18 tahun berlalu. Gabriella Mona Winston gadis berparas cantik dengan tubuh semampai itu baru saja keluar dari Apartemen menuju sebuah klub. Siapa yang tidak kenal dengan Gabriella alias Gaby. Putri bungsu dari pasangan Ethan Winston dan Aluna Freya Winston. Keluarga yang menyandang status konglomerat. Membuat Gaby kerap kali mendapatkan perlakuan yagn berbeda. Bahkan orang-orang akan cenderung menghormatinya. Cantik? kaya? Namun… “Aku tidak telat kan?” Gaby masuk ke dalam klub. Langsung menyosor pipi teman perempuannya. “Kau semakin cantik saja. bagi minumannya dong..” Belum mendapatkan persetujuan dari temannya. Gaby sudah mengambil minuman sisa temannya dan meneguk habis. “Ah…” Gaby mengusap sudut bibirnya dengan tenang. “Mantap!” memberikan jempolnya pada temannya. Laura menggeleng melihat kelakukan Gaby. “Besok ujian kenapa kau ke sini?” Gaby menyandarkan tubuhnya di sofa. “Sumpek!” Hanya ada Laura dan Gaby di bangku tersebut. Tujuan mereka hanya minum buka
Seorang perempuan bergegas pergi ke kampus untuk melaksanakan ujiannya. Kepalanya masih berdenyut pusing. Tapi tenang saja, ia pintar dan bisa mengerjakan soal dengan mudah. Tentu saja berkat kepintaran kedua orang tuanya yang diturunkan padanya. Berkat itu juga, ia hanya menjalani dua tahun untuk SMP dan SMP. Sehingga diumurnya yang baru menginjak 20 tahun ia akan segera lulus. Tinggal magang saja.. “Bagaimana ujianmu?” tanya Laura. “Seperti biasa…” Gaby tersenyum sombong dan mengibaskan rambutnya. “Kau akan magang di mana? Di perusahaan orang tuamu pasti?” tanya Laura. “Aku tidak tahu..” Gaby menggeleng pelan. “Bagaimana kalau di Edison Corp?” Mereka berjalan keluar dari area kelas dan akhirnya duduk di bangku taman belakang kampus. “Kau gila?” sewot Laura. “Semakin ditolak semakin terobsesi..” “Aku tidak ditolak..” Gaby tidak terima. Laura tertawa pelan. “Sama saja. Sudah aku beritahu Haven itu orang yang dingin. Dia tidak akan tergoda hanya kau cantik dan
Siapa yang magang di perusahaan yang akan menjadi miliknya? Ya Gaby siapa lagi. Perusahaan yang bergerak di bidang fashion itu kelak menjadi miliknya. Karena dari awal kakeknya membeli pabrik pembuatan pakaian itu memang untuknya. Kakek membeli pabrik es krim turki untuk kakaknya. Lalu membeli pabrik pakaian untuknya. Sekarang kakeknya tersayang itu sedang menikmati masa tua dengan nenek di rumah dengan damai. Sedangkan papanya, Ethan mengelola Winston dan merek pakaian yang berfokus pada kelas atas. Perusahaan ini masih berada di bawah Winston dengan nama ‘Gabriel.’ “Saya tahu anda pasti sudah mengenal perusahaan dengan baik. tapi ijinkan saya untuk mengajari anda bagaimana mengelola perusahaan dengan benar.” “Siapa yang tahu?” Gaby menatap CEO penggantinya. “Justru saya ke sini untuk belajar. Jangan sungkan mengajari saya. Karena di sini saya memang sedang belajar mengelola perusahaan.” Gaby mengatakan itu karena CEO itu nampak sungkan dengannya. “Baik, saya
“Renata Sudiro adalah penyanyi populer era 200an. Sekarang umurnya menginjak 40 tahun. Dia orang tua..” Gaby memandang Haven dengan berani. “Trend hidup sehat bukan hanya populer di kalangan orang 30an ke atas saja.. banyak usia muda yang sudah mengenal hidup sehat.” “Jadi untuk promosi lebih baik menggunakan idol, aktris atau aktor yang masih muda dan populer. Karena hal tersebut akan menarik semua kalangan.” Gaby tersenyum menatap Haven. “Bukan hanya orang tua saja..” Haven menarik sudut bibirnya tersenyum tipis.Ia kira gadis itu hanyalah gadis manja sekaligus bar-bar. Tentu saja ia masih mengingat pertemuan mereka di klub. “Apa umur 30 an kamu anggap sebagai orang tua?” tanya Haven. Gaby tersenyum mengejek. “Iya. Karena saya masih muda dan umur saya 20 tahun. Saya bahkan tidak tahu Renata Sudiro kalau tidak mencarinya di google.” Sialan.. Gadis di depannya ini benar-benar mengusik dirinya. Bagaimana bisa usianya 30 tahun sudah dianggap orang tua. Lagipula siapa yang tid
Sehari magang sudah membuat Gaby pusing. Lalu bagaimana jika dia bekerja 24/5. Sial.. Gaby tidak bisa membayangkannya. Selama ini ia hanya sibuk belajar tanpa peduli mencari uang itu lelahnya seperti apa. Gaby duduk di kursi sembari memandang orang yang sedang meliukkan badannya. Menghembuskan asap dari alat bernama vape itu dengan santai. Ia memejamkan mata sebentar sebelum mendengar suara temannya. “Shit!” Laura baru sampai. “Aku juga lelah bekerja! kenapa Dad begitu tega menyuruhku bekerja seharian penuh! Padahal aku baru magang!” omelnya. Sebenarnya Laura lebih tua dari Gaby. Hanya dua tahun, tidak banyak. Ya karena mereka berada di jurusan yang sama dan sering berada di kelas yang sama. Akhirnya mereka berteman. Apalagi kepribadian mereka yang mirip. “Sekarang mengerti susahnya mencari uang?” tanya Gaby yang menoleh ke samping. Laura berdecak pelan. “Kau juga sama tidak usah menceramahiku..” Gaby tertawa pelan. “Setidaknya aku tidak suka menghabiskan ban
Bugh! Haven menarik kerah leher pria yang mencoba memperkaos Gaby. Kemudian melayangkan pukulannya hingga pria itu tersungkur ke lantai. Haven dudu di lantai dua saat Gaby sedang mabuk dan menari di lantai dansa. Gaby terlalu menarik perhatiannya. Bahkan ia mengikuti perempuan itu saat dibawa paksa oleh seorang pria. “Pergi dari sini sebelum aku memanggil security,” ancaman Haven ternyata berhasil. Pria itu kabur terbirit-birit. Sedangkan Gaby masih di bawah dengan mata tertutup. Bersandar di tembok. “Gabriella,” panggil Haven. Gaby mengernyit sebelum membuka mata. “Apa kau… tuan Haven?” tanya Gaby dengan mata yang sayup-sayup. Namun meskipun matanya buram… ia masih bisa melihat dengan jelas wajah Haven yang berada di hadapannya. Haven terdiam. “Kamu mabuk.” Merogoh ponselnya. Ia akan memanggil taksi untuk mengantar perempuan itu pulang. Haven membantu Gaby berdiri. Namun Gaby tidak ingin berjalan. Perempuan itu malah memandang Haven untuk beberapa detik
“Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku di sini? kenapa aku di rumahmu…” lirih Gaby. Haven bersindekap. “Perlu aku jelaskan dengan detail kejadian tadi malam?” tanyanya santai. Ingatan tentang tadi malam muncul. Sekelebat bayangan saat mereka sedang berciuman dengan gairah. “Tidak. Tidak usah..” Gaby terkekeh pelan. Ia berusaha turun dari ranjang dengan cepat. Namun ternyata selimut itu melilit tubuhnya terlalu kencang hingga membuatnya jatuh tersandung ke lantai. “Akh!” Gaby merasakan pantatnya menyentuh lantai dengan keras. Double kill. Kepalanya pusing sekarang malah pantatnya yang sakit. Haven mendekat dan mengulurkan tangannya. Dengan sedikit malu. Gaby menerima uluran tangan Haven untuk berdiri. “Kamu bisa membersihkan diri sebelum keluar….” menunjuk dengan dagu sebuah kamar mandi. Gaby mendongak menatap lebih jelas Haven yang sudah rapi dengan kemeja putih dan celana hitam. Sedangkan dirinya pasti acak-acakan seperti singa yang baru bangun tidur. Gaby
21++ Dengan tindakan Gaby yang mencium Haven lebih dulu. Perempuan itu sama saja memperjelas hubungan mereka ke arah mana. Kedua tangan Gaby mengalun di leher Haven dan mencium bibir pria itu. Gaby merasa Haven membalas ciumannya. Bahkan pria itu mengangkat tubuhnya dan mendudukkannya di atas meja. Gaby membuka mulutnya—memberikan akses untuk Haven memperdalam ciuman mereka. Saling bertukar saliva. Jemari Haven menyusuri tubuh Gaby yang terbalut dengan dress hitam pendek. “Ahh!” Gaby yang kehabisan nafas dengan ciuman mereka. Akhirnya ia mundur—namun bukannya berhenti. Haven malah beralih ke lehernya. Menghisapnya dan menandai di sana. Gaby meremas kepala Haven. Bulu pria itu mengenai kulit tubuhnya hingga menimbulkan sensasi menggelitik sekaligus menggairahkan. Bibir Haven mengecup dada Gaby yang masih tertutup dengan dress. Namun Gaby menekan kepala Haven agar terus melakukannya. Haven mendogak dan tersenyum miring. Menurunkan dress Gaby bukanlah hal yang