Penduduk di pinggiran kota Tanjungsari heboh.Kepala dukuh dan keluarga hilang secara misterius, beberapa tokoh sakti dan puluhan prajurit belum kembali dari hutan.Bantal Guling dan kedua pengawalnya ditemukan dalam keadaan tertotok dan tanpa pakaian, dua pengawal lagi sedang melepas pakaian."Hingga sekarang totokan itu belum dapat dibebaskan," kata pria berperut tempayan. "Menurut selentingan, totokan itu perbuatan makhluk roh. Mereka diangkut ke keraton untuk mendapat pertolongan Raja Samudera."Pria itu merasa demikian nikmat menghirup kopi panas, prajurit tidak berlalu lalang pagi ini.Pemandangan menyebalkan yang menggangu keasyikannya nongkrong di kedai."Bantal Guling dalam keadaan hendak menghunjam, perempuan satu lagi sedang mengelus organ intim. Selera humor makhluk itu benar-benar edan.""Makanya kalau bersenggama lihat-lihat tempat," tegur pria berpakaian tabib. "Penghuni pohon jadi marah.""Alah, kau sering menyewa istri pemilik kedai di kandang kambing, nyatanya penghu
Cakra berangkat ke pusat kota. Ia pikir pedukuhan sudah tidak lagi membutuhkan dirinya.Puluhan prajurit tersesat di hutan sehingga ketakutan warga akan penindasan berkurang.Kehidupan mulai tenang meski kecemasan akan kembalinya prajurit tetap membayangi. "Aku heran dengan adipati," kata Cakra sambil berkuda dengan santai. "Mengapa mereka begitu senang menindas rakyat kecil? Padahal sejarah membuktikan dinasti otoriter tidak berumur panjang.""Nafsu membuat mereka lupa bercermin," sahut Ben Ren. "Seperti diriku, nafsu membuat diriku ingin menikmati Srintil.""Siapa Srintil? Kuda betina peliharaan adipati?""Aku tidak tahu ia kuda apa bidadari. Dari jauh kelihatan seperti bidadari, dari dekat seperti kuda, bawaannya ingin menunggangi. Ia baru pulang belajar dari pegunungan Wuhan."Beberapa perawan lalu lalang menikmati udara kebebasan, Ben Ren menjadi pecicilan, mencolek wajah dengan sekeping perak.Sedangkan sekeping emas untuk meremas dan meraba organ rahasia. Begitulah budaya sawe
"Ada kamar disewakan, kandang kuda juga."Ben Ren menemui Cakra yang menunggu di restoran sambil bersantap siang."Jangan kaget dengan penyambutan tuan rumah karena akhir pekan adalah hari tanpa pakaian."Cakra melihat tamu restoran berpakaian lengkap, barangkali mereka bangsawan pelancong.Nudis tidak berlaku untuk wisatawan, tapi dianjurkan untuk memeriahkan.Pramusaji juga berpakaian lengkap. "Nudis tidak berlaku untuk pramusaji?""Hari tanpa pakaian dimulai saat matahari condong sepenggalahan ke barat. Jadi sebentar lagi." Biasanya banyak rumah sewa setiap akhir pekan. Keluarga bangsawan pergi berlibur untuk menghindari nudis."Aku sudah menghubungi beberapa pemandu. Tidak ada rumah sewa. Mereka ingin merayakan pergantian tahun di pusat kota."Adipati sengaja mengadakan sayembara menjelang akhir tahun di saat wisatawan tumpah ruah.Ia ingin meraup keuntungan besar dengan harga tiket selangit, mereka sangat suka menonton pertarungan para jawara.Bahkan penjudi sudah mulai menelis
"Brengsek!"Ben Ren menghampiri Cakra yang tengah makan pagi di atas tumpukan jerami."Petaruh tidak ada yang menjagokan dirimu pada pertandingan pertama!""Janganlah kecil hati karena petaruh. Berbesar hatilah karena aku peserta tertampan."Cakra yakin Mayleen bukan mencari ksatria terhebat, tapi ksatria tertampan.Maka itu ia optimis tidak akan dirugikan wasit di colloseum dengan kecerdasan buatan.Membuat Mayleen jatuh cinta adalah awal kemenangan. "Ketampananmu tidak menolong dirimu! Lawanmu justru semakin bersemangat untuk merusak wajahmu supaya jadi jelek seperti mereka!""Kau bilang cukup membuat Mayleen klepek-klepek. Dasar manajer plin-plan.""Petarung lain giat berlatih, kerjamu cuma makan dan memelototi bokong kuda.""Dibawa hepi saja."Cakra sengaja ingin menyurutkan Ben Ren untuk tidak bertaruh atas dirinya. Ia jengkel dimanfaatkan.Ben Ren ingin mengeruk keuntungan dari jerih parah dirinya, tapi semua petaruh begitu. Maka itu Cakra kerjanya hanya menangkapi lalat ijo.
Penonton sangat bising saat Cakra memasuki colloseum.Pertarungan sengit terjadi di gelanggang.Penonton tidak beranjak dari tempatnya, bukan menyaksikan pertandingan itu."Oh, Mayleen...! Bukalah kakimu sedikit sehingga aku tahu ada apa di pangkal pahamu...!""Bukit kembar mu begitu menggemaskan...! Sudah cukup untuk ditukar dengan seluruh hartaku...!""Janganlah bermimpi...! Ia bukan milik hartamu, ia milik ksatria pinilih...!""Aku menyesal waktu berkunjung ke Tiongkok tidak mampir ke perguruan Bu Tong Pay...!""Aku juga bodoh sekali tidak singgah di perguruan Kun Lun Pai...!""Aku sempat masuk perguruan silat Cimande, tapi tergoda mojang Priangan...! Akhirnya jadi murid murtad...!""Takdir kita untuk menonton keindahan puteri keraton...!"Hampir tidak ada yang menyaksikan pertarungan di gelanggang.Padahal sangat sengit dan seru.Mayleen tampak kehilangan gairah untuk menyaksikan pertandingan."Apakah tidak ada ksatria berwajah tampan sehingga aku tidak jemu?""Baru hari pertama,
Ben Ren menang besar. Ia mampir di rumah judi mengambil uang, dan petantang-petenteng dengan lima ratus keping emas.Ben Ren lewat di depan Cakra yang menunggu di luar.Ben Ren tidak melihatnya. Cakra menyusul dengan berkuda."Kudamu ditinggal?" tanya Cakra.Ben Ren tersadar, ia menghardik, "Kenapa kau tidak mengingatkan diriku?""Aku kira lalat ijo lewat."Ben Ren berlari ke depan rumah judi, kemudian memacu kuda menyusul Cakra."Aku bisa membeli Kajol," kata Ben Ren. "Kesampaian juga bercinta dengan puteri bangsawan cantik jelita.""Kajol menang seribu keping emas, pasti tarifnya sekitar itu.""Masa naiknya sampai seribu persen?""Intinya ia menolak mu. Pria jelek kadang tidak peka.""Tapi berkudanya pelan-pelan lah. Kita nikmati pemandangan."Cakra justru pusing melihat kaum nudis lalu lalang. Pemandangan berbagai model membuat dirinya kuatir terpancing."Mereka yang telanjang, aku yang panas dingin," keluh Cakra. "Pantat kerbau saja tampak menggoda.""Mana pantat kerbau?""Yang b
Cakra lega ketika senja tiba. Hari nudis berakhir.Ia diminta pindah ke penginapan mewah oleh bestir sayembara."Kapan aku pergi ke istana Mandrapati?" tanya Kajol saat Cakra pamit."Sebelum keraton tahu siapa dirimu," jawab Cakra. "Aku sarankan lewat kadipaten Selawangi, perjalanan lebih ringkas."Ben Ren heran. Ada apa dengan Kajol? Mengapa ia diminta tinggal di istana Mandrapati?"Aku sudah mengadukan kepada nenekmu, bahwa kau menaikkan harga secara semena-mena," kata Ben Ren. "Aku bersedia menjadikan dirimu istri dengan mahar lima ribu keping emas. Mengapa kau memilih menjadi kasim di Mandrapati?"Kajol tersenyum. "Aku menjadi selir keempat, bukan kasim.""What?" Ben Ren terbelalak. "Are you really?'"Borokokok siah!" damprat ibu Kajol. "Sia ngajak ajul gedang ka anak aing? Gembul sia! Cikeneh pisan indung aing disorodot gaplok!" Cakra segera memacu kuda meninggalkan pintu gerbang. Ia merasa sudah tidak ada lagi kepentingan di rumah itu.Cakra mulai resah dengan kehidupannya. Kem
Keberanian Mayleen untuk turut memeriahkan hari nudis membuat Raja Samudera meleleh.Ia tidak sabar menunggu sampai partai puncak kompetisi. Ia ingin menikmati puteri keraton malam ini juga.Keraton tampak lengang, tidak ada lalu lalang pelayan atau pejabat keraton, mereka sudah pergi beristirahat."Aku kira obat tidur sudah bekerja," kata Raja Samudera seraya keluar dari pesanggrahan. "Adipati dan pejabat keraton sudah tertidur pulas."Raja Samudera adalah tamu kehormatan adipati sehingga ia diperkenankan tidur di keraton.Ia menjadi tamu kehormatan karena bersedia menjadi pelindung kerajaan baru yang akan dideklarasikan beberapa hari di muka."Aku mewariskan ilmu pusaka kepada adipati bodoh itu bukan cuma-cuma," seringai Raja Samudera. "Aku ingin mempersunting Mayleen dan menjadi raja sejak mulai berdiri."Raja Samudera mempercepat rencananya untuk menguasai keraton, pada saat adipati mengumumkan pendirian kerajaan baru.Raja Samudera datang ke Tanjungsari untuk memperoleh tahta, ha