William kemudian membuka tayangan saat ia meminta Keyna membuatnya lumpuh sementara. Kepala Sacha menggeleng kuat. Tangan wanita cantik itu mencengkram lengan adiknya yang duduk persis di sebelahnya.“Keyna, Bastian apalagi Jaslan sudah mengingatkan untuk membatalkan rencana ini. Tetapi, sungguh Daddy sangat merindukan bertemu kalian. Dan menurut Daddy, ini adalah satu-satunya cara agar kalian benar-benar datang,” jelas William.Layar datar itu kini memberikan gambar saat Keyna menangis sesunggukan begitu William terkena serangan jantung. Wanita itu pun terlihat emosi saat mengatakan pada Jaslan dan William untuk tidak melanjutkan rencana ini. Hingga akhirnya Jaslan mendiagnosa bahwa William benar-benar lumpuh. Terlihat sekali wajah frustasi dan penuh kekhawatiran Keyna saat itu.Bilioner itu mematikan layar di depan mereka. Bastian menundukkan kepala dengan berlinang air mata kepada Tuan Besarnya. Pelayan itu bergegas keluar dari ruang keluarga. Ia tau, William hanya menginginkannya
Jaslan menyuruh William berjalan-jalan di kamar. Lelaki itu langsung menarik sahabatnya turun dari tempat tidur begitu William sadar. Dengan mondar-mandir di kamar, diharapkan peredaran pembuluh darah lelaki yang selama seminggu itu hanya berbaring saja akan lebih lancar.Bastian kemudian datang membawa kereta dorong berisi makanan. Ia menata makanan dan minuman di meja di balkon kamar utama. Jaslan dan William langsung duduk di kursi meja tersebut.“Selamat makan, Tuan-tuan. Saya sangat senang Tuan William sudah bangun,” ungkap Bastian.“Dia memang sudah bangun, Bas. Dia hanya mau merepotkan kita saja,” sindir Jaslan.William tidak menjawab. Lelaki itu mengambil minuman hangat yang disiapkan dan mengesapnya perlahan. Kehangatan mengalir di tenggorakannya yang kering.“Apa ada lagi yang Tuan-tuan butuhkan?” tanya Bastian.“Ada, Bas,” jawab Jaslan.“Butuh apa, Tuan?”“Informasi tentang Keyna. Cari yang lengkap. Suruh detektif itu bekerja lebih cepat. Dia sudah dibayar mahal, bukan?”Wi
William duduk sendirian di sofa. Ia meraih remote dan menyalakan televisi. Menonton berita bisnis yang selama ini ia abaikan.Setelah mengganti-ganti saluran, William memutuskan menonton salah satu tayangan tentang kehidupan alam. Ketukan di pintu membuatnya menoleh. Bastian datang dengan baki makanan di tangan.“Tuan Jaslan meminta Anda minum susu sebelum tidur, Tuan.” Bastian meletakkan gelas susu di meja.“Jaslan memperlakukanku seperti aku ini anak kecil.”“Tuan Jaslan sangat perhatian.”“Perhatiannya membuatku marah.”Bastian tidak menanggapi lagi. “Apa Anda ingin tirainya ditutup, Tuan?”“Tidak. Biarkan terbuka.”“Apa Anda ingin ditemani?”“Tidak apa-apa, aku bisa sendiri. Ke mana putra-putriku?” “Tuan Muda Frederix, Nona Sacha, dan Tuan Muda Louis sedang pergi. Mereka berpikir Tuan akan menginap bersama Tuan Jaslan karena tidak ada kabar akan pulang jam berapa. Apa saya harus menghubungi mereka dan mengatakan Anda sudah pulang?”William menggeleng. “Biarkan saja. Kasihan merek
Teriakan anak kecil itu menghentikan tangan wanita yang sudah akan membuka pagar. “Maaf, sebentar, ya. Biar saya bicara dengan anak-anak dulu.”Keyna tersenyum memaklumi. Kepalanya mengangguk menanggapi pernyataan wanita tersebut. Ia memperhatikan wanita itu akhirnya berbicara pada anak yang paling besar.Wanita itu kembali ke pagar. Ia membuka pintu dan mempersilahkan Keyna masuk. Begitu kakinya melangkah, lutut Keyna terasa lemas bisa kembali ke rumah ini lagi.“Kakak bukan orang asing?” tanya anak lelaki di depan pintu.“Bicara yang sopan, Max,” tegur ibunya.“Tidak apa, Nyonya.” Keyna sekali lagi memberikan senyum penuh pengertian.Anak lelaki itu masih menghadang pintu masuk. Keyna terkekeh melihat tingkahnya. Hingga ibu anak tersebut mendorong sedikit putranya agar Keyna bisa masuk.Namun, Keyna segera berjongkok di depan anak lelaki tersebut. “Nama kamu Max?” tanya Keyna.Max mengangguk.“Nama kakak, Keyna. Kamu boleh panggil Kak Key. Kakak dulu pernah tinggal di sini bersama o
“Kamu sudah menikah?” sentak Cedric terkejut. Spontan mata lelaki itu menatap jari manis Keyna yang memang terselip sebuah cincin bermata berlian.Entah mengapa, sejak kembali ke kota kelahirannya, Keyna ingin memakai cincin pernikahan tersebut. Cincin bermata berlian yang diberikan William saat pernikahan singkat mereka. Bahkan, sebelumnya cincin itu tidak pernah ia gunakan.William tidak pernah menanyakan perihal cincin tersebut. Selama ia bersama suaminya, tidak sekali pun William memintanya memakai cincin pernikahan mereka. Hingga, Keyna hanya menyimpan benda berharga itu di kotak perhiasan.“Siapa dia?” Nada suara Cedric terdengar getir.“Kamu tidak mengenalnya. Kami bertemu saat aku bekerja. Pertemuan singkat. Ia langsung memintaku menikahinya dan aku menerimanya.” Sekali lagi Keyna menyesali penjelasannya. Buat apa sih ia panjang lebar bercerita tentang pernikahannya dengan William.“Semudah itu? Aku tidak percaya,” ucap Cedric penuh keraguan.“Aku saja percaya kok begitu melih
“Bagaimana menurut Daddy?” tanya Fred.Saat ini mereka sedang berada di ruang kerja. Frederix membawa banyak pekerjaan ke mansion. Berharap dengan bekerja, William bisa teralihkan pikirannya.“Dad? Bagaimana?” ulang Fred saat tidak mendengar jawaban.Fred mendongakkan kepalanya dari berkas yang sedang ia baca. Lelaki itu melihat Daddy-nya yang sedang menatap layar monitor laptop. Namun begitu, Fred tau tatapan itu begitu kosong.Jari-jari Fred menyentuh lengan William. “Dad? Apa Daddy mendengar pertanyaanku barusan?”William bereaksi lambat. Mata lelaki hampir setengah abad itu menatap tangan Fred. Kemudian kedua matanya menutup dengan hembusan napas panjang.“Maaf, Fred. Sepertinya Daddy perlu istirahat sekarang. Daddy mempercayai semua keputusan kepadamu.” William lalu berdiri, menepuk pundak sang putra sulung lalu keluar dari ruang kerja.Frederix hanya dapat menatap pundak Daddy-nya yang menjauh. Kepalanya menggeleng lemah melihat betapa lelaki yang dulunya merupakan sosok yang sa
“William mencarimu, Key. Ia ingin memberikan bonus akhir kontrak kalian.” “Tidak perlu, Prof. Apa yang telah William berikan padaku sudah lebih dari cukup.” “Tapi, itu sudah tercantum dalam kontrak perjanjian pernikahan kalian. Kamu berhak mendapatkannya.” “Tidak, Prof. Saya tidak mau.” “Kenapa?” “Sebelumnya, saya menerima pembayaran karena pekerjaan menjadi perawat William. Namun, jika sekarang saya mengambil bonus tersebut, saya merasa bonus itu diberikan karena saya telah tidur dengan William.” “Kau terlalu overthingking, Key!” Jaslan mendengus kasar. Kepala Keyna menggeleng-geleng. Ia tetap pada pendiriannya untuk tidak menerima uang lagi dari William. Biarlah setelah ini ia bekerja dan menghabiskan uangnya untuk membahagiakan orang lain. “Jangan keras kepala. Aku bisa berhitung bahwa keuanganmu sekarang semakin menipis karena kegiatan dermawanmu di rumah sakit ini.” “Saya senang melakukannya, Prof.” “Terserah. Uang itu memang hakmu. Bagaimana kau menghabiskannya, aku tid
Keyna menatap selebaran kertas yang dipegangnya. Dibacanya lamat-lamat pengumuman tersebut. Dengan sekali hembusan napas, wanita itu menekan nomer telepon yang tertera pada kertas itu.Hampir satu jam Keyna menelepon. Setelah itu ia berkemas. Wanita itu membawa kucingnya ke kandang dan berkendara kembali ke daerah pemakaman.Rangkaian bunga cantik mengganti rangkaian bunga yang telah layu di makam tersebut. Keyna mengusap nisan pualam sang ayah dengan penuh kasih. Matanya berair terharu.“Papa, Maaf Key tidak bisa menepati janji. Key tidak bisa membeli kembali rumah Papa dan Key tidak jadi menetap di kota ini. Key mau pergi, ya. Papa jangan marah. Key ingin ilmu yang Key miliki bermanfaat bagi orang yang membutuhkan,” ucap Keyna pada makam Papanya sambil berderai air mata.Wanita itu berdiri, lalu kembali menatap lama gundukan tanah di bawahnya. Keyna tersenyum dan mengangguk. Pelan, Keyna berjalan kembali ke mobil sewaannya.“Kak