Ethan menatap dirinya di depan cermin. Sudah sempurna! Kemeja beserta jas putih itu melekat sempurna di tubuhnya. Namun ada yang membuat Ethan frustasi. Sejak kemarin walaupun berada di dalam hotel yang sama, ia tidak boleh bertemu dengan Aluna. Katanya dipingit. Tapi Ethan sungguh tidak tahan ingin melihat Aluna. Akhirnya ia keluar dari kamarnya. Baru saja sampai di depan kamar Aluna, ia terlonjak begitu kaget. “Hayoo mau ngapain kamu!” teriak Margaret mengejutkan Ethan. Ethan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Aku hanya melihat-lihat..” sambil menyipitkan mata. “Kasihan tidak bisa melihat Aluna…” lirih Margaret sambil menggelengkan kepala. “Padahal Aluna sangat cantik.” “Benarkah?” kedua mata Ethan berbinar. “Aku akan menemuinya.” Berusaha membuka pintu. Namun saat terbuka malah berhadapan dengan ibu Aluna. “Tidak boleh masuk!” Linda bersindekap menatap Ethan. “Sebentar saja ya bu..” Ethan memohon sambil menyatukan tangannya. “Tidak boleh..” Linda menyilangkan
Pintu terbuka. Gaun putih yang memanjuntai indah. Aluna tersenyum dibalik tudung yang digunakan. Gaun putih itu melekat sempurna di tubuhnya. Aluna menatap Ethan yang tengah menunggunya sembari tidak berhenti menatapnya. Bagi Ethan, dari banyaknya hari yang dilalui bersama Aluna. Hari ini adalah hari yang paling membahagiaakan. Apalagi Aluna menggunakan dress putih itu—seperti seorang bidadari yang sedang berjalan ke arahnya. Seperti ada satu sorot lampu yang hanya menyinari mereka berdua. Ethan hanya fokus pada Aluna yang saat ini semakin dekat dengannya. Aluna berhenti ketika ia berada di hadapan Ethan. “Jangan menangis Ethan..” lirih Aluna. Ethan mengerjap. “Aku tidak menangis..” melotot, tidak terima dikatakan menangis. Padahal Cuma berkaca-kaca saja.. Ethan mengulurkan tangannya. Aluna menyambutnya dan mereka berhadapan dengan pendeta. Aluna dan Ethan saling memandang saatnya mengucapkan janji pernikahan mereka. “I Ethan Winston, take you Aluna Freya,
21++ Setelah ucapa pernikahan mereka. Ethan dan Aluna seharusnya berada di kamar hotel untuk dirias. Persiapan acara resepsi yang akan dilakukan nanti malam. mereka hanya mempunya waktu beberapa jam sampai acara mulai. Tapi Ethan malah menariknya ke sebuah ruang yang sepertinya digunakan untuk menyimpan berbagai alat kebersihan. “Ethan kamu gila—” ucapan Aluna terpotong saat Ethan telah menarik tengkuknya. Menciumnya dengan rakus. Ethan bahkan tidak membiarkan Aluna bernafas dengan benar. Aluna mengalunkan tangannya di leher Ethan. jujur saja susah untuk menolak permianan suaminya itu. Ethan mengangkat tubuh Aluna ke atas meja yang sedikit reot itu. “Aku merindukanmu..” Ethan mengecup leher Aluna. Memberi tanda kepemilikan di sana.. “Ah!” Aluna mendongak. mengusap kepala Ethan sebagai pelampiasannya. “Pelankan suaramu babe,” ucap Ethan. Ia mengusap bibir Aluna menggunakan jari jempolnya. Sedangkan bibirnya turun membelai dada Aluna yang begitu seksi. “Aku
Ada satu gedung yang digunakan acara resepsi. Resepsi hanya dihadiri oleh kerabat, rekan bisnis Winston. Aluna yang begitu cantik menggunakan dress berwarna maroon. Rambutnya disanggul begitu cantik. Mereka menyapa para tamu sebelum acara inti resepsi ini dimulai. “Sudah lelah?” tanya Ethan. Aluna mengangguk. “Bukan hanya lelah, tapi aku mengantuk. Kamu menyiksaku tadi saing.” Ethan tertawa. “Bukan menyiksamu. Kamu menikmati sekali kok..” “Ih!” Aluna memukul pelan bahu Ethan. Sampai mereka terdiam karena orang tua Ethan mendekat sembari membawa seorang perempuan bersama mereka. Aluna yakin perempuan itu adik tiri Ethan yang sudah dibicarakan oleh Ethan sendiri. Aluan menatap Ethan yang ternyata hanya diam dan menatap orang tuanya dengan datar. Aluna menggandeng lengan Ethan. Ia mengusap lengan Ethan pelan untuk menenangkan Ethan yang sepertinya tidak begitu suka. “Ethan..” panggil Peter. “Ini adik kamu, Ellya. Dia baru sampai tadi sore sehingga tidak bisa men
“Siapa? Aku tidak pernah melihatmu?” mengulurkan tangan. Namun baru saja Ellya ingin menjabat tangan Bobby, Ethan lebih dulu menepis tangan Bobby. “Hei kau!” Bobby yang tidak terima acara perkenalannya dihancurkan oleh Ethan begitu saja. “Jangan dekat-dekat… jangan sembarangan.” Ethan sembari menatap tajam Bobby. “Aku hanya ingin berkenalan dengan gadis cantik ini..” Bobby menggeleng frustasi dan menepuk dadanya sendiri. “Apa salahku hah..” “Dia adikku. Jangan sembarangan kau.” Jika saja tidak berada di acaranya, Ethan pasti sudah menendang kaki temannya ini untuk diam dan jangan menggangu Ellya. “Adik?” heran Bobby. Bobby menatap Ellya dan Ethan bergantian. Mirip sih! Tapi masa adik? Dari mana? Tapi setelah berpikir lebih jauh.. ia baru sadar. Adik Ethan yang tidak pernah muncul. Bahkan keberadaannya antara ada dan tiada karena selalu diasingkan ke luar negeri. “Oh kau adik Ethan…” Bobby mengambil tangan Ellya lancang dan mencium punggung tangan mulus itu. “H
Acara dimulai. Dengan memotong kue bersama sampai berdansa di tengah. Aluna menoleh pada ibunya yang membawa Gio pergi. Syukurlah Gio harus segera istirahat. Jangan sampai kelelahan dan sakit. “Gio sudah aman. Aku menghubungi dokter untuk berjaga-jaga. Dokter itu akan segera ke sini saat kondisi Gio melemah..” Ethan memeluk pinggang Aluna. Tubuh mereka saling menempel. “Hm. Aku sangat kawatir dengan Gio..” “Aku takut tubuhnya semakin melemah.” “Kita akan segera mendapatkan pendonor jantung untuk Gio.” Aluna mengangguk. “Semoga.” Ethan memutar tubuh Aluna. Tangannya terangkat hingga Aluna berputar sendiri. Sampai tubuh mereka saling mendekat kembali. Dan lebih erat dari sebelumnya. Ethan menyatukan dahi mereka. Ethan melirik mama papanya yang berada di samping mereka. “Mereka tidak mau kalah. semakin tua semakin romantis,” ucap Ethan sembari menyatukan dahinya dengan dahi Aluna. “Adik kamu…” Aluna menyipitkan mata melihat Ellya yang berdansa dengan Bobby.
21++ Aluna menurunkan dressnya sepenuhnya. Kini tubuhnya hanya menggunakan dalaman berwarna merah menyala. Sangat kontras dengan tubuhnya yang berwarna putih pucat. Ethan berdecih pelan. Senyum smirk melihat keberanian Aluna. Tangannya hanya berpegang pada pagar di belakangnya. Sedangkan tangannya yang satunya lagi masih menjepit rokok. Ethan menghembuskan asap rokoknya dengan santai. “Goda aku sampai aku ingin menerjangmu…” Ethan tersenyum miring. Aluna berdecih pelan… “Kalau aku berhasil. Apa yang akan aku dapatkan?” “Semuanya. Aku akan memberikanmu apapun.” Aluna menatap Ethan dengan tatapan memuja. Bibirnya terbuka—bibir wanita itu berwarna merah karena lipstik. “Aku tidak menginginkan apapun..” lirih Aluna. “Karena aku hanya ingin memberimu hadiah….” Aluna mendekat… Ethan tahu. Ethan tahu sekali sebenarnya Aluna gugup. Hanya saja Aluna memang berusaha membuatnya tergoda. Gila! Ethan bahkan ingin segera menerjang Aluna yang begitu menggoda. Kali
Masih 21++ Yang gak bisa baca, bisa skip aja. Seperti yang sudah dikatakan Aluna, malam ini miliknya. Dia ia yang akan memuaskan suaminya. Aluna mengecup perut bawah Ethan. Menjilat 6 pahatan sempurna milik pria itu. Sixpack yang terbentuk dari olahraga itu, selalu membuat Aluna tergila-gila. Tubuh suaminya yang begitu sempurna. Aluna bergerak berdiri perlahan dengan bibir yang melakukan tugasnya. Suara kecupan itu terdengar—tidak peduli hawa dingin yang menerpa mereka di balkon ini. Mereka benar-benar sudah diliputi oleh gairah yang sudah tidak terbendung. Ethan frustasi—namun juga tergila-gila. Ia tidak bisa mendominasi permainan ini. Tapi di sisi lain ia juga menikmati permainan Aluna. Perempuan amatir tapi membuatnya begitu tergila-gila. Aluna mengecup dan menjilat puncak dada Ethan. Ethan mendongak—tangannya akhirnya terulur hanya untuk mengusap puncak kepala Aluna. “Sayang..” desah Ethan. “Kamu belajar dari mana?” Aluna tersenyum—tanpa menjawab ia
“Kau baik-baik saja?” tanya Raini yang juga kaget melihat Aiden terjatuh. Aiden berdecak pelan. ia menepis pelan tangan Raini yang terulur ingin membantunya. Raini mencebikkan bibirnya. mengambil lagi tangannya… “Aku bukan hantu loh. Kenapa kau begitu terkejut?” tanya Raini. Aiden memasukkan tangannya di dalam saku. Menatap Raini heran. “Kenapa kau di sini?” tanyanya. “Aku anak bibi Mina yang baru datang.” Raini tersenyum. kemudiang mengepalkan tangannya dan mengulurkannya pada tangan Aiden. Karena tadi tidak mau bersalaman, yasudah tos saja. “Aku Raini, salam kenal, Aiden.” Aiden menyipitkan mata. “kau tahu aku?” Raini mengangguk. “Tentu saja. Aunty Agatha menceritakanmu. Kita juga seumuran. Oh kau lebih tua beberapa bulan denganku.” “oh ya, kau sungguh hebat ya..” Raini belum selesai tapi perhatiannya teralihkan pada kaki Aiden. “Kakimu sudah sembuh? Kau baik-baik saja?” tanya Raini. Aiden menggendong kucing dan dibawanya duduk. “Sudah,” balas Aiden. Ra
Seorang perempuan sedang melihat kamar barunya. Sangat bagus. meskipun kamar ini berada di belakang… Tapi sangat luas… Kamarnya yang tiba-tiba menajdi serba pink. Tapi perempuan itu sangat menyukainya. “Bagaimana kamu suka?” tanya Agatha yang berada di belakang perempuan itu. Gadis itu terhenyak sebentar. “Suka nyo..nya…” Agatha mengerucutkan bibirnya. “Jangan memanggilku seperti itu. panggil aku aunty saja..” “Kamu anak sahabatku..” Agatha mendekat dan memeluk gadis itu. “Senang sekali bisa bertemu dengan kamu secara langsung.” Gadis itu tersenyum. “Kamu tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, Raini.” Raini Maheswari… Putri dari Mina yang cantik… Dengan rambut panjang hitam yang sedikit bergelombang. “Baik.. aunty..” Agatha tersenyum. “Jangan ikut bekerja di sini. kamu fokus saja belajar…” Agatha sangat senang bisa bertemu dengan Raini. Dari dulu ia mendambakan ingin memiliki seorang anak perempuan. Tapi ternyata… Usahanya tidak berhasil. Hingga
“Agatha!” “Hai!” Agatha memeluk Mina. Mina, sahabatnya yang dulu juga bekerja sebagai maid di rumahnya. Sudah lama sekali tidak bertemu dengan Mina. Bahkan mereka kehilangan kontak. Tidak tahu apa yang terjadi pada Mina. Tapi melihat wanita itu baik-baik saja membuat Agatha lega. “Kau baik-baik saja?” tanya Agatha membawa Mina masuk ke dalam. “Aku masih ingat kau akan berkunjung ke sini saat ada waktu. Tapi kau tidak pernah datang.” Agatha berdecak. Mina tersenyum pelan. “Maaf..” “Kau baik-baik saja kan?” tanya Agatha. Mina mengangguk. ia berdiri ketika Gio datang. Berjabat tangan dengan formal… “Maaf kalau aku datang tiba-tiba…” “Tidak masalah.” Agatha menoleh ke belakang. “Anggun juga masih bekerja di sini.” “Sebenarnya..” Mina ragu untuk mengungkapkan keinginannya datang ke sini. “Sebenarnya aku ingin minta bantuan kalian.” Dengan malu-malu. “Katakan saja.” Agatha saling berpandang dengan Gio sebelum mengangguk. “Bolehkah aku bekerja di sini lagi?” tanya
Arena jalanan yang semula sepi kini ramai dengan orang-orang. Ada banyak sekali motor yang berjajar. Aiden bersama Julian dan Jacob. Bisa dibilang Aiden dan Jacob raja jalanan. Aiden yang baru belajar motor saja bisa langsung mengendarinya dengan mudah. Bahkah memenangkan balapan liar ini. Diam-diam membeli motor dengan uangnya sendiri. Aiden berada di atas motornya yang berwarna hitam. Helmnya sudah terpasang di kepalanya dengan pas. Banyak orang yang berjajar di tepi jalanan. Mereka menanti siapakah yang akan menang kali ini. Bendera dikibarkan kemudian dihitung mundur. Dan Bruuum! Dua motor melaju dengan sangat kencang. Aiden sangat fokus pada pertandingan kali ini. Tapi motor di sampingnya itu tidak bisa menyalipnya dan malah mendekatinya. Aiden berusaha menghindar namun sayang… Motor itu menyesek samping motornya hingga ia oleng… BRAAAK! Aiden terjatuh… Gelap… Ia memejamkan mata—tubuhnya tergeletak dengan motor yang berada di sampingnya. Bunyi
“Jangan keluyuran Aiden. Kamu akan ujian semester…” ucap Gio yang berada di meja makan. Aiden yang semula memakan makanan dengan tenang kini berhenti. “Walaupun aku keluyuran nilaiku akan tetap bagus..” Gio menghela napas. “Aiden kamu belajar di rumah. Kami itu kawatir.” Aiden mengambil tasnya. Berjalan begitu saja meninggalkan ruang makan. “Aiden!” panggil Gio. “Kamu tidak mendengarkan Dad?” tanya Gio. Aiden memutar tubuhnya. “Yang Dad butuhkan nilai dan prestasi yang bagus kan?” tanyanya. “Aiden sudah melakukannya. Aiden memberikan semua yang kalian inginkan.” “Sekarang..” Aiden menatap ayahnya itu. “Aiden hanya ingin melakukan apapun yang Aiden ingin lakukan.” Gio menggeleng. “Dad tidak akan mengijinkan jika itu hal yang buruk. Dad akan menentang kegiatan buruk kamu di luar sana…” Aiden mengernyit. “Hal buruk itu membuatku senang daripada di rumah..” “Aiden, Mom akan pensiun. Mom akan sering di rumah. kita bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama..” Agat
Jacob berdiri—sambil menghisap rokoknya santai. “Balap liar, tinju liar… minum, rokok, bolos…” “klub…” lirih Jacob. Aiden menatap Jacob. “Termasuk s3ks bebas?” “Aku tidak berani.” Julian menggeleng. “Keluargaku dokter, dari kecil aku selalu diperlihatkan penyakit-penyakit mengerikan. Salah satu penyakit itu dari hal seperti itu. jadi aku tidak melakukannya..” “Tidak tahu si bodoh itu!” menunjuk Jacob. Jacob menampilkan jari piecenya. “Aku juga tidak. Tidak tahu nanti…” “Bodoh!” Julian melempar Jacob dengan kaleng bekas untungnya tidak sampai terkena. Aiden terdiam… “Kau mau mencobanya?” ~~ Pertama kalinya Gio di panggil ke sekolah. Kali ini bukan karena prestasi membanggakan Aiden, melainkan keburukan yang dilakukan oleh anak itu. “Aiden sering bolos. Meski nilainya tetap bagus. Dia sering bolos dan menghabiskan waktu di rooftop. Saya tidak tahu apa yang terjadi pada Aiden. Namun, nilai absensinya juga penting. Mohon dipertimbangkan.” Itu adalah perkataan kepa
Di rooftop… Aiden pergi menemui Jacob. Ia akan mengembalikan vape ini. Aiden berhenti di ambang pintu. Julian juga ada di sana. Mereka duduk di atas sofa dengan santai. “Kalian tidak ikut kelas?” tanya Aiden. Jacob mengedikkan bahu. “Tidak, aku malas.” Segampang itu mereka menghindari kelas. Aiden mendekat—merogoh sakunya dan memberikan vape itu pada Jacob. “Aku mencobanya sedikit.” Jacob mengernyit. “Kau tidak ada penyakit menular kan?” Aiden berdecak pelan. “Tidak!” Jacob mengantongi vapenya. Sedangkan Julian sepertinya tertidur dengan buku yang berada di wajah. “Kenapa dia?” tanya Aiden. “Tidur setelah membaca buku,” balas Jacob. Aiden memasukkan kedua tangannya di dalam saku. “Apa yang kalian lakukan di sini?” tanyanya. “Bolos,” balas Julian. Lelaki itu bangun. Kemudian mengambil duduk santai. Tangannya terulur mengambil sebuah kaleng cola. Melihat wajah Julian yang babak belur pasti dipukuli orang tuanya. Ada bekas kebiruan yang masih terlihat.
Sesampainya di Mansion. Anggun mendekati mereka. Terlihat sangat khawatir. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya. Aiden mengangguk sekilas. Gio berkacak pinggang. menyugar rambutnya pelan sebelum menatap Aiden. “Kenapa kamu pergi ke sana?” tanyanya. Aiden yang semula mendunduk kini mendongak. “Karena bosan…” Gio mengusap wajahnya kasar. “Apa kamu tahu pesta itu seperti apa?” tanya Gio lagi. Seperti sedang mengintrogasi anaknya. “Tidak.” “Apa kamu tahu akibat dari perbuatanmu?” tanya Gio. “Bisa berpengaruh pada reputasi perusahaan Dad.” “Mulai sekarang, Dad tidak akan mengijinkan kamu berteman dengan anak-anak seperti mereka.” Aiden menyipitkan mata. Tanpa menjawab perkataan orang tuanya. Aiden langsugn pergi begitu saja. “Aiden!” panggil. Gio. Aiden berhenti. lalu membalikkan tubuhnya. “Kenapa lagi? Dad ingin menyalahkanku kan?” tanya Aiden. “Iya, memang salah Aiden. Tidak seharusnya Aiden datang ke pesta itu..” “Tidak seharusnya Aiden ditangkap polisi da
Di kantor polisi. Gio benar-benar tidak menyangka Aiden terlibat dalam pesta yang terindikasi melibatkanprostitusi dan obat-obatan terlarang. Gio datang bersama Agatha ke kantor polisi.. Aiden duduk menunduk bersama anak-anak yang lain. Agatha langsung memeluk Aiden. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya. Aiden mendongak. “Mom…” mengeratkan pelukannya. Agatha menangkup wajah Aiden. “Kamu baik-baik saja kan?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha mendekat. mencium aroma putranya. “Kamu tidak minum dan tidak merokok… apa yang kamu lakukan di pesta itu?” tanya Agatha. “Bosan..” balas Aiden. Agatha mengerjap. “Jangan ulangi ya. Kalau pergi ijin dulu ke mom atau Dad.” Ruangan polisi semuanya ramai. Yang datang kebanyakan orang tua para pelajar ini adalah kalangan berada. Mereka marah-marah pada anaknya. bahkan ketika datang langsung saja menampar anaknya dengan begitu keras.. Seperti… orang tua Julian yang baru saja langsung marah dan menampar anaknya. Agatha menger