“Tuan?” Bastian menyapa kikuk. Pagi itu ia mendapat telepon dari Tuan Besarnya agar datang ke kamar utama. Pemandangan di ranjang itulah yang membuatnya sungkan.“Tolong siapkan sarapan di sini,” balas William.“Baik, Tuan. Mmm … apa kamarnya saya bereskan sekarang?” Ragu-ragu pelayan setia itu bertanya. Matanya melirik Keyna yang tidur merapat pada tubuh William menggunakan kimono tuannya serta baju-baju yang bertebaran.“Nanti saja.”Bastian mengangguk. “Permisi, Tuan.”William tidak membalas. Saat pintu telah tertutup kembali, lelaki itu menatap wajah Keyna di sampingnya. Ia mendaratkan kepalanya di atas kepala Keyna sambil sesekali mencium puncak kepala wanita tersebut.Tak lama kemudian, Keyna menggeliat. William mengelus rambut istri pura-puranya dengan penuh sayang. Wanita itu memicingkan mata karena silau pada sinar matahari yang masuk ke kamar.Lalu, wanita itu terduduk kaget. “Ya Tuhan, jam berapa ini?”“Jam delapan,” jawab William.“Apa?” Keyna menatap William.Sepertinya K
Jaslan pergi setelah memastikan tidak ada yang mengkhawatirkan dari kesehatan sahabatnya. Sekali lagi, ia menggeleng samar mengetahui fakta yang baru saja ia dengar. Ternyata, cinta memang sebuah rasa yang penuh misteri.Sepeninggal Jaslan, William memanggil Keyna. Mereka kini sarapan di dalam kamar. Sungguh, Keyna merasa canggung. Matanya bahkan tidak berani menatap wajah suami pura-puranya.Lalu, William memecah kesunyian dengan bertanya, “Apakah rasanya masih sakit?”Keyna tau ke mana arah pertanyaan itu. “Sedikit.”“Apa kamu perlu obat pereda nyeri?”Keyna menggeleng. “Tidak, Tuan. Terima kasih.”“Tuan?” sahut William dengan nada tak suka.“Maaf, Will.”William menggangguk puas. Suasana belum mencair. Keyna masih menundukkan wajah dan menghindari tatapan suami pura-puranya. Hal itu membuat William menjadi merasa bersalah.Lelaki itu mendorong kursi rodanya mendekati Keyna. Tangan kokohnya menggenggam tangan yang berjari-jari lentik. Sementara tangan satunya mengelus rambut.Lalu,
Kepercayaan diri Keyna bertambah seiring berkembangnya hubungannya dengan William. Keduanya tampak saling memberikan perhatian. Raut kebahagian jelas tercetak di wajah dua insan yang sedang kasmaran itu.Keyna jadi mulai suka berdandan. Setiap awal bulan, saat menerima gaji dari William, ia akan berbelanja kebutuhan dirinya. Wanita itu memanjakan diri dengan baju, tas, sepatu hingga kosmetik baru.Wanita itu tidak pernah meminta William membayar kebutuhannya. Namun, begitu William melihat Keyna pulang dengan membawa banyak paperbag, ia dengan sukarela mentransfer sejumlah uang untuk menggantikan biaya belanja Keyna.“Kenapa sih setiap aku belanja, kamu selalu mengganti pengeluaranku. Aku punya gaji, lho,” protes Keyna saat ia baru saja pulang dari berbelanja.“Aku kan sudah bilang, aku akan menanggung semua kebutuhanmu,” balas William. “Lagipula, aku senang melihatmu berbelanja.”“Senang kenapa?”“Karena sekarang, kamu jadi lebih modis. Tambah cantik dan bergaya kekinian.”Keyna mence
“Selamat atas kelulusanmu, Key!” cetus William.Sebuah banner ucapan selamat terpasang di ruang makan mansion. Berbagai hidangan disiapkan seorang chef kenamaan untuk merayakan kelulusan Keyna. Wanita itu tersenyum bahagia.Keyna tau, William bahkan hadir memakai kruk pada kelulusannya. Walaupun lelaki itu bersembunyi agar tidak ada media yang mengabadikan kemunculannya. Keyna sungguh terharu.Hanya Keyna seorang yang tidak didampingi keluarga saat perayaan kelulusan di unviersitanya hari ini. Ia segera pulang ke mansion sesaat setelah acara selesai. Wanita itu tidak mau hatinya bertambah sedih melihat betapa bahagianya mereka yang masih memiliki kesempatan didampingi keluarga di moment penting ini.“Kamu harus melanjutkan kuliah, Key. Nilaimu sangat bagus,” puji William.Keyna tersenyum simpul. Ia memang berniat seperti itu. Mungkin bisa praktek sambil kuliah?“Bagaimana?” tanya William.“Apanya bagaimana?”“Kapan kamu akan mendaftar kuliah menjadi dokter spesialis?”“Aku mau mencoba
William terpaku di tempat. Bastian mengatakan Keyna telah pergi. Lelaki itu terduduk lemas dan mencengkaram rambutnya menggunakan kedua tangan dengan keras.Frederix, Sacha dan Louis bersalaman karena rencana mereka memisahkan Daddy-nya dengan Keyna berhasil. Mereka menganggap hal itu adalah yang terbaik. William tidak mungkin menikahi wanita yang seusia Frederix.Ketiga putra dan putri William tidak tau bahwa Daddy mereka sangat tersiksa. Mereka berpikir, Daddy mereka hanya kesepian. Ketiga-nya berjanji akan selalu menemani William.Hari-hari berikutnya, William sering termenung di taman. Matanya memandang pembangunan aviary. Sebuah taman konservasi yang ia namai sesuai dengan perasaannya, Aviary Cinta."Selamat pagi, Daddy," sapa Sacha.William yang sedang termenung sendiri menoleh. Lelaki itu tersenyum sedikit dan membalas sapaan putrinya. Sacha mencium kedua pipinya lalu ikut mengamati apa yang diperhatikan Daddy-nya sejak tadi."Cepat juga pembangunan aviarynya, ya, Dad," cetus S
William kemudian membuka tayangan saat ia meminta Keyna membuatnya lumpuh sementara. Kepala Sacha menggeleng kuat. Tangan wanita cantik itu mencengkram lengan adiknya yang duduk persis di sebelahnya.“Keyna, Bastian apalagi Jaslan sudah mengingatkan untuk membatalkan rencana ini. Tetapi, sungguh Daddy sangat merindukan bertemu kalian. Dan menurut Daddy, ini adalah satu-satunya cara agar kalian benar-benar datang,” jelas William.Layar datar itu kini memberikan gambar saat Keyna menangis sesunggukan begitu William terkena serangan jantung. Wanita itu pun terlihat emosi saat mengatakan pada Jaslan dan William untuk tidak melanjutkan rencana ini. Hingga akhirnya Jaslan mendiagnosa bahwa William benar-benar lumpuh. Terlihat sekali wajah frustasi dan penuh kekhawatiran Keyna saat itu.Bilioner itu mematikan layar di depan mereka. Bastian menundukkan kepala dengan berlinang air mata kepada Tuan Besarnya. Pelayan itu bergegas keluar dari ruang keluarga. Ia tau, William hanya menginginkannya
Jaslan menyuruh William berjalan-jalan di kamar. Lelaki itu langsung menarik sahabatnya turun dari tempat tidur begitu William sadar. Dengan mondar-mandir di kamar, diharapkan peredaran pembuluh darah lelaki yang selama seminggu itu hanya berbaring saja akan lebih lancar.Bastian kemudian datang membawa kereta dorong berisi makanan. Ia menata makanan dan minuman di meja di balkon kamar utama. Jaslan dan William langsung duduk di kursi meja tersebut.“Selamat makan, Tuan-tuan. Saya sangat senang Tuan William sudah bangun,” ungkap Bastian.“Dia memang sudah bangun, Bas. Dia hanya mau merepotkan kita saja,” sindir Jaslan.William tidak menjawab. Lelaki itu mengambil minuman hangat yang disiapkan dan mengesapnya perlahan. Kehangatan mengalir di tenggorakannya yang kering.“Apa ada lagi yang Tuan-tuan butuhkan?” tanya Bastian.“Ada, Bas,” jawab Jaslan.“Butuh apa, Tuan?”“Informasi tentang Keyna. Cari yang lengkap. Suruh detektif itu bekerja lebih cepat. Dia sudah dibayar mahal, bukan?”Wi
William duduk sendirian di sofa. Ia meraih remote dan menyalakan televisi. Menonton berita bisnis yang selama ini ia abaikan.Setelah mengganti-ganti saluran, William memutuskan menonton salah satu tayangan tentang kehidupan alam. Ketukan di pintu membuatnya menoleh. Bastian datang dengan baki makanan di tangan.“Tuan Jaslan meminta Anda minum susu sebelum tidur, Tuan.” Bastian meletakkan gelas susu di meja.“Jaslan memperlakukanku seperti aku ini anak kecil.”“Tuan Jaslan sangat perhatian.”“Perhatiannya membuatku marah.”Bastian tidak menanggapi lagi. “Apa Anda ingin tirainya ditutup, Tuan?”“Tidak. Biarkan terbuka.”“Apa Anda ingin ditemani?”“Tidak apa-apa, aku bisa sendiri. Ke mana putra-putriku?” “Tuan Muda Frederix, Nona Sacha, dan Tuan Muda Louis sedang pergi. Mereka berpikir Tuan akan menginap bersama Tuan Jaslan karena tidak ada kabar akan pulang jam berapa. Apa saya harus menghubungi mereka dan mengatakan Anda sudah pulang?”William menggeleng. “Biarkan saja. Kasihan merek