium Haven lebih dulu. Perempuan itu sama saja memperjelas hubungan mereka ke arah mana. Kedua tangan Gaby mengalun di leher Haven dan mencium bibir pria itu. Gaby merasa Haven membalas ciumannya. Bahkan pria itu mengangkat tubuhnya dan mendudukkannya di atas meja. Gaby membuka mulutnya—memberikan akses untuk Haven memperdalam ciuman mereka. Saling bertukar saliva. Jemari Haven menyusuri tubuh Gaby yang terbalut dengan dress hitam pendek. “Ahh!” Gaby yang kehabisan nafas dengan ciuman mereka. Akhirnya ia mundur—namun bukannya berhenti. Haven malah beralih ke lehernya. Menghisapnya dan menandai di sana. Gaby meremas kepala Haven. Bulu pria itu mengenai kulit tubuhnya hingga menimbulkan sensasi menggelitik sekaligus menggairahkan. Bibir Haven mengecup dada Gaby yang masih tertutup dengan dress. Namun Gaby menekan kepala Haven agar terus melakukannya. Haven mendogak dan tersenyum miring. Menurunkan dress Gaby bukanlah hal yang
Gaby terdiam kaku saat mamanya memutari dirinya. Tatapan Aluna begitu intens dan menyelidik. “Ternyata mama salah…” Aluna bergumam. “Mama membiarkanmu tinggal sendiri sehingga kamu bebas berkeliaran di luar sana..” “Setiap hari ke klub..” Aluna bersindekap. “Merokok..” “Itu rokok elektrik, Ma!” balas Gaby. “Sama saja!” Aluna membalas dengan menatap tajam anak perempuannya itu. Aluna mendekat. Mengamati Gaby lebih intens. Tanpa diduga oleh Gaby, Aluna menyibak rambutnya. Disanalah Aluna melotot. Banyak sekali kissmark di leher anaknya. Aluna mundur beberapa langkah. Tubuhnya yang ingin mundur lagi di tahan oleh Ethan. “Ma…” Gaby ingin meraih tangan mamanya. Aluna menggeleng. “GABRIELLA MONA WINSTOOOON!!!!” teriak Aluna menggelegar. Bahkan suaranya memenuhi seisi mansions. Gaby maupun Ethan menutup telinganya saat Aluna berteriak dengan keras. “Sabar sayang..” Ethan mengusap bahu Aluna pelan. “Gaby apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu begitu liar di luar sana?” tanya Ethan.
Gaby tidak diperbolehkan kembali ke Apartemen sampai kekasihnya datang ke mansions. Maka satu-satunya cara untuk keluar adalah mendatangkan Haven ke mansion orang tuanya. Setelah memberitahuan Haven tentang kondisinya, akhirnya pria itu mau datang dan membantunya. Haven mau berpura-pura menjadi kekasihnya dan menemui orang tuanya.Haven mengendarai mobilnya sendiri menuju kediaman Ethan Winston. Gabrielle benar-benar membuatnya gila. Kemarin meninggalkannya dalam keadaan bergairah. Sekarang memintanya datang untuk menemui orang tua wanita itu. Sampai juga—gerbang tinggi itu terbuka dengan lebar ketika mobilnya sampai. Akhirnya Haven memberhentikan mobil sportnya di halaman mansion megah milik keluarga Gabriella. Setelah itu ia berjalan masuk—ada beberapa pelayan yang menyambutnya dan mengarahkannya ke ruang tamu. “Sayangkuuuu!” Gaby berlari ke arah Haven. Wanita itu menubrukkan tubuhnya memeluk tubuh Haven. Untungnya tubuh Haven tidak oleng menerima pelukan tiba-tiba. “Plea
Gaby menatap lurus berdiri di balkon kamarnya. Karena hari sudah malam. Aluna dan Ethan menyuruh mereka untuk menginap sehari sebelum besok pagi pulang. Gaby menghisap rokok elektriknya kemudian menghembuskannya ke udara.. “Ah melegakan..” lirihnya sembari memejamkan mata. Hembusan angin mengenai wajahnya. Gaby benar-benar menikmati udara yang berhembus mengenai dirinya. Sampai akhirnya ia membuka mata saat sebuah tangan mengambil vape-nya. “Sudah sejak kapan?” tanya Haven. “Satu tahun.” Gaby hendak meraih kembali vapenya namun Haven mengangkat tangan tinggi-tinggi. Gaby melompat pun tidak akan bisa mengambilnya. Haven tersenyum tipis—segera tangannya memasukkan vape itu ke dalam saku celananya. “Ambil..” Gaby meneguk ludahnya sendiri. bagaimana bisa ia mengambilnya di sana. Bagaimana kalau tangannya malah menyentuh hal lain? Bagaimana siapa yang akan tanggung jawab. Gaby baru saja mengulurkan tangannya. “Berhenti merokok mulai sekarang,” suara Haven mengintr
21++ Memperdalam ciumannya. Haven melumat bibir Gaby. Pria itu mengigit bibir Gaby pelan agar terbuka. Saat terbuka, lidahnya masuk dan membelai bibir Gaby degan mudah. Gaby pasrah—ciuman ini sulit ditolaknya. Lehernya terasa akan patah arena terus mendongak. Untung saja Haven menggendong tubuhnya masuk ke dalam kamar. Mendudukkan tubuhnya di atas meja. Gaby mendongak—membiarkan bibir Haven bergerak melumat bibirnya dengan rakus. Ia mengalunkan kedua tangannya di leher pria itu. Bibirnya tidak kuasa menahan desahannya saat bibir Haven membelai lehernya. Krek! Dress bagian atas yang Gaby gunakan sudah robek di tangan Haven. “Aku bukan orang yang sabar..” Haven menunduk—tangannya sudah menarik lepas pengait bra di belakang. Gaby mengusap kepala Haven saat pria itu menunduk. Haven dengan rakus melumat dada Gaby yang membusung. Menghisapnya dengan rakus berga
Setelah kejadian itu, Gaby dan Haven tidak pernah bertemu. Meski pagi dimana Gaby pulang ke Apartemen, mereka sempat berciuman mesra. Gaby tidak masalah. Lagipula ketika mereka bertemu mereka tidak bisa berbuat lebih. Hal itu juga semakin membuatnya tersiksa. Mungkin juga karena Haven yang sibuk bekerja. Gaby sempat dihubungi oleh Haven, pria itu akan pergi ke London untuk melakukan perjalanan dinas. Namun tadi siang Haven mengiriminya pesan untuk mereka bertemu di sebuah restoran. Gaby menggunakan dress min berwarna hitam. Sengaja, karena tubuhnya yang sempurna pasti menggoda bagi pria manapun. Termasuk Haven. “Sorry aku telat.” Gaby mengambil duduk di hadapan Haven. Haven mengetuk jam tangannya. “Telat lima menit. Saya tidak suka dengan orang yang telat, Gabriella.” Gaby mengerucutkan bibirnya. “Hanya lima menit kan? Lagipula aku kan berdandan. Nanti kalau alisku tinggi sebelah bagaimana? Membuat alisku ini yang paling lama….” Omelnya sambil menunjuk alis hitamn
Setelah makan, Gaby bersama Haven turun. Tujuan Haven adalah mengantar Gaby pulang ke Apartemen. Tidak boleh ke klub. Apalagi keliaran saat malam hari. Kecuali saat bersamanya. Gaby menatap punggung Haven yang berjalan di depannya. Tidak ada romantis-romantisnya! Bisa kek digandeng tangannya ini! Gaby menatap tangannya yang nganggur dan hanya membawa tasnya saja. Gaby berjalan dengan jas Haven berada di pinggangnya. Untuk menutupi pahanya yang terbuka! Gaby menghela nafas sebelum mendekati Haven yang berada di samping mobilnya. “Menggunakan mobilku?” Haven mengangguk. “Lalu mobilmu?” “Ada orang yang akan membawanya..” Haven mengadahkan tangannya meminta kunci mobil Gaby. “Aku tidak akan mengijinkanmu menyetir kalau masih kebut-kebutan di jalan.” Haven menatap Gaby. God! Gaby tidak bisa. Ia menggeleng. “No!” Gaby tidak bisa berkutik karena kuncinya sudah diserahkan pada Haven. “Menyetir itu aturan Gabriella. Kalau mau kebut-kebutan itu di arena sirkuit