“Siapa? Aku tidak pernah melihatmu?” mengulurkan tangan. Namun baru saja Ellya ingin menjabat tangan Bobby, Ethan lebih dulu menepis tangan Bobby. “Hei kau!” Bobby yang tidak terima acara perkenalannya dihancurkan oleh Ethan begitu saja. “Jangan dekat-dekat… jangan sembarangan.” Ethan sembari menatap tajam Bobby. “Aku hanya ingin berkenalan dengan gadis cantik ini..” Bobby menggeleng frustasi dan menepuk dadanya sendiri. “Apa salahku hah..” “Dia adikku. Jangan sembarangan kau.” Jika saja tidak berada di acaranya, Ethan pasti sudah menendang kaki temannya ini untuk diam dan jangan menggangu Ellya. “Adik?” heran Bobby. Bobby menatap Ellya dan Ethan bergantian. Mirip sih! Tapi masa adik? Dari mana? Tapi setelah berpikir lebih jauh.. ia baru sadar. Adik Ethan yang tidak pernah muncul. Bahkan keberadaannya antara ada dan tiada karena selalu diasingkan ke luar negeri. “Oh kau adik Ethan…” Bobby mengambil tangan Ellya lancang dan mencium punggung tangan mulus itu. “H
Acara dimulai. Dengan memotong kue bersama sampai berdansa di tengah. Aluna menoleh pada ibunya yang membawa Gio pergi. Syukurlah Gio harus segera istirahat. Jangan sampai kelelahan dan sakit. “Gio sudah aman. Aku menghubungi dokter untuk berjaga-jaga. Dokter itu akan segera ke sini saat kondisi Gio melemah..” Ethan memeluk pinggang Aluna. Tubuh mereka saling menempel. “Hm. Aku sangat kawatir dengan Gio..” “Aku takut tubuhnya semakin melemah.” “Kita akan segera mendapatkan pendonor jantung untuk Gio.” Aluna mengangguk. “Semoga.” Ethan memutar tubuh Aluna. Tangannya terangkat hingga Aluna berputar sendiri. Sampai tubuh mereka saling mendekat kembali. Dan lebih erat dari sebelumnya. Ethan menyatukan dahi mereka. Ethan melirik mama papanya yang berada di samping mereka. “Mereka tidak mau kalah. semakin tua semakin romantis,” ucap Ethan sembari menyatukan dahinya dengan dahi Aluna. “Adik kamu…” Aluna menyipitkan mata melihat Ellya yang berdansa dengan Bobby.
21++ Aluna menurunkan dressnya sepenuhnya. Kini tubuhnya hanya menggunakan dalaman berwarna merah menyala. Sangat kontras dengan tubuhnya yang berwarna putih pucat. Ethan berdecih pelan. Senyum smirk melihat keberanian Aluna. Tangannya hanya berpegang pada pagar di belakangnya. Sedangkan tangannya yang satunya lagi masih menjepit rokok. Ethan menghembuskan asap rokoknya dengan santai. “Goda aku sampai aku ingin menerjangmu…” Ethan tersenyum miring. Aluna berdecih pelan… “Kalau aku berhasil. Apa yang akan aku dapatkan?” “Semuanya. Aku akan memberikanmu apapun.” Aluna menatap Ethan dengan tatapan memuja. Bibirnya terbuka—bibir wanita itu berwarna merah karena lipstik. “Aku tidak menginginkan apapun..” lirih Aluna. “Karena aku hanya ingin memberimu hadiah….” Aluna mendekat… Ethan tahu. Ethan tahu sekali sebenarnya Aluna gugup. Hanya saja Aluna memang berusaha membuatnya tergoda. Gila! Ethan bahkan ingin segera menerjang Aluna yang begitu menggoda. Kali
Masih 21++ Yang gak bisa baca, bisa skip aja. Seperti yang sudah dikatakan Aluna, malam ini miliknya. Dia ia yang akan memuaskan suaminya. Aluna mengecup perut bawah Ethan. Menjilat 6 pahatan sempurna milik pria itu. Sixpack yang terbentuk dari olahraga itu, selalu membuat Aluna tergila-gila. Tubuh suaminya yang begitu sempurna. Aluna bergerak berdiri perlahan dengan bibir yang melakukan tugasnya. Suara kecupan itu terdengar—tidak peduli hawa dingin yang menerpa mereka di balkon ini. Mereka benar-benar sudah diliputi oleh gairah yang sudah tidak terbendung. Ethan frustasi—namun juga tergila-gila. Ia tidak bisa mendominasi permainan ini. Tapi di sisi lain ia juga menikmati permainan Aluna. Perempuan amatir tapi membuatnya begitu tergila-gila. Aluna mengecup dan menjilat puncak dada Ethan. Ethan mendongak—tangannya akhirnya terulur hanya untuk mengusap puncak kepala Aluna. “Sayang..” desah Ethan. “Kamu belajar dari mana?” Aluna tersenyum—tanpa menjawab ia
Sudah hampir 10 bulan pernikahan Ethan dan Aluna. Dan saat ini Aluna sedang mengandung 8 bulan anak kedua mereka. Tidak ada yang aneh mengenai Aluna. Tapi yang aneh malah Ethan. Ethan yang sering mutah di bulan pertama Aluna hamil. Ethan yang tiba-tiba suka makanan yang dulu dibenci. Tiba-tiba sensitif dengan bau. Sedangkan Aluna? Biasa saja. “Semua gejala dan sakit orang hamil ada di kamu. Aku tidak merasakannya sama sekali..” Aluna menyandarkan kepalanya di dada Ethan. “Biar saja…” lirih Ethan sembari membaca buku. “Mungkin semuanya memang dilimpahkan padaku karena dulu aku tidak bersama kalian..” balas Ethan sembari mengusap puncak kepala Aluna pelan. “Bisa jadi. Tapi kamu keberatan seperti ibu hamil?” tanya Aluna. “Tidak.” Ethan menaruh bukunya ke samping. “Aku tidak masalah selama kamu tidak menderita… Aku malah sedih kalau kamu yang merasakannya.” Ethan mengusap perut Aluna dari belakang. “Yang terpenting dia sehat..” Aluna mengangguk. menoleh ke sem
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Aluna tidak bisa menahan rasa sakit di perutnya. “Aduh..” keluh Ethan karena Aluna tidak berhenti menjambak rambutnya. Ia menyesal tidak memotong rambutnya pendek sebelum Aluna melahirkan. Dari sekian banyaknya anggotan tubuhnya—kenapa harus rambutnya yang menjadi pelampiasan istrinya. “Akhh!” “Sakit!!” Aluna menarik lebih keras rambut Ethan. Pasrah. Ethan membiarkan Aluna. Sampai di rumah sakit, segera di bawa ke ruang persalinan. Ethan tidak melepaskan genggaman tangannya di tangan Aluna. Ia menemani Aluna berjuang melahirkan anak mereka. “Kamu harus kuat.” Ethan mengecup kening Aluna yang berkeringat. Setelah berjuang beberapa lama di ruang persalinan. Akhirnya terdengar suara tangisan. “Selamat tuan dan nyonya. Bayi anda berjenis perempuan.” Dokter itu menggendong tubuh seorang bayi yang begitu kecil. Ethan mengusap sudut matanya yang berair. Tidak bisa membendung kebahagiannya. Akhirnya Ethan memberanikan diri u
18 tahun berlalu. Gabriella Mona Winston gadis berparas cantik dengan tubuh semampai itu baru saja keluar dari Apartemen menuju sebuah klub. Siapa yang tidak kenal dengan Gabriella alias Gaby. Putri bungsu dari pasangan Ethan Winston dan Aluna Freya Winston. Keluarga yang menyandang status konglomerat. Membuat Gaby kerap kali mendapatkan perlakuan yagn berbeda. Bahkan orang-orang akan cenderung menghormatinya. Cantik? kaya? Namun… “Aku tidak telat kan?” Gaby masuk ke dalam klub. Langsung menyosor pipi teman perempuannya. “Kau semakin cantik saja. bagi minumannya dong..” Belum mendapatkan persetujuan dari temannya. Gaby sudah mengambil minuman sisa temannya dan meneguk habis. “Ah…” Gaby mengusap sudut bibirnya dengan tenang. “Mantap!” memberikan jempolnya pada temannya. Laura menggeleng melihat kelakukan Gaby. “Besok ujian kenapa kau ke sini?” Gaby menyandarkan tubuhnya di sofa. “Sumpek!” Hanya ada Laura dan Gaby di bangku tersebut. Tujuan mereka hanya minum buka
Seorang perempuan bergegas pergi ke kampus untuk melaksanakan ujiannya. Kepalanya masih berdenyut pusing. Tapi tenang saja, ia pintar dan bisa mengerjakan soal dengan mudah. Tentu saja berkat kepintaran kedua orang tuanya yang diturunkan padanya. Berkat itu juga, ia hanya menjalani dua tahun untuk SMP dan SMP. Sehingga diumurnya yang baru menginjak 20 tahun ia akan segera lulus. Tinggal magang saja.. “Bagaimana ujianmu?” tanya Laura. “Seperti biasa…” Gaby tersenyum sombong dan mengibaskan rambutnya. “Kau akan magang di mana? Di perusahaan orang tuamu pasti?” tanya Laura. “Aku tidak tahu..” Gaby menggeleng pelan. “Bagaimana kalau di Edison Corp?” Mereka berjalan keluar dari area kelas dan akhirnya duduk di bangku taman belakang kampus. “Kau gila?” sewot Laura. “Semakin ditolak semakin terobsesi..” “Aku tidak ditolak..” Gaby tidak terima. Laura tertawa pelan. “Sama saja. Sudah aku beritahu Haven itu orang yang dingin. Dia tidak akan tergoda hanya kau cantik dan
Agatha mengalami koma. Kecelakaan itu berat. membuat hampir seluruh tubuh Agatha terluka. Gio berada di luar ruangan Agatha. menatap perempuan itu dari sebuah kaca. Gio berkacak pinggang. Menyalahkan diri sendiri karena tidak menangkap penjahat itu. seharusnya ia membawa penjahat itu, mengurungnya… Bukan malah menyerahkan pada polisi. Sehingga tahanan itu kabur. Gio mengangkat sambungan telepon. “Aku tidak mau tahu. Malam ini bajingan itu harus ketemu. Bawa bajingan itu ke tempat yang sudah aku kirimkan padamu.” “Baik sir. Saat ini anak buah saya masih mengejar pria itu.” Gio menutup sambungan teleponnya dan melihat Agatha sebentar sebelum duduk. Gio menunduk—mengusap wajahnya kasar. ada tangan mungil yang memberikannya sebuah es krim. Gio mengangkat kepalanya. menatap seorang anak laki-laki. Anak itu tersenyum. “Uncle jangan menangis.” bocah itu berbicara dengan jelas. Dilihat dari postur tubuhnya memang sudah besar, tapi masih terlihat anak kecil. “Bagaimana keadaan Ag
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c
Agatha pulang. Berjalan gontai masuk ke dalam penthouse. Tadi.. di rumah sakit. Karena dirinya semuanya malah bertengkar. Orang tua Gio memang berpihak padanya. tapi tidak dengan nenek Gio yang begitu membencinya. Tadi di rumah sakit…. “Jangan lakukan hal itu, Mom.” Aluna lagi-lagi menarik margaret agar menjauh dari Agatha. “Gio bukan anak kecil. Dia dewasa dan dia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Dia ingin melindungi Agatha. aku sebagai orang tua tidak bisa mencegahnya dan akan mendukungnya.” “Kamu gila? setelah melihat anakmuu sekarat kamu mengatakan hal ini?” tanya Margaret memegang lengan Aluna. “Sadarlah Aluna, Gio ditusuk pria yang mengincar wanita itu.” margaret menatap Agatha begitu benci. Aluna memijjit keningnya. “Jangan membahas hal ini lebih dulu. Kita tunggu Gio..” “Gio tahu apa yang harus dilakukannya.” Margaret menatap Ethan. “Apa yang kamu lakukan?” “Semua keputusan ada di tangan Gio. Aku sebagai orang tua tidak bisa memaksanya. Begitupun
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny